MANAJEMEN TINGKAH LAKU DISTRAKSI PADA PERAWATAN GIGI ANAK USIA 6-7 TAHUN Fatimah Dewi Dalimunthe
170600063 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Sumatera Utara Jl. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155 E-mail:
[email protected] PENDAHULUAN
Perawatan gigi pada anak seringkali tidak semudah dalam melakukan perawatan gigi dewasa. Karena anak memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi tingkah laku serta berbagai faktor yang menyertainya ketika dia akan dilakukan perawatan oleh dokter gigi. Dokter yang tepat untuk perawatan gigi anak adalah seorang dokter yang ramah terhadap anak. Itu berarti ia haruslah seseorang yang merasa nyaman bersama anak-anak dan mengetahui cara menenangkan mereka dalam berbagai keadaan sulit. Oleh sebab itu merupakan tantangan tersendiri bagi dokter gigi untuk dapat membuat seorang anak mau bekerja sama dalam setiap tindakan perawatan gigi dan mulut. Tidak banyak dokter gigi yang telah memperoleh pendidikan khusus dalam perawatan gigi pada anak. Karena dasar rasa takut dari ketidakmampuan untuk menghadapi situasi, terkadang mendorong banyak dokter gigi untuk menolak beberapa perawatan gigi pada anak. 1 Kesulitan pelaksanaan perawatan gigi pada anak dapat dilakukan jika dokter gigi memperoleh pengetahuan yang baik dari kondisi manifestasi fisik dan psikologis pasien. Pada makalah ini akan dibahas cara-cara penanganan perilaku anak agar dapat diajak bekerja sama ketika dilakukan perawatan gigi dan mulut. 1
TINGKAH LAKU ANAK
Anak-anak yang berumur 6-7 tahun merupakan masa kanak-kanak tengah dan akhir (middle and late childhood ) yang merupakan period perkembangan yang dimulai dari sekitar usia 6 hingga usia 11 tahun; kadang periode ini disebut sebagai tahun-tahun sekolah dasar. Anak menguasai keterampilan dasar membaca, menulis, aritmatik, dan mereka secara formal
dihadapkan pada dunia yang lebih besar dan budayanya. Prestasi menjadi tema sentral yang lebih dari dunia anak, dan kontrol diri meningkat. 2 Konsep perkembangan menurut Sears, anak yang berumur 6-7 tahun merupakan tahapan masa sistem motivasi sekunder. Obyek ketergantunga tidak lagi terbatas pada orang tua melainkan lebih luas lagi, misalnya kepada guru. Pada mulanya anak memepergunakan pola-pola yang dimiliki ketika anak masih kecil. Lambat laun pola-pola ini berubah menjadi lebih realistik sesuai dengan tuntutan-tuntutan lingkungannya, teman sebaya, teman sepermainan. Pola-pola yang positif akan diteruskan dan pola-pola yang negatif, setelah disesuaikan dengan lingkungan baru akan dihilangkan. Bilamana pola-pola negatif ini tidak menghilang, maka akan menetap sebagai bagian dari kepribadianya setelah dewasa. Lingkungan hidup menjadi makin jelas bagi anak dimana kebebasan untuk bertindak semaumaunya menjadi sangat berkurang. Batasan-batasan muncul dari lingkungan sosial, tidak lagi dari orang tua, tetpi dari guru, tetangga, atau orang dewasa lain yang berhubungan dengan dia. 3 Pada usia 6-7 tahun juga menunjukkan peningkatan kemampuan untuk melakukan refleksi secara verbal tentang emosi dan memiliki pemahanam lebih kompleks tentang hubungan emosi dengan situasi tertentu. Memahami bawa kejadian yang sama dapat menyebabkan perasaan yang berbeda pada orang yang berbeda, dan kadang-kadang perasaan dapat bertahan lama setelah kejadian yang menyebabkannya. Menunjukkan kesadaran yang lebih tinggi dalam mengatur dan mengontrol emosi sesuai dengan standar sosial. 2 Pada umumnya anak pada usia ini memiliki tingkat emosi yang lebih tinggi daripada orag dewasa. Pada usia Sekolah Dasar anak cepat merasa puas. Sifatnya optimis, dan kurang dirisaukan oleh rasa-rasa penyesalan.4 Berikut ini adalah beberapa perubahan yang penting dalam perkembangan emosi pada masa kanak-kanak madya dan akhir:
Peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya kebanggan dan rasa malu. Emosi-emosi ini menjadi lebih terinternalisasi ( self-generated ) dan terintegrasi dengan tanggung jawab personal.
