SKENARIO 1
Seorang laki- laki, 35 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk, pilek, panas sumer- sumer. Penderita mendapat obat amoksisilin, parasetamol, GG, dan CTM. Setelah mendapat obat dari Puskesmas, penderita pulang dan minum obat- obatan yang deberikan. Beberapa menit setelah meminum obat tersebut timbul bentol- bentol kemerahan diseluruh tubuhnya dan terasa gatal.
a. Kata Sulit : Panas sumer- sumer
b. Kalimat kunci : Bentol- bentol kemerahan diseluruh tubuhnya dan terasa gatal.
c. Analisis masalah 1. Bagaimana mekanisme obat sehingga terjadinya alergi oibat Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hippersensitivitas gell dan comb, yaitu: Reaksi hipersensitivitas segera ( tipe 1), terjadi bila obat atau metabolitnya berinteraksi membentuk antibody IgE yang spesifik dan berikatana dengan sel mast di jaringan atau sel basofil di sirkulasi Reaksi antibody sitotoksik ( tipe 2), melibatkan antibody IgG dan IgM yang mengenali antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel yang dilapisi antibody akan dibersihkan atau dihancurkan oleh system monosit/ makrofag Reaksi kompleks imun ( tipe 3) disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau metabolitnya dengan antibody IgM dan IgG Reaksi hipersensitivitas lambat ( delayed- type hypersiensitivity reactions, tipe 4 ) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik obat. 2. Termasuk tipe reaksi alergi berapa pada kasus ini ? Termasuk tipe reaksi alergi tipe I, yaitu kegagalan kekebalan tubuh dimana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan- bahan yang umumnya imunogenik (antigenic) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifaty atopic. Dangan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan- bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan
bebahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang- orang yang tidak bersifat atopic. Bahan- bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen. 3. Jelaskan klasifikasi reaksi adversi pada orang normal dan orang sensitive? Reaksi adversi yang terjadi pada orang normal : 1. Overdosis yaitu reaksi adversi yang secara langsung berhubungan dengan
pemberian
dosis
yang
berlebihan.
Contoh
:
depresi
pernapasan karena obat sedatif. 2. Efek samping yaitu efek farmakologis suatu obat yang tidak diinginkan tetapi juga tak dapat dihindarkan yang terjadi pada dosis terapeutik. Misalnya efek mengantuk pada pemakaian antihistamin. 3. Efek sekunder yaitu reaksi adversi yang secara tidak langsung berhubungan dengan efek farmakologis primer suatu obat. Contoh : pelepasan antigen atau endotoksin sesudah pemberian antibiotik. 4. Interaksi obat yaitu efek suatu obat yang mempengaruhi respon satu atau lebih obat-obat lain misalnya induksi enzim suatu obat yang mempengaruhi metabolisme obat lain.
Reaksi adversi pada orang yang sensitif
1. Intoleransi
yaitu
reaksi
adversi
yang
disebabkan
oleh
efek
farmakologis yang meninggi. Misalnya gejala tinitus pada pemakaian aspirin dosis kecil. 2. Idiosinkrasi adalah reaksi adversi yang tidak berhubungan dengan efek farmakologis,dan tidak juga disebabkan reaksi imunologis, misalnya primakurin yang menyebabkan anemia hemolitik. 3. Reaksi alergi atau hipersensitivitas dapat terjadi pada pasien tertentu. Gejala yang ditimbulkan adalah melalui mekanisme imunologis. Jadi reaksi alergi obat merupakan sebagian dari reaksi adversi. 4. Pseudoalergi (reaksi anafilaktoid) yaitu terjadinya keadaan yang menyerupai reaksi tipe 1 tanpa melalui ikatan antigen dengan IgE (IgE
independent). Beberapa obat seperti opiate, vankomisin,m polimiksin B.D tubokurarin dan zat kontras (pemerikasaan radiologis) dapat menyebabkan sel mast melepaskan mediator (seperti tipe 1). Proses di atas tanpa melalui sensitisasi terlebih dahulu (non-imunologis).
4. Apakah alergi obat berhubungan dengan jumlah jenis obat yang diberikan? Atau salah satu obat saja yang menyebabkan alergi? Alergi obat tidak ada hubungannya dengan jumlah obat yang diberikan.
