26
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Beberapa organisasi Islam di Indonesia telah memiliki andil yang cukup besar terhadap proses pengembangan agama Islam. Termasuk dalam pembentukan budaya Islam dalam masyarakat luas. Peran tersebut terus berlangsung hingga sekarang. Paham-paham Islam di Indonesia merupakan suatu perkumpulan terstruktur yang mempunyai misi sebagai pembenahan pemahaman, kepercayaan ataupun agama untuk menjadikan ke depan lebih baik. Paham-paham Islam di Indonesia banyak macamnya. Diantaranya yaitu NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan jamaah tabligh. Antara keduanya memiliki visi, misi, cara pandang dan tujuan yang berbeda satu sama lain. Walaupun begitu, mereka tidak bertentangan dengan landasan pokok atau syari'at agama Islam.
Pemikiran Islam dapat dilihat dengan dua aspek yaitu aspek eksoteris dan aspek isoteris, Aspek Isoteris adalah aspek yang bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh orang-orang tertentu, aspek ini seringkali diartikan sempit, sedangkan aspek eksoteris berarti bebas tanpa dibarengi dogma dan bisa dikatakan murni. Dalam dinamika Intelektual Islam, perbedaan pendangan dengan menggunakan kedua aspek tersebut, seringkali menyebabkan adanya perbedaan interpretasi terhadap pemikiran. Akibatnya banyak timbul keberagaman dalam pemikiran. Sejarah mencatat, munculnya berbagai madzhab, aliran, firqah, golongan, ormas dan kelompok-kelompok dalam Islam, mewarnai dinamika perjalanan pemikiran Islam, baik dari masa klasik hingga modern.
Makalah ini mencoba mendeskripsikan sejarah, tokoh, dan pemikiran ormas di Indonesia, dengan fokus beberapa ormas yaitu nahdlatul ulama, muhammadiyah, al-irsyad, persis,dan jamaah tabligh.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya NahdlatulUlama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan Jamaah Tabligh?
2. Siapa saja tokoh-tokoh NahdlatulUlama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan Jamaah Tabligh?
3. Apa saja bentuk-bentuk pemikiran NahdlatulUlama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan Jamaah Tabligh?
BAB II
PEMBAHASAN
A .Nahdlatul Ulama
Sejarah NahdlatulUlama
Nahdlatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. atas kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu-mambantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali persaudaraan dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.
Nahdlatul Ulama artinya Kebangkitan Ulama didirikan di Surabaya sebagai reaksi terhadap berdirinya gerakan reformasi dalam Islam di Indonesia, dan mempertahankan salah satu mazhab empat dalam masalah yang berhubungan dengan fiqih (hukum Islam). Dalam hal i'tiqad berpegang pada aliran Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Tokoh pendiri NU adalah KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syamsuri, KH. Ma'shum Lasem dan sebagai ketua pertamanya adalah KH. Hasyim Asy'ari.
Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan agama dengan dengan system bermadzhab, tawasul, ziarah kubur, maulid Nabi dan lain sebagainya, akan segera dilarang.Tidak hanya itu, Raja Ibnu Saud juga ingin melebarkan pengaruh kekuasaannya ke seluruh dunia Islam. Dengan dalih demi kejayaan Islam, ia berencana meneruskan kekhilafan Islam yang terputus di Turki pasca runtuhnya daulah Utsmaniyyah. Untuk itu dia berencana menggelar Muktamar Khilafah di Kota Suci Makkah, sebagai penerua Khilafah yang terputus itu.
Seluruh negara Islam di dunia akan diundang untuk menghadiri muktamar tersebut, termasuk Indonesia. Awalnya, utusan yang direkomendasikan adalah HOS Cokroaminoto (SI), KH. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan KH. Abdul Wahab Chasbullah (pesantren). Namun, rupanya ada permainan licik diantara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia. Dengan alas an Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka namanya dicoret dari daftar calon utusan.
Bagi para kyai pesantren, pembaruan adalah suatu keharusan. KH. Hasyim Asy'ari juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima gagasan para kaum modernis untuk menghimbau umat Islam kembali pada ajaran Islam murni. Namun Kyai Hasyim tidak bisa menerima pemikiran mereka yang meminta umat Islam melepaskan diri dari system bermadzhab.
Disamping itu, karena ide pembaruan dilakukan dengan cara melecehkan, merendahkan dan membodoh-bodohkan, maka para ulama' pesantren menolaknya. Bagi mereka, pembaruan tetap dibutuhkan, namun tidak dengan meninggalkan khazanah keilmuan yang sudah ada dan masih relevan. Karena latar belakang yang mendesak itulah akhirnya Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' didirikan.
Pendiri resminya adalah Hadratus Syeikh KH. M. Hasyim Asyari, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek dan motor penggerak adalah KH. Abdul Wahab Chasbullah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum Tambakberas, Jombang. Kiai Wahab adalah salah seorang murid utama Kiai Hasyim.
Tokoh – Tokoh Nahdlatul Ulama
NU sebagai ormas terbesar di Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang berkiprah dalam membentuk organisasi tersebut diantaranya adalah:
KH Hasyim Asy'ari(1817-1947), Tebu Ireng Jombang, pendiri NU dan rais Akbar
KH Bisri Syamsuri (1886-1980) Denayar, Jombang a'wan dan rais aam
KH Abdullah Wahab Chasbullah (1888-1971), Tambak Beras Jombang,katib dan rais aam
KH Abdul Chamid Faqih, Sedayu, Gresik, pendiri dan pengusul nama NU.
