Pertimbangan Auditor Atas Kemampuan Entitas Dalam Mempertahankan
Kelangsungan Hidupnya
Dosen : Wilda Farra
Oleh :
Sista Choiriyah (1112082000073)
Kurnia Handoyo (1112082000082)
Tanti Tifany Aulia (1112082000088)
Akuntansi A
Fakultas Ekonomi dan Binsis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah kelompok dalam rangka memenuhi nilai mata kuliah pemeriksaan
akuntansi dengan membuat makalah yang berjudul "Pertimbangan Auditor Atas
Entitas Dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya".
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa makalah kami belum
sempurna dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang
berkaitan dengan judul makalah kami. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah
untuk memenuhi tagihan nilai mata kuliah pemeriksaan akuntansi.
Selesainya penyusunan makalah ini tentunya penulis banyak menerima
masukan, kritikan, dan bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan material
maupun spiritual. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Wilda Farra selaku dosen mata kuliah pemeriksaan akuntansi yang
telah menugaskan penulis untuk membut makalah kelompok serta segala
masukan-masukan informasi yang bermanfaat selama pembuatan makalah
ini.
2. Orang tua kami yang telah membantu baik dalam bidang materil atau
spiritual dan telah mendoakan agar kami menghasilkan karya yang
terbaik.
3. Semua mahasiswa dan mahasiswi Akuntansi Universitas Islam Negeri
Jakarta yang telah memberikan support, masukan, maupun informasi dalam
pembuatan makalah kelompok kami.
Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis sadar masih banyak
kekurangan baik dalam hal isi maupun pengetikan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah
ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian.
Jakarta, November 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semua perusahaan manufaktur di Indonesia dalam era globalisasi
selayaknya berusaha untuk memproduksi barang berkualitas tinggi dengan
biaya rendah dalam rangka meningkatkan daya saing baik dipasar domestik
maupun pasar global. Jika perkembangan perusahaan manufaktur tersebut tidak
didukung oleh pengawasan yang ketat, maka hal ini dapat menimbulkan banyak
permasalahan dalam dunia manufaktur seperti penyalahgunaan penyaluran
kredit yang akhirnya menjadi kredit macet, sehingga perusahaan manufaktur
tersebut mengalami masalah likuiditas yang parah, akibatnya menjadikan
perusahaan tersebut mengalami pailit (dilikuidasi) dan akhirnya mengganggu
kelangsungan hidup perusahaan tersebut (going concern). Kelangsungan hidup
suatu badan usaha selalu dikaitkan dengan kemampuan manajemen dalam
mengelola perusahaan agar dapat bertahan hidup. Kinerja perusahaan dalam
periode waktu tertentu akan dicerminkan melalui laporan keuangan. Informasi
dalam laporan keuangan ini yang nantinya akan menghubungkan antara manajer
dan pemegang saham. Hal ini sejalan dengan teori keagenan (agency theory)
yang mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen
dan pemegang saham sebagai prinsipal (Jensen dan Meckling,1976).
Bagaimanapun juga manajer tidak selalu bertindak sesuai keinginan pemegang
saham, sebagian dikarenakan oleh adanya moral hazard sehingga dibutuhkan
pihak ketiga yang independen, seperti auditor sebagai mediator antara
pemegang saham (prinsipal) dan manajer (agen). Auditor memiliki peranan
penting dalam menjembatani antara kepentingan investor dan kepentingan
perusahaan. Data dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen akan
dipercaya oleh pemakai laporan keuangan apabila laporan keuangan telah
mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor diungkapkan
melalui opini audit. Selain itu, peran auditor diperlukan untuk mencegah
diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan, sehingga para pemakai
laporan keuangan dapat mengambil keputusan investasi dengan benar.
Auditor juga bertanggung jawab untuk menilai apakah terdapat keraguan
besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya (going concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun
sejak tanggal laporan audit (SPAP seksi 341, 2001). Jika ada keraguan
mengenai kelangsungan hidup suatu badan usaha maka auditor perlu
mengungkapkannya dalam laporan opini audit dalam bahasa penjelas
(unqualified opinion report with explanatory language).
