Spi r uli uli na plat latensi nsi s PEMBERIAN EKSTRAK MIKROALGA Spi MENURUNKAN MALONDIALDEHID PADA TIKUS JANTAN PUTIH (R attus ttus norvegicus) YANG DIBERI MINYAK JELANTAH
PROPOSAL PENELITIAN diajukan sebagai tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
Oleh : LUCKY ADITYA PRATAMA 1147020040
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2016 M / 1437 H
LEMBAR PERSETUJUAN
PEMBERIAN EKSTRAK MIKROALGA Spirulina platensis MENURUNKAN platensis MENURUNKAN MALONDIALDEHID PADA TIKUS JANTAN PUTIH ( Rattus ( Rattus norvegicus) norvegicus) YANG DIBERI MINYAK JELANTAH
Oleh : LUCKY ADITYA PRATAMA 1147020040
Disetujui untuk seminarkan Pembimbing I,
Calon Pembimbing II,
Dr. Mohamad Agus Salim, Drs.MP.
Nama
NIP. 196708181993031003 196708181993031003
NIP
Disetujui oleh penguji Penguji I,
Penguji II,
Nama
Nama
NIP
NIP Mengetahui : Ketua Jurusan Biologi
Dr. Tri Cahyanto, M,Si NIP. 198205182009021002 198205182009021002
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal penelitian tugas akhir dengan judul “Pemberian Ekstrak Mikroalga Spirulina platensis Menurunkan Malondialdehid pada Tikus Jantan Putih ( Rattus norvegicus) yang Diberi Minyak Jelantah”. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal penelitian tugas akhir ini, terutama kepada: 1. Dr. Opik Taufik Kurahman, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 2. Dr. Tri Cahyanto, S.Pd., M.Si, selaku ketua Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 3. Dr. Mohamad Agus Salim, Drs., M.P, yang telah meluangkan waktunya, dengan kesabaran dan arahan yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyusun proposal penelitian ini dengan baik Semoga keikhlasannya diganti dengan amalan yang setimpal oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masi h banyak kekurangan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan proposal penelitian ini guna diperolehnya hasil yang optimal dalam penelitian yang akan dilakukan. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca. Aamiin ya Robbal Alaamiin.
Bandung, 18 Desember 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1. 1.
Latar Belakang ...................................................................................... 1
1. 2.
Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1. 3.
Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1. 4.
Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
1. 5.
Hipotesis ............................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5 2. 1.
Proses Penuaan ..................................................................................... 5
2. 2.
Radikal Bebas ....................................................................................... 6
2. 3.
Antioksidan........................................................................................... 8
2. 4.
Malondialdehid ..................................................................................... 9
2. 5.
Spirulina Platensis .............................................................................. 10
2. 6.
Minyak Goreng Jelantah ..................................................................... 11
2. 7.
Hewan Percobaan ( Rattus norvegicus) ............................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 14 3. 1.
Jenis Penelitian ................................................................................... 14
3. 2.
Waktu dan Tempat .............................................................................. 14
3. 3.
Subyek Penelitian ............................................................................... 14
3. 4.
Klasifikasi Variabel ............................................................................ 15
3. 5.
Definisi Operasional Variabel ............................................................ 15
iii
3. 6.
Desain Penelitian ................................................................................ 16
3. 7.
Instrumen Penelitian ........................................................................... 17
3. 8.
Cara Kerja ........................................................................................... 17
3. 9.
Alur Penelitian .................................................................................... 19
3. 10.
Analisis Data ....................................................................................... 20
3. 11.
Anggaran Biaya .................................................................................. 20
3. 12.