Peningkatan pemahaman bahwa mungkin saja sesorang mengalami lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu.
Peningkatan kecendrungan untuk lebih mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi tertentu.
Peningkatan kemampuan untuk menekan atau menutupi reaksi emosional negative.
Pengguanaan strategi personal untuk mengalihkan atentsi atau pikirang ketika mengalami emosi tertentu.2 Secara singkat, “ketika mencapai masa kanak -kanak madya, seorang anak menjadi
lebih reflektif dan strategis dalam kehidupan emosional mereka. Tetapi, anak-anak dalam usia ini juga memiliki kemapuan menunjukkan empati yang tulus dalam pemahaman emosional yang lebih tinggi dibanding masa sebelumnya. 2 Anak-anak yang sangat muda memang seringkali merasa takut dan cemas. Rasa takut dan cemas ini bukan gejala abnormal pada anak. Sebab anak secar a instinktif memang merasa takut pada hal-hal yang belum dikenalinya, yang masih samar-samar, dan hal-hal yang sandi atau mengandung rahasia. Hal ini disebabkan oleh: 1. Kurangnya pengetahuan dan pengertian anak; 2. Kurang adanya kepercayaan diri; 3. Kesadaran diri anak bahwa dia masih lemah dan bodoh; 4. Karena fantasi anak sering memutar-balikkan dan membesar-besarkan realitas, sehingga anak melihat bentuk bahaya yang sebetulnya tidak ada. 4 KLASISIFIKASI TINGKAH LAKU ANAK
Menurut Wright, perilaku anak diklasifikasikan menjadi: 1.
Kooperatif Anak-anak yang kooperatif terlihat santai dan rileks. Mereka sangat antusias
menerima perawatan dari dokter gigi. Mereka dapat dirawat dengan sederhana dan mudah tanpa mengalami kesulitan, pendekatan tingkah laku (perilaku). 4 2.
Kurang kooperatif Pasien ini termasuk anak-anak yang sangat muda di mana komunikasinya belum baik
dan tidak dapat memahami komunikasi dengan baik. Karena umur mereka, mereka tergolong ke dalam pasien yang kurang kooperatif. Kelompok lain yang termasuk ke dalam pasien yang kurang kooperatif adalah pasien yang memiliki keterbatasan yang spesifik. Untuk anak-anak golongan ini, suatu waktu tekhnik manajemen perilaku secara khusus diperlukan. Ketika perawatan dilakukan, perubahan perilaku secara imediat yang positif tidak dapat diperkirakan. 4 3.
Potensial kooperatif
Secara karakteristik, yang termasuk ke dalam kooperatif potensial adalah permasalahan perilaku. Tipe ini berbeda dengan anak-anak yang kooperatif karena anakanak ini mempunyai kemampuan untuk menjadi kooperatif. Ini merupakan perbedaan yang penting. Ketika memiliki cirri khas sebagai pasien yang kooperatif potensial, perilaku anak tersebut bisa diubah menjadi kooperatif.4 Menurut Frankl, perilaku anak dibagi menjadi: 1.
Sangat negative: menolak perawatan, menangis dengan keras, ketakutan atau adanya bukti penolakan secara terang-terangan.
2.
Negative: enggan menerima perawatan, tidak kooperatif, perilaku negative tetapi tidak diucapkan (hanya muram dan tidak ramah).
3.
Positif: menerima perawatan, kadang-kadang sangat hati-hati, ikhlas mematuhi perintah dokter gigi, kadang-kadang timbul keraguan, tetapi pasien mengikuti perintah dokter gigi dengan kooperatif.
4.
Sangat positif: sangat bagus sikap terhadap dokter gigi, tertarik dengan prosedur dokter gigi, tertawa dan menikmati perawatan yang dilakukan dokter gigi.
MANAJEMEN TINGKAH LAKU ANAK
MANAJEMEN TINGKAH LAGU DISTRKASI PEMBAHASAN DAFTAR PUSTAKA
1. Herdiyati Y, Sasmita IS. Pendekatan Ideal pada Anak dalam Perawatan Gigi. Dalam: Pertiwi ASP, Amalia, Kasim A, dkk. Prosiding Temu Ilmiah Dies Forum 55, 2015: 323-32. 2. Santrock JW. Perkembangan Anak. Trans. Rachmawati M, Kuswanti A. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007: 17-22. 3. Gunarsa SD. Dasardan Teori Perkembangan Anak. ed. 6. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1997: 132-5. 4. Kartono K. Psikologi Anak. ed. 3. Bandung: Mandar Maju, 1995: 133-40. 5.