KH Ridwan Abdullah 1884-1962, Surabaya, pendiri dan pencipta lambang NU
KH Abdullah Halim Leuwemunding- Cirebon, pendiri NU
Abdul Aziz, Surabaya, pendiri NU dan pencipta nama NU.
KH Ma'shum(1870-1972) Lasem, pendiri NU.
KH A Dachlan Achjad, Malang , pendiri NU dan wakil rais pertama
kh Nachrowi Thahir (1901-1980), Malang, pendiri NU dan a'wan pertama
KH R Asnawi (1861-1959)Kudus , pendiri NU dan mustasyar pertama
Syekh Ganaim(tinggal di Surabaya berasal dari Mesir) , pendiri NU dan mustasyar pertama
KH Abdullah Ubaid (1899-1938) Surabaya , pendiri NU dan a'wan pertama.
Selain itu juga ada beberapa tokoh terkenal yang menjadi tokoh belakang layar yaitu KH Kholil Bangkalan yang notabennya sebagai guru dari KH Hasyim Asy'ari dan KH As'ad yang menjadi saudara seperguruannya ketika menyantri di KH Kholil.
NU pernah terjun dibidang politik, setelah keluar dari partai politik Masyumi (1955). Dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, peran NU cukup besar. Bahkan diantara para tokoh NU ada yang diakui sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI antara lain: KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahid Hasyim, KH. Zainal Mustafa, KH. Zainul Arifin. Dalam perjuangan politik, NU akhirnya menyatakan kembali ke Khithah 26, yaitu meninggalkan perjuangan politik praktis. Tokoh-tokoh NU antara lain: KH. Dr. Idham Khalid (pernah ketua DPR-MPR), dan KH. Abdurrahman Wahid, pernah menjadi presiden RI ke-4.
Pemikiran Nahdlatul Ulama
Sejak awal pendiriannya NU merupakan organisasi yang bermotif dan berlandaskan keagamaan yang spesifik dengan haluan Ahl-Sunnah wa al-Jama'ah. Oleh karena itu segala sikap, perilaku, dan karakter perjuangannya akan selalu diukur berdasarkan norma dan prinsip ajaran agama Islam yang dianut. Prinsip-prinsip ajaran (ideologi) yang dianutnya menjadi tuntutan atau pedoman bagi praktik-praktik keagamaan maupun dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan di kalangan NU, yang pada gilirannya akan membentuk karakteristik tersendiri dalam perjalanan kehidupan NU, serta membedakannya dengan organisasi keagamaan yang lain. Adapun prinsip-prinsip ajaran yang memberikan nuansa spesifik pada NU dapat dikemukakan sebagai berikut:
Paham NU dalam bidang keagamaan
Pikiran Nahdlatul Ulama dalam bidang keagamaan secara ringkas dapat dibagi dalam tiga bidang, yaitu: bidang aqidah, fiqh dan tasawuf.
Dalam bidang aqidah yang dianut oleh NU sejak didirikan pada tahun 1926 adalah Islam atas dasar Ahlus sunnah wal jama'ah. Adapun faham ahlus sunnah wal jama'ah yang dianut oleh NU adalah faham yang dipelopori oleh Abul Hasan Al- Asy'ari dan Imam Abu Mansur Al- Maturidi. Faham ini menjadi cita-cita kelahiran, menjadi pedoman dalam perjalanan kehidupan NU, menjadi landasan perjuangan yang senantiasa dipegang teguh dalam mengembangkan Islam di Indonesia.
Dalam bidang fiqh, dalam rangka mengajarkan agama Islam NU menganut dan mengikuti produk hukum Islam (fiqh) dari salah satu madzhab empat sebagai konsekuensi dari menganut faham ahlus sunnah wal jama'ah. Walaupun demikian tidak berarti NU tidak lagi menganut ajaran Rasulullah, sebab keempat madzhab tersebut berlandaskan al-Qur'an dan as-Sunnah di samping ijma' dan qiyas sebagai sumber pokok Islam.
Faham NU dalam bidang tasawuf mengikuti aliran tasawuf yang dipelopori oleh Imam Al-Junaid Al Bagdadi dan Imam Al-Ghazali. Imam Al-Junaid Al Bagdadi adalah salah seorang ulama sufi terkenal yang wafat pada tahun 910 M di Irak sedang Imam Al-Ghazali adalah ulama besar yang berasal dari Persia.Untuk kepentingan ini, yaitu membentuk sikap mental dan kesadaran batin yang benar dalam beribadah bagi warga NU, maka pada tahun 1957 para tokoh NU membentuk suatu badan Jam'iyah al-Thariqah al-Muqtabarah. Badan ini merupakan wadah bagi warga NU dalam mengikuti ajaran tasawuf.
Dalam bidang filsafat NU juga menganut ahli filsafat Islam yaitu Al-Ghazali. Karena beliau pandai berfilsafat Islam dan sepaham dengan pemikiran NU, maka NU juga menganut Al-Ghazali dalam hal pemikiran filsafatnya.
b. Faham NU dalam bidang kemasyarakatan
Sikap NU dalam bidang kemasyarakatan diilhami dan didasari oleh sikap dan faham keagamaan yang dianut. Sikap kemasyarakatan NU bercirikan pada sifat: tawasuth dan i'tidal, tasammuh, tawazun dan amar ma'ruf nahi munkar. Sikap ini harus dimiliki baik oleh aktifis NU maupun segenap warga dalam berorganisasi dan bermasyarat.
