26
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki beraneka ragam budaya, salah satunya Suku Makassar. Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkassara' berarti Mereka yang Bersifat Terbuka. Etnis Makassar ini adalah etnis yang berjiwa penakluk namun demokratis dalam memerintah, gemar berperang dan jaya di laut. Tak heran pada abad ke-14-17, dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada laut yang besar berhasil membentuk suatu Imperium bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi, kalimantan bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara.
Pada dasarnya masyarakat masyarakat asli makassar ada pada kabupaten gowa dimana dahulu kala gowa adalah sebua kerajaan besar yang mencakup banyak kekuasaan bahkan kekuasaanya mencapai afrika selatan dan brunai darusalam itu adalah masa kejayaan kerajaan gowa pada masa pemerintahan sutltan hasanuddin yang sering di gelar ayam jantan dari timur, namun pada masa perlawanan melawan penjajah kerajaan gowa mengalami kekalahan perang melawan belanda dan kerajaan bone pada masa itu sehingga hal itu membuat banyak kekacauan dan kerugian besar bagi masyarakat gowa.
Sejak saat itulah banyak orang orang makassar yang mayoritas berbahasa asli makassar yang berpindah ke daerah pegunungan selain untuk membuat strategi perang juga melakukan perang secara gerilya di hutan hutan gunung lompo battang, banyak sekali orang makassar membentuk kelompok-kelompok kecil dan membuat latihan perang mereka, kepergian mereka dari kerajaan gowa bukanlah tanpa alasan, karna pada masa pemerintahan anak sultan hasanuddin saat itu orang gowa harus menerima sebuah perjanjian yang amat merugikan masyarakat gowa maka dari itulah banyak orang gowa yang pergi meninggalkan ibukota kerajaan dan beralih memasuki hutan gunung lompobattang dan sejak saat itulah mereka mulai menetap di sana dan pada masa kemerdekaan mereka mulai membangun pedesaan pedesaan yang mereka huni sampai sekarang.
Bahasa asli makassar sebenarnya masih terjaga baik di daerah gowa bagian selatan tepatnya di kaki gunung lompobattang dimana di desa desa ini keaslian bahasa masih terjamin karena belum tercampuri oleh perkembangan bahasa moderen maupun teknologi.
Di banyak tempat di kabupaten gowa ini memang mayoritas orang makassar dan berbahasa makassar namun juga sudah banyak sekali bahasa makassar yang asli yang di hilangkan bahkan sudah banyak bahasa makassar yang tercampur dengan bahasa bugis, konjo dan lain lain padahal bahasa asli orang makassar adalah bahasa makassar (lontara,) bukan konjo ataupun yang lainya.
Di zaman sekarang ini sudah sangat susah menemukan orang yang berbahasa makassar secara original atau asli, Namun kita masih bisa menemukan bahasa alsli makassar di daerah itu seperti di (lembang bu'ne, lembayya, cikoro, datara, tanete, dan seputaran malakaji. Berikut adalah daftar kabupaten di sulawesi selatan yang memakai bahasa makassar dalam keseharian :
Gowa
Takalar
Jeneponto
Bantaeng
Bulukumba
Rumusan Masalah
Bagaimana sistem teknologi yang berkembang di Kota Makassar?
Bagaimana sistem religi yang ada di Kota Makassar?
Bagaimana sistem organisasi kemasyarakatan yang ada di Kota Makassar?
Bagaimana sistem pencaharian hidup masyarakat Makassar?
Bagaimana sistem pendidikan yang ada di Kota Makassar?
Apa saja kesenian yang ada di Kota Makassar?
Apa saja peninggalan Suku Makassar?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui sistem teknologi yang berkembang di Kota Makassar;
Untuk mengetahui sistem religi yang ada di Kota Makassar;
Untuk mengetahui sistem organisasi kemasyarakatan di Kota Makassar;
Untuk mengetahui bagaimana sistem pencaharian hidup masyarakat Makassar;
Untuk mengetahui perkembangan pedidikan yang ada di kota Makassar;
Untuk mengetahui berbagai kesenian yang ada di kota Makassar;
Untuk mengetahui jenis peninggalan Suku Makassar.
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Teknologi
Sistem teknologi masyarakat Sulawesi Selatan dapat dilihat pada kapal pinisi yang digunakan berlayar dan juga badik sebagai senjata tradisionalnya.
Kapal Pinisi
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugis yang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalam naskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14 M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangat kokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Sawerigading membuat perahu tersebut untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.
Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang dan juga mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia.
Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi, dimana para pengrajinnya tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu tersebut, terutama di Keluharan Tana Beru.
Badik
Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun demikian, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah).
Badik ini merupakan senjata khas tradisonal Makassar, Bugis dan Mandar yang berada dikepulauan Sulawesi. Ukurannya yang pendek dan mudah dibawa kemana mana.Maka biasanya senjata adat yang bernama Badik ini dahulu sering dipakai oleh kalangan petani untuk melindungi dirinya dari binatang melata dan atau membunuh hewan hutan yang mengganggu tanamannya. Selain itu karena orang bugis gemar merantau maka penyematan badik dipinggangnya membuat dia merasa terlindungi. Badik memiliki bentuk dan sebutan yang berbeda-beda tergantung dari daerah mana ia berasal.