Jadwal Penelitian ................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22
iv
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang
Pada
umumnya
manusia
menginginkan
hidup
berumur
panjang,
mempunyai kualitas hidup yang baik, sehat dan berkualitas serta tidak mau tampak cepat tua. Untuk mencapai hal tersebut, maka manusia melakukan berbagai upaya untuk mencegah proses penuaan. Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang serta meningkatnya kelemahan (Bludau, 2010). Dengan berkembangnya Ilmu Kedokteran Anti Penuaan (KAP) atau Anti Aging Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian, penuaan bukan lagi merupakan suatu keadaan normal yang memang harus terjadi, namun dianggap sama sebagai suatu penyakit, yang dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula, sehingga berakibat usia harapan hidup manusia dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Proses penuaan dapat disebabkan oleh banyak hal, dapat disebabkan faktor dari luar, misalnya makanan yang tidak sehat, kebiasaan yang tidak sehat, polusi lingkungan, stres dan faktor kemiskinan, dan dapat disebabkan faktor dari dalam, salah satunya adalah radikal bebas (Pangkahila, 2007). Ada banyak teori tentang penuaan, di antaranya adalah teori radikal bebas yang dikemukakan oleh Gerschman pada tahun 1954 dan kemudian dikembangkan oleh Denham Harman pada tahun 1982. Teori ini menjelaskan bahwa radikal bebas dapat merusak selsel dalam tubuh manusia. Penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres
1
oksidatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh (Goldman dan Klantz, 2003). Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Yang berasal dari dalam tubuh, misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme, proses inflamasi, sedangkan yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, obat, minyak goreng jelantah, bahan racun pestisida, dan masih banyak lagi yang lainnya. Juga dapat dipicu oleh stres atau olah raga yang berlebihan (Pham-Huy et al., 2008). Pada penggunaaan minyak goreng jelantah, khususnya yang digunakan dengan cara deep frying dapat terbentuk radikal bebas. Yang dimaksud dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari berbagi jenis minyak goreng, minyak jelantah ini merupakan minyak bekas yang sudah dipakai untuk menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah mengalami perubahan pada komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010). Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan pada suhu yang tinggi (Sartika, 2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang akan mempercepat terjadinya destruksi minyak akibat meningkatnya kadar peroksida. Hal tersebut terjadi karena pada saat pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses ini dapat meningkatkan kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang bersifat toksik, sehingga membahayakan bagi tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani, 2009). Radikal bebas dapat merusak makromolekul seperti protein, asam nukleat dan lipid. Radikal bebas menimbulkan reaksi rantai, misalnya peroksidasi lipid yang berdampak merusak komponen membran sel yang mengandung asam lemak tidak jenuh ganda menjadi senyawa toksis terhadap sel seperti malondialdehid, 9-hidroksinoneal, F 2-isoprostan, etana dan pentana (Murray et al., 2000). Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu petanda terjadinya kerusakan oksidatif oleh radikal bebas pada membran sel (Suryohudoyo, 2000).
2
Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas diperlukan antioksidan. Penggunaan antioksidan mulai marak akhir-akhir ini seiring dengan semakin
meningkatnya
pemahaman
pada
masyarakat
tentang
peranan
antioksidan dalam menghambat penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis, penyakit kanker dan gejala penuaan (Goldman dan Klantz, 2003; Kuncahyo dan Sunardi, 2007). Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi. Cara kerja senyawa antioksidan adalah (Utami et al., 2009): 1. Bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil. 2. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas. 3. Menghambat terjadinya reaksi rantai dari pembentukan radikal bebas. Ekstrak Spirulina platensis positif mengandung senyawa flavonoid, terpenoid dan alkaloid yang merupakan ciri suatu senyawa bertindak sebagai antioksidan (Agustin, dkk 2014). Efek flavonoid terhadap bermacam-macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan men gapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat menghambat lipooksigenase, yang merupakan langkah pertama pada jalur menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan (Robinson, 1995). Berdasarkan uraian di atas, Spirulina platensis diharapkan mempunyai efek menurunkan malondialdehid yang diberi minyak jelantah. Penulis mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui efek pemberian ekstrak Spirulina platensis pada tikus putih. 1. 2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah pemberian ekstrak mikroalga Spirulina platensis dapat menurunkan MDA pada tikus jantan ( Rattus novergicus L.) galur Wistar yang diberi minyak goreng jelantah?
3
1. 3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian antioksidan dalam menurunkan terjadinya kerusakan oksidatif. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pemberian ekstrak Spirulina Platensis dapat menurunkan MDA pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi minyak goreng jelantah. 1. 4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah Memberikan informasi ilmiah mengenai peranan pemberian ekstrak mikroalga Spirulina platensis dalam menurunkan malondialdehid pada tikus jantan galur Wistar yang diberi minyak goreng jelantah. 2. Manfaat Praktis Memberikan informasi bahwa pemberian ekstrak Spirulina platensis menurunkan malondialdehid yang merupakan salah satu hasil dari terjadinya kerusakan oksidatif, salah satu penyebab penting terjadinya proses penuaan. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. 1. 5. Hipotesis
Pemberian
ekstrak
mikroalga
Spirulina
malondialdehid pada tikus yang diberi minyak jelantah.