Hingga saat ini topik tentang bagaimana tanggung jawab auditor dalam
mengungkapkan masalah going concern masih menarik untuk diteliti (Ruiz
et.al,2004). Evaluasi mengenai going concern perusahaan merupakan pekerjaan
yang krusial bagi seorang auditor karena auditor harus menilai kemampuan
perusahaan untuk bertahan hidup melalui investigasi yang komprehensif
tentang kejadian-kejadian yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan tersebut. Letak permasalahannya adalah ketika auditor gagal
dalam pemberian opini menyangkut going concern.
Beberapa penyebabnya antara lain, pertama, masalah self fulfilling
prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going
concern yang muncul ketika auditor kuatir bahwa opini going concern yang
dikeluarkan dapat mempercepat kegagalan perusahaan yang bermasalah
(Praptitorini,2007). Meskipun demikian, opini going concern harus
diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan
perusahaan yang bermasalah. Kedua, tidak terdapatnya prosedur penetapan
status going concern yang terstruktur (Joanna,1994).
Ramadhany (2004) menemukan bukti yang memicu masalah going concern
pada tahun 1997 pada saat krisis ekonomi yang melanda negara – negara di
Asia yaitu perusahaan-perusahaan memiliki rasio hutang terhadap modal yang
tinggi, saldo hutang jangka pendek dalam jumlah besar yang segera jatuh
tempo, mengalami penurunan modal (capital deficiency) yang signifikan,
kerugian keuangan (financial losses) yang disebabkan karena kerugian nilai
tukar, menanggung beban-beban keuangan, kerugian operasional dan tidak
adanya action plans yang jelas dari pihak manajemen.
Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Dengan
adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap akan mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan
dilikuidasi dalam jangka waktu pendek (Siagian, 2009). Going concern suatu
perusahaan dapat diproksikan dengan analisis rasio keuangan seperti
likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas. Selain itu, pemberian opini
going concern juga dapat diamati dari kualitas audit dan pertumbuhan
perusahaan (Sinaga, 2009).
Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan menyediakan aktiva
lancar untuk membayar kewajiban jangka pendeknya (Harahap, 2008).
Likuiditas dalam penelitian ini diproksikan oleh Quick Ratio(QR). Rasio ini
Auditor memiliki peranan penting dalam menjembatani antara kepentingan
investor dan kepentingan perusahaan. Data dalam laporan keuangan yang
dibuat oleh manajemen akan dipercaya oleh pemakai laporan keuangan apabila
laporan keuangan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan
auditor diungkapkan melalui opini audit. Selain itu, peran auditor
diperlukan untuk mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan,
sehingga para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan investasi
dengan benar.
Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka
panjang. Bukan hanya mampu membayar kewajibannya namun juga mampu membayar
bunganya. Solvabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Long Term
Debt to Assets Ratio(LTDAR). Perusahaan yang memiliki LTDAR nilai tinggi,
maka semakin rendah solvabilitasnya karena semakin banyak aset yang
dialokasikan ke hutang jangka panjang.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Return On Assets
(ROA). ROA menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan
menggunakan total asset atau total aktiva yang dimiliki perusahaan dalam
periode tertentu. Perusahaan yang memiliki nilai ROA yang negatif dalam
periode waktu yang berurutan akan memicu masalah going concern karena ROA
yang negatif artinya bahwa perusahaan tersebut mengalami kerugian dan ini
akan mengganggu kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
Kualitas auditor juga menjadi pertimbangan dalam pemberian opini
audit. Pemilihan auditor dengan kualitas tinggi dapat meningkatkan
kredibilitas laporan keuangan sehingga investor dan pemakai laporan
keuangan lainnya memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap informasi yang
dituangkan dalam laporan keuangan. Penelitian mengenai kualitas audit
ditelitioleh Manao dan Nursetyo (2002) dan Tamba (2009). Manao dan Nursetyo
(2002) menggunakan Big Five Firms dan Non Big Five Firms sebagaiProksi dari
kualitas audit. Tetapi penelitian ini menggunakan Big Four Firms dan Non
Big Four Firms karena KAP Arthur Andersen telah collapse.
Pertumbuhan perusahaan juga dapat digunakan oleh auditor dalam
pemberian opini audit dengan going concern. Dalam penelitian ini,
pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan pertumbuhan penjualan karena
penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan. Menurut Setyarno
(2006), perusahaan yang memiliki rasio pertumbuhan perusahaan yang positif
menggambarkan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan posisi
ekonominya dan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern).