1. Sikap Tawasuth dan I'tidal. Tawasuth artinya tengah, sedang I'tidal artinya tegak. Sikap Tawasuth dan I'tidal maksudnya sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah tengah kehidupan bersama.
2. Sikap Tasammuh maksudnya adalah NU bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan terutama hal-hal yang bersikap furu' atau yang menjadi masalah khilafiyah maupun dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
3. Sikap Tawazun yaitu sikap seimbang dalam berkhidmad. Menyerasikan khidmad kepada Allah SWT, khidmad kepada sesama manusia serta kepada lingkungannya.d. Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Warga NU diharapkan mempunyai kepekaan untuk mendorong berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan sesama, serta mencegah semua hal yang menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.
c. Pola pikir NU
Dalam NU dikenal sumber hukum Islam itu ada empat, yaitu: Al-Qur'an, As-Sunnah, Al-Ijma', Qiyas. Selain empat sumber hukum Islam tersebut, NU juga mengacu kepada lima pokok tujuan syar'iyah, yang dikemukakan oleh oleh Imam As Sathibi, yaitu melindungi: Agama, jiwa, keturunan/kehormatan, harta, dan akal sehat. Ciri lain dalam metode berfikir NU adalah mengacu kepada kaidah-kaidah fiqh.
B. Muhammadiyah
1. Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H., bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1912 M di Yogyakarta oleh KH. A. Dahlan beserta sahabat dekat dan murid-muridnya. Organisasi ini diberi nama Muhammadiyah yaitu semua orang yang beragama Islam dan memahami bahwa Nabi Muhammad adalah hamba yang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang benar-benar masyarakat utama. Organisasi ini didirikan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
Kelahiran Muhammadiyah tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur'an dan karena itu pula seluruh geraknya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prisip ajaran Islam. Segala yang dilakukan oleh Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya, tak dapat dilepaskan dari ajaran-ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riel, konkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai "rahmatan lil 'alamin".
Ada 2 (dua) faktor yang menjadi penyebab berdirinya gerakan ini:
a. Faktor Subyektif
Faktor Subyektif ialah pelakunya sendiri. Dan ini merupakan faktor sentral. Faktor yang lain hanya menjadi penunjang saja. Yang dimaksud disini ialah, kalau mau mendirikan Muhammadiyah maka harus dimulai dari orangnya sendiri. Kalau tidak, maka Muhammadiyah bisa dibawa kemana saja.
b. Faktor Obyektif
Faktor obyektif yang dimaksud ialah keadaan dan kenyataan yang bekembang saat itu. Hal ini hanya merupakan pendorong lebih hangat dari permulaan yang telah ditetapkan dan hendak dilakukan subyeknya.
Faktor berdirinya bersifat internal dari umat Islam. Maksudnya kenyataan bahwa ajaran Islam yang masuk ke Indonesia kemudian menjadi agama umat Islam di Indonesia sebagai akibat perkembangan Islam pada umumnya ternyata sudah tidak utuh dan tidak murni lagi. Sementara faktor eksternalnya adalah bahwa pemerintah Belanda merupakan keadaan obyektif eksternal umat Islam pertama yang melatar belakangi berdirinya Muhammdiyah.
2. Tokoh-tokoh Muhammadiyah
KHAhmadDahlan, Kyai Haji Ibrahim, KH Hisyam, KH Mas Mansyur, Ki Bagus Hadikusuma, Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur, H. M. Yunus Anis, KH Ahmad Badawi, KH Faqih Usman, KH AR Fachdrudin, KHA Azhar Basyir, MA, Prof. Dr. H. Amien Rais, Prof. Dr. Ahmad Safii Maarif, Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin, Prof. Drs. H. A. Malik Fadjar, M.Sc., Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, MBA, Drs. H. Muhammad Muqoddas, Lc., M.A., Drs. H. A. Dahlan Rais, M.Hum, Dr. Haedar Nashir, M.Si, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag, Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed, Dr. Agung Danarta, M.Ag, Dr. H. A. Fattah Wibisono, M.A., Drs. H. M. Goodwill Zubir, Prof. Dr. H. Syafiq A. Mughni, Drs. H. Sukriyanto AR., M.Hum
Pemikiran Muhammadiyah
Pemikiran Muhammadiyah dapat disusun secara garis besar filosofi keperjuangan Muhammadiyah dalam lima prinsip. Pertama; tauhid, kedua; ibadah, ketiga; kemasyarakatan/jama'ah, keempat; ittiba', kelima; tajdid dan keenam; organisai. Dengan tajdid dimaksudkan sebagai penempatan rasio atau akal atau arro'yu sebagai alat dalam memahami dan merealisasikan ajaran Islam.
Oleh karena itu kehidupan sosial selau berubah setiap saat, maka penerapan prinsip di atas dikembangkan melalui pertimbangan rasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula halnya dengan pengembangan amal usaha Muhammadiyah yang meliputi berbagai aspek kehidupan sosial.
Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama. Adapun yang dimaksud dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah ialah pembaharuan dalam arti mengembalikan keasliannya kemurniannya, dan pembaharuan dalam arti modernisasi. Sekarang ini usaha pembaharuan Muhammadiyah secara ringkas dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu: bidang keagamaan, bidang pendidikan, dan bidang kemasyarakatan.
a. Bidang keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah memurnikan kembali dan mengembalikan kepada keasliannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan agama baik yang menyangkut aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu sebagaimana diperintahkan oleh Allah swt dalam al-Qur'an dan dituntunkan oleh Nabi Muhammad saw lewat sunnah-sunnahnya.
b. Bidang pendidikan
Bagi Muhammadiyah, pendidikan mempunyai arti penting. Karena melalui bidang inilah pemahaman tentang Islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi ke generasi. Pembaharuan pendidikan meliputi dua segi. Yaitu segi cita-cita dan segi teknik pengajaran. Dari segi cita-cita, yang dimaksudkan KH. Ahmad Dahlan ialah ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan faham masalah ilmu keduniaan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Adapun teknik, lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pengajaran.
c. Bidang kemasyarakatan
Di bidang sosial dan kemasyarakatan, usaha yang dirintis oleh Muhammadiyah yaitu didirikannya rumah sakit, poliklinik, rumah yatim-piatu, yang dikelola melalui lembaga-lembaga dan bukan secara individual sebagaimana dilakukan orang pada umumnya.
C. Al-Irsyad
1. Sejarah Al-Irsyad
Al-Irsyad merupakan organisasi terkemuka dari masa kebangkitan (nahdah) dan dipandang yang paling reformis yang dikembangkan oleh komunitas Hadrami (orang-orang Arab dari Hadramaut), yang mengontrol sumber daya terbanyak, dan yang mempunyai pengaruh besar atas ide-ide Hadrami, sehingga sampai pada tahun 1942, Al-Irsyad telah mengelola sistem sekolah dan pendidikan Arab hampir di seluruh Nusantara.
Al-Irsyad Al-Islamiyyah berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawal 1332 H). Tanggal tersebut mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad yang pertama di Jakarta dengan nama Jamiyyah al-Islah wa al-Irsyad al-Arabiyyah (Arab Association for Reform and Guidance), walaupun pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.
Tokoh sentral pendiri Al-Irsyad adalah Syekh Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Surkati dikenal sebagai pelopor reformasi Islam dan pelopor gerakan pembaharu di Indonesia serta pembawa paham Syekh Muhammad Abduh (Mesir) ke Indonesia. Program reformis Muhammad Abduh merupakan gerakan pemurnian Islam (terutama di Mesir) dari pengaruh-pengaruh dan praktik-praktik yang merusak, pembaharuan pendidikan tinggi Muslim, pembaharuan dokrin Islam yang dipandang dari pemikiran modern, dan pembelaan Islam.
Pada mulanya Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jamiat Khair yang berdiri pada 1905 dan mayoritas anggota dan pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid (alawiyin). Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya, yakni Syekh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syekh Muhammad bin Abdul Hamid al-Sudani. Di Indonesia, Surkati giat melaksanakan pembaharuan dan menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Surkati diangkat sebagai penilik sekolah-sekolah yang dibuka oleh Jamiat Khair, baik yang dibangun di Jakarta maupun di Bogor.
Berkat kepemimpinan dan bimbingan Surkati, dalam waktu satu singkat, sekolah-sekolah tersebut maju pesat. Namun Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jamiat Khair karena perbedaan paham yang cukup prinsipil dengan para pengurus Jamiat Khair. Di antara penyebabnya, walaupun Jamiat Khair tergolong organisasi yang memiliki cara dan fasilitas modern, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para pemuka Jamiat Khair dengan kerasnya menentang fatwa Surkati tentang kafaah (persamaan derajat). Sehingga, karena tak disukai lagi, Surkati akhirnya memutuskan mundur dari Jamiat Khair, pada 6 September 1914 (15 Syawal 1332 H) dan di hari itu juga Surkati bersama beberapa sahabatnya mendirikan Madrasah Al-Irsyad, serta organisasi untuk menaunginya yang dinamakan dengan Jamiyyah al-Islah wal-Irsyad al-Arabiyah, yang kemudian berganti nama menjadi Jamiyyah al-Islah wal-Irsyad al-Islamiyyah.
Umumnya anggota organisasi Al-Irsyad terdiri dari orang Indonesia keturunan Arab (yang berasal dari Hadrami atau Hadramaut), karena itu ada yang menyebutnya sebagai organisasi orang-orang Arab, walaupun anggapan ini tidak seluruhnya benar, sebab mengacu kepada AD/ART, Al-Irsyad adalah organisasi Islam Nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: Warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa. Jadi tidak benar anggapan bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi warga keturunan Arab.
2. Tokoh-tokoh Al-Irsyad
a. Prof. Dr. T.M. Hasby as-Shiddique, putera asli Aceh, penulis terkenal dalam masalah hadis, tafsir, dan fikih Islam modern. Guru besar di IAIN Yogyakarta ini bahkan pernah menjabat Rektor Universitas Al-Irsyad di Solo.
b. Prof. Kahar Muzakkir, berasal dari Yogyakarta dan lulusan dari Madrasah Al-Irsyad, di mana kemudian Kahar Muzakkir melanjutkan studinya di Dar al-Ulum di Kairo-Mesir. Ia sangat aktif berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan termasuk penandatangan Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Kemudian ia menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.
c. Muhammad Rasjidi, Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama, berasal dari Yogyakarta. Ia pernah menjadi profesor di McGill University di Montreal, Kanada, dan juga mengajar di Universitas Indonesia, Jakarta. Semasa hidupnya menulis banyak buku.
d. Prof. Farid Maruf, asli Yogyakarta, profesor di IAIN, yang juga salah satu tokoh besar Muhammadiyah di awal-awal berdirinya. Lulusan Madrasah Al-Irsyad ini sempat menjabat Direktur Jenderal Urusan Haji di Departemen Agama.