Cukup dengan 1 jenis obat yang berpotensi menimbulkan alergi saja, sudah dapat menyebabkan alergi. Jadi penyebab terjadinya alergi bukan karena meminum beberapa jenis obat, tetapi karena meminum jenis obat yang dapat merangsang terjadinya alergi. 5. Jelaskan penatalaksanaan reksi alergi tersebut ? Dasar utama penanganan alergi obat adalah penghentian obat yang dicurigai kemudian mengatasi gejala klinis yang timbul. Di samping itu perlu pula dipikirkan upaya pencegahan alergi obat. Penghentian obat Penentuan obat yang harus dihentikan seringkali sulit karena biasanya, terutama pada anak, penderita mendapat berbagai jenis obat dalam waktu yang sama. Bila mungkin semua obat dihentikan dulu, kecuali obat yang memang perlu dan tidak dicurigai sebagai penyebab reaksi alergi, atau menggantikannya dengan obat lain. Bila obat tersebut dianggap sangat penting dan tak tergantikan, bila tidak ada alternatif lain dan reaksi alerginya relatif ringan, dapat terus diberikan dengan persetujuan penderita dan keluarga. Pada beberapa keadaan dapat dilakukan desensitasi obat atau prosedur provakasi bertahap. Desentisasi biasa dilakukan pada jenis obat penisilin, antibiotik non-beta laktam dan insulin. Sedangkan provokasi bertahap biasa dilakukan asam aminosalisilat, isoniazid, trimetoprim-sulfametoksazol, dapson, alopurinol, sulfasalazin dan difenilhidantoin. Kalau mungkin semua obat dihentikan dulu,kecuali obat yang memang perlu dan tidak dicurigai sebagai penyebab reaksi alergi atau menggantikan dengan obat lain. Bila obat tersebut dianggap sangat penting dan tak dapat digantikan, dapat terus diberikan atas persetujuan keluarga, dan dengan cara desensitisasi. 6. Diferensial diagnosis kasus tersebut? Anafilaksis
Anafilaksis adalah : suatu sindroma yang terjadi karena adanya
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan penyempitan bronkus yang mendadak. Reaksi ini dapat menyebabkan kematian. Reaksi ini dicetuskan oleh beberapa mediator kimiawi endogen seperti : histamin, serotonin atau lainnya yang segera terbentuk.
Gejalanya adalah :
Tekanan perut
Batuk
Pusing
Mual dan muntah
Sesak napas
Pembengkakan pada wajah
Sesak di dada atau tenggorokan
Penyebabnya adalah :
Aspirin
obat anti inflamatory
kacang – kacangan
Urtikaria Urtikaria (bidur, kaligata) merupakan suatu kelainan alergi pada kulit
yang berbentuk bentol berwarna merah disertai rasa gatal dengan ukuran diameter yang bervariasi dari 2 milimeter sampai beberapa sentimeter. Urtikaria ini dapat tersebar pada berbagai tempat di kulit. Gejala urtikaria ini dapat terjadi segera atau beberapa hari setelah kontak dengan bahan penyebab. Gejala : Keluhan utama biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk.
Tampak eritema (kemerahan) dan edema (bengkak) setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Urtika biasa terjadi dalam berkelompok. Satu urtika sendiri dapat
bertahan dari empat sampai 36 jam. Bila satu urtika menghilang, urtika lain dapat muncul kembali. Penyebabnya yaitu : makanan, Obat – obatan tertentu, cuaca, debu &
polusi, tekanan & goresan, dan stres. 7. Pemeriksaan penunjang kasus tersebut ? Uji Eliminasi
Reaksi berkurang jika obat di hentikan DD/ bahan adiktif dan alergi silang. Laboratorium: In viro (pada manusia): Uji tusuk/ID : I,III,IV Uji tempel :IV Uji prauittz-kustner
Resiko penularan penyakit, misalnya : HBV In Vitro :
Sulit, tidak spesifik Eos,Hb,Ht,Fungsi organ RAST (Pemeriksaan antibodi terhadap mistamin, degranulasi, basofil,dll. Uji provikasi Pemeriksaan difinitif Indikasi: Uji lain gagal Sangat diperlukan Bahaya berkurang Uji tempel atau peroral Uji provokasi obat Uji kulit terhadap alergen (tes kulit) Macam-macam tes kulit : 1. Tes tusuk (prick tesh) 2. Tes intradermal (intrakutan) 3. Tes tempel (pacth tes)
obat),
penglepasan
8. Penanganan nonfarmakologi dalam kasus ini ? Terapi non-farmakologi meliputi 2 komponen utama, yaitu edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal dan kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan. Untuk memastikan macam alergen pemicu serangan pasien, maka direkomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien serta uji kulit (skin test). Jika penyebab serangan sudah diidentifikasi, pasien perlu diedukasi mengenai berbagai cara mencegah dan mengatasinya. Terapi non farmakologi Yakni dg menghindarkan penderita dr sumber alergi/alergen. Jadi harus diketahui secara pasti dan diingat betul alergi yg dialami oleh anggota keluarga, sedapat mungkin menghindarinya.