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi. Hani et.al (2003)
melakukan penelitian mengenai penerimaan opini going concern menggunakan
quick ratio sebagai variabel independennya. Hasilnya adalah variabel quick
ratio berpengaruh positif. Hasil penelitian tersebut tidak mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Siagian (2009) yang memberikan bukti empiris
bahwa quick ratio berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going
concern.
Setyarno (2006) menggunakan kualitas audit, pertumbuhan perusahaan
terhadap pemberian opini going concern dimana hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Hasil penelitian
ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2009) yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan pertumbuhan penjualan
tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Hasil
penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tamba
(2009) yang menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap pemberian opini audit going concern.
Ketidakkonsistenan hasil - hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi pemberian opini audit wajar dengan pernyataan
going concern, mendorong peneliti untuk meneliti kembali variabel dari
penelitian terdahulu yaitu quick ratio, kualitas audit, dan pertumbuhan
perusahaan. Selain itu peneliti juga manambah variabel return on assets dan
long term debt to assets ratio yang masih jarang digunakan oleh peneliti-
peneliti lainnya. Beda penelitian ini dengan peneltian sebelumnya adalah
penelitian ini memiliki jumlah sampel yang lebih banyak dan jumlah
pengamatan tahunnya yang lebih panjang yaitu 4 tahun.
Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang kompleks
dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur yang
pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan. Kekonsistenan
dari faktor-faktor tersebut harus terus diuji agar dalam keadaan ekonomi
yang fluktuatif status going concern tetap dapat diprediksi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul pengaruh going concern, kualitas audit, dan pertumbuhan
perusahaan terhadap pemberian opini audit wajar dengan pernyataan going
concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Going Concern
"Going Concern," dalam akuntansi, adalah sebuah ASUMSI (sekalilagi
sebuah asumsi) yang menganggap bahwa perusahaan akan beroperasi dalam
jangka panjang. Going Concern berkaitan dengan kemampuan suatu entitas
dalam mempertahankan kelangsungan usaha. Menurut IAS (paragraph 7)
dalam Internasional Auditing Guideline Juni 1986, going concern
didefinisikan sebagai berikut:
"The enterprise is normally viewed as a going concern, that is as
continuing in operasion for foreseeable future, it is assumed that the
enterprise has neither the intention nor the necessary of liquidation
or of curtailing materially the scale of this operations."
2. Pentingnya Status Going Concern Bagi Pengguna Laporan Keuangan
Bagi pengguna eksternal, utamanya investor dan kreditur, Laporan
Keuangan (yang disusun menggunakan asumsi Going Concern
oleh manajemen perusahaan) merupakan sumber informasi utama untuk
mengambil keputusan-keputusan penting:
Investor menginvestasikan uangnya dengan cara membeli saham
perusahaan dan bersedia dikembalikan dalam bentuk dividend yang
nilai Rupiahnya jauh lebih kecil dibandingkan total Rupiah yang
diinvestasikan, karena berharap akan memperoleh dividend dalam
jangka panjang.
Lembaga keuangan seperti bank mengucurkan kredit bagi perusahaan
dan bersedia dikembalikan secara bertahap, juga dengan asumsi
bahwa perusahaan mampu beroperasi dalam jangka panjang.
3. Peranan Auditor Dalam Memeriksa Aspek Going Concern Auditee
Di masa silam, proses audit tidak secara khusus memeriksa aspek going
concern auditee. Tugas dan tanggung jawab auditor terbatas pada
penilaian terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan yang tentu
saja disusun dengan menggunakan basis data historis (transaksi-
transaksi yang telah terjadi), samasekali tidak menilai atau
memprediksi kondisi perusahaan di masa yang akan datang, termasuk
kemampuannya untuk terus going concern.
Namun publik mengharapkan agar tugas dan tanggung jawab auditor
diperluas, sehingga mampu memininalkan risiko terkait kondisi dan
peristiwa yang sifatnya tak pasti. Salah satu tugas dan tanggung jawab
yang diperluas itu adalah pemeriksaan terhadap kemampuan perusahaan
untuk melanjutkan operasionalnya dalam jangka panjang (aspek going
concern).