4
platensis
menurunkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Proses Penuaan
Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang serta meningkatnya kelemahan (Bludau,2010). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya proses penuaan. Faktor-faktor ini terbagi menjadi faktor internal meliputi radikal bebas, genetik, hormon yang berkurang dan faktor eksternal meliputi pola hidup tidak sehat, diet tidak sehat, stres, dan polusi lingkungan. Faktor-faktor ini dapat dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat, sehingga usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi berolahraga teratur, makanan sehat dan cukup, atasi stres, melakukan pemeriksaan kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi, menggunakan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan melakukan upaya menghambat proses penuaan, antara lain karena lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan budaya yang tidak benar. Yang juga termasuk hambatan adalah adanya pola hidup yang tidak sehat seperti diet yang tinggi karbohidrat dan lemak jenuh (Pangkahila, 2007). Dengan berkembangnya AAM tercipta suatu konsep baru dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan
5
semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian, penuaan bukan lagi suatu keadaan normal yang memang harus terjadi, namun dianggap sama sebagai penyakit yang dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula, sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). 2. 2. Radikal Bebas 2. 2. 1. Definisi Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron) pada bagian terluar orbitnya, sehingga menjadi komponen yang tidak stabil dan menjadi sangat reaktif. Elektron yang tidak berpasangan ini, akan berusaha menarik elektron dari molekul lainnya untuk mendapatkan kembali konfigurasi pasangan elektron, oleh karena itu radikal bebas sangat reaktif. Sebuah radikal bebas yang berhasil mengambil elektron dari suatu molekul lain yang stabil, akan menyebabkan molekul tersebut kehilangan satu elektron dan akibatnya akan berubah menjadi radikal bebas baru. Proses rantai ini dapat menyebabkan perubahan struktur pada molekul lainnya (Pham-Huy et al., 2008). Dalam kepustakaan kedokteran, pengertian radikal bebas sering dibaurkan dengan oksidan, karena keduanya memiliki sifat-sifat yang mirip. Aktivitas keduanya sering menghasilkan akibat yang sama, akan tetapi sebenarnya melalui proses yang berbeda. Keduanya harus dibedakan. Oksidan mempunyai pengertian senyawa penerima elektron (electron acceptor ). Jadi radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak semua oksidan merupakan radikal bebas (Suryohudoyo, 2000). 2. 2. 2. Sumber Radikal Bebas
Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Adapun sumber radikal bebas antara lain (Pham-Huy et al., 2008): 1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan
6
dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi sel, pada proses pencernaan dan pada proses metabolisme. Diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. 2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari bermacam-macam proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya adalah proses inflamasi dan iskemia. 3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh, yang didapat dari polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, obat, bahan racun, pestisida, minyak goreng jelantah (deep frying ) dan masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh stres ata u olah raga yang berlebihan. 2. 2. 3. Sifat Radikal Bebas
Radikal bebas memiliki dua sifat, yaitu: 1. Reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron. 2. Dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Namun perlu diingat, bahwa radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibanding dengan oksidan yang bukan radikal. Hal ini disebabkan oleh kedua sifat radikal bebas di atas, yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecenderungan membentuk radikal bebas baru, yang pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk radikal baru lagi, sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction) (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel, melalui terjadinya rangkaian proses sebagai berikut (Halliwell dan Gutteridge, 2007):
7
1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma), sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor. 2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu. 3. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated fatty acid ). Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas, berefek langsung terhadap kerusakan pada membran sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, struktur dan fungsi membran, dalam keadaan yang lebih ekstrim akhirnya akan menyebabkan kematian sel. Efek biologik peroksidasi lipid membran bergantung antara lain pada populasi sel yang bersangkutan dan profil asam lemak pada membran fosfolipid. Contoh membran mitokondria dan mikrosom sensitif terhadap peroksidasi lipid karena kandungan PUFA pada fosfolipid membran cukup tinggi. Umumnya semua membran peka terhadap reaksi peroksidasi lipid dalam derajat yang berbeda-beda. Kerusakan struktur subseluler secara langsung mempengaruhi pengaturan metabolisme. Sebagai contoh adalah disrupsi membran lisosom menyebabkan pelepasan enzim-enzim hidrolitik lisosom yang
selanjutnya
mampu
mengakibatkan
perusakan
intraseluler,dan
memperkuat kemampuan radikal bebas dalam menginduksi kerusakan sel (Halliwell dan Gutteridge, 2007). 2. 3. Antioksidan 2. 3. 1. Definisi Antioksidan
Kalau radikal bebas adalah penerima elektron (electron acceptor ), maka antioksidan adalah pemberi elektron (electron donor ). Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat menghambat/memperlambat proses oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen atau pelepasan elektron. Proses oksidasi adalah peristiwa alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana, tak terkecuali di dalam tubuh kita (Halliwell dan Gutteridge, 2007).
