(MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH RESPIRATORY)
DI SUSUN OLEH KELOMPOK 5 : IKANG FAUZI KRISMAS E. SAPUTRA FRANSISKO AMARAL SHULTON BASILIUS y. Weu Ria PARAMITA JARWO
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESEHATAN SURABAYA SURABAYA 2013-2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian tubuh manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem pernafasan akan mempengaruhi semua organ yang lain yang akan mengganggu pada aktivitas manusia. Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya transportasi dan pola hidup yang kurang baik dapat menjadi suatu masalah kesehatan jiwa, salah satunya yaitu gangguan sistem pernafasan yang serius dan membahayakan jiwa, keadaan ini akan menimbulkan berbagai penyakit primer yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis masif, pneumotorak ventil status asmatikus dan pneumotorak berat. Sedangkan gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti keracunan obat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan. Di Amerika Serikat, insidens pneumothoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumothoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumothoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumothoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat.Insidens pneumothoraks di seluruh dunia belum diketahui. The Global Initiative for Pneumothorax, Pneumothorax, 2004). Rasio laki-laki dan wanita pada kasus pneumothoraks spontan primer adalah 6,2 berbanding 1 sedangkan untuk kasus pneumothoraks spontan sekunder adalah 3,2 berbanding 1.Pneumothoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumothoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 65 tahun. Menurut data yang penulis dapatkan (dinkes. ( dinkes. jati j ati m prov.go.id ) dari bulan Juni s/d September 2008 berjumlah 151 klien dengan masalah Tumor Paru sebanyak 42 klien ( 27,81 % ), TB Paru 40 klien ( 26,49 % ), Pneumonia 29 klien ( 19,21 % ), Pneumotoraks 17 klien ( 11,26 % ), Effusi Pleura 15 klien ( 9.93 % ), PPOK 5 klien ( 3,31 % ), Abses Paru 3 klien ( 1,99 % ). Dari data diatas penyakit pneumotoraks berada pada urutan keempat. Meskipun terdapat pada urutan keempat namun jika penyakit pneumotoraks tidak segara ditanggulangi dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti : Tension Pneumotoraks, Piopneumotoraks, Hidropneumotoraks, Pneumotoraks kronik, Hemopneumotoraks, Pneumotoraks mediasti num, Pneumothoraks stimultan bilateral. (dinkes. (dinkes. jati j ati m prov.go.id) Untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi maka diperlukan peran perawat yang optimal dan profesional yaitu secara promotif perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga dan klien berupa pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan, pencegahan pneumotoraks, manfaat gizi bagi kesehatan dan kebersihan lingkungan, secara preventif perawat dapat memberikan informasi pada keluarga tentang cara untuk menghindari terjadinya pneumotoraks salah satunya dengan cara menghindari diri dari budaya merokok, secara kuratif perawat dapat memberikan asuhan keperawatan sehingga
Page | 1
klien tidak mengalami pneumotoraks yang lebih lanjut dan secara rehabilitatif yaitu dengan memulihkan klien sehingga dapat berfungsi secara optimal kembali setelah sakit, seperti perlunya penjelasan pada keluarga atau klien tentang pentingnya istirahat yang cukup, mengkonsumsi makan - makanan yang bergizi serta menghindari kebiasaan merokok. Dari data diatas bahwa penyakit Pneumotoraks perlu mendapatkan perhatian khusus. B. Rumusan masalah 1. Apa pneumothoraks itu? 2. Apa penyebab penyebab atau etiologi pneumothoraks? pneumothoraks? 3. Bagaimana patofisiologi pneumothoraks? 4. Apa sajakah tanda tanda dan gejala pneumothoraks? pneumothoraks? 5. Bagaimana penatalaksanaan pneumothoraks? 6. Apa sajakah pemeriksaan pemeriksaan diagnostik diagnostik yang dilakukan? 7.
Apakah komplikasi yang sering terjadi?
8.
Bagaimana Asuhan Keperawatan pneumothoraks?
C. Tujuan umum sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui definisi pneumothoraks.
2.
Untuk mengetahui penyebab pneumothoraks.
3.
Untuk mengetahui patofisiologi pneumothoraks .
4.
Untuk mengetahui tanda dan gejala pneumothoraks.
5.
Untuk mengetahui penatalaksanaan pneumothoraks .
6.
Agar mengerti pemeriksaan penunjang pada pasien pneumothoraks .
7.