9. Penanganan farmakologi yang diberikan? Perawatan lokal segera dilakukan untuk mencegah perlekatan, parut atau kontraktur. Reaksi anafilaksis harus mendapat penatalaksanaan adekwat secepatnya. Kortikosteroid topikal diberikan untuk erupsi kulit dengan dasar reaksi tipe IV dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Pemilihan sediaan dan macam obat tergantung luasnya lesi dan tempat. Prinsip umum adalah : dimulai dengan kortikosteroid potensi rendah. Krim mempunyai kelebihan lebih mudah dioles, baik untuk lesi basah tetapi kurang melindungi kehilangan kelembaban kulit. Salep lebih melindungi kehilangan kelembaban kulit, tetapi sering menyebabkan gatal dan folikulitis. Sediaan semprotan digunakan pada daerah kepala dan daerah berambut lain. Pada umumnya steroid topikal diberikan setelah mandi, tidak diberikan lebih dari 2 kali sehari. Tidak boleh memakai potensi medium sampai tinggi untuk daerah kulit yang tipis misalnya muka, leher, ketiak dan selangkangan..
Manifestasi klinis ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus. Untuk pruritus, urtikaria, atau edema angioneurotik dapat diberikan antihistamin dan bila kelainan tersebut cukup luas diberikan pula adrenalin. Reaksi anafilaktik akut membutuhkan epinefrin, patensi jalan nafas, oksigen, cairan intravena, antihistamin dan kortikosteroid. Reaksi kompleks imun biasanya sembuh spontan setelah antigen hilang, namun sebagai terapi simtomatik dapat diberikan antihistamin dan antiinflamasi non-steroid. Antihistamin generasi kedua dapat pula digunakan, seperti loratadin. Steroid topikal dengan potensi sedang (hidrokortison atau desonid) dan pelembab dapat digunakan pada tahap deskumasasi.
Bila seseorang telah diketahui atau diduga alergi terhadap obat tertentu maka harus dipertimbangkan pemberian obat lain. Obat alternatif tersebut hendaknya bukan obat yang telah dikenal mempunyai reaksi silang dengan obat yang dicurigai. Misalnya memberikan aminoglikosida sebagai alternatif untuk penisilin. Bila obat tersebut sangat dibutuhkan sedangkan obat alternatif tidak ada, dapat dilakukan desensitisasi secara oral maupun parenteral Semakin sering seseorang memakai obat maka akan semakin besar pula kemungkinan untuk timbulnya alergi obat. Jadi pemakaian obat hendaknya dengan indikasi kuat dan bila mungkin hindari obat yang dikenal sering memberikan sensitisasi pada kondisi tertentu (misalnya aspirin pada asma bronkial)
10. Dalam kondisi bagaimana pasien ini harus dirujuk ke RS ? Gangguan saluran pernapasan seperti pilek, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan sesak napas Bercak berwarna merah yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya dengan batas tidak teratur. Ukuran dari bercak tersebut bervariasi dari kecil sampai ukuran diameter 10-15 meter Turunnya tekanan darah penderita, meningkatnya denyut nadi serta keringat dingin yang timbul dari ujung jari
SKENARIO 2
Penderita wanita, NN, umur 40 tahun, pekerjaan tani, dating memeriksa di RS pada tanggal 25 september 2009 dengan keluhan utama mata kanan nyeri. Pada anamnesis, mata kanan nyeri sudah kira-kira 3 hari, sampai di dalam mata dan kepala. Selain nyeri, mengeluh mata kanan merah, keluar air mata, gatal, kabur, selain itu penderita batuk-batuk sudah lama dan menggunakan obat untuk pemakaian dalam jangka waktu lama. Pada mata kanan dilihat oleh suaminya ada benjolan warna putih pada pinggiran dari bagian selaput mata yang warnanya hitam. Penderita memeriksa mata pada dokter, diberi salep dan obat minum, tapi tak ada perbaikan, malah lebih nyeri dan kabur sehingga penderita datang berobat ke RS. Hal –hal yang perlu diperhatikan