8
Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah senyawa-senyawa pemberi elektron, tetapi dalam arti biologis pengertian antioksidan lebih luas lagi, yaitu semua senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzimenzim dan proteinprotein pengikat logam (Pangkahila, 2007). 2. 3. 2. Jenis Antioksidan
Berdasarkan dua mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan, maka antioksidan dapat dibagi menjadi dua golongan (Murray et al., 2000), yaitu: 1. Antioksidan pencegah ( preventive antioxidants) Pada dasarnya tujuan antioksidan ini mencegah terjadinya radikal hidroksil, yaitu radikal yang paling berbahaya. Diperlukan tiga komponen untuk terbentuknya radikal hidroksil, yaitu logam transisi Fe atau Cu, H 2O2 dan ion superoksid. Agar reaksi Fenton tidak terjadi, maka harus dicegah keberadaan ion Fe2+ atau Cu2+ bebas. Untuk itu berperan beberapa protein penting, yaitu transferin atau feritin (untuk Fe) dan seruloplasmin atau albumin (untuk Cu). 2. Antioksidan pemutus rantai (chain-breaking antioxidants) Dalam kelompok ini terdapat vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat), beta karoten, glutation dan sistein. Vitamin E dan beta karoten bersifat lipofilik, sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid. Sedangkan vitamin C, glutation dan sistein bersifat hidrofilik dan berperan dalam sitosol. 2. 4. Malondialdehid
MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, dan biasanya digunakan sebagai
biomarker biologis
untuk menilai
stres
oksidatif
(Suryohudoyo, 2000). Pada proses peroksidasi lipid, selain MDA terbentuk juga radikal bebas yang lain, tetapi radikal bebas tersebut mempunyai waktu paruh yang pendek sehingga sulit diperiksa dalam laboratorium (Cherubini et al., 2005). Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan dengan Test thiobarbituric acidreactive subtance
(TBARS)
yang
spektrofotometrik (Konig dan Berg, 2002).
9
berdasar
pemeriksaan
reaksi
2. 5. Spirulina Platensis Spirulina platensis merupakan salah satu alga hijau biru (Cyanophyceae), yang digolongkan sebagai protista yang dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen. Spirulina platensis mampu tumbuh dalam berbagai kondisi pertumbuhan yang dapat ditemukan di perairan dengan berbagai tingkat salinitas dengan pH basa, biasanya berkisar 8-11. Kondisi pH basa ini memberikan keuntungan dari sisi budidaya karena relatif tidak mudah terkontaminasi oleh mikroalga lain, yang pada umumnya hidup pada pH yang lebih rendah atau lebih asam (Arlyza 2005). Pemanfaatan Spirulina platensis sebagai makanan kesehatan sudah banyak. Beberapa faktor yang menyebabkan, diantaranya adalah mudah dicerna dan mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tubuh, yaitu protein 5572%, lipid 5-8%, karbohidrat 16-20%, asam lemak tidak jenuh, vitaminvitamin, mineral, asam amino, dan beberapa jenis pigmen yang sangat bermanfaat (Arlyza 2005). Spirulina platensis banyak digunakan sebagai makanan fungsional dan penghasil berbagai bahan aktif penting bagi kesehatan, antara lain asam lemak tak jenuh majemuk ( polyunsaturated fatty acids/ PUFA) sekitar 1,3-15% dari lemak total (6-6,5%) yaitu asam linoleat (LA) dan γ-linolenat (GLA). Asam linoleat
(LA)
dan
γ-linolenat
(GLA)
berguna
untuk
pengobatan
hiperkolesterolemia. Spirulina juga dapat membantu menurunkan berat badan, meringankan diabetes dan hipertensi, efektif melawan virus HIV-1, memberikan perlindungan terhadap efek radiasi dan meningkatkan flora intestinal (Diharmi 2001). Klasifikasi Spirulina (Pamungkas, 2005) adalah sebagai berikut: Domain Kingdom Division Class Ordo Family Subfamily Spesies
: Bacteria : Archaeplastida : Cyanobacteria : Cyanophyceae : Oscillatoriales : Pseudanabaenaceae : Spirulinoideae : Spirulina platensis
10
Gambar 1 Spirulina sp. (Bachtiar, 2007).