Umumnya badik digunakan untuk membela diri dalam mempertahankan harga diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada budaya siri' dengan makna untuk mempertahankan martabat suatu keluarga. Konsep siri' ini sudah menyatu dalam tingkah laku, sistem sosial budaya dan cara berpikir masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Selain dari pada itu ada pula badik yang berfungsi sebagai benda pusaka, seperti badik saroso yang memiliki nilai sejarah. Ada pula sebagian orang yang meyakini bahwa badik berguna sebagai jimat yang berpengaruh pada nilai baik dan buruk seseorang.
Sepeda dan Bendi
Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini adalahbukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnyamasyarakat Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok
Koleksi peralatan menempa besi dan hasilnya
Jika anda ingin mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan masalampau masyarakat Sulawesi Selatan, maka anda dapat mengkajinya melaluikoleksi trdisional menempa besi, Hasil tempaan berupa berbagai jenis senjatatajam, baik untuk penggunan sehari – hari maupun untuk perlengkapan upacaraadat
Koleksi Peralatan Tenun Tradisional
Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat diketahui bahwabudaya menenun di Sulawesi Selatan diperkirakan berawal dari jaman prasejarah,yakni ditemukan berbagai jenis benda peninggalan kebudayaan dibeberapa daerahseperti leang – leang kabupaten maros yang diperkirakan sebagai pendukung pembuat pakaian dari kulit kayu dan serat – serat tumbuhan-tumbuhan. Ketika pengetahuan manusia pada zaman itu mulai Berkembang mereka menemukan cara yang lebih baik yakni alat pemintal tenun dengan bahan baku benang kapas. Dari sinilah mulai tercipta berbagai jenis corak kain saung dan pakaian tradisional.
Sistem Religi
Kepercayaan Towani Tolotang
Towani Tolotang merupakan salah satu kelompok social di Kelurahan Amparita. Towani Tolotang juga merupakan sebutan bagi agama yang mereka anut, kepercayaan Towani Tolotang bersumber dari kepercayaan tentang Sawerigading, sebagai mana yang dipahami masyarakat Bugis pada umumnya.
Dalam masyarakat Towani Tolotang dikenal adanya pemimipin agama yang mereka sebut Uwa dan Uwatta yang sekaligus sebagai semacam kepala suku. Kelompok Uwa danUwatta menempati posisi tertinggi dalam sistem pelapisan social dikalangan masyarakat Towani Tolotang. Sebagai pemimpin agama para Uwa dan Uwatta dijadikan sebagai panutan dalam masyarakat, juga sebagai perantara manusia dengan Dewata Sewwae.
Kehidupan social Towani Tolotang yang nampak dalam kesehariannya merupakan cerminan dari ajaran agama yang ada. Pola perilaku terjadi tentu tidak terlepas dari konsep-konsep agama yang ada, hal ini dapat disaksikan pada setiap sesi kehidupan, dimana setiap akan memulai suatu pekerjaan diperlukan serangkaian acara serimonial keagamaan.
Towani Tolotang meyakini bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan haruslah dilakukan upacara atau ritual tertentu agar mendapat restu dari Dewata Sewwae, karena tanpa restu dari Nya, sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Aluk Tudolo
Di daerah Tana Toraja sekarang ini masih hidup sebuah kepercayaan purba yang bernama Aluk Todolo yang lazim juga di sebut Alukta. Kepercayaan ini merupakan kepercayaan asli masyarakat Toraja walaupun sekarang ini mayoritas penduduknya telah beragama terutama agama Kristen Protestan dan agama Kristen Katholik. Inti ajaran Alukta menyatakan bahwa manusia harus menyembah kapada 3 oknum yaitu:
Puang Matua sebagai pencipta segala isi bumi
Deata-deata yang jumlahnya banyak sebagai pemelihara seluruh ciptaan Puang Matua.
Tomembali Puang/todolo sebagai pengawas yang memperlihatkan gerak-gerik serta berkat kepada manusia keturunannya.
