LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMOTHORAX I.
Konsep Penyakit 1.1 Definisi Pneumothorax adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleural visceral dan parietal (Arief Mansjoer, 2008 : 295). Pneumothorax terjadi bila udara masuk kedalam rongga pleura, akibatnya jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan (Tambayong, 2000 : 108). Pneumothoraks adalah udara atau gas dalam kavum pleura yang memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan. Pneumothorax dapat terjadi sekunder akibat asma, bronchitis kronis, emfisema (Hinchllift, 1999 : 343). Menurut pendapat lain, Pneumothorax adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru (Corwin, 2009 : 550). Pneumothorax merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit vital paru-paru sehingga akan menyebabkan kegagalan pernapasan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumothorax adalah pengumpulan udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal napas yang dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Berdasarkan klasifikasinya, pneumothorax terbagi menjadi beberapa macam, yaitu : 1.1.1 Pneumotorax terbuka Pneumotorax yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronkus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intrapleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura disekitar nao (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada 1.1.2
waktu ekspirasi tekanannya positif. Pneumotorax tertutup 1
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena di reabsorpsi dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum bias berkembang penuh, sehingga masih ada rongga 1.1.3
pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal. Pneumotorax ventil Ini merupakan pneumotorax yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronkus terus kepercabangannya dan menuju ke-arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi, udara masuk ke-rongga
1.1.4
pleura yang pada permulaannya masih negatif. Tension pneumotorax Adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan didalam rongga pleura. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis (primer) dan juga pada mereka dengan penyakit paru-paru (sekunder), dan banyak pneumothoraxces terjadi setelah trauma fisik ke dada, cedera ledakan atau sebagai komplikasi dari perawatan medis
1.2 Etiologi Masuknya udara ke dalam rongga dapat melalui luka pada dinding dada, atau meluasnya radang paru-paru. Terdapat beberapa jenis pneumothorax yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya : 1.2.1
Pneumothorax Spontan Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumothorax ini diduga disebabkan pecahnya kantong kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Pneumothorax spontan sekunder merupakan pneumothorax yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering pada pasien bronkhitis dan emfisema, yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. 2
Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau Ca. Paru, fibrosis kistik, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma dan infeksi paru-paru. 1.2.2
Pneumothorax Traumatik Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus yang disebabkan oleh intervensi medis, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu : 1.2.2.1 Pneumothorax traumatik non-iatrogenik Pneumothorax yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya : jejas pada dinding dada, barotrauma. 1.2.2.2 Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental Suatu pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan tersebut medis. Pneumothorax jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental Suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura. b. Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisisal (deliberate) Suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam cavum pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru-paru.
1.3 Tanda gejala Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa berupa : 1.3.1 Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5
jika penderita menarik napas dalam atau terbatuk. Sesak napas Dada terasa sempit Mudah lelah Denyut jantung cepat 3
1.3.6 Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur. Gejala lain yang mungkin ditemukan : 1.3.7 Hidung tampak kemerahan 1.3.8 Cemas, stress, tegang 1.3.9 Tekanan darah rendah (hipotensi) 1.4 Patofisiologi Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat ekspirasi mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter. Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna. Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, 4
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax. Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat menyebabkan tension pneumothorax. 1.5 Pemeriksaan Penunjang 1.5.1 Pemeriksaan fisikdengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara 1.5.2 Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2 1.5.3 Pemeriksaan EKG 1.5.4 Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung) 1.5.5 Torasentensis; menyatakan darah/cairan serosanguinosa 1.5.6 Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb: mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah. 1.5.7 Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU. 1.5.8 Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %. 1.6 Komplikasi 5
1.6.1 Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks 1.6.2 Emfiesema subkutan, biasanya merupakan
kelanjutan
dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan belakang. 1.6.3 Piopneumothorax, berarti terdapatnya
pneumothorax
disertai
emfiesema secara bersamaan pada satu sisi paru. 1.6.4 Pneumothorax kronik, menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap membuka. 1.6.5 Hidro-pneumothorax, ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). 1.7 Penatalaksanaan 1.7.1 Penatalaksanaan Medis 1.7.1.1 Chest wound/sucking chest wound Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutantekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik
bersih. Pembalut plastik yang steril
merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk
memungkinkan
udara
yang
terhisap
dapat
dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension pneumothorax. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang. 1.7.1.2 Blast injury or tention Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu penanganan segera.Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali. 1.7.1.3 Penatalaksanaan WSD (Water Sealed Drainage) 6
1.7.1.4 Perawatan Per-hospital Beberapa paramedis
mampu
melakukan
needle
thoracosentesis untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perawatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik. 1.7.1.5 Pendekatan melalui torakotomi poskerolateral
dan
skernotomi
anterior, mediana,
torakomi selanjutnya
dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS). 1.7.1.6 Pengobatan tambahan a. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronchitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator. b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat diperimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfiesema. 1.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan 1.7.2.1 Primary survey dengan
memperhatikan
:
Airway,
Breathing, Circulation 1.7.2.2 Rehabilitasi a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya. b. Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan,
batuk atau bersin terlalu keras. c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan. d. Control penderita pada waktu tertentu, terutama kalau
ada keluhan batuk, sesak napas.