Agar mengetahui komplikasi yang terjadi pada pneumothoraks .
8.
Agar mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien pneumothoraks.
D. Tujuan khusus sebagai berikut:
Mahasiswa mampu menerapkan definisi Pneumotharaks
Mahasiswa mampu mengetahui metelogi pada penyakit Pneumotharaks
Mahasiswa mampu menifestasi klinis pada Pneumotharaks
Page | 2
Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang pada Pneumotharaks
Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi yang terjadi pada klien Pneumotharaks
Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada Pneumotharaks
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada Pneumotharaks
Mahasiswa mampu menerapkan askep
Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian yang di lakukan
Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan fisik pada Pneumotharaks
Mahasiswa mampu melakukan diagnose keperawatan yang muncul
Mahasiswa mampu menerapkan tujuan pada Pneumotharaks
Mahasiswa mampu memahami criteria hasil pada Pneumotharaks
Mahasiswa mampu mengetahui intervensi
Mahasiswa mampu mengetaui rasional pada Pneumotharaks
Page | 3
BAB II KONSEP TEORI 1. PENGERTIAN Pneumotarks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke keruangan pleura yang mengelilingi paru.( Elizabeth, paru.( Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (DR. Dr. Aru W. Sudoyo,Sp.PD, KHOM, 2006). - Klasifikasi Pneumothoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yag berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorax sering dijumpai pada musim penyakit batuk. Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya: 1. Pneumotoraks spontan Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). .( Elizabeth, Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 2. Pneumotoraks traumatik Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis). .(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 3. Pneumotoraks karena tekanan Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok. .(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
2. ETIOLOGI Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus. bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab tersaring
Page | 4
terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema. Nyeri mendadak di daerah dada akibat trauma pleura. Pernapasan yang cepat dan dangkal (Takipneu) serta dispneu umum terjadi. Apabila pnemotarks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension pnemotoraks dan udara menumpuk di ruang pleura jantung dan pembuluh besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tanpak asimetris. Defiasi trakea juga dapat terjadi. .(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
3. MANIFESTASI KLINIK
a. Sesak dapat sampai berat, kadang bisa sampai hilang dalam 24 jam apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali. b. Distres pernapasan berat, agitasi, sianosis, dan takipnea berat. c. Takikardi dan peningkatan awal TD diikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung. d. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: 1. Hidung tampak kemerahan 2. Cemas, stres, tegang 3. Tekanan darah rendah (hipotensi) 4. Nyeri dada 4. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnose pneumotoraks, diantaranya: - Foto rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus pneumotoraks antara lain: * Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. * Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. * Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telahterjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi. * Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut
Page | 5
* Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum. * Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang
. * Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma Foto Rö pneumotoraks (PA) - Analisa Gas Darah Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidakdiperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. - Foto thoraks : Pada foto tampak hitam yang merata dan bagian lain paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi dari paru.w
5. KOMPLIKASI
a) Pneumothoraks tension dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisisan pengisisan jantung menururn sehingga tekanan darah menurun. b) Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi. c) pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispenia berat, yang menyebabkan kematian .(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain dengan melakukan : 1. Tindakan medis
Page | 6
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar. .(Elizabeth, Patofisiologi Patofisi ologi EGC, 2009) 2. Tindakan dekompresi Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut. b. Membuat hubungan dengan dengan udara luar melalui kontra ven il. 1)
Dapat memakai infus set
2)
Jarum abbocath
3)
Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )
Pipa khusus ( thoraks kateter ) steril, dimasukan kerongga pleura dengan perantara thoakar atau dengan bantuan klem penjepit penjepit ( pean ). Pemasukan pipa plastik( thoraks kateter ) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis aksila belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung sela plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui tekanan tersebut. Penghisapan terus – menerus menerus ( continous suction ). Penghisapan dilakukan terus – menerus apabial tekanan intra pleura tetap positif, penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10 – 20 20 cm H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera teryjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negative lagi, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, penuh, maka drain dicabut. 3. Tindakan bedah Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan
Page | 7
pengelupasan atau dekortisasi. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.
7. PATOFISIOLOGI Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabial alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju kejaringan peribronkovaskuler gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endrobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskuler robekan pleura kearah yang berlawanan dengan tilus akan menimbulkan pneumothoraks, sedangkan robekan yang mengarah ke tilus dapat menimbulkan pneumomediastinum dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas, ke arah leher. Diantara organ – organ medistinum terdapat jairngan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus oleh udara . Dari leher udar menyebar merata di bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema sub kutis. Emfisema sub kutis dapat meluas ke arah perut hingga mencapai skretum.