Atas harapan itu, untuk pertamakalinya di tahun 1978, the Commission
on Auditors' Responsibilities (CAR)—sebuah komisi khusus membahas
mengenai tugas dan tanggungjawab auditor di Amerika Serikat yang
anggotanya terdiri dari board of director American Institute of
Certified Public Accountant (AICPA), fokus untuk merespon permintaan
publik tersebut.
Hasil pembahasan itu menyimpulkan bahwa, diikutsertakannya aspek going
concern dalam laporan audit justru membingungkan pengguna, menggeser
tugas auditor, dan kerap menimbulkan harapan palsu di kalangan
pengguna laporan keuangan. Oleh karena itu CAR merekomendasikan agar
aspek going concern disertakan dalam "Catatan atas Laporan Keuangan"
yang dirilis oleh pihak manajemen auditee bersamaan dengan Laporan
Keuangan saja, tidak pada laporan audit yang dirilis oleh auditor.
Dan, the Auditing Standard Board (ASB)-pun mengamini rekomendasi
tersebut. Namun, keputusan itu memperoleh tekanan balik yang keras
dari publik. Mereka tetap meminta agar tugas dan tanggung jawab
auditor diperluas, termasuk memeriksa aspek going concern.
Seiring dengan semakin banyaknya skandal laporan keuangan yang timbul
pada masa-masa setelah itu, maka ASB akhirnya merilis Statement of
Auditing Standard (SAS) nomor 59.
SAS 59 (AU 341.01), secara eksplisit menyatakan:
"Kelangsungan hidup entitas dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan
keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan
hal yang berlawanan. "
Dengan kata lain, kecuali ditemukan adanya informasi sebaliknya, maka
secara otomatis asumsi going concern harus digunakan dalam menilai
kewajaran Laporan Keuangan.
Sedangkan di Indonesia pertimbangan auditor atas kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya diatur dalam SA Seksi 341.
Kelangsungan hidup entitas dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan
keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan
hal yang berlawanan. Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi
apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak
lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang
diaudit (selanjutnya periode tersebut akan disebut dengan jangka waktu
pantas). Evaluasi auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi
dan peristiwa yang ada pada atau yang telah terjadi sebelum pekerjaan
lapangan selesai. Informasi tentang kondisi dan peristiwa diperoleh
auditor dari penerapan prosedur audit yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang bersangkutan dengan
asersi manajemen yang terkandung dalam laporan keuangan yang sedang
diaudit. Biasanya, informasi yang secara signifikan berlawanan dengan
asumsi kelangsungan hidup entitas adalah berhubungan dengan
ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh
tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak
luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi
yang dipaksakan dari luar, dan kegiatan serupa yang lain. Auditor
bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar
terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal
laporan keuangan yang sedang diaudit (selanjutnya periode tersebut
akan disebut dengan jangka waktu pantas) yaitu dengan cara:
a) Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan
dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan
audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan
atau peristiwa yang secara keseluruhan, menunjukkan adanya
kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas.
b) Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu pantas, ia harus:
i. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang
ditunjukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
tersebut
ii. Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan
c) Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil
kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu pantas.
Auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau
peristiwa yang akan datang. Fakta bahwa entitas kemungkinan akan
berakhir kelangsungan hidupnya setelah menerima laporan dari auditor
yang tidak memperlihatkan kesangsian besar, dalam jangka waktu satu
tahun setelah tanggal laporan keuangan, tidak berarti dengan
sendirinya menunjukkan kinerja audit yang tidak memadai. Oleh karena
itu, tidak dicantumkannya kesangsian besar dalam laporan auditor tidak
seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau
peristiwa tertentu yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan,
menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas.
Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan
tergantung atas keadaan, dan beberapa diantaranya kemungkinan hanya
menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau
peristiwa yang lain seperti:
Trend negatif - sebagai contoh, kerugian operasi yang
berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif
dari kegiatan usaha, ratio keuangan penting yang jelek.
Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan - sebagai
contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau
perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan
oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit
biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber
atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar
aktiva.
Masalah intern - sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan
hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses
projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat
ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.
Auditor tidak perlu merancang prosedur audit dengan tujuan tunggal
untuk mengidentifikasi kondisi dan peristiwa yang, jika
dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan bahwa terdapat
kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Hasil prosedur audit
yang dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang lain
harus cukup untuk tujuan tersebut.