Berdasarkan uji skrining fitokimia dari ekstrak Spirulina platensis pelarut aseton dan pelarut etil asetat menunjukkan hasil positif pada uji senyawa fenolik, triterpenoid, steroid, flavonoid, dan saponin yang hanya terlihat pada pelarut aseton saja. Sudha et al. (2011) hasil uji fitokimia pada S. platensis menunjukkan adanya senyawa terpenoid, saponin, protein, karbohidrat, dan asam amino. 2. 6. Minyak Goreng Jelantah
Minyak yang baik adalah minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya, salah satunya adalah minyak nabati. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh, kecuali minyak goreng kelapa sawit (Sartika, 2009). Minyak goreng kelapa sawit dibuat melalui dua fase yang berbeda, yaitu fase padat disebut stearin dengan asam lemaknya stearat dan fase cair disebut olein dengan asam lemaknya oleat. Dengan penyaringan (pemisahan fase padat dari fase cair) sebanyak 2 kali, kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa sawit menjadi lebih tinggi sehingga minyak menjadi lebih mudah rusak oleh proses penggorengan deep frying (Sartika, 2009; Lestari, 2010). Yang dimaksud dengan minyak goreng jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari berbagi jenis minyak goreng, minyak jelantah ini merupakan minyak bekas yang sudah dipakai untuk menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah mengalami perubahan pada komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010). Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan pada suhu yang tinggi (Sartika, 2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang akan mempercepat terjadinya destruksi minyak akibat meningkatnya kadar peroksida. Hal tersebut terjadi karena pada saat pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses ini dapat meningkatkan kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang bersifat toksik, sehingga membahayakan tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani, 2009).
11
Temperatur pada proses penggorengan adalah sekitar 150-200 0C. Pada temperatur tersebut, setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8 menit untuk matang. Minyak goreng akan diganti atau ditambahkan dengan minyak baru bila sudah digunakan untuk menggoreng tiga kali atau lebih. Proses penggorengan di atas dapat menyebabkan minyak goreng kelapa sawit menjadi rusak karena proses oksidasi (Andik, 2001). Selama proses penggorengan, minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara, dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee et al., 2002). Reaksi oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak kelapa sawit. Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa peroksida yang selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas, aldehida dan keton yang menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Herawati dan Akhlus, 2006). Oksidasi dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme, yaitu auto-oksidasi dan fotooksidasi. Reaksi auto-oksidasi melibatkan pembentukan radikal bebas yang sangat tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi rantai. Pada reaksi fotooksidasi, terjadi interaksi antara ikatan rangkap minyak dan radikal oksigen bebas yang sangat reaktif. Kedua jenis reaksi oksidasi ini menghasilkan produk reaksi primer, yaitu hidroperoksida, yang sangat tidak stabil. Senyawa ini bukan penyebab terjadinya perubahan rasa dan bau yang berkaitan dengan oxidative rancidity. Namun karena sifatnya yang tidak stabil, hidroperoksida akan segera terdekomposisi dan menghasilkan produk reaksi sekunder, misalnya senyawa aldehid, yang merupakan penyebab adanya oxidative rancidity (Azeredo et al., 2004). Oksidasi juga dapat menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui. Diperkirakan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap (Yustinah, 2009).
12
Pemberian minyak jelantah pada tikus menyebabkan kenaikan kadar MDA, dimana kadar MDA dapat mencapai konsentrasi 0,285 mg/ml. Sedangkan pada keadaan normal konsentrasi MDA tikus adalah 0,1 mg/ml. Ini menunjukkan bahwa antioksidan yang ada di dalam hewan coba tidak mencukupi untuk menangkal radikal bebas yang disebabkan pemberian minyak jelantah (Ulilalbab, 2010). 2. 7. Hewan Percobaan (Rattus norvegicus)
Pada percobaan ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Sugiyanto, 1995). Kingdom Filum Subfilum Classis Subclassis Ordo Famil Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Vetebrata : Mammalia : Placentalia : Rodentia : Muridae : Rattus : Rattus norvegicus
Gambar 2 Rattus norvegicus (Kadung, 2015).
Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Mangkoewidjojo, 1988).
13
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. Jenis Penelitian
Penelitian
ini
bersifat
eksperimental
dengan
menggunakan
rancangan penelitian pre test and post test control group design (Pocock, 2008). 3. 2. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Penelitian membutuhkan waktu selama 35 hari, dengan perincian sebagai berikut: waktu yang diperlukan untuk adaptasi subjek penelitian adalah selama 7 hari dan waktu yang diperlukan untuk perlakuan adalah selama 28 hari, 14 hari pertama digunakan untuk perlakuan dengan pemberian minyak jelantah pada semua kelompok untuk mendapatkan data pre test dan 14 hari berikutnya digunakan untuk perlakuan dengan pemberian minyak jelantah ditambah aquades pada kelompok kontrol (P0), sedangkan pada kelompok perlakuan (P1 dan P2) pemberian minyak jelantah ditambah pemberian ekstrak Mikroalga Spirulina platensis untuk mendapatkan data post test . 3. 3. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah tikus putih galur Wistar dengan jenis kelamin jantan, berumur antara 2-3 bulan, dengan berat badan 180-200 gram dan dengan kadar MDA yang meningkat di atas rata-rata dibandingkan dengan kadar MDA tikus sebelum diinduksi dengan minyak jelantah, tikus dalam keadaan sehat dan aktif. Didapatkan data awal kadar MDA rata-rata dari tikus sebelum diberi minyak jelantah adalah 2,05 mmol/l. Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer, dimana (t) adalah jumlah kelompok untuk tiap perlakuan dan (n) adalah jumlah subyek (Arkeman, 2006).
