LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POST LAPARATOMI EKSPLORASI DI RUANG MELATI 1 RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Anak
Disusun oleh: Yopi Darmawan 16/408416/KU/19462
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017
I.
KONSEP PNEUMONIA A. PENGERTIAN
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi,
splenoktomi,
apendektomi,
kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral. B. TUJUAN
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan. C. INDIKASI
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu: a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt). 2. Peritonitis Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi) Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi
(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain
yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus). 4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi. 5. Tumor abdomen 6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas) 7. Abscesses (a localized area of infection) 8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery) 9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines) 10. Intestinal perforation 11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus) 12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim) 13. Internal bleeding D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008): 1. Midline incision Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf.
Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis. 2. Paramedian Sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain: merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah 3. Transverse upper abdomen incision Insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. 4. Transverse lower abdomen incision Insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy. E. PATHWAY
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine. 3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi. 4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing. 5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada tra uma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu. 6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium. G. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besardengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lututtertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dindingdada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensinafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi (Mansjoer, 2000). 2. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena parumeradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Padaanak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia beratditandai dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak ataupenarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampaikurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapasdisertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. 3. Menurut Muttaqin (2008), pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapiselanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulenkekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk.Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset
mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis , sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala. H. KOMPLIKASI YANG MUNCUL
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi dini post operasi. 2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik. 3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. 4. Ventilasi paru tidak adekuat. 5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung. 6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Mansjoer, 2012).
II.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut
III.
2.
Kerusakan integritas jaringan
3.
Risiko infeksi
4.
Hambatan mobilitas fisik
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN No.
Diagnosa
NOC
NIC
1.
Nyeri akut
Kontrol Nyeri
Pain Management
Indikator:
Aktivitas:
a. Mengenal faktor penyebab
a. Menkaji tingkat nyeri,meliputi:
b. Mengenal reaksi serangan
lokasi, karakteristik, dan onset,
nyeri c. Mengenali gejala nyeri
durasi, frekuensi, kualitas,
d. Melaporkan nyeri terkontrol
intensitas/ beratnya nyeri, faktorfaktor presipitasi
Tingkat Nyeri
b. Mengontrol faktor-faktor
Indikator
lingkungan yang dapat
a. Frekuensi nyeri
mempengaruhi respon pasien
b. Ekspresi akibat nyeri
terhadap ketidaknyamanan c. Memberikan informasi tentang nyeri d. Mengajarkan teknik relaksasi e. Meningkatkan tidur/ istirahat yang cukup f. Menurunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri g. Melakukan teknik variasi untuk mengurangi nyeri
Analgetic Administration Aktivitas:
a. Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat b. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik c. Memberikan analgetik yang tepat sesuai dengan resep d. Mencatat reaksi analgetik dan efek buruk yang ditimbulkan e. Mengecek instruksi dokter tentang jenis obat,dosis,dan frekuensi 2.
Kerusakan
Penyembuhan luka: Primer
Perawatan luka
integritas jaringan
Indikator:
Aktivitas :
a. b.
Purulent Pembentuka bekas luka
a. Buka balutan
c.
Bau busuk
d.
Kemerahan sekitar luka
b. Monitor
karakteristik
luka
termasuk drainase, warna, dan bau c. Bersihkan luka dengan normal saline d. Berikan perawatan di tempat insisi e. Berikan balutan sesuai tipe luka f. Pertahankan teknik steril selama perawatan luka g. Secara regular bandingkan dan catat adanya perubahan pada luka h. Reposisi pasien minimal 2 jam sekali, jika perlu i. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang sesuai j. Ajarkan
pasien
dan
keluarga
mengenai tanda gejala infeksi 3.
Risiko infeksi
Kontrol resiko
Kontrol infeksi
Kriteria hasil:
Aktivitas:
a. Klien bebas dari tanda-
a. Mencuci tangan sebelum dan
tanda infeksi b. Klien mampu menjelaskan tanda dan gejala infeksi c. Klien menunjukkan
sesudah memberi perawatan dan pengobatan b. Menggunakan sarung tangan saat melakukan perawatan
kemampuan untuk
c. Membatasi pengunjung bila perlu
mencegah timbulnya
d. Mendorong klien untuk
infeksi.
meningkatkan intake nutrisi, cairan dan istirahat e. Menekankan memperbanyak intake protein untuk pembentukan sistem imun f. Mengkaji suhu klien, dan melaporkan jika suhu lebih dari 38° C
g. Mengkaji warna kulit, tekstur dan turgor
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, C. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC: Jakarta Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. (Eds). 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Missouri: Elsevier Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Dorland, W. A. N. 2002. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta Herdman, T. H. dan Kamitsuru, S. (Eds). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015 – 2017 . Oxford: Wiley Blackwell Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I . Jakarta: Media Aesculapius Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. (Eds). 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurements of Health Outcomes Fifth Edition. Missouri: Elsevier Effendi, N. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC: Jakarta Smeltzer, S. C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3 . EGC: Jakarta