7
1.8 Pathway 8
II.
Rencana asuhan klien dengan Pneumothorax 2.1 Pengkajian 2.1.1 Riwayat keperawatan 2.1.1.1 Riwayat kesehatan sekarang Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada pergerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura. 2.1.1.2 Riwayat kesehatan dahulu Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru dimana sering terjadi pada pneumothorax. 2.1.1.3 Riwayat Kesehatan keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebab-kan pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain-lain. 2.1.2 Pemeriksaan fisik : data fokus 2.1.2.1 Aktivitas/Istirahat 9
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat 2.1.2.2 Sirkulasi Tanda : Takikardia, frekuensi tak teratur/disritmia, irama jantung
gallop.
Nadi
apical
berpindah,
hipertensi,
hipotensi. 2.1.2.3 Integritas Ego Tanda : Ketakutan, gelisah, bingung, ansietas 2.1.2.4 Makanan/Cairan Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan 2.1.2.5 Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk, tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam. 2.1.2.6 Pernapasan Gejala : Kesulitan bernapas, lapar napas, batuk, riwayat bedah dada/trauma, inflamasi/infeksi paru, pneumo-thorak spontan sebelumnya, PPOM Tanda : Takipnea, bunyi napas menurun atau tidak ada; Peningkatan kerja napas Fremitus menurun; Hiper-resonan (udara), bunyi pekak (cairan); Gerakan dada tidak sama 2.1.2.7 Kulit Gejala : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan 2.1.2.8 Keamanan Gejala : Adanya trauma dada 2.1.2.9 Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Riwayat faktor risiko keluarga : TBC, Kanker; Bukti kegagalan membaik. 2.1.3 Pemeriksaan penunjang 2.1.3.1 Darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2 2.1.3.2 Pemeriksaan EKG 2.1.3.3 Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara/cairan pada 10
area pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung) 2.1.3.4 Torasentensis; menyatakan darah/cairan serosanguinosa 2.1.3.5 Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah 2.1.3.6 Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU 2.1.3.7 Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 % 2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola napas (00032) 2.2.1 Definisi Insipirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. 2.2.2 Batasan karakteristik 2.2.2.1 Bradipnea 2.2.2.2 Dispnea 2.2.2.3 Fase ekspirasi memanjang 2.2.2.4 Ortopnea 2.2.2.5 Penggunaan otot bantu pernapasan 2.2.2.6 Penurunan kapasitas vital 2.2.2.7 Takipnea 2.2.2.8 Pola napas abnormal 2.2.2.9 Pernapasan cuping hidung 2.2.3 Faktor yang berhubungan 2.2.3.1 Ansietas 2.2.3.2 Gangguan muskuluskeletal 2.2.3.3 Hiperventilasi 2.2.3.4 Keletihan otot pernapasan 2.2.3.5 Nyeri 2.2.3.6 Obesitas 2.2.3.7 Posisi tubuh yang menghambat ekpansi paru 2.2.3.8 Sindrom hipoventilasi 11
Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas (00092) 2.2.4
Definisi Ketidakcukupan
energi
psikologis
atau
fisiologis
untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. 2.2.5 Batasan karakteristik 2.2.5.1 Dispnea setelah beraktivitas 2.2.5.2 Keletihan 2.2.5.3 Ketidaknyamanan setelah beraktivitas 2.2.5.4 Perubahan elektrokardiogram (EKG) 2.2.5.5 Respons frekuensi jantunjg abnormal terhadap aktivitas 2.2.5.6 Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas 2.2.6 Faktor yang berhubungan 2.2.6.1 Gaya hidup kurang gerak 2.2.6.2 Imobilitas 2.2.6.3 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 2.2.6.4 Tirah baring Diagnosa 3: Ketidakefektifan manajemen kesehatan (00078) 2.2.7 Definisi Pola pengetahuan dna pengintegrasian ke dalam kebiasaan terapeutik hidup sehari-hari untuk pengobatan penyakit dan sekuelanya yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan spesifik. 2.2.8 Batasan karakteristik 2.2.8.1 Kegagalan melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko 2.2.8.2 Kegagalan
memasukkan
regimen
pengobatan
dalam
kehidupan sehari-hari 2.2.8.3 Kesulitan dengan regimen yang diprogramkan 2.2.8.4 Pilihan yang tidak efektif dalam hidup sehari-hari untuk memenuhi tujuan kesehatan 2.2.9 Faktor yang berhubungan 2.2.9.1 Kesulitan ekonomi 2.2.9.2 Kurang dukungan sosial 2.2.9.3 Kurang pengetahuan tentang program terapeutik 12
2.2.9.4 Persepsi hambatan 2.3 Perencanaan Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola napas (00032) No
Diagnosa
1
Ketidakefektifan pola napas
Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) NOC : a. Respiratory status : Ventilation b. Respiratory status : Airway patency c. Vital sign Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ……….. pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil : a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidakada pursed lips) b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal) c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu)
Intervensi (NIC)
Rasional
NIC :
a.