14
(n-1)(t-1) > 15 (n-1)(5-1) > 15 (n-1) 4
> 15
4n - 4
> 15
4n > 15 + 4 n=
19 4
= 4,75 ≈ 5 3. 4. Klasifikasi Variabel
1. Variabel bebas : Ekstrak Spirulina platensis 2. Variabel tergantung : MDA serum 3. Variabel terkendali : a. Varian tikus b. Jenis kelamin, usia, berat badan c. Kandang, nutrisi, cahaya, suhu 3. 5. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas : Ekstrak Mikroalga Spirulina platensis Spirulina
platensis diekstraksi
di
Laboratorium
Fisiologi
Tumbuhan. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70 %, pelarut sempurna untuk flavonoid. Ekstrak yang dihasilkan merupakan ekstrak kental. Ekstrak diberikan per oral kepada tikus putih jantan. 2. Variabel tergantung : MDA serum MDA merupakan produk akhir peroksida lipid, dan bisa digunakan sebagai petanda (biomarker ) terjadinya kenaikan radikal bebas. Diukur dari plasma darah dengan metode TBARSC spektrometri. Satuan dalam mmol/l. Skala pengukuran adalah rasio. 3. Variabel terkendali a. Varian tikus dari galur Wistar yang bewarna putih berkepala besar dan ekornya lebih pendek daripada badannya.
15
b. Jenis kelamin jantan, usia 2-3 bulan dan berat badan 180-200 gram. c. Kandang pemeliharaan dilengkapi dengan tempat pemberian makanan dan minuman, dan disediakan satu kandang untuk setiap tikus. Diberi makanan secukupnya berupa makanan tikus standar dengan kadar protein 17% dan minuman diberikan secara tidak terbatas (ad libitum). Ruang tempat kandang dengan ventilasi yang baik, penyinaran normal, suhu dan kelembaban udara diperhatikan. 3. 6. Desain Penelitian
Desain yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Rancangan penelitian yang dipakai adalah pre test and post test control group design
Keterangan: P : Populasi tikus jantan sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan 180-200 gram S : Sampel tikus dengan kadar MDA meningkat diatas 2.05 mmol/l R : Randominasi O1 : Observasi pre test kelompok kontrol (MDA) O3 : Observasi pre test kelompok P1 (MDA) O5 : Observasi pre test kelompok P2 (MDA) P0 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan aquades P1 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan pemberian ekstrak kelopak bunga rosela dosis 250 mg/kg BB P2 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan pemberian ekstrak kelopak bunga rosela dosis 500 mg/kg BB O2 : Observasi post test kelompok kontrol (MDA) O4 : Observasi post test kelompok P1 (MDA) O6 : Observasi post test kelompok P2 (MDA)
16
3. 7. Instrumen Penelitian Alat
Kandang tikus beserta kelengkapan tempat makanan dan minuman, Timbangan
berat
badan,
Sarung
tangan,
Termometer,
Tabung
mikrohematokrit untuk mengambil sampel darah, Tabung ependorf, Timbangan analitik, Sonde lambung, Homogeneser, Mikro pipet dan tip, Water bath, Vortex, Tabung polypropylene, Ice bath, Sentrifuge, Cartridges C18 dan Spektrofotometer untuk pemeriksaan kadar MDA. Bahan
Ekstrak mikroalga Spirulina platensis, Minyak jelantah, Makanan tikus berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17%, Larutan H3PO4, Larutan TBA, Metanol, Aquades 3. 8. Cara Kerja
1. Membuat Ekstrak Spirulina Platensis Spirulina platensis diekstraksi di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70 %, pelarut sempurna untuk flavonoid. Ekstrak yang dihasilkan merupakan ekstrak kental. Ekstrak kental berwujud liat pada kondisi dingin dan tidak dapat dituang, kandungan airnya sekitar 30% (Voigt, 1994). 2. Langkah Penelitian a. Tikus jantan yang berjumlah 25 ekor dengan umur 2-3 bulan ditimbang, satu ekor tikus ditempatkan dalam satu kandang. Selama penelitian, tikus diberi makan berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17% dan pemberian minum tikus ad libitum. b. Setelah adaptasi selama 7 hari, setiap tikus diambil darah untuk pemeriksaan kadar MDA dengan menggunakan mikrohematokrit melalui pleksus retroorbitalis. c. Selama penelitian, setiap tikus ditimbang setiap minggu untuk menentukan dosis minyak jelantah dan larutan ekstrak kelopak bunga rosela yang diberikan. Masing-masing tikus ditimbang berat badannya dan diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari selama 14 hari.