e. Al-Ustadz Umar Hubeis, jabatan pertamanya adalah sebagai Direktur Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Di waktu yang bersamaan ia aktif di MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Umar Hubeis bahkan pernah menjadi anggota DPR mewakili Masyumi. Ia juga menjadi profesor di Universitas Airlangga, Surabaya. Semasa hidupnya beliau juga menulis beberapa buku, terutama fikih dan yang terkenal adalah Kitab FATAWA.
f. Said bin Abdullah bin Thalib al-Hamdani, lulusan Al-Irsyad Pekalongan ini sangat menguasai fikih dan menjadi profesor di Fakultas Syariah IAIN Yogyakarta. Ia juga menulis buku-buku fikih. Di kalangan cendekiawan dan intelektual Islam Indonesia, ia dijuluki Faqih Al-Irsyadiyin (cendekiawan terkemuka di bidang hukum Islam dari Al-Irsyad).
g.Abdurrahman Baswedan, pendiri Partai Arab Indonesia (PAI) dan aktifis MASYUMI ini pernah menjadi Wakil Menteri Penerangan RI.
3. Pemikiran Al-Irsyad
Al-Irsyad memahami prinsip atau mabadi Al-Irsyad, yakni:
a. Memahami ajaran Islam dari Alquran dan Sunnah serta bertahkim kepada keduanya;
b. Beriman dengan akidah Islamiyyah yang berdasarkan nash-nash kitab Alquran dan Sunnah yang sahih sebagaimana pemahaman sahabat atau kalangan salafussalih, terutama bertauhid kepada Allah dengan ketauhidan yang bersih dari syirik, takhayul, dan khurafat;
c. Beribadat menurut tuntunan Alquran dan Sunnah Rasul-Nya, bersih dari bidah;
d. Berakhlak dengan adabsusila yang luhur, moral dan etik Islam serta menjauhi adat-istiadat, moral dan etik yang bertentangan dengan Islam;
e. Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan duniawi dan ukhrawi yang diridhai Allah Swt;
f. Meningkatkan kehidupan dan pengetahuan duniawi, pribadi dan masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dengan nash, serta mengambil manfaat dari segala alat dan cara teknis, organisasi, dan administrasi modern yang bermanfaat bagi pribadi dan umat, materil, moril, dan spiritual.
g. Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan pengorganisasian dan koordinasi yang baik bersama-sama organisasi-organisasi lain dengan jiwa ukhuwah Islamiyyah dan kesetiaan.
Ahmad Sukarti pernah menyampaikan beberapa pandangan tentang ketauhidan, di antaranya:
a.Taklid buta sebagaimana yang dilakukan para ulama yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk memahami Al-Quran dan Hadits.Namun mereka menjadikan pendapat seseorang sebagai dalil agama, Sukarti menyatakan adapun taklid buta dan menjadikan pendapat orang sebagai dalil agama tidak diperbolehkan oleh Allah dan Rosull-Nya,para sahabat maupun para ulama terdahulu,dan merupakan bid'ah yang sesat.
b. Meminta syafa'at. Ia mengatakan kepada orang yang sudah minta dan bertawasul denga Mereka,Surkati menyatakansebagai perbuatan yang munkar dan bid'ah, :"meminta syafa'at kepada orang yang mati atau bertawasul kepada mereka adalah perbuatan munkar, sebab hal tersebut tidak pernah di kerjakan oleh Rasulullah saw,al Khulafaal Rasyidan ataupun oleh para Mujtahid,baik bertawasul dengan Rasul sendiri atau dengan yang lain. Selain itu,hal tersebut merupakan sesuatu yang diada-adakan dalam ruang lingkup al-Din. Setiap yang baru dalam agama adalah bid 'ah,setiap bid'ah adalah sesat ,dan setiap yang sesat akan masuk neraka''.
c. Dalam kasus pembayaran fidyah membayar sejumlah tebusan kepada orang lain untuk mengganti shalat dan puasa yang di tinggalkan oleh salah seorang anggota keluarganya,ketika menyampaikan fidyah seseorang berkata :''terimalah uang ini sebagai penebus shalat dan puasa si fulan ''.Kemudian si penerima menjawab ,''saya terima pemberian ini ''.Bagi Surkarti, perbuatan ini dilarang karena tidak di dasarkan atas dasar dalil agama,dan merupakan perbuatan bid'ah.
d. Dalam kasus pembacaan talqin untuk mayat yang baru di kubur Sukarti melihatnya sebagai pembuatan yang tidak bedasarkan tuntunan al Qur'an dan Hadits juga tidak ada petunjuk dari para sahabat.
e. Perbuatan berdiri pada saat melakukan pembacaan kisah maulid Nabi Muhammad saw,bagi Surkarti bukan perbuatan agama,namun demikian apa bila perbuatan tersebut di pandang sebagai perbuatan agama,atau termasuk dalam ruang lingkup agama,maka pembuatan tersebut tetap di anggap sebagai perbuatan bid'ah.