8. PENGKAJIAN FOKUS A. DEMOGRAFI Biodata pasien yang meliputi : 1) Identitas pasien : a) Nama b) Umur c) Jenis Kelamin d) Agama e) Status perkawinan f) Pendidikan g) Pekerjaan h) Tanggal Masuk i) No. Register j) Diagnosa medis 2) Penanggung jawab a) Nama b) Umur c) Jenis Kelamin d) Pendidikan e) Pekerjaan f) Hubungan dengan pasien
B. RIWAYAT KESEHATAN 1) Riwayat penyakit saat ini Keluhan sesak napas sering kali dating mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada
Page | 8
gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah da riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura. 2) Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru dimana sering terjadi pada pneumothoraks spontan. 3) Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lainlain. 9. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan suara pernafasan pada sisi yang terkena. Trakea (saluran udara besar yang melewati bagian depan leher) bisa terdorong ke salah satu sisi karena terjadinya pengempisan paru-paru.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan: dilakukan: 1. Rontgen dada ( adanya udara diluar paru-paru) 2. Gas Darah Arteri.
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. 2. 3. 4.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kekolapsan paru, pergeseran mediastinum. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat akibat pemasangan WSD. 5. Kurangnya pengetahuan berhubungan berhubungan dengan dengan keterbatasan informasi terhadap prosedur tindakan WSD. 11. FOKUS TUJUAN & KRITERIA HASIL, INTERVENSI DAN RASIONAL Rencana Keperawatan Diagnosa Perencanaan Keperawatan Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Klien memiliki pertukaran Kerusakan gas yang optimal selama pertukaran gas terpasang WSD, dengan berhubungan dengan kekolaps kriteria standar : klien memiliki tanda – tanda tanda vital an paru, RR 12 – 20 20 X/menit, suhu pergeseran
Intervensi Rasional . Berikan Pengertian akan pengertian tentang membawa pada prosedur tindakan motivasi untuk WSD, kelancaran berperan aktif dan akibatnya. sehingga tercipta perawatan mandiri.
Page | 9
mediastinum.
36 – 37 C, nadi 80 – 100 100 . Periksa WSD kali/ menit, keutuhanWSD lokasi insersi, terjaga, aliran selang drainage (udara/cairan) lancar, dan botol. selang tidak ada obstruksi . Observasi tanda dan tidak terjadi sianosis – tanda tanda vital pada klien. . Observasi analisa blood gas. . Kaji karakteristik suara pernapasan, sianosis terutama selama fase akut. . Berikan posisi semi fowler (600900) . Anjurkan klien untuk nafas yang efektif . Bila perlu berikan oksigen sesuai advis
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
Klien bebas dari infeksi . Berikan pada lokasi insersi selama pengertian dan pemasangan WSD, dengan motivasi tentang kriteria standart : Bebas perawatan WSD dari tanda – tanda tanda infeksi : . Kaji tanda – tidak ada kemerahan, tanda infeksi
WSD yang obstruksi akan selalu terkontrol karena klien dan keluarga kooperatif. Adanya kloting merupakan tanda penyumbatan WSD yang berakibat paru kolaps. Hipertemi, takikardi, takipnea merupakan tanda – tanda ketidakoptima lan fungsi paru. Ketidaknormalan ABG menunjukan adanya gangguan pernapasan. Adanya ronchi, rales dan sianosis merupakan tanda – tanda ketidakefektifan fungsi pernapasan Posisi ini menggerakan abdominal jauh dari diafragma sehingga memberikan fasilitas untuk kontraksi dan ekspansi paru maksimal. Nafas efektif akan melancarkan proses pertukaran gas. Pemberian oksigen menurunkan kerja otot – otot otot pernafasan dan memberikan suplai tambahan oksigen. Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang
Page | 10
purulent, panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa. Tanda – tanda tanda vital dalam batas normal.