Menyimak hal di atas khususnya point ke-3, maka jelaslah bahwa menurut kepercayaan mereka, manusia yang masih hidup tidak akan terlepas dari pengawasan arwah leluhurnya yang disebut Tomembali Puang/Todolo. Dengan kata lain arwah-arwah seseorang yang telah meninggal tidak akan melupakan keturunannya begitu saja akan tetapi tetap memperhatikannya. Hal itu berarti antara orang yang telah meninggal dengan orang yang masih hidup tetap ada hubungan. Mereka juga meyakini bahwa apabila mereka tidak memberikan berkat, nenek moyang juga bisa murka yang kemudian mendatangkan banjir, penyakit atau gagal panen. Oleh karena itu keselarasan dan keharmonisan harus tetap dijaga. Maka untuk itu sebelum di lepas ke alam arwah, keluarga mengadakan serangkaian upacara sakral dengan harapan dapat diterima disana nantinya (alam puya) dan tidak mendatangkan bencana. Selain itu pada waktu-waktu tertentu dilaksanakan upacara untuk memperingati mereka yang biasa dilaksanakan setelah panen yang berhasil atau suatu kondisi yang baik sebagai ucapan syukur sebagai berkat dari leluhur mereka. Adapun fungsi hewan kurban pada upacara Rambu Solo' bagi orang Toraja yaitu;
Akan menentukan kedudukan arwah orang yang telah meninggal, karena diyakini bahwa seseorang yang datang ke dunia dan pada saat meninggalnya apabila dia tidak membawa bekal dari dunia, arwahnya tidak akan diterima Puang Matua (Tuhan)
Sebagai suatu hal yang menentukan martabat keturunannya dalam mesyarakat yang tetap memiliki status sosial sesuai dengan kastanya semula
Akan menjadi patokan dalam membagi warisan si mati
Sehubungan dengan penjelasan di atas. Maka terlihat bahwa terdapat hubungan yang erat antara orang yang telah tiada (meninggal) dengan generasi berikutnya yang masih hidup, sehingga nilai-nilai upacara Rambu Solo' harus senantiasa selalu di jaga.
Kepercayaan Dewata Seuwae.
Sebelum masuknya Islam di Sulawesi Selatan, masyarakat Bugis Makassar sudah mempunyai "kepercayaan asli" (ancestor belief) dan menyebut Tuhan dengan sebutan 'Dewata SeuwaE', yang berarti Tuhan kita yang satu. Bahasa yang digunakan untuk menyebut nama 'Tuhan' itu menunjukkan bahwa orang Bugis Makassar memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa secara monoteistis. Menurut Mattulada, religi orang Bugis – Makassar masa Pra-Islam seperti tergambar dalam Sure' La Galigo, sejak awal telah memiliki suatu kepercayaan kepada suatu Dewa (Tuhan) yang tunggal, yang disebut dengan beberapa nama : PatotoE (Dia yang menentukan Nasib), Dewata SeuwaE (Dewa yang tunggal), dan Turie A'rana (kehendak yang tertinggi).
Kepercayaan dengan konsep dewa tertinggi To-Palanroe atau PatotoE, diyakini pula mempunyai anggota keluarga dewata lain dengan beragam tugas. Untuk memuja dewa – dewa ini tidak bisa langsung, melainkan lewat dewa pembantunya. Konsep deisme ini disebut dalam attoriolong, yang secara harfiah berarti mengikuti tata cara leluhur. Lewat atturiolong juga diwariskan petunjuk - petunjuk normatif dalam kehidupan bermasyarakat. Raja atau penguasa seluruh negeri Bugis Makassar mengklaim dirinya mempunyai garis keturunan dengan Dewa - dewa ini melalui Tomanurung (orang yang dianggap turun dari langit / kayangan), yang menjadi penguasa pertama seluruh dinasti kerajaan yang ada.
Istilah Dewata SeuwaE itu dalam aksara lontaraq, dibaca dengan berbagai macam ucapan, misalnya : Dewata, Dewangta, dan Dewatangna yang mana mencerminkan sifat dan esensi Tuhan dalam pandangan teologi orang Bugis Makassar. De'watangna berarti "yang tidak punya wujud", "De'watangna" atau "De'batang" berarti yang tidak bertubuh atau yang tidak mempunyai wujud. De' artinya tidak, sedangkan watang (batang) berarti tubuh atau wujud. "Naiyya Dewata SeuwaE Tekkeinnang", artinya "Adapun Tuhan Yang Maha Esa itu tidak beribu dan tidak berayah". Sedang dalam Lontarak Sangkuru' Patau' Mulajaji sering juga digunakan istilah "Puang SeuwaE To PalanroE", yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta. Istilah lain, "Puang MappancajiE". Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Konsep "Dewata SeuwaE" merupakan nama Tuhan yang dikenal etnik Bugis – Makassar.
Kepercayaan orang Bugis kepada "Dewata SeuwaE" dan "PatotoE" serta kepercayaan "Patuntung" orang Makassar sampai saat ini masih ada saja bekas-bekasnya dalam bentuk tradisi dan upacara adat. Kedua kepercayaan asli tersebut mempunyai konsep tentang alam semesta yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya terdiri atas tiga dunia, yaitu dunia atas (boting langi), dunia tengah (lino atau ale kawa) yang didiami manusia, dan dunia bawah (peretiwi). Tiap-tiap dunia mempunyai penghuni masing-masing yang satu sama lain saling mempengaruhi dan pengaruh itu berakibat pula terhadap kelangsungan kehidupan manusia.
Selain itu, orang Bugis Makassar pra-Islam juga melakukan pemujaan terhadap kalompoang atau arajang. Kata "Arajang" bagi orang Bugis atau "Kalompoang" atau "Gaukang" bagi orang Makassar berarti kebesaran. Yang dimaksudkan ialah benda-benda yang dianggap sakti, keramat dan memiliki nilai magis. Benda-benda tersebut adalah milik raja yang berkuasa atau yang memerintah dalam negeri. Benda-benda tersebut berwujud tombak, keris, badik, perisai, payung, patung dari emas dan perak, kalung, piring, jala ikan, gulungan rambut, dan lain sebagainya.