Berikut ini adalah contoh prosedur yang dapat mengidentifikasi kondisi
atau peristiwa tersebut:
1. Menjalankan Prosedur Analitis (analytical procedures) – Entah
pada fase perencanaan atau pengujian substantif atau review
setelahnya, auditor biasanya hanya menilai akurasi dan kewajaran
penyajian. Nah, dalam upaya menemukan trend negatif seperti
petunjuk SAS 59 di atas, mungkin auditor perlu melakukan trend
analysis terhadap akun-akun tertentu, misalnya:
Apakah penjualan atau revenue perusahaan mengalami kemerosotan
yang signifikan secara terus menerus
Apakah cost dan expense yang timbul trendnya meningkat
signifikan secara terus-menerus
Apakah ada penumpukan nilai persediaan yang tak kunjung berubah
menjadi tagihan atau kas
Apakah nilai bad debt terus meningkat
Apakah total nilai utang dagang/usaha yang mengalami overdue
terus meningkat
2. Menjalankan Review Terhadap Peristiwa Setelah Tanggal
Laporan (Subsquent Events Review) – Pada saat melakukan
subsequent event review, auditor biasanya hanya memastikan bahwa
semua transaksi bersifat material telah diikut sertakan ke dalam
Laporan Keuangan Auditan (audited financial statements). Upaya
ekstra yang perlu dilakukan oleh auditor untuk melihat
kemungkinan adanya masalah going concern antara lain:
Melihat dan mencari tahu, apakah ada pelanggan besar perusahaan
yang mengalami kebangkrutan, sehingga piutang jatuh tempo
kemungkinan akan segera berubah menjadi kerugian piutang tak
tertagih, dan yang terpenting mungkin trend penjualan akan terus
menurun di masa-masa berikutnya.
Melihat dan mencari tahu, apakah harga jual produk/jasa
perusahaan mengalami penurunan di pasaran
Melihat dan mencari tahu, apakah ada pemasok yang menurunkan
jumlah pasokan (atau menghentikannya samasekali) menyusul
penghentikan fasilitas kredit.
Apakah ada lembaga keuangan yang menurunkan plafond kredit atau
menghentikannya sama sekali.
Apakah ada pengambilalihan aset perusahaan oleh pihak lain.
3. Menjalankan Review Kepatuhan (Compliance Review) – Upaya ekstra
lainnya adalah dengan melakukan review terhadap kepatuhan
perusahaan dalam menjalankan komitment dengan kreditur, utamanya
lembaga keuangan yang menyediakan kredit jangka panjang seperti
bank. Auditor perlu melihat apakah perusahaan masih mampu
memenuhi komitmennya sebagaimana tertuang di dalam perjanjian
semula (dalam akad kredit misalnya).
4. Membaca Notulen Rapat (Minutes Reading) – Biasanya, auditor
membaca minutes meeting yang diselenggarakan dalam RUPS, Dewan
Direksi dan Dewan Komite, hanya untuk mencari tambahan informasi
untuk memastikan akurasi dan kewajaran penyajian laporan
keuangan. Upaya ekstra yang bisa dilakukan untuk menemukan
adanya indikasi persoalan going concern di sini diantaranya
dengan mencari informasi yang mengindikasikan:
Adanya rencana alokasi biaya litigasi (=penanganan sengketa)
yang meningkat drastis
Adanya wacana untuk mencari sumber pendanaan alternative selain
yang biasanya
Adanya wacana untuk melakukan perombakan sistim kerja
operasional perusahaan secara signifikan
Adanya program pemangkasan cost dan expense seperti rencana PHK,
penghentian operasional segment atau unit bisnis tertentu, atau
pengurangan jam kerja operasional, secara besar-besaran.
Adanya penghentian kontrak kerja mendadak dengan tenaga expert
yang selama ini digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Adanya penghentian anggota manajemen puncak dan menengah.
5. Review Terhadap Permintaan Konsultasi Legal (Inquiry of Legal
Counsel Review) – Upaya berikutnya yang bisa dilakukan oleh
auditor dalam upaya menemukan adanya kesangsian terhadap aspek
going concern adalah dengan melihat catatan koresponden dengan
institusi-institusi legal seperti kantor pengacara, penasehat
hokum dan notaris. Dari proses review itu, mungkin auditor bisa
menemukan adanya komunikasi yang intens terkait masalah litigasi
seperti adanya tuntutan hukum (pidana dan perdata) dari pihal
ketiga entah itu perseorangan atau badan.