. Monitor reukosit dan LED . Dorongan untuk nutrisi yang optimal . Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic . Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis.
optimal Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi. Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi. Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme Defisit volume Klien . Catat drainage 40 – 100 100 ml cairan cairan mempertahankan keseimba output setiap sangonius pada jam berhubungan ngan cairan selama jam sampai 8 post op adalah dengan hilangnya prosedur tindakan WSD, delapan jam normal, tetapi kalau cairan dalam dengan kriteria standar kemudian 4 – 8 8 ada peningkatan waktu cepat :memiliki drainage output jam mungkin yang optimal, turgor kulit . Observasi tanda – menunjukan spontan tanda – tanda tanda vital tanda defisit indikasi perdarahan. dalam batas normal, volume cairan mempertahankan Hb, Hipotensi, takikardi, hematokrit dan elektrolit . Berikan intake takipnea, penurunan dalam batas normal. yang optimal kesadaran, pucat Orientasi adekuat dan klien bila perlu melalui diaporosis, gelisah dapat beristirahat dengan parenteral merupakan tanda – nyaman. tanda perdarahan yang mengarah defisit volume cairan. Intake yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh. Cairan parenteral merupakan suplemen tambahan. Gangguan mobili Klien memiliki mobilitas . Kaji ROMpada Mengetahui tangda tas fisik fisik yang adekuat selama ekstrimitas atas – tanda tanda
Page | 11
sberhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatas an informasi terhadap prosedur tindakan WSD.
pemasangan WSD, dengan tempat insersi kriteria standar : Klien WSD merasakan nyeri berkurang . Kaji tingkat nyeri selama bernafas dan dan pemenuhan bergerak, klien aktifitas sehari – memiliki range of hari motion optimal sesuai . Dorong dengan kemampuannya, exercise ROMaktii mobilitas fisik sehari – hari hari f atau pasif ada terpenuhi. lengan dan bahu dekat tempat insersi. . Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi . Berikan tindakan distraksi dan relaksasi
Klien mampu memverbalkan pengertian tentang prosedur tindakan WSD sesuai kemampuan dan bahasa yang dimiliki, dengan kriteria standar :Klien mampu memverbalkan alasan tindakan WSD, mampu mendemonstrasikan perawatan WSD minimal mampu kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
. Kaji keadaan fisik dan emosional klien saat akan dilakukan tindakan health education (penyuluhan) . Berikan pengertian tentang prosedur tindakan WSD . Demonstrasikan perawatan WSD i depan klien dan keluarganya.
awal terjadinya kontraktur, sehingga bias dibatasi. Nyeri yang meningkat akan membatasi pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari – hari hari mengalami gangguan. Mencegah stiffness dan kontraktur dari kurangnya pemakaian lengan dan bahu dekat tempat insersi Mencegah stasis vena dan kelemahan otot
Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari. Kondisi fisik tidak nyaman dan ketidak siapan mental merupakan factor utama adanya halangan penyampaian informasi. Pengertian membawa perubahan pengetahuan, sikapdan psikomator. Demonstrasi merupakan suatu metode yang tepat dalam penyampaian
Page | 12
suatu informasi sehingga mudah di pahami.
12. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai, diantaranya yaitu : - tidak adanya lubang dalam pleura - tidak adanya tanda-tanda infeksi tekanan udara dalam pleura kembali normal - tekanan darah normal
Page | 13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan. Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke keruangan pleura yang mengelilingi paru.( Elizabeth, paru.( Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :
Pneumothoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumothoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
Tension Pneumothoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.
Page | 14
Daftar Pustaka Doenges, M.E. 2005. Rencana 2005. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Pasien. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif.2008. AsuhanKeperawatan AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system pernapasan . Jakarta:Salemba Medika Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV . Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Doengoes, Marilynn, dkk, (2004), Rencana (2004), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta.
Tambahan W O C
Etiologi
Inspirasi
Ekspirasi
Tekanan intra pleura lebih (-) dari tekanan intra bronchial
Tekanan intra pleura lebih tinggi daritekanan di alveolus
Paru- paru akan berkembang
Brochus
Bronchus sampai ke alveoli
Tekanan intra bronchial
Batuk, bersin,dan mengejan
Alveoli yang lemah
Bula (Granulomatus fibrosis)
Teka Tekana nan n di di dala dalam m alve alveoli oli me Jaringan Fibrotik
Faktor Presipitasi :
peribrokovaskuler
Jaringan bronkovaskuler
Gerakan nafas yang kuat
Infeksi
Obstruksi endrobronkial
Pneumothorak
Pneumomediastinum
Mediastinum
Distress pernapasan berat
Agitasi
Sianosis
Takipnea
Takikardi
Hipotensi, dll
Jaringan ikat Emfisema sub-kutis
Page | 15