Kira-kira 90% dari penduduk sulawesi selatan adalah pemeluk agama islam, sedangkan hanya 10% memeluk agama kristen protestan atau katholik. Umat Kristen dan Katolik umumnya terdiri dari pendatang seperti dari Maluku, Minahasa, dan lain-lain atau dari orang Toraja. Mereka tinggal di kota-kota terutama di Ujung Pandang.
Sistem Pencaharian Hidup
Penduduk Sulawesi Selatan adalah pada umumnya petani seperti penduduk dari daerah-daerah di Indonesia. Mereka itu menanam padi bergiliran dengan palawija di sawah. Teknik bercocok tanamnya juga seperti di lain-lain tempat di Indonesia masih bersifat tradisional berdasarkan cara-cara intensif dengan tenaga manusia. Di berbagai tempat di pegunungan dan tempat-tempat terpencil lainnya di Sulawesi Selatan. Seperti di tanah Toraja, banyak penduduk masih melakukan bercocok tanam dengan teknik peladangan.
Adapun orang Bugis dan Makassar yang tinggal di desa-desa di daerah pantai, mencari ikan merupakan suatu mata pencarian hidup yang amat penting. Dalam hal ini orang Bugis dan Makassar menangkap ikan dengan perahu-perahu layar sampai jauh di laut. Memang orang Bugis dan Makassar terkenal sebagai suku-bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengembangka suatu kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya. Perahu-perahu layar mereka yang dari tipe penisi dan lambo telah mengarungi perairan Nusantara dan lebih jauh dari itu telah berlayar sampai Srilangka dan Filipina untuk berdagang. Kebudayaan maritim dari orang Bugis-Makassar itu tidak hanya mengembangkan perahu-perahu layar dan kepandaian berlayar yang cukup tinggi, tetapi juga meninggalkan suatu hukum niaga dalam pelayaran, yang disebut Ade' Allopi-loping Bicaranna Pabbalu'e dan yang tertulis pada lontar oleh Amanna Gappa dalam abad ke-17. Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang Bugis dan Makassar, akibar kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah lampau itu.
Kecuali berlayar untuk mencari ikan menyusur pantai-pantai Sulawesi Selatan, atau berdagang ke berbagai tempat di Nusantara orang Bugis-Makassar juga banyak menangkap teripang, seekor binatang laut (Holothurioidea) yang dijual kepada tengkulak-tengkulak untuk dieksport ke Cina. Untuk menangkap teripang mereka berlayar sampai jauh ke daerah Kepulauan Tanimbar, ke daerah Irian Barat dan ke Australia Utara. Terutama dalam abad ke-19 yang lalu eksport teripang itu maju sekali sampai permulaan abad ke-20 ini kirkira 1920 waktu usaha itu mulai mundur.
Sebelum Perang Dunia II, daerah Sulawesi Selatan merupakan daerah surplus bahan makanan, yang mengeksport beras dan jagung ke lain-lain tempat di Indonesia.
Adapun kerjaninan rumah-tangga yang khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari Mandar dan Wajo dan tenunan sarung Samarinda dari Bulukumba.
Sistem Pendidikan
Gambaran tentang kondisi pendidikan di Kota Makassar dipaparkan dalam dua kategori yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal sebagai faktor strategis yang sangat mempengaruhi kinerja Pemerintah Kota Makassar dalam mewujudkan pencapaian visis yang telah ditetapkan. Lingkungan internal merupakan faktor lingkungan yang langsung berpengaruh pada kinerja organisasi yagn umumnya dapat dikendalikan secara langsung, sedangkan lingkungan eksternal merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi akan tetapi di luar kondisi organisasi Pemerintah Kota Makassar.
Dalam penulisan RENSTRA ini gambaran kondisi pendidikan diuraikan berdasarkan jenjang pendidikan formal, yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Kejuruan sebagai berikut :
Lingkungan Internal
Keberhasilan pembangunan Kota Makassar dalam bidang pendidikan pada tahun terakhir menunjukkan angka yang relatif rendah dimana dari parameter pendidikan pada skala nasional nampaknya masih jauh tertinggal di banding kota lain di Indonesia. Diukur dari indicator kependudukan strategis sector pendidikan masih menempati peringkat ke 50 dari 60 kota di Indonesia sekalipun pada bidang tertentu beberapa pelajar telah mampu mencapai peringkat nasional hingga internasional seperti menjuarai Olimpiade mata pelajaran matematika dan fisika.
Secara umum kondisi pendidikan dasar di Kota Makassar secara internal digambarkan dengan sejumlah fasilitas dan pencapaian melalui program yang telah dan sedang berjalan dengan tendensi dasar mengacu kepada data Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan gambaran dasar pada grafik disamping sebagai berikut :
Disisi lain dengan keberadaan sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang berafiliasi pendidikan memberikan kesempatan luas kepada para pendidik dan tenaga kependidikan di Kota Makassar guna mengembangkan dirinya sehingga upaya peningkatan sumber daya manusia menjadi lebih mudah sebagai upaya mempersiapkan akreditasi guru sesuai amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen.