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Memberikan posisi yang nyaman kepada klien
b.
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
c.
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
d.
Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
e.
Berikan bronkodilator
Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
f.
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl lembab
Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
g.
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Menghindari kurangnya asupan nutrisi
h.
Monitor respirasi dan status O2
i.
j.
k.
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan napas yang paten Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Menghindari penyumbatan jalan napas Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
Memantau status pernapasan klien Menghindari penyumbatan jalan napas Memberikan jalan napas Menghindari terjadinya hipoventilasi Mengurangi tingkat kecemasan klien
13
l.
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
m.
Monitor vital sign
n.
o.
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola napas. Ajarkan bagaimana batuk efektif
Mengetahui keadaan umum klien Melibatkan keluarga dalam terapi pengobatan Memberikan penyuluhan kesehatan tentang tindakan yang dapat dilakukan mandiri Menghindari klien sesak
p.
Monitor pola napas
Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas (00092) No
Diagnosa
2
Intoleransi Aktivitas
Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) NOC :
a. b. c.
Self Care : ADLs Toleransi aktivitas Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
Intervensi (NIC)
Rasional
NIC : a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Agar mengetahui batasan aktivitas klien
b. Kaji adanya faktor yang Mencegah terjadinya menyebabkan kelelahan
c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
e. Monitor respon
pasien kelelahan
Memantau asupan nutrisi klien Mencegah kelemahan fisik klien
Agar mengetahui keadaan klien
kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak napas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
f. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
Mencegah terjadinya kelelahan pasien
14
pasien
g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
i. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
j. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
k. Bantu pasien untuk
Agar mengetahui pengobatan lanjut
Agar mengetahui pemberian aktivitas yang tepat untuk klien Memberikan fasilitas yang tepat untuk klien
Mengatur jadwal pengobatan harian klien Agar klien merasa termotivasi
mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Diagnosa 3: Ketidakefektifan manajemen kesehatan (00078) No
Diagnosa
3.
Ketidakefektifan manajemen kesehatan
Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) NOC :
a. b.
Complience Behavior Knowledge : treatment regimen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. manejemen regimen terapeutik tidak efektif pasien teratasi dengan kriteria hasil : a. Mengembangkan dan mengikuti regimen terapeutik b. Mampu mencegah perilaku yang berisiko c. Menyadari dan mencatat tanda-tanda perubahan status kesehatan
Intervensi (NIC) NIC : Self Modification assistance a. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit, komplikasi dan pengobatan
Rasional
Agar mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit dan pengobatan
b.
Hargai pengetahuhan pasien
Agar dapat menjalin BHSP kepada klien
c.
Sediakan informasi tentang penyakit, komplikasi dan pengobatan yang direkomendasikan
Agar klien emndapatkan informasi mengenai penyakit dan pengobatan yang harus dilakukan klien
d.
Dukung motivasi pasien untuk melanjutkan pengobatan yang berkesinambungan
Agar klien merasa termotivasi dalam menjalai terapi pengobatan.
15
III. Daftar Pustaka Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif. dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Syaifuddin, H. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC http://documents.tips/documents/laporan-pendahuluan-pneumothorax 55cb767babdf9.html https://docs.google.com/document/d/1ZdV_OyAqRvKub8Z3tVv32WSGCuY O-8oWodh6dFCBjv4/edit http://dokumen.tips/documents/129932149-referat-pneumothorax-a-renny amita-10542-0006-08pdf.html https://www.scribd.com/doc/47415059/Tension-Pneumotoraks Banjarmasin, 25 Mei 2017 Preseptor Akademik,
Preseptor Klinik,
(.................................................................) (......................................................)
16