f. Pengucapan niat (Nawaitu atau Ushalli) bagi Sukarti adalah perbuatan bid'dah.Alasannya,melafalkan niat demikian dipadang sebagai tambahan dalam melaksanakan niat yang seharusnya merupakan maksud didalam hati.Menurut Sukarti pula,ia tidak pernah memperoleh petunjuk bahwa perbuatan tersebut pernah dirawihkan orang dari Nabi Muhammad,atau dari para sahabat,walaupun diajarkan oleh salah satu imam yang keempat.Dari berbagai sumber rujukan dapat disimpulkan bahwa niat adalah maksud dalam hati lebih tidak beralasan lagi ialah pendapat tentang wajib atau sunnahnya pengucapan lafal niat tersebut.Itu berarti "mewajibkan apa yang sebenarnya tidak wajib".
g. Adat berkumpul untuk melakukan ritual tahlil dirumah orang yang baru ditimpah musibah kematian menurut Sukarti,merupakan perbuatan Bid'ah dan bertentangan dengan sunnah Rasul.Sukarti menilai parbuatan tersebut sebagai perbuatan yang membebeni keluarga yang terkena musibah.Dan perbuatan terpuji yang berkenan dengan keluarga yang terkena musibah adalah penyediakan makanan,sebagaimana Sabda nabi Jafar bin Abi Thalib meninggal dunia."Buatlah makanan bagi keluarga Jafar, sebab mereka telah ditimpa sesuatu yang membuat mereka lupa makan".
h. Adat berdzikir bersama dan berdoaa bersama setelah shalat wajib lima waktu menurut Surkarti, merupakan perbuatan bid'ah dan bertentangan dengan sunnah Rasul. Surkati menilai perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang mengada-ada dan menambah-nambah karena Rasulallah selesai sholat wajib lima waktu, langsung mengerjakan sholat sunnah ba'diah dirumah, tetapi kalau ada yang akan dia sampaikan maka dia berdiri lalu menyampaikannya ke umat Muslim.
Pendeknya, dari negara Sudan, Ahmad Surkati datang dengan membawa "gagasan rasional". Gagasan itulah yang kemudian memberi kontribusi besar bagi lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sebuah gerakan pembaharuan untuk memperbaiki pemahaman keberagaman muslim Indonesia.Deliar Noor menyatakan, seperti halnya seperti Modernis muslim Indonesia yang lain. Pemikiran-pemikiran yang berkembang di Al-Irsyad banyak dipengaruhi oleh pemikiran Puritanisme yang berkembang di Timur Tengah, yang diplopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab (dengan gerakan Wahabinya), pemikiran tersebut secara intensif masuki Indonesia pada awal abad ke-20, melalui kontak personal antara masyarakat Arab di Indonesia dengan mereka yang berada di Timur Tengah, juga melaui penerbitan-penerbitan majalah, seperti majalah Al-Manar dan lain-lainnya.
D. Persis
1. Sejarah Persis
PERSIS Berdiri pada awal 1920-an, tepatnya hari Rabu, 1 Shafar 1342 H (12 September 1923 M) di Bandung oleh sekelompok orang yang berminat dalam study dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam, seorang Alumnus Dar-Ulum Mekkah dan haji Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang. Nama Persatuan Islam itu diberikan untuk mengarahkan jihad dan ijtihad serta upaya segenap potensi, tenaga, usaha dan pikiran guna mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak organisasi: persatuan pemikiran islam, persatuan rasa islam, persatuan usaha islam, dan persatuan suara islam. Bertitik tolak dari pemikiran, rasa, usaha dan suara islam itu, jam'iyyah atau organisasi itu dinamakan persatuan islam.
2. Tokoh-tokoh Persis
a.KH.Zamzam
b.KH.MuhammadYunus
c.A. Hassan (Bangil)
d. KH. Ahmad Mansyur (Bandung)
e.KH. Imam Ghazali (Jakarta)
f. KH. Munawar Khalil (Yogyakarta)
g. KH. Ma'sum (Yogyakarta)
h. KH. Said B. Thalib (Pekalongan)
i. TM. Hasby Ash-Shiddiqy (Yogyakarta)
j. KH. Junus Khadiri (Jakarta)
k. KH. E. Abdurrahman (Bandung)
l. KH.O. Qomarudin Saleh (Bandung)
m. KH.M. Ali Al-Hamidi (Jakarta)
n. KH. Abdullah Ahmad (Jakarta)
o. KH. Abdul Qadir Hassan (Bangil)
p. KH. E. Abdullah (Bandung)
q. KH. I. Sudibja (Bandung)
3. Pemikiran Persis
Pandangan dewan hisbah persis terhadap hadits dalam istinbath hukum.
Al-Sunnah adalah apa-apa yang datang dari Nabi Saw selain al-Quran baik ucapan, perbuatannya dan sikap diamnya (taqrir).
1) Kehujahan Al-Sunnah
Para ulama telah sepakat bahwa al-Sunnah dapat dijadikan hujjah dalam menentukan hukum, Sunnah dapat berfungsi seperti Al-Quran dalam menentukan hukum halal dan haram, wajib atau sunah dsb. firman Allah :
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْـتَهُوْا
Dan Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
اَلاَ إِنِّى اُتِيْتُ الْقُرْاَنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ (ابوداود)
Ingatlah, sungguh aku telah diberi al-Quran dan semisalnya yang menyertainya (HR. Abu Dawud)
Kedudukan Sunnah dalam Tasyri Islam
Hubungan as-Sunnah dengan al-Quran dari segi kandungannya ada tiga macam:
Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang telah ada dalam al-Quran maka hukum tersebut berarti mempunyai dua dasar hukum, yaitu al-Quran sebagai penetap atau penentu hukum, sementara as-Sunnah sebagai penguat dan pendukungnya, seperti: Perintah mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, larangan syirik, memakan riba dsb.
Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan pengikat terhadap ayat-ayat yang masih mujmal, 'am atau mutlaq.
E. Jamaah Tabligh
1. Sejarah Jamaah Tabligh
Jamaah tabligh didirikan oleh Syaikh Muhammad Karni Ilyas Alkandahlawi (1303-1363 H) pada tahun 1920-an. Beliau adalah seorang sufi dari tarekat Jisytiyyah yang berakidah Maturidiyah dan bermazhab Hanafiah. Alkandahlawi merupakan nisbat dari Kandahlah, sebuah desa di Sahranfur. Ide pembentukan gerakan ini berawal saat melihat banyak orang-orang Mewat (suku-suku yang tinggal dekat dengan India) dalam beribadah mereka telah tercampur dengan ajaran agama Hindu. Untuk itu ia punya inisiatif membangun gerakan untuk meng-Islamkan orang-orang Islam agar melaksanaan agama secara kaffah (keseluruhan), kemudian atas arahan dan perintah Syaikhnya ia mendirikan jamaah tabligh. Ilham untuk mendirikan setelah beliau beribadah haji di Hijaz pada tahun 1926.
Beliau sekolah di Deoband yang merupakan sekolah terbesar di India dengan madzab Hanafi, yang didirikan pada tahun 1283 H / 1867 M. Setelah beliau wafat kepemimpinan digantikan oleh anaknya yaitu Syaikh Muhammad Yusuf Alkandahlawi (1917-1965M) selanjutnya kepemimpinan diteruskan oleh cucu Amir (ketua) pertama yaitu Syaikh Muhammad Harun, sedangkan setelahnya kepemimipinan diteruskan oleh Imam Hasan.
Pusat kegiatan Jamaah Tabligh di Indonesia terletak di Masjid tua,kebon jeruk ,Jalan Hayam Wuruk di Jakarta.disinilah tempat berkumpulnya anggota jamaah tabligh yang berasal dari seluruh pelosok tanah air maupun dari luar Indonesia.pemimpin jamaah tablighnya berkedudukan sebagai penanggunng jawabatau yang lebih dikenal Ahli Syura yang bertugas menyeleksi anggota yang bersedia khuruj sesuai daerah tujuan dan biasanya yang menjadi ketua musyawarahnya berasal dari penanggung jawab terpilih pada setiap malam jumatnya.Hal itu berarti ketua musyawarah kedudukannya bisa berganti-ganti sesuai waktu senggang yang dimiliki masing – masing penanggung jawab.
Adapun penanggung jawab pusatnya adalah H.ahmad zulfaqar, H.Cecep Firdaus, Mohammad Muslihuddin, Dr.A.A.Noor, Syamsuddin Abdulloh, Ir.A.Aminuddin Noor dan Mohammad Sani Ilyas.
Selain itu organisasi ini memiliki 2 Pondok sentral di Indonesia yang memiliki banyak cabang di wilayah tanah air yaitu;
a. Pondok pesantren Alfalah di Desa Temboro, Kecamatan Keras ,Kabupaten Magelang, Jawa timur. Dengan jumlah santri kurang lebih 11.000 orang.
b. Pondok pesantren Sirojul mukhlisin didaerah Kerincing, Kecamatan Secang,Kabupaten Magelang, Jawa tengah.
2. Pemikiran Jamaah Tabligh
Asas 6 Sifat
Yakin terhadap kalimat Thoyyibah Laa ilaaha ilallah Muhammadur rasulullah.
Artinya: Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah.
Laa ilaaha ilallah
Maksudnya: Mengeluarkan keyakinan pada makhluk dari dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada Allah di dalam hati.
Muhammadar rasulullah
Maksudnya: Mengakui bahwa satu-satunya jalan hidup untuk mendapatkan kejayaan dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti cara hidup Rasulullah SAW.
Salat khusyu' dan khudu'. Artinya: Salat dengan konsentrasi batin dan rendah diri dengan mengikuti cara yang dicontohkan Rasulullah.
Maksudnya: Membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam salat kedalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu ma'adz dzikr
Ilmu, Artinya: Semua petunjuk yang datang dari Allah melalui Baginda Rasulullah.
Dzikir, Artinya: Mengingat Allah sebagaimana Agungnya Allah.Melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan ke-Agungan Allah mengikuti cara Rasulullah.
Ikramul Muslimin, Artinya: Memuliakan sesama Muslim.
Maksudnya: Menunaikan kewajiban pada sesama muslim tanpa menuntut hak kita ditunaikannya.
Tashihun Niyah Artinya: Mengikhlaskan niat agar jauh dari riya' dan sum'ah (memperdengarkan amal kebaikan). Akan tetapi, mereka meninggalkan Sunnah dan mengikuti cara-cara ikhlas di dalam tashawwuf.
Maksudnya:Membersihkan niat dalam beramal, semata-mata karena Allah.
Dakwah dan tabligh. Dakwah, Artinya: Mengajak, sedangkan Tabligh, Artinya: Menyampaikan
Maksudnya: Memperbaiki diri, yaitu menggunakan diri, harta, dan waktu seperti yang diperintahkan Allah.