Gejala Subjektif : Mata merah,bengkak,gatal ,nyeri,keluar air mata,takut melihat cahaya,kabur Flekten pada konjungtiva: Mula- mula nampak sebagai lesi kecil, keras, putih, menonjol, dikelilingi daerah hiperemi Diagnosis Banding: PINGUEKULA Diagnosa Utama: KONJUNGTIVITIS / KERATOKONJUNGTIVITIS FLIKTENULARIS Konjungtivitis flekten merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 4, dengan patogenesis : Fase Kognitif, disini CD4+ dan kadang-kadang CD8+ mengenal protein antigen asing pada permukaan APC. Fase Pengaktifan, dimana sel T mensekresi sitokin dan berproliferasi. Fase Efektor, pada DTH dibagi dalam 2 langkah, yaitu peradangan dan resolusi, proses ini dapat bersamaan dengan cedera jaringan. Flekten pada konjungtiva mula-mula Nampak sebagai lesi kecil, keras, putih menonjol, dikelilingi daerah hipertermi. Pada flekten limbus terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna putih kelabu (seperti mikro abses) dan biasanya abses ini akan menjalar ke arah sentral atau kornea. Terapi yang dilakukan pada konjungtivitis flikten adalah pemberian preparat kortikosteroid topical. Kompikasi: Blefaritis Radang pada kelopak mata yang sering mengenai bagian kelopak mata dan tepi kelopak mata. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata. Jaringan parut
Biasanya bila sudah terjadi komplikasi glaucoma, maka akan terbentuk jaringan parut diantara iris dan aliran, dan tekan dalam bola mata tidak meningkat sampai terdapat jumlah jaringan parut yang banyak.
SKENARIO 3
Seorang anak laki – laki, umur 41 /3 tahun, BB 20 kg, TB 98 cm, MRS dengan keluhan timbul lesi pada kulit, mata dan mulut sejak 3 hari SMRS. Lesi pada kulit terutama pada daerah dada, perut dan tungkai. Lesi pada mulut disertai luka bergelembung sehingga penderita sukar minum dan makan. Lesi pada kedua mata sehingga tidak dapat membuka matanya. 5 hari SMRS penderita panas-panas dan batuk pilek, berobat ke dokter umum dan diberikan 4 macam obat. Ibu penderita menderita asma. Pemeriksaan fisik tampak lemah, compos mentis, nadi 130 x/menit, isi cukup, respirasi rate 32 x/menit, regular, mata cowong dan turgor kulit kembali agak lambat. a. Kata Sulit: Compos mentis Mata cowong Respirasi rate Turgor kulit
b. Kaimat kunci: 1 Laki-laki 4 /3 tahun dengan keluhan timbul lesi pada kulit, mata dan mulut sejak 3 hari SMRS. c. Pertanyaan: 1. Anamnesa, hal-hal yang harus ditanyakan ? 2. Apa Pemeriksan Fisik dari kasus ini ? 3. Apa Diagnosis Utama dan DD dari kasus ini ? 4. Etiologi 5. Imunopatogenesa pada kasus ini ? 6. Apa Komplikasi dari kasus ini ? 7. Apa Prognosis dari kasus ini ? 8. Bagaimana penatalaksanaan (kapan harus dirujuk ke rumah sakit) ? 9. Bagaimana Pemeriksaan penunjang ? d. Jawaban: 1. Anamnesis Dengan keluarga yang mengantar : alo-anamnesis.
Identitas Pasien : nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, nama orang tua. Keluhan utama : yang membuat pasien sampai masuk RS. Riwayat Penyakit sekarang : Kapan gejala timbul? Mulainya mendadak atau berangsur? Karakter, lama, frekuensi dan beratnya gejala Saat timbul gejala, keluhan paling hebat waktu pagi, siang, malam atau tidak menentu? Aktivitas pasien. Keluhan dapat timbul saat di rumah, sekolah,dll. Bagaimana perjalanan penyakit? Apa bertambah berat? Bagaimana pengaruh obatan sebelumnya? Factor-faktor yang mempengaruhi serangan. Seperti factor musim, cuaca, makanan, debu, obat, dll. Pada pasien asma atau alergi saluran nafas ditanyakan dahak : jumlahnya, warnanya, kekentalannya. Riwayat Penyakit Dahulu : Apa pernah ada alergi obat, makanan, debu,dll? Riwayat penyakit keluarga : Apa ada keluarga sedarah yang menderita asma, alergi, makanan, obat, dll?