Sebagai daerah perkotaan maka potensi saran dan fasilitas pendidikan menjadi jauh lebih baik dibanding dengan daerah lain di Sulawesi Selatan, dukungan ini menjadi potensi besar dalam mengakselerasi pendidikan ke depan yang tergambar dari pencapaian sebagai berikut :
Pendidikan Pra Sekolah. Fasilitas Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 247 unit yang terdiri dari 1 TK Negeri dan 246 TK swasta yang dilayani oleh 1.320 orang guru yang terdiri dari 429 orang guru PNS dan 891 orang guru non PNS yang menangani 12.215 orang murid yang terdiri dari 88 murid TK Negeri dan 12.127 murid TK swasta.
Sekolah Dasar (sederajat). Pada tahun 2005 angka partisipasi kasar (APK) SD sebesar 103,53% dengan Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 91,87% sedangkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) sebesar 102,99%. Tingkat drop out (DO) siswa SD sebesar 0,73% dan siswa mengulang berkisar 3,05% dengan jumlah lulusan SD sebanyak 20.254 orang.
Jumlah SD di Kota Makassar sebanyak 453 buah yang terdiri dari 365 SD Negeri dan 88 SD Swasta. Jumlah murid SD sebanyak 134.822 orang yang terdiri dari 112.178 murid SD negeri dan 22.644 murid SD swasta dengan 3.504 rombongan belajar. Jumlah ruang kelas sebanyak 2.686 dengan kondisi 55% baik, 26% rusak ringan, 5% rusak sedang dan 17% rusak berat. Dalam rangka menggiatkan Program 'Ayo Membaca' yang dicanangkan Walikota Makassar terdapat perpustakaan sebanyak 231 unit pada SD dan 20 unit pada MI dan dukungan UKS sebanyak 308 UNIT.
Kegiatan pembelajaran ditangani oleh guru SD sebanyak 4.450 orang terdiri atas guru PNS sebanyak 3.297 orang dan guru non PNS sebanyak 1.153 orang.
Sekolah Menengah Pertama (sederajat). Pada tahun 2005 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP sebesar 81,97% dengan Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 63,56% sedangkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) sebesar 98,09%. Tingkat drop out (DO) siswa SMP sebesar 0,66 % dan siswa mengulang berkisar 0,51% dengan jumlah lulusan SMP sebanyak 15.632 orang.
Jumlah SMP di Kota Makassar sebanyak 161 unit yang terdiri dari 37 SMP Negeri dan 124 SMP swasta. Jumlah siswa SMP sebanyak 54.834 orang yang terdiri dari 31.658 siswa SMP negeri dan 23.176 siswa SMP swasta. Jumlah ruang kelas sebanyak 1.278 unit dengan kondisi 66% baik, 5,48% rusak ringan, 3,91% rusak sedang dan 2,35% rusak berat.
Jumlah sekolah yang memiliki fasilitas perpustakaan guna mendukung program Pemerintah Kota Makassar sebanyak 133 unit atau 82,61%, laboratorium sebanyak 124 unit, fasilitas lapangan olahraga sebanyak 107 unit dan UKS sebanyak 69 unit. Kegiatan pembelajaran ditangani oleh guru SMP sebanyak 4.013 orang terdiri atas guru PNS sebanyak 1.956 orang dan guru non PNS sebanyak 2.057 orang.
Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (sederajat). Pada tahun 2005 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA sebesar 74,38% dengan Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 54,32% sedangkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) sebesar 78,41%. Tingkat siswa SMA mengulang berkisar 0,66% dengan jumlah lulusan SMA sebanyak 15.632 orang.
Jumlah SMA/SMK di Kota Makassar sebanyak 185 unit yang terdiri dari 21 SMA Negeri dan 84 SMA Swasta, 8 SMK Negeri dan 73 SMK Swasta. Jumlah siswa SMA sebanyak 36.549 orang sedangkan siswa SMK sebanyak 19.985 orang. Jumlah ruang kelas sebanyak 1.409 unit dengan kondisi 97,44 % baik, 5,11% rusak ringan, dan 1,14% rusak berat.
Jumlah SMA/SMK yang memiliki fasilitas perpustakaan guna mendukung program Pemerintah Kota Makassar sebanyak 129 unit atau 69,73%, fasilitas laboratorium sebanyak 126 unit dan 10 unit bengkel kerja siswa SMK atau 12,35%, fasilitas lapangan olah raga sebanyak 65 unit dan UKS sebanyak 44 unit.
Kegiatan pembelajaran ditangani oleh guru SMA sebanyak 2.728 orang, terdiri atas guru SMA PNS sebanyak 1.427 orang dan guru SMA non PNS sebanyak 1.301 orang guru SMK sebanyak 1.970 orang, terdiri atas guru SMK PNS sebanyak 701 orang dan guru SMK non PNS sebanyak 1.267 orang.