Menghidupkan agama pada diri sendiri dan manusia di seluruh alam dengan menggunakan harta dan diri mereka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian keterangan di atas kami dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa banyak sekali aliran-aliran pemikiran di dalam islam yang mencoba mendirikan sebuah daulah islamiyah dan mengembalikan nilai-nilai atau norma-norma dalam islam yang murni dan kaffah agar kembali kepada fitrah islam yang sebenarnya yaitu berlandaskan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Supaya umat islam bangkit kembali dari kemerosotan total akibat pengaruh ide-ide dan cengkeraman dominasi pengaruh budaya barat atau negara-negara kafir. Diantara aliran tersebut adalah Hizbut Tahrir, Jama'ah Tabligh, dsb.
2. Nahdlatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. atas kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu-mambantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali persaudaraan dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.
3. Muhammadiyah didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H., bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1912 M di Yogyakarta oleh KH. A. Dahlan beserta sahabat dekat dan murid-muridnya.
4. Al-Irsyad merupakan organisasi terkemuka dari masa kebangkitan (nahdah) dan dipandang yang paling reformis yang dikembangkan oleh komunitas Hadrami (orang-orang Arab dari Hadramaut), yang mengontrol sumber daya terbanyak, dan yang mempunyai pengaruh besar atas ide-ide Hadrami, sehingga sampai pada tahun 1942, Al-Irsyad telah mengelola sistem sekolah dan pendidikan Arab hampir di seluruh Nusantara.
5. PERSIS Berdiri pada awal 1920-an, tepatnya hari Rabu, 1 Shafar 1342 H (12 September 1923 M) di Bandung oleh sekelompok orang yang berminat dalam study dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam, seorang Alumnus Dar-Ulum Mekkah dan haji Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang.
6. Jama'ah Tabligh mempunyai fungsi yang sama yaitu mengembalikan jiwa spiritual islam yang murni dan kaffah. Hanya saja aliran atau pergerakan ini tidak terpaku terhadap urusan politik yang ingin mendirikan daulah khilafah islamiyah.Tujuan utama Jama'ah Tabligh adalah untuk membangkitkan jiwa spiritual dan mempertebal keimanan setiap individu muslim yang terangkum dalam asas 6 sifat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muchith Muzadi, NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, (Surabaya: Khalista, 2007)
Azra, Azyumardi. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam Cet. 1.,( Logos Wacana Ilmu, Jakarta,1999)
Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990)
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996)
Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan., Antologi NU, (Surabaya: Khalista,2010)
Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, (Jakarta: Presto Prima Utama.1996)
http://www.muhammadiyah.or.id diakses pada 06-04-2014.
http://www.nu.or.id diakses pada 05-03-2014
K. H,M. Isa Anshori, Menifes Perjuangan Persaatuan Islam, (Bandung: Pasifik,1958)
LPP WAMI. Gerakan Keagamaan dan Pemikiran. (Jakarta:Al-IslahyPress.1995)
Samsul Munir Amin, Sejarah Islam, (Jakarta: Amzah, 2010)
Rozikin Daman, Membidik NU, (Yogyakarta: Gama Media, 2001)
Masyhur Amin, NU & Ijtihad politik Kenegaraannya, (Yogyakarta: AL-Amin, 1996)
Solikhin, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Rasail, 2005)
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2000)
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah malang, Muhammadiyah Sejarah, pemikiran dan Amal Usaha, (Malang: PT Tiara Wacana Yogya dan Universitas Muhammadiyah Malang Press, 1990)
Abdul Muchith Muzadi, NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, (Surabaya: Khalista, 2007), hlm. 24
Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan., Antologi NU, (Surabaya: Khalista,2010)hal.32
http://www.nu.or.id diakses pada 05-03-2014
Samsul Munir Amin, Sejarah Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 424
Rozikin Daman, Membidik NU, (Yogyakarta: Gama Media, 2001), hal. 54.
Masyhur Amin, NU & Ijtihad politik Kenegaraannya, (Yogyakarta: AL-Amin, 1996), hal. 80.
Rozikin Daman, Membidik NU, hal. 54.
Masyhur Amin, NU & Ijtihad politik Kenegaraannya, hal. 80.
Ibid., hal. 85.
Ibid., hal. 86.
Ibid., hal. 87.
Ibid., hal. 90.
M. Solikhin, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Rasail, 2005), hal.156.
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996), hal. 84.
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2000), hal.114.
M. Solikhin, Sejarah Peradaban Islam, hal. 156.
http://www.muhammadiyah.or.id diakses pada 06-04-2014.
Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hal. 53
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah malang, Muhammadiyah Sejarah, pemikiran dan Amal Usaha, (Malang: PT Tiara Wacana Yogya dan Universitas Muhammadiyah Malang Press, 1990), hal. 117-120.
Natalie Mobini Kesheh,, Hadrami Awakening: Kebangkitan Hadrami di Indonesia, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.2007)hal.68.
Azyumardi Azra,, Perspektif Islam di Asia Tenggara,( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.1989)hal.116.
Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, (Jakarta: Presto Prima Utama.1996)hal.57.
http://al-irsyad.or.id diakses pada 06-04-2014.
Azra, Azyumardi. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam Cet. 1.,( Logos Wacana Ilmu, Jakarta,1999) hal. 25
Ibid.,hal.25.
Ibid.,hal.26.
Ibid.,hal.26.
Ibid.,hal.28.
Ibid.,hal.29.
Ibid.,hal.29.
Ibid.,hal.30.
K. H,M. Isa Anshori, Menifes Perjuangan Persaatuan Islam, (Bandung: Pasifik,1958), hal. 6.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan..(Jakarta:.UIPress.1986).hal.53.
LPP WAMI. Gerakan Keagamaan dan Pemikiran. (Jakarta:Al-IslahyPress.1995)hal.32.