6. Konfirmasi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
dan pihak ketiga mengenai rincian perjanjian penyediaan atau
pemberian bantuan keuangan.
Jika, setelah mempertimbangkan kondisi atau peristiwa yang telah
diidentifikasi secara keseluruhan, auditor yakin bahwa terdapat
kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus
mempertimbangkan rencana manajemen dalam menghadapi dampak merugikan
dari kondisi atau peristiwa tersebut. Auditor harus memperoleh
informasi tentang rencana manajemen tersebut, dan mempertimbangkan
apakah ada kemungkinan bila rencana tersebut dapat secara efektif
dilaksanakan, mampu mengurangi dampak negatif merugikan kondisi dan
peristiwa tersebut dalam jangka waktu pantas. Pertimbangan auditor
yang berhubungan dengan rencana manajemen meliputi:
1) Rencana untuk menjual aktiva
Pembatasan terhadap penjualan aktiva, seperti adanya pasal
yang membatasi transaksi tersebut dalam perjanjian
penarikan utang atau perjanjian yang serupa.
Kenyataan dapat dipasarkannya aktiva yang direncanakan akan
dijual oleh manajemen.
Dampak langsung dan tidak langsung yang kemungkinan timbul
dari penjualan aktiva.
2) Rencana penarikan utang atau restrukturisasi utang
Tersedianya pembelanjaan melalui utang, termasuk perjanjian
kredit yang telah ada atau yang telah disanggupi,
perjanjian penjualan piutang atau jual-kemudian-sewa aktiva
(sale-leaseback of assets).
Perjanjian untuk merestrukturisasi atau menyerahkan utang
yang ada maupun yang telah disanggupi atau untuk meminta
jaminan utang dari entitas.
Dampak yang mungkin timbul terhadap rencana manajemen untuk
penarikan utang dengan adanya batasan yang ada sekarang
dalam menambah pinjaman atau cukup atau tidaknya jaminan
yang dimiliki oleh entitas.
Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran
Kelayakan rencana untuk mengurangi biaya overhead atau
biaya administrasi, untuk menunda biaya penelitian dan
pengembangan, untuk menyewa sebagai alternatif membeli.
Dampak langsung dan tidak langsung yang kemungkinan timbul
dari pengurangan atau penundaan pengeluaran.
3) Rencana untuk menaikkan modal pemilik
Kelayakan rencana untuk menaikkan modal pemilik, termasuk
perjanjian yang ada atau yang disanggupi untuk menaikkan
tambahan modal.
Perjanjian yang ada atau yang disanggupi untuk mengurangi
dividen atau untuk mempercepat distribusi kas dari
perusahaan afiliasi atau investor lain.
4) Mengevaluasi Forecast dan Budget Perusahaan
Seperti telah ditegaskan dalam SAS 59 (AU 341) paragraf 04:
"Auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau
peristiwa yang akan dialami oleh perusahaan auditee di masa yang
akan datang."
Sehingga, auditor tidak wajib untuk melakukan eksaminasi atau
evaluasi terhadap forecast dan budget perusahaan. Pun demikian,
untuk sampai pada simpulan mengenai adanya kesangsian
substansial terhadap kemampuan going concern perusahaan ke
depannya, auditor perlu setidak-tidaknya membaca isi forecast
dan budget dari manajemen terkait tercananya untuk mengatasi
persoalan.
Agar tidak masuk terlalu jauh kedalam urusan prediski-
memprediksi, auditor hanya perlu mengarahkan perhatian khusus
terhadap cash forecast dan cash budget perusahaan. Auditor hanya
perlu tahu apakah perusahaan akan mampu beroperasi sekurang-
kurangnya untuk satu tahun buku ke depan. Konkretnya, auditor
perlu melakukan minimal 2 hal berikut ini:
I. Menanyakan Asumi-asumsi yang Digunakan – Minimal, auditor
perlu mempertanyakan asumsi yang digunakan dalam cash
forecast dan cash budget perusahaan, yang menyangkut hal-
hal pokok berikut ini:
Kondisi umum perekonomian makro yang akan terjadi
satu tahun ke depan
Kondisi umum perekonomiian di bidang usaha yang
dijalani oleh perusahaan
Kondisi pemasaran dan penjualan perusahaan
Biaya penjualan dan distribusi
Ongkos/upah buruh
Pengeluaran untuk bangunan, mesin dan peralatan
Beban umum/operasional yang akan menunjang kelancaran
operasional
Beban bunga dan pengaturan yang mungkin timbul dari
pinjaman
Beban/manfaat pajak
II. Menilai Konsistensi Asumsi Antar Item – Forecast dan
budget yang logis, mestinya menunjukkan hubungan yang
konsisten antar item yang tercantum di dalam cash forecast
dan cash budget. Misalnya:
Harus ada hubungan yang logis dan konsisten antara
CASH FLOW dengan item Penjualan; Harga Pokok
Penjualan; Beban Operasional; Piutang; dan Utang.