Lingkungan Eksternal
Potensi jasa dan kemitraan dunia usaha merupakan peluang besar yang belum termanfaatkan secara optimal dalam pegnelolaan pendidikan di Kota Makassar. Kehadiran sejumlah perusahaan jasa telekomunikasi yang membentuk student community telah menjadikan subyek pendidikan dari Dinas Pendidikan Kota Makassar sebagai pasar aktif dan produktif namun impact yang diberikan belum menyentuh pada strategi dasar pembangunan pendidikan yaitu pemerataan mendapatkan kesempatan pendidikan.
Disisi lain, kehadiran bimbingan belajar telah menjadikan pelajar SD, SMP dan SMA sebagai pasar aktif guna meningkatkan pendapat lembaga namun keterikatan dan kontribusi langsung kepada Dinas Pendidikan belum sepenuhnya dibangun sehingga kehadiran lembaga bimbingan belajar dan Dinas pendidikan masih berjalan antagonis.
Sejumlah pusat pembelanjaan pun telah bertumbuh yang pada akhirnya akan menyerap sejumlah tenaga kerja lulusan SMA di Makassar sehingga peluang ini perlu dilirik dengan menyiapkan kurikulum yang bersesuaian dengan kebutuhan pasar tersebut dengan terlebih dahulu membangun kemitraan yang diwujudkan dalam MoU antara Dinas Pendidikan dengan Dunia Usaha.
Potensi jaringan dan akses komunikasi di Kota Makassar tak dapat dipungkiri sangat membangu upaya mendapatkan informasi bagi guru dan siswa olehnya itu perlu sistem pendataan kependidikan dan proses pembelajaran yang berbasis teknologi informasi yang dapat menjembatani kesenjangan guru yang belum mengikuti pelatihan dengan yang sudah mengikuti pelatihan. Mencapai upaya ini maka pengembangan sistem informasi pendidikan berbasis Internet atau Visat merupakan terobosan yang tepat dengan tidak lagi berbasis pada sekolah tertentu tetapi menyeluruh pada seluruh sekolah di Kota Makassar. Upaya ini pada akhirnya dapat menjadi alternatif pelatihan jarak jauh bagi guru di kota Makassar dengan penggunaan internet disekolah atau rumah masing-masing.
Faktor Kunci Keberhasilan
Faktor kunci keberhasilan yang diyakini oleh Dinas Pendidikan Kota Makassar dapat menunjang pencapaian visi dan misi pelaksanaan renstra yang telah ditetapkan adalah :
Kota Makassar sebagai gerbang jasa dan informasi pendidikan di Sulawesi Selatan.
Dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta anggaran yang sesuai.
Tersedianya sumber daya manusia pendidik dan tenaga kependidikan yang professional dan berpegang pada nilai keagamaan dan budaya lokal.
Berperan aktifnya semua pendidikn dan tenaga kependidikan dalam melakukan fungsinya secara efektif, efisien serta akseleratif.
Terbangunnya kemitraan yang kuat antara dunia usaha dengan dunia pendidikan dengan prinsip pengasuhan yang saling menguntungkan.
Asumsi dasar pelaksanaan rencana strategies melalui faktor kunci keberhasilan meliputi :
Adanya stabiltias ekonomi, sosial dan keamanan Kota Makassar yang kondusif, mantap.
Adanya dukungan legislatif dan eksekutif yang aktif, responsive serta apresiatif terhadap pendidkan melalui perancangan kebijakan yang mengeliminir konflik, membangun kerjasama antara dunia usaha dengan dunia pendidikan.
Adanya kebijakan yang responsif terhadap permasalahan pendidikan guna mengeliminir konflik dalam sekolah.
Tersedianya dukungan dana guna pemenuhan sarana dan prasarana sekolah yang mengarah pada pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh masyarakat Kota Makassar baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Adanya pengawasan dari masyarakat dan seluruh pemerhati pendidikan yang aktif dan bijak dalam pelaksanaan Pendidikan di Kota Makassar.
Berlangsungnya koordinasi aktif seluruh pihak terkait dan berwenang dalam penuntasan masalah pelajar.
Sistem Kesenian Makassar
Kesenian Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks kekinian. Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek bentuk (morfologis), tapi lebih dari itu dia mampu memberikan konstribusi psikologis. Disamping memberikan kesadaran estetis, juga mampu melahirkan kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya tidak terlepas dari sejauhmana masyarakat kesenian (public art) mampu mengapresiasi dan menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan yang dituangkan dalam karya seni.
Berbicara tentang estetika, seolah kita terjebak pada suatu narasi yang menghantarkan kita pada pemenuhan pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup, hiburan dan relaksasi. Kita lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat membentuk kesadaran sosial sekaligus kesadaran religius masyarakat. Di Sulawesi Selatan, nilai kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai sebuah wasiat kebudayaan yang menggiring kita pada lokal values (kearifan). Dibutuhkan pelurusan makna seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak terjebak dalam arus kepentingan politik dan industri semata.
Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman mengindentifikasi bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan. Yang pertama: Budaya Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni intelektual yang banyak memberikan konstribusi perkembangan seni dalam suatu daerah. Masyarakat seni elit inilah yang banyak memberikan literature dan kajian holistik agar perkembangan seni dapat berjalan sesuai dengan konteks keilmuan, termasuk pakar kesenian, akademisi dan kritikus seni. Kedua: Budaya Masyarakat Seni Populer, yaitu masyarakat seni intelektual yang hanya mengedepankan kepentingan subjektifitas terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai dengan konteks (zaman). Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan yang dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga: Budaya Masyarakat Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah kebawah, biasanya golongan ini hanya mementingkan aspek kesenangan dan mudah larut dalam perkembangan peradaban. Dia senantiasa menikmati hidangan produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak akibatnya terhadap masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni Rakyat. Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui kepolosan. Golongan ini juga senantiasa mempertahankan wasiat seni para leluhurnya. Dari sinilah budaya masyarakat seni elit memperoleh referensi dan inspirasi dalam memperkaya kajian kesenian dalam aspek kebudayaan.
Rumah Adat Suku Makassar
Tiap daerah atau tiap suku pasti mempunyai rumah adat khas, begitu pula dengan Suku Makassar. Rumah dalam bahasa Makassar disebut "Balla". Rumah ini berbentuk rumah panggung dengan kayu sebagai penyangganya.
Pakaian Adat Suku Makassar
Pakaian Adat Suku Makassar ini disebut dengan "Baju Bodo". Ciri Baju Bodo ini yaitu memiliki bentuk segi empat, sisi samping pakaian atas yang dijahit, tidak berlengan, terbentuknya gelembung dibagian tubuh, tak ada sambungan jahitan dibagian bahu, terdapatnya hiasan berbentuk bulatan kepingan logam di seluruh bagian tepi, dan permukaan blus. Memakai Baju Bodo berdasarkan warna mesti mematuhi ketentuan yang terkait dengan usia penggunanya.
Tarian Adat Suku Makassar
Tarian Adat Suku Makassar yang paling terkenal ialah Tari Pakarena. Tari Pakarena ialah tarian tradisional yang diiringi oleh 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik). Tari pakarena di Sulawesi selatan terdapat di dua kabupaten selain tari pakarena dari kabupatan Gowa yang pernah dimainkan oleh maestro tari pakarena Maccoppong Daeng Rannu, terdapat juga jenis tari pakarena lain yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu Tari Pakarena Gantarang. Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.
Jenis Kesenian Sulawesi Selatan.
Tari Paduppa Bosara
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.
Tari Pakarena
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat. Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pad laki-laki terutama pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian tersebut.
Tari Ma'badong
Tari Ma'badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum. Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong. Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati, agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk. Tarian Ma'badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja Sulawesi Selatan.
Tari Kipas
Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.
Gandrang Bulo
Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan perpaduan tari dan tutur kata. Nama Gandrang bulo sendiri diambil dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas dalam bentuk lelucon atau banyolan.
Kecapi
Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar ataupun Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai perahu. Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring pada acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Gendang
Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti rebana.
Suling
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu: Suling Panjang (Suling Lampe) yang memiliki lima lubang nada dan jenis suling ini telah punah.
Suling calabai (siling ponco) suling jenis ini sering dipadukan dengan biola, kecapi dan dimainkan bersama penyanyi. Suling dupa Samping (musik bambu) musik bambu masih sangat terpelihara biasanya digunakan pada acara karnaval atau acara penjemputan tamu.
Makanan Khas Suku Makassar
Makanan paling terkenal dan paling digemari oleh banyak orang dari orang Makassar ini ialah Coto Makassar, Sop Saudara, dan Sop Konro. Ketiga makanan khas ini sangat mudah ditemukan di Indonesia, dengan bumbu khas dan rasa yang nikmat, menjadikan ketiga makanan sangat terkenal hingga ke mancanegara.
Peninggalan Suku Makassar
Tak heran memang jika orang makassar jago berlayar karena mereka pandai pula membuat kapal. Peninggalan paling berharga yang dihasilkan oleh orang Makassar ialah Kapal Layar yang mereka sebut "Pinisi". Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar. Kapal ini umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antar pulau. Kapal jenis ini diketahui mampu mengarungi tujuh samudera besar di dunia.
Bahasa, Tulisan, dan Kesastraan
Orang Bugis mengucapkan Bahasa Ugidan Orang Makassar mengucapkan Bahasa Mangasara. Kedua Bahasa tersebut pernah dipelajari dan diteliti oleh seorang ahli Bahasa Belanda B.F. Matthes,dengan mengambil sebagai sumber, kasus teraan tertulis yang sudah dimiliki oleh orang Bugis dan Makassar sejak berabad-abad lamanya. Matthes pernah mengumpulkan banyak naskah-naskah kasus teraan dalam bentuk lontar *maupun dalam bentuk buku-buku kertas. Naskah-naskah itu ada yang disimpan diperpustakaan dari yayasan Matthes di Makassar, tetapi banyak juga yang disimpan dalam perpustakaan Universitas Leiden di Negeri Belanda dan dibeberapa perppustakaan lain di Eropa**. Matthes sendiri pernah menerbitkan beberapa bunga rampai (chrestomatie) yang memuat seleksi dari kasusteraan Bugis-Makassar itudansebagai hasil dari penelitian bahasanya ia pernah menerbitkan kamus Bugis-Belanda dan sebuah kamus Makassar-Belanda yang tebal-tebal.
