20
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Ahmad Sugeng Marjianto
Weminta Wanimbo
Rogerio Yulianus Molo
Milimina Yikwa
Chantika Faut Ngilyanan
Orona Wonda
Natalia Santi
Bonny Walam
Agnes Yapen
Yanai Banal
COVER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang "Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis" tepat pada waktunya. Makalah ini kelompok kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak luput dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk penyempurnaan penyusunan makalah kami ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Jayapura, 1 Mei 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR GAMBAR 5
BAB I 6
PENDAHULUAN 6
1.1 Latar Belakang 6
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan 7
1.3.1 Tujuan Umum 7
1.3.2 Tujuan Khusus 7
BAB II 8
TINJAUAN TEORI 8
2.1 Anatomi Ginjal 8
2.1.1 Fungsi Ginjal 9
2.1.2 Sistem Glomerulus Normal 10
2.2 Fisiologi 13
2.2.1 Filtarasi glomerulus 13
2.3 Definisi 14
2.4 Patofisiologi 15
2.5 Klasifikasi 17
2.5.1 Glomerulonefritis Primer 17
2.5.1.1 Glomerulonefritis membranoproliferasif 17
2.5.1.2 Glomerulonefritis membranosa 17
2.5.2 Glomerulonefritis Sekunder 17
2.6 Etiologi 18
2.6.1 Streptokokus 18
2.6.1.1 Sterptolisin O 19
2.6.1.2 Sterptolisin S 19
2.7 Gejala Klinis 19
2.8 Gambaran Laboratorium 21
2.9 Komplikasi 22
2.10 Penatalaksanaan 22
2.11 Gambaran Patologi 24
2.12 Perjalanan Penyakit Dan Prognosis 25
2.13 Diagnosis 26
2.14 Diagnosis Banding 27
BAB III 28
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GLOMERULONEFRITIS 28
3.1 Pengkajian 28
3.2 Diagnosis Keperawatan 28
3.3 Intervensi Keperawatan 29
BAB IV 34
PENUTUP 34
4.1 Kesimpulan 34
4.2 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 01 Anatomi Ginjal 8
Gambar 02 Perdarahan Pada Ginjal 9
Gambar 03 Bagian-bagian Nefron 11
Gambar 04 Kapiler Glomerulus Normal 13
Gambar 05 Anatomi Sistem Ginjal 13
Gambar 06 Proses terjadinya Proteinuria dan Hematuria 20
Gambar 07 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 25x 24
Gambar 08 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40x 24
Gambar 09 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop electron 25
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria atau hematuria. Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit glomerulonefritis telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Rumusan Masalah
Bagaimana Anatomi Ginjal?
Bagaimana Fisiologi Filtrasi Glomerulus?
Apa yang dimaksud dengan Glomerulonefritis?
Bagaimana Patofisiologi Glomerulonefritis?
Apa Saja Klasifikasi Glomerulonefritis?
Apa Penyebab dari Glomerulonefritis?
Bagaimana Gejala Klinis Glomerulonefritis?
Bagaimana Gambaran Laboratorium Glomerulonefritis?
Apa Saja Komplikasi dari Glomerulonefritis?
Bagaimana Penatalaksanaan Glomerulonefritis?
Bagaimana Gambaran Patologi Glomerulonefritis?
Bagaimana Perjalanan Penyakit dan Prognosis Glomerulonefritis?
Bagaimana Diagnosis Glomerulonefritis?
Apa Diagnosis Banding Glomerulonefritis?
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Glomerulonefritis?
Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memahami tentang penyakit glomerulonefritis dan bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan glomerulonefritis.
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Anatomi Ginjal.
Untuk mengetahui Fisiologi Filtrasi Glomerulus.
Untuk mengetahui definisi Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Patofisiologi Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Klasifikasi Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Penyebab dari Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Gejala Klinis Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Gambaran Laboratorium Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Komplikasi dari Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Penatalaksanaan Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Gambaran Patologi Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Perjalanan Penyakit dan Prognosis Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Diagnosis Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Diagnosis Banding Glomerulonefritis.
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien Glomerulonefritis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.
Gambar 01 Anatomi Ginjal
Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya.
Gambar 02 Perdarahan Pada Ginjal
Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah :
Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan cairan filtrasi.
Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.
Sistem Glomerulus Normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula ("juxtame-dullary") lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau "foot processes". Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapatmembrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialahlamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit ("crescent"). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar korteks.
Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.
Gambar 03 Bagian-bagian Nefron
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
Lamina dense yang padat (ditengah)
Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Gambar 04 Kapiler Glomerulus Normal
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.
Gambar 05 Anatomi Sistem Ginjal
Fisiologi
Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.
Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa (Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Glomerulonefritis juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
Klasifikasi
Glomerulonefritis Primer
Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
Glomerulonefritis Sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl
Parasit : malaria dan toksoplasma
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
Sterptolisin O
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.
Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.
Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Gambar 06 Proses terjadinya Proteinuria dan Hematuria
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Gejala klinis yang sering terjadi :
Riwayat infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pada beberapa kasus, penderita sering tidak menyadari atau adanya infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya.