17
Minyak jelantah diberikan peroral sekali sehari menggunakan sonde lambung. Diberikan pada pukul 08.00 setiap hari. d. Pada hari ke-22 dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar MDA pada masing-masing tikus (data pre test ). e. Dari hasil pengukuran kadar malondialdehid tikus, dilakukan penentuan subjek penelitian secara random sejumlah 18 ekor tikus dengan melihat peningkatan kadar malondialdehid. Tikus dengan kadar malondialdehid yang meningkat di atas 2,05 mmol/l, dipilih sebagai subjek penelitian. f. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok secara random, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan P1 dan kelompok perlakuan P2, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. g. Kelompok kontrol diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan aquades sebanyak 0,5 ml selama 14 hari. Minyak jelantah dan aquades diberikan peroral sekali sehari menggunakan sonde lambung. Minyak jelantah diberikan pada pukul 08.00, sedangkan aquades diberikan pada pukul 12.00 setiap hari. h. Kelompok P1 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan ekstrak mikroalga Spirulina platensis dengan dosis 250 mg/kg BB selama 14 hari. Minyak jelantah dan ekstrak mikroalga Spirulina platensis diberikan
secara
peroral
masing-masing
sekali
sehari
menggunakan sonde lambung. Minyak jelantah diberikan pada pukul 08.00, sedangkan ekstrak mikroalga Spirulina platensis diberikan pada pukul 12.00 setiap hari. i.
Kelompok P2 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan ekstrak mikroalga Spirulina platensis dengan dosis 500 mg/kg BB selama 14 hari. Minyak jelantah dan ekstrak mikroalga Spirulina platensis diberikan
secara
peroral
masing-masing
sekali
sehari
menggunakan sonde lambung. Minyak jelantah diberikan pada pukul 08.00, sedangkan ekstrak mikroalga Spirulina platensis diberikan pada pukul 12.00 setiap hari.
18
j.
Pada hari ke-36 penelitian, dilakukan pengambilan darah lagi pada semua tikus untuk pemeriksaan kadar MDA setelah perlakuan (data post test ).
k. Dilakukan analisis dari data yang diperoleh. 3. 9. Alur Penelitian
19
3. 10. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah : 1. Analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normal tidaknya distribusi data. 2. Analisis normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk dan Uji homogenitas dengan Levene’s Test.
3. Dari hasil penelitian didapatkan data menyebar normal dan homogen, maka analisis perbandingan antar 3 kelompok dilakukan dengan Uji One Way Anova. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan dari uji Anova ini, maka dapat dilanjutkan dengan uji Least Significance Difference (LSD) untuk melihat lebih jelas letak perbedaan antar kelompok perlakuan.
3. 11. Anggaran Biaya Alat Dan Bahan
Jumlah
Harga
Jumlah
Baki Plastik
25 Buah
Rp. 8.000
Rp. 200.000
Sonde Lambung
1 Buah
Rp. 60.000
Rp. 60.000
Cartridges C18
1 Buah
Rp. 67.000
Rp. 67.000
Tikus Putih Jantan
25 Ekor
Rp. 20.000
Rp. 500.000
2 Kg
Rp. 20.000
Rp. 20.000
Pakan Tikus
Jumlah
Rp. 847.000
20
3. 12. Jadwal Penelitian Waktu pelaksanaan Tahap
Oktober
I
II
III
November
IV
Seminar Proposal Persiapan Penelitian Aklimatisasi Hewan Uji Perlakuan Hewan Uji Pengamatan Penyusunan Data Penyususnan Laporan Sidang Kolokium
21
I
II
III IV
Desember
I
II
III IV
DAFTAR PUSTAKA Agustin,
R .D.,
Aulanni’am,
C.
Mahdi.