2. Pemeriksaan Fisik dari skenario 3 yaitu : - Inspeksi - Perkusi - Palpasi - Trias Kulit, Mukosa, Mata - Vital Sign 3. Diagnosis Utama & Diagnosis Diferensial dari kasus ini adalah : Diagnosa Utama
–
SSJ (Sindrom Steven Johnson)
Nama lain: Sindrom de friessinger – Rendu Eritema Eksudativum multiform Mayor Eritema Poliforum Bulosa Sindrom Muko-Kutaneo-Okular
Dermatostomatis
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erups mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan) SSJ disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas atau reaksi kompleks imun (disertai oleh gejala umum berat dan perlu perawatan rumah sakit). DD NET (Nekrosis Epidermal Toksik) Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ. TEN dan sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah reaksi kutaneous parah dan keduanya memiliki proses penyakit yang sama. –
4. Etiologi faktor penyebab timbulnya SSJ : - Virus :Herpes Simpleks, Mycoplasma Pneumoniae, Vaksinia - Jamur :Koksidiodomikosis, histoplasma, streptokokus, stafilokokus, haemolitikus, M.TBC - Bakteri :Salmonela - Parasit :Malaria - Obat :Salisilat, Sulfa, Penisilin, Etambutol, Tegretol, Tetrasiklin, Digitalis, Kontraseptif, Klorpromazin, Karbamazepin, Kinin, Analgesik atau Antipiretik - Makanan :Coklat :Udara dingin, Sinar matahari, Sinar X - Fisik - Lain-lain :Penyakit kolagen keganasan kehamilan
5. Imunopatogenesa Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T
yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) . Reaksi Hipersensitif tipe III Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72). Reaksi Hipersensitif Tipe IV Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
6. Komplikasi :
- ARTHRITIS RHEUMATOID JUVENIL Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan. Ditandai dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3 tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis (pauciarticular disease ), poliartritis dan sistemik. Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American Rheumatism Association (ARA) artritis reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari beberapa penyakit.
- BRONKOPNEUMONIA Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli terminalis. Bronkopneumonia adalah nama yang diberikan untuk sebuah inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
- MIOSITIS Miositis adalah radang serabut otot yang merupakan reaksi radang yang disebabkan oleh trauma, atau berubah menjadi radang bernanah bila didahului adanya perlukaan. Radang bernanah ini dapat disebabkan oleh masuknya mikroorganisme ke dalam luka.
- NEFRITIS Nefritis adalah peradangan ginjal.
- POLIOMYLITIS Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
- SEPTIKEMIA Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam darah (bakteremia). Istilah lain untuk septikemia adalah Blood poisoning atau Bakteremia dengan sepsis. Sepsis adalah istilah klinis yang dipakai untuk suatu bakterimia yang bergejala.
- ULKUS KORNEA Ulkus Kornea adalah luka terbuka pada lapisan kornea yang paling luar.
7. Prognosis Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.
8. Penatalaksanaan •
•
Terapi Suportif –
Pemberian cairan dan elektrolit
–
Kebutuhan kalori dan protein yang sesuai
Parenteral –
Pemberian cairan :
•
Beratnya
•
Luasnya kelainan kulit dan mukosa –
•
Nutrisi
Pipa nasogastrik –
Lesi mukosa mulut
•
Obat pencuci mulut
•
Salep gliserin
•
Mengatasi infeksi –
•
Antibiotika spektrum luas : Gentamisin 5 mg/kgBB/hari
Kortikosteroid kontroversial
–
Deksametason dosis mg/kgBB/6 jam
awal
1
mg/kgBB/bolus
kemudian
0.2-0.5
Antihistamin bila perlu
•
•
Human Intravenous Imunoglobulin (IVIG) –
•
1 gr/kgBB/hari selama 3 hari
Perawatan Kulit dan Mata –
–
Antibiotika topikal, larutan fisiologis, larutan burowi Kulit atau epidermis nekrosis debridement
•
Mencegah sekuele okular tetes mata dengan antiseptik
Faktor penyebab obat atau faktor lain segera dihentikan
9. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah tepi : Hb, leukosit, trobosit, hitung jenis, hitung eisinofil total, LED. Pemeriksaan imunologik :
1. Kadar immunoglobulin 2. Komplemen C3 dan C4, kompleks imun Biakan imun + uji resistensi dari darah dan tempat lesi Histopatologi biopsi kulit Pemeriksaan imunofloresen : endapan Ig M, IgA, C3 dan fibrin , (hasil pemeriksaan imunofloresen yang baik : bahan biopsy kulit baru umur dbwh 24 jam.
lesi