LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
STASE KOMUNITAS
DESI CHRISMAYANTI NIM I4052161008
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2017
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode (Udjianti, 2011).Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekaan diastolic sedikitnya 90 mmHg (Price, 2006). Sedangkan menurut Corwin (2009) Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda, tekanan darah yang hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolic. Istilah “prahipertensi” adalah tekanan darah antara 120-139 mmHg untuk sistolik dan 80-89 mmHg untuk diastolik.
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan : a. Hipertensi primer (esensial) Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetic, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin. angiotensin dan peningkatan Na+Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia. b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain : penggunaan konstrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravascular, luka bakar dan stres. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada : a. Elastisitas dinding aorta menurun b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untul oksigenasi. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Nurarif & Hardhi, 2016).
3. Faktor Resiko
a. Usia Kejadian hipertensi cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sebanyak 65% orang amerika berusia 60 tahun atau lebih mengakami hipertensi.Jenis hipertensi yang banyak dijumpai pada kelompok lansia adalah hipertensi terisolasi. b. Jenis Kelamin Laki-laki lebih beresiko mengalami hipertensi dibandingkan perempuan saat berusia sebelum 45 tahun. Sebaliknya saat usia 65 tahun ke atas, perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi dibandingkan laki-laki. Kondisi ini dipengaruhi oleh hormone. c. Obesitas Seseorang yang mengalami obesitas atau kegemukkan memiliki resiko lebih besar untuk mengalami prehipertensi atau hipertensi. d. Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol Zat kimia yang dihasilkan dari pembakaran tembakau berbahaya bagi sel darah dan organ tubuh lainnya seperti jantung, paru-paru bahkan organ pencernaan.Selain itu, konsumsi minuman beralkohol juga dapat meningkatkan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa resiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika mengkonsumsi minuman beralkohol lebih dari tiga gelas sehari e. Faktor Lain
Riwayat penderita hipertensi turut meningkatkan resiko kejadian hipertensi. Sementara itu stres berkepanjangan juga dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami hipertensi (Simbolon,2016)
4. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah (Udjianti, 2011) Kategori
Sistolik
Diastolik
Normal
<130 mmHg
<85 mmHg
Normal tinggi
130-139 mmHg
85-89 mmHg
Tingkat 1
140-159 mmHg
90-99 mmHg
Tingkat 2
160-179 mmHg
100-109 mmHg
Tingkat 3
≥180 mmHg
≥110 mmHg
Hipertensi
5. Manifestasi Klinis
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun dan berupa : a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium. b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glumerulus. e. Edema dependen dan pembengkakkan akibat peningkatan tekanan kapiler. f.
Lemas, kelelahan
g. Sesak nafas h. Gelisah i.
Mual dan muntah
j.
Epistaksis
k. Kesadaran menurun (Udjianti, 2011)
6. Komplikasi
a. Stroke Hipertensi merupakan penyebab utama stroke. Efek membahayakan dari hipertensi di otak yaitudapat disebabkan oleh bekuan darah yang menghentikan aliran darah ke bagian otak. b. Gagal Ginjal Gagal ginjal dapat terjadi akibat kerusakan secara progesif akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. c. Infark Miokard Dapat terjadi apabila arteri korenore yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah.Pada hipertensi kronis dan hipertensi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark miokard. d. Ensefalopati (kerusakan otak) Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna.Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2009)
7. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan
ketakutan
dapat
mempengaruhirespon
pembuluh
darah
terhadap
rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Rennin
merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Smeltzer, 2009 ).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti : h ipokoagulabilitas, anemia 2) BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal 3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus Hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar katekolamin. 4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM. b. CT-Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG: Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi d. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal e. Photo Dada: menunjukkan destruksi klasifikasi area katup, pembesaran jantung (Nurarif & Hardhi, 2016)
9. Tata Laksana
Untuk mengobati hipertensi dapat dilakukan dengan menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekucup, atau TPR.Intervensi farmakologi dan nonfarmakologi dapat membantu individu mengurangi tekanan darahnya. a. Farmakologis Pilihan obat untuk terapi hipertensi : 1) Hipertensi tanpa indikasi khusus
Hipertensi derajat 1 Tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau Tekanan darah diastolic 90-99 mmHg.Umumnya diberikan diuretic golongan Thiazide. Bisa dipertimbangkan pemberian penghambat EKA, ARB, Penyekat β, antagonis Ca atau Kombinasi
Hipertensi derajat 2 Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau Tekanan darah diastolic >100 mmHg. Umumnya diberikan kombinasi 2 macam obat (biasanya diuretic gol Thiazide dan penghambat EKA, ARB, Penyekat β, antagonis Ca
2) Hipertensi indikasi Khusus
Obat-obatan untuk indikasi khusus : obat anti hipertensi lainnya (diuretic, penghambat EKA ARB, Penyekat β, antagonis Ca) sesuai yang diperlukan. (Nurarif & Hardhi, 2016)
b. Non farmakologis Menurut Muttaqin (2009), Nurarif (2016), dan Ramayulis (2010) penatalaksanaan hipertensi meliputi : 1) Pertahankan gaya hidup sehat 2) Pengontrolan berat badan 3) Pembatasan asupan lemak jenuh
4) Pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau. 5) Olahraga/latihan 6) Manajemen stres 7) Relaksasi merupakan intervesi yang dapat dilakukan sebagai terapi hipertensi 8) Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara rutin 9) Periksa tekanan darah secara teratur. 10) Jus mentimun. Pemanfaatan mentimun dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi yaitu dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui air seni) (Mangonting, 2008). Buah mentimun mempunyai sifat hipotensif (menurunkan tekanan darah). Karena kandungan air dan kalium dalam mentimun akan menarik natrium ke dalam intraseluler dan bekerja dengan membuka pembuluh darah (vasodilatasi) yang dapat menurunkan tekanan darah (Beevers, 2007). Kandungan mentimun yang berperan dalam meregulasi tekanan darah adalah potasium/kalium yang tinggi akan meningkatkan konsentrasi didalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah karena efek vasodilatasi pembuluh darah, kalium merupakan ion utama didalam cairan intrasel yang bekerja berkebalikan dari natrium/garam (Astawan, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Arita, Murwani. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Aplikasi Kasus. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Astawan M dan Andre LK. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Beevers, D.G. 2007. Tekanan Darah. Penerjemah Oscar H. Simbolon. Jakarta: Dian Rakyat. Corwin J Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Mangoting, D. etal. 2008. Tanaman Lalap Berkhasiat Obat . Jakarta: Penebar Swadaya Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler . Jakarta: Salemba Medika Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam berbagai Kasus. Jogjakarta: MediAction Publishing Prince & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed 6, Vol 1. Jakarta: EGC Ramayulis, Rita. 2010. Menu dan Resep Untuk Hipertensi. Jakarta: Penerbit Plus. Smeltzer, S. C., & Bare B. G. ( 2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC Simbolon, Demsa. 2016. Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: Deepublish Udjianti J Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskular . Jakarta: Salemba Medika
Pontianak, Juni 2017 Mahasiswa
Septiana Marisa Estella NIM. I4051161061
Pembimbing Klinik
____________________