Harus ada hubungan yang logis dan konsisten antara
PENJUALAN dengan item Biaya Penjualan dan Distribusi;
Komisi; HPP; Sewa; dan Advertising/Iklan
Harus ada hubungan yang logis dan konsisten antara
item-item yang ada pada Laporan Laba Rugi dengan item-
item yang ada pada Laporan Posisi Keuangan, misalnya:
antara Penjualan dengan Piutang; antara Harga Pokok
Penjualan dengan Persediaan; antara Harga Pokok
Penjualan dengan Utang.
Dan seterusnya.
4. Opini Auditor
Dalam SAS (AU 110) Paragraf 01 dijelaskan:
"Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah
untuk menyatakan pendapat [opini] tentang kewajaran, dalam semua hal
yang material terkait posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas,
dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. "
Ada 5 jenis opini yang dapat diberikan oleh auditor terhadap laporan
keuangan auditee, yaitu:
I. Wajar tanpa pengecualian (unqualified) – Opini ini
diberikan oleh auditor apabila:
Audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan
standar auditing;
Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum;
Tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang
memerlukan bahasa penjelasan.
II. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa
penjelasan – Opini ini diberikan oleh auditor apabila:
i. audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai
dengan standar auditing;
ii. penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan
atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa
penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan
bahasa penjelasan tambahan bisa disebabkan oleh
salahsatau atau lebih kondisi berikut ini:
Sebagian opini auditor didasarkan atas laporan
auditor independen lain;
Adanya penyimpangan dari pernyataan standar
akuntansi keuangan (PSAK) yang berlaku;
Auditor menemukan adanya suatu perubahan
material dalam penggunaan prinsip dan metode
akuntansi;
Laporan keuangan dipengaruhi oleh
ketidakpastian yang material; atau
Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya (going
concern)
III. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified) – Opini ini
diberikan apabila salahsatu atau lebih kondisi berikut ini
terjadi:
Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya
pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak
memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan;
Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi
penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum
yang berdampak material tetapi tidak memengaruhi
laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan
tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai
maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor
harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu
paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat.
IV. Pendapat tidak wajar (adverse) – Opini ini diberikan
apabila auditor berpendapat bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Opini ini harus disertai penjelasan mengenai alasan
pemberian opini tidak wajar.
V. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer) –
Auditor tidak memberikan pendapat apabila:
Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material
baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu;
dan/atau
Auditor tidak independen terhadap klien.
Setelah melalui proses pemeriksaan, termasuk upaya-upaya ekstra yang
dilakukan, auditor mungkin menemukan atau tidak menemukan adanya
indikasi "kesangsian substansial" (substantial doubt) terhadap
kemampuan going concern perusahaan:
Apabila tidak menemukan kesangsian substansial, maka auditor
sudah bisa memberikan opini yang sesuai.
Apabila menemukan kesangsian substansial, maka auditor perlu
menanyakan apakah perusahaan memiliki "Rencana Manajemen" untuk
memitigasi peristiwa dan kondisi tak pasti tersebut. Jika tidak
punya, maka auditor sudah bisa memberikan opini. Apabila
sebaliknya, dimana perusahaan memiliki rencana manajemen, maka
auditor perlu mengevaluasi rencana tersebut.