Terdapat darah pada urin. Darah pada urin dapat bersifat makroskopik dan mikroskopik. Pada makroskopik dapat langsung terlihat dengan mata telanjang, di mana urin berwarna merah hingga kecoklatan sedangkan pada mikroskopik tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang dan urin tampak normal sehingga membutuhkan bantuan mikroskop. Pada beberapa kasus dapat hingga menyebabkan anemia atau kekurangan sel darah merah.
Terdapat protein pada urin sehingga urin dapat tampak keruh dan berbusa. Karena protein keluar melalui urin maka kadar protein di dalam darah menjadi rendah.
Bengkak pada tubuh. Umumnya paling sering terlihat pada daerah kelopak mata lalu ke wajah dan seluruh tubuh. Bengkak pada tubuh dapat hilang timbul sehingga sering kali tidak disadari oleh penderita . Misalnya pada pagi hari terjadi bengkak di kelopak mata, siangnya bengkak hilang dan sorenya ditemukan pada kaki karena penderita sering berdiri. Karena bengkak sering ditemukan pada kelopak mata, seringkali penderita mengira matanya mengalami kelainan.
Tekanan darah meningkat.
Buang air kecil yang jarang dan sedikit.
Gejala lain seperti demam, mual, muntah, lemas, malas makan, dan pucat dapat juga ditemukan pada penderita.
Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Komplikasi
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Gambaran Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
Gambar 07 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 25x
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembesaran glomerular yang membuat pembesaran ruang urinari dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karena proliferasi dari sel endogen dan infiltrasi leukosit PMN.
Gambar 08 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40x
Gambar 09 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop electron
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop elektron. Gambar menunjukjan proliferasi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi leukosit yang bergabung dengan deposit electron di subephitelia.
Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.
Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
Lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GLOMERULONEFRITIS
Pengkajian
Genitourinaria :
Urine keruh
Proteinuria
Penurunan urine output
Hematuri
Kardiovaskuler :
Hipertensi
Neurologis :
Letargi
Iritabilitas
Kejang
Gastrointestinal
Anorexia
Vomitus
Diare
Hematologi :
Anemia
Azotemia
Hiperkalemia
Integumen
Pucat
Edema
Diagnosis Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia.
Peningkatan volume cairan berhubungan dengan oliguri.
Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan anorexia.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan edema.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosis
Tujuan & KH
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia.
Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia.
Monitor dan catat tekanan darah setiap 1-2 jam/hari selama fase akut.
Jaga kebersihan jalan napas, siapkan suction.
Atur pemberian anti hipertensi, monitor reaksi klien.
Monitor status volume cairan setiap 1-2 jam, monitor urine output (N: 1-2 ml/kgBB/jam.
Kaji status neorologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam.
Atur pemberian diuretic: Esidriks, lasix sesuai order.
Untuk mendeteksi gejala dini perubahan tekanan darah dan menentukan intervensi selanjutnya.
Serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak.
Anti hipertensi dapat diberikan karena tidak terkontrolnya hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah meningkat.
Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
Diuretic dapat meningkatkan ekskresi cairan.
2.
Peningkatan volume cairan berhubungan dengan oliguri.
Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai dengan urine output 1-2 ml/kgBB/jam.
Timbang berat badan tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.
Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum.
Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide.
Monitor dan catat intake cairan.
Kaji warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Monitor hasil tes laboratorium.
Peningkatan berat badan merupakan indikasi adanya retensi cairan, penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
Peningkatan lingkar perut dan pembengkakan pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites.
Diuretic dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan pemberian potassium.
Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium.
Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah, dan kadar kreatinin merupakan indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
3.
Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan anorexia.
Klien akan menunjukkan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%.
Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.
Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien.
Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
Diet tinggi karbohidrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori esensial.
Menyajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat meningkatkan nafsu makan.
Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
Klien akan menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas.
Buat jadwal atau periode istirahat setelah aktivitas.
Sediakan atau ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan perkembangan klien.
Buat rencana atau tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari.
Dengan periode istirahat yang terjadwal menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stres pada ginjal.
Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan mencegah kebosanan.
Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.
5.
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan edema.
Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada kulit/bersisik.
Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien.
Bantu merubah posisi klien tiap 2 jam.
Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab.
Dukung/beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami edema.
Jika klien laki-laki, skrotum dibalut.
Menurunkan risiko terjadinya kerusakan kulit.
Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan risiko terjadinya kerusakan kulit.
Deodorant/sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering, menyebabkan kerusakan kulit.
Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk mengurangi pembengkakan.
Untuk mengurangi kerusakan kulit.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis menyarankan kepada para pembaca khususnya teman-teman mahasiswa agar mencari reverensi lain selain dari makalah ini, dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat kami jadikan pedoman dalam membuat makalah yang berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta.
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 20th, 2016.http://inspiratif95.blogspot.co.id/Kesehatan