2014. Pengaruh
Pemberian
Herbal SprayBerbasis Bioaktif dari Spirulina (Spirulina sp.) terhadap Ekspresi iNOS pada Sel β-pankreas dan Aktivitas Protease pada Luka Tikus DM Tipe 1. Kimia Student Journal . 1(1): 64-70. Andik, E.S. 2001. “Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Kela pa Sawit Curah Setelah Pemanasan Berulang pada Struktur Histologis Hati Mencit” (skripsi). Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Arkeman, David., 2006. Efek vitamin C dan E terhadap sel goblet saluran nafas pada tikus akibat pajanan asap rokok. Majalah Universa Medicina. 25(2): 6263. Arlyza IS. 2005. Isolasi pigmen biru dari mikroalga Spirulina platensis. Oseanologi dan Limnologi Indonesia 2005 No.38:79-92. Azeredo, H.M.C., Faria, J.A.F., Silva. 2004. Minimization of proxide formation ratein soybean oil by antioxidant combinations. Food Research International 37: 689-94. Bachtiar E. 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) sebagai Biotarget Industri. Makalah. Jatinangor: Fakultas Perikanan dan Kelautan, UNPAD. Bludau, J.H. 2010. Aging, But Never Old: The Realities, Myths, and Misrepresentations of the Anti-Aging Movement (The Praeger Series on Contemporary Health and Living) . 1st edition. Publisher Praeger. page 2. Cherubini, A., Ruggiero, C., Polidori, M.C., Mecocci, P. 2005. Potensial marker of oxidative stress in stroke. Free Radic Biol Med 39 : 841 – 52. Diharmi A. 2001. Pengaruh Pencahayaan terhadap kandungan pigmen bioaktif mikroalga Spirulina platensis Strain Lokal (INK). [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Goldman, R., Klantz. 2003. The New Anti-Aging Revolution. Australasian Edition p. 22-24, 191-194. Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine. Fourth edition. New York. Oxford University Press.
22
Herawati, Akhlus, S. 2006. Kinerja (Bht) sebagai antioksidan minyak sawit pada perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet. Akta Kimindo 2: 1 – 8. Kadung, Walang. 2015. Tikus Putih. (http://tikusputih124.blogspot.co.id). [Diakses pada 22/11/2016 pukul 22.00 WIB]. Konig, D., Berg, A. 2002. Exercise and Oxidative Stress: is there a need for additional antioxidant. Osterreichisches J Fur Sportmedizin 3: 6-15. Lee, J., Lee, S., Lee, H., Park, K., Choe, E. 2002. Spinach (Spinacia oleracea) as a natural food grade antioxidant in deep fat fried products. J. Agric. Food Chem 50: 5664-9. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta : UI Press, pp : 37-38. Mulyati, S., Meilina, H. 2007. Pemurnian Minyak Jelantah dengan Menggunakan Sari Mengkudu. (http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id= gdlnode-gdl-res2007-srimulyati-1082&node-3517&start=6). [Diakses pada 18 Desember 2016). Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell V.W. 2000. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta. EGC. hal: 609-612. Pamungkas E. 2005. Pengolahan limbah cair PT. Pupuk Kujang dengan Spirulina pada reactor curah (Batch). [skripsi]. Bogor: Program studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pangkahila, W. 2007. Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Anti-Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. hal: 811. Pham-Huy, L.A.P., He, H., Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Disease and Health. Int J Biomed Sci 4: 89-96. Pocock, 2008. Clinical Trial : A Practical Approach. Chichester : John Willey & Sons. p. 127-128. Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi . Edisi 6. Bandung : Penerbit ITB, pp : 191-193.
23
Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam MenekanKerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). ISSN: 1978 – 9777. Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Markara Sains 13: 23-8. Sudha S.S, Karthic R, Naveen, Rengaramanujam J. 2011. Anti hyperlipidemic activity of Spirulina platensis in triton x-100 induced hyperlipidemic rats. Hygea Journal for Drugs and Medicines 3(2):32-37. Sugiyanto, 1995. Petunjuk Praktikum Farmasi Edisi IV. Yogyakarta: Laboratorium Farmasi dan Taksonomi UGM, pp : 11-12. Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Penerbit CV Sagung Seto. hal: 31-47. Ulilalbab, A. 2010. Aktivitas Antioksidan Tablet Effervescent Rosella Ungu SebagaiSuplement Penghambat Laju Peroksidasi Melalui Pengujian In Vivo. PKM-P. Ilmu dan Teknologi Pangan. Malang. Universitas Brawijaya. Utami, T.S., Arbianti, R., Hermansyah, H., Reza, A., Rini. 2009. Perbandingan Aktifitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia indica) dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia-SNTKI 2009. pp:1-4. Voigt R, 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Penerbit UGM Press, pp : 561-564. Yustinah. 2009. Pengaruh massa absorben chitin pada penurunan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan peroksida, dan warna gelap minyak goreng bekas. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009. pp:1-14.
24