Opini Auditor Terkait Aspek Going Concern
SAS 59 (AU 341) paragraph 10 hingga 14 telah memberi panduan yang
jelas mengenai opini yang bisa diberikan oleh auditor terkait aspek
going concern, sebagai berikut:
1. Apabila setelah melakukan prosedur pemeriksaan normal ditambah dengan
pertimbangan terhadap berbagai kondisi atau peristiwa yang dapat
dijadikan sebagai indikasi untuk menilai kemampuan going concern
perusahaan ternyata tidak menyangsikan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu minimal satu
tahun buku setelah tanggal laporan keuangan, maka auditor memberikan
opini "Wajar Tanpa Pengecualian" (Unqualified).
2. Apabila sebaliknya, dimana auditor menyangsikan kemampuan going
concern perusahaan setelah melakukan prosedur pemeriksaan normal
ditambah dengan pertimbangan terhadap berbagai kondisi atau peristiwa
yang ada, maka auditor wajib mengevaluasi manajemen untuk mengatasi
kesangsian tersebut. Selanjutnya:
a) Jika perusahaan tidak memiliki rencana manajemen atau auditor
berkesimpulan bahwa rencana manajemen perusahaan tidak dapat
secara efektif mengatasi dampak kondisi dan peristiwa yang bisa
membuat perusahaan mengalami kesulitan going concern, maka
auditor menyatakan "Tidak Memberikan Pendapat" (Disclaimer)
b) Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat
secara efektif dilaksanakan maka auditor harus mempertimbangkan
kecukupan pengungkapan rencana manajemen dan faktor-faktor
mitigasi persoalan going concern yang timbul.
c) Apabila auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan seperti pada
point b di atas telah memadai, maka ia memberikan opini "Wajar
Tanpa Pengecualian" dengan "Paragraf Penjelasan" mengenai
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Berikut adalah contoh paragraf tambahan yang dimaksud (dikutip
dari SAS 59 (AU 341) Paragraf 13):
"The accompanying financial statements have been prepared
assuming that the Company will continue as a going concern. As
discussed in Note X to the financial statements, the Company has
suffered recurring losses from operations and has a net capital
deficiency that raise substantial doubt about its ability to
continue as a going concern. Management's plans in regard to
these matters are also described in Note X. The financial
statements do not include any adjustments that might result from
the outcome of this uncertainty."
(Terjemahan bebas: Laporan keuangan terlampir disusun dengan
anggapan bahwa Perusahaan akan mampu melanjutkan kelangsungan
hidupnya. Sebagaimana dijelaskan dalam Catatan X atas Laporan
Keuangan, Perusahaan telah menderita kerugian operasional secara
berulang dan mengalami defisiensi modal bersih yang menimbulkan
ketidakpastian signifikan tentang kemampuannya untuk menjaga
kelangsungan hidupnya. Rencana manajemen sehubungan dengan hal
ini juga dijelaskan dalam Catatan X. Laporan keuangan tidak
mencakup penyesuaian yang mungkin timbul akibat dari
ketidakpastian ini.)
d) Jika auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan seperti pada point
b di atas tidak memadai maka ia akan memberikan opini "Wajar
Dengan Pengecualian" (qualified) atau "Tidak Wajar" (adverse.)
BAB III
Kesimpulan
Tujuan dari pembahasan ini menyajikan bukti empiris mengenai
penerimaan opini atas Pertimbangan Audit dari kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang mengalami kesulitan
keuangan memburuk (financial distress). Seperti yang telah kita ketaui
betapa pentingnya Going Concern bagi pengguna Laporan Keuangan, dimana
publik mengharapkan tugas dan tanggung jawab auditor diperluas ,
sehingga mampu meminimalkan risiko terkait kondisi dan peristiwa yang
sifatnya tak pasti. Namun, auditor tidak bertanggung jawab untuk
memprediksi kondisi atau peristiwa yang akan datang. Prosedur Audit
atas Going Concern suatu entitas haruslah dirancang dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan audit. Auditor juga harus memperoleh informasi
tentang rencana Manajemen dan mempertimbangkan apabila ada kemungkinan
rencana tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, dapat mengurangi
dampak negative yang dapat merugikan dalam jangka waktu yang pantas.
Karena Laporan Keuangan oleh Auditor Independen tujuannya untuk
memberikan opini atas kewajaran dalam semua hal yang material terkait
posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Referensi
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2014/05/bagaimana-cara-auditor-memeriksa-
aspek-going-concern-perusahaan/
http://memebali.blogspot.com/2013/05/auditing-dan-atestasi-pertimbangan-
atas.html
SA Seksi 341