Huruf yang dipakai dalam naskah-naskah Bugis-Makassar kuno adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang asal dari huruf Sansakerta. Pada abad ke-16, sistema ksara lontara disederhanakan oleh Syahbandar kerajaan Goa, Daeng Pamatte dan dalam naskah-naskah sejak zaman itu, sistem Daeng Pamatte itulah yang dipakai. Sejak permulaan abad ke-17 waktu agama Islam dan kasusteraan Islam mulai mempengaruhi Sulawesi Selatan, maka kasusteraan Bugisdan Makassar ditulis dalam huruf Arab yang disebut aksara serang***.
Adapun naskah-naskah kuno yang ditulis di daun lontar sekarang sudah sulit didapat. Sekarang naskah-naskah kuno dari orang Bugis dan Makassar hanya tinggal yang ditulis di atas kertas dengan pena atau lidi ijuk (kallang) dalam aksara lontara atau dalam aksara serang. Diantara buku terpenting dalam kasusteraan Bugis dan Makssar adalah buku Sure Galigo, suatu himpunan amat besar dari mitologi yang bagi orang Bugis dan Makassar masih mempunyai nilai yang keramat. Selain itu ada juga himpunan-himpunan kasusteraan lain yang isinya mempunyai fungsi sebagai pedoman dan tata kelakuan bagi kehidupan orang, seperti misalnya buku himpunan amanat-amanatdari nenek moyang (Paseng), buku himpunan undang-undang, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan para pemimpin adat (Rapang) dan sebagainya. Kemudian ada juga himpunan-himpunan kasusteraan yang mengandung bahan sejarah, seperti silsilah raja-raja (Attortolong) dan cerita-cerita pahlawan yang pernah ada tetapi dibubuhi sifat-sifat legendaris (Pau-pau). Akhirnya ada juga banyak buku-buku yang mengandung dongeng-dongeng rakyat seperti roman, cerita lucu, cerita-cerita binatang yang berlaku seperti manusia dan sebagainya, buku-buku yang mengandung ilmu gaib (Kotika) dan buku-buku yang berisi syair, nyanyian-nyanyian, teka-teki dan sebagainya.
Keterangan :
(*) Lontar atau lontaradalam Bahasa Bugiis, adalah buku-buku kuno dibuat dari daun palm kering, yang ditulisi dengan goresan alat dibubuhi dengan bubuk hitam, untuk memberi warna pada goresan-goresan tadi.
(**) Katalogus-katalogus tentang himpunan lontar-lontar itu pernah disusun oleh R.A. Kern
(***) Menurut dugaan kata serang berasal dari kata Seram. Dulu orang Muslim Bugis pada mulanya banyak hubungan dengan orang Seram yang lebih dahulu menerima agama Islam. Di Seram memang huruf Islam yang biasanya dipakai sebagai tulisan dalam penyebaran agama Islam.
Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau sistem kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama keluarga.
Sistem organisasi sosial yang terdapat di suku Bugis cukup menarik untuk diketahui. Yaitu, kedudukan kaum perempuan yang tidak selalu di bawah kekuasaan kaum laki-laki, bahkan di organisasi sosial yang berbadan hukum sekalipun. Karena Suku Bugis adalah salah satu suku di Nusantara yang menjunjung tinggi hak-hak Perempuan. Sejak zaman dahulu, perempuan di suku Bugis sudah banyak yang berkecimpung di bidang politik setempat.
Salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan yang dianut oleh orang bugis adalah tudang sipulung (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar). Musyawarah ini biasanya dihadiri oleh para Pallontara' (ahli mengenai buku Lontara') dan tokoh-tokoh masyarakat adat untuk membahas tentang kegiatan bercocok tanam, mulai dari dari turun ke sawah, membajak, sampai tiba waktunya panen raya. Tapi itu dulu. Ketika tanah dan padi masih menjadi sumber kehidupan yang mesti dihormati dan diagungkan. Sebelum akhirnya bertani menjadi sarana bisnis dan proyek peningkatan surplus produksi ekonomi nasional.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Makassar merupakan daerah di Indonesia yang mempunyai keragaman ras, bahasa, budaya, dan lain-lain. Adanya keragaman budaya yang ada di Makassar dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan . perbedaan yang ada karena makhluk individu memiliki ciri khas sendiri. Maka di Makassar terdapat keragaman warna dan kebudayaan. Adanya keragaman juga dipengaruhi oleh keadaan geografis suatu lingkungan masyarakat.
Saran
Dengan adanya keanekaragaman warna masyarakat dan kebudayaan hendaknya kita menyikapinya dengan bijak. Toleransi dan saling menghormati antar sesama masyarakat harus dijunjung tinggi. Walaupun banyak perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Hal yang terpenting adalah menghindari sifat etnosentrisme dan egoisme dalam kehidupan masyarakat yang multikultural demi tercapainya kelangsungan hidup masyarakat yang damai dan aman