NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR
A. Konsep Dasar Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh bayi membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Aziz, 2008). Imunisasi adalah memberi vaksin ke dalam tubuh berupa bibit penyakit yang dilemahkan
yang
menyebabkan
tubuh
memproduksi
antibodi
tetapi
tidak
menimbulkan penyakit bahkan anak menjadi kebal (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,2003). Menurut Suririnah (2007) yang dikutip Hanum (2010), imunisasi adalah suatu prosedur rutin yang akan menjaga kesehatan anak. Kebanyakan dari imunisasi ini adalah untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit- penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun awalkehidupan seorang anak.
2. Tujuan Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejam), Measles (campak), Polio dan Tuberculosis. 3. Sasaran Program Imunisasi Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis-B. 4. Sistem Imun 1
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
5. Respon imun pada imunisasi
Ib A P a a k m l u s t ua i nt m f ia i tn a ah s 6. Pedoman pemberian imunisasi
2
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, berilah imunisasi sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun.Khusus untuk campak, dimulai segera setelah anak berumur 9 bulan.Pada umur kurang dari 9 bulan, kemungkinan besar pembentukan zat kekebalan tubuh anak dihambat karena masih adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu (IDAI, 2008). Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus diberikan serta jumlah dosis yang dipakai juga sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi.Untuk jenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari sekali juga harus diperhatikan rentang waktu antara satu pemberian dengan pemberian berikutnya. a. BCG 1) Dosis : 0,05 cc 3
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
2) Cara : Intrakutan, lengan kanan 3) Jumlah suntikan : Satu kali 4) Kontra indikasi : Adanya penyakit kulit yang berat / menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya. Dan yang sedang menderita TBC.penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). 5) Efek samping : a) Reaksi normal Bakteri BCG ditubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil merah di tempat penyuntikan dengan garis tengah 10 mm. Setelah 2 – 3 minggu kemudian, pembengkakan menjadi abses kecil yang kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm, jangan berikan obat apapun pada luka dan biarkan terbuka atau bila akan ditutup gunakan kasa kering. Luka tersebut akan sembuh dan meninggalkan jaringan parut tengah 37 mm. b) Reaksi berat Kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses yang lebih dalam, kadang juga terjadi pembengkakan di kelenjar limfe pada leher / ketiak, hal ini disebabkan kesalahan penyuntikan yang terlalu dalam dan dosis yang terlalu tinggi. c) Reaksi yang lebih cepat Jika anak sudah mempunyai kekebalan terhadap TBC, proses pembengkakan mungkin terjadi lebih cepat dari 2 minggu, ini berarti anak tersebut sudah mendapat imunisasi BCG atau kemungkinan anak tersebut telah terinfeksi BCG. 6) Penanganan efek samping: Limfadenitis BCG adalah timbulnya pembesaran kelenjar disekitar tempat suntikan BCG seperti diketiak atau di lipatan paha.Limfadenitis BCG merupakan efek samping yang sering dijumpai padavaksinasi BCG meskipun jarang
4
NAMA : REGINA MASLI PUTRI menimbulkan
masalah
NPM : 220112150035 yang
serius.Kejadiannya
berkisar
1-2
per1000
vaksinasi.Penanganan limfadenitis BCG masih diperdebatkan.Di lapangan tidak jarang kelainan ini diberi obat antituberkulosis (Isoniasid, INH) meskipun hasilnya tidak memuaskan.Bahkan ada yang melakukan oprasi pengambilan kelenjar yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada tipe lirnfadenitis nonsupuratif, tindakan eksisi tidak dianjurkan, sedangkan pada tipe supuratif,eksisi dapat dianjurkan. Tindakan eksisi dilakukan apabila dengan aspirasi tidak menunjukkan hasilyang baik, sudah terjadi bentuk sinus, atau kelenjarnya multipel.Selain itu tindakan eksisi lebihdiindikasikan pada kosmetik yaitu rnencegah
pecahnya
kelenjar
secara
tidak
beraturan.Pemberianobat
antituberkulosis setelah eksisi tidak memberikan hasil yang lebih baik. Kalau eksisi dianjurkan,maka tindakan insisi pada limfadenitis BCG tidak dianjurkan. BCG-itis. BCG, luka tidak perlu diobati cukup dibersihkan atau dikompres dengan air hangat atau larutan fisiologis NaCl bila timbul nanah, tetapi bila luka besar dan bengkak di ketiak anjurkan ke dokter. b. DPT 1) Dosis : 0,05 cc 2) Cara : IM / SC, jumlah suntikan : 3 x 3) Selang pemberian : Minimal 4 minggu 4) Kontra indikasi :infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 derajat Celsius, gangguan sistem kekebalan, pemakaian obat imunosupresan, riwayat kejang demam. 5) Efek samping : a) Panas Kebanyakan anak akan menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tapi panas ini akan sembuh 1 – 2 hari. Anjurkan agar jangan dibungkus dengan baju tebal dan dimandikan dengan cara melap dengan air yang dicelupkan ke air hangat. b) Rasa sakit di daerah suntikan Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak.
5
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
c) Peradangan Bila pembengkakan terjadi seminggu atau lebih, maka hal ini mungkin disebabkan peradangan, mungkin disebabkan oleh jarum suntik yang tidak steril karena : Tersentuh, sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan diatas tempat yang tidak steril, atau sterilisasi kurang lama, dan pencemaran oleh kuman. d) Kejang-kejang Reaksi yang jarang terjadi sebaliknya diketahui petugas reaksi disebabkan oleh komponen dari vaksin DPT. 6) Penanganan efek samping : Jika panas atau rewel diberikan obat penurun panas dan berikan kompres air biasa atau air hangat. c. Polio 1) Dosis : 2 tetes 2) Cara : Meneteskan ke dalam mulut 3) Selang waktu : Berikan 4 x dengan jarak minimal 4 minggu. 4) Efek samping : Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada gangguan penyerapan vaksin oleh usus akibat diare berat. d. Hepatitis B 1) Dosis : 0, 5 cc / pemberian 2) Cara : Suntikan IM pada 1/3 paha bagian luar 3) Jumlah suntikan : 3 x 4) Selang pemberian : 3 dosis dengan jarak 4 minggu. 5) Efek samping : tidak ada e. Campak 1) Dosis : 0, 5 cc 2) Cara : Suntikan secara IM di lengan kiri atas 3) Jumlah suntikan : 1 x . 4) Efek samping vaksin campak : Panas dan kemerahan. Anak-anak mungkin panas selama 1 – 3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang disertai kemerahan seperti penderita campak ringan. 5) Penanganan efek samping: Jika panas atau rewel berikan kompres air biasa, pakai pakaian yang tipis, pertahankan sirkulasi udara diruangan kamar yang baik, susui bayi lebih sering,
6
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
lakukan pijat bayi.Pemberian parasetamol hanya jika perlu saja karena memiliki pengaruh pada respon pembentukan antibodi. Jadwal Pemberian Imunisasi
BCG
Pemberian Imunisasi 1x
DPT
3 x (1, 2, 3)
4 mgg
2 – 11 bulan
Polio
4x (1, 2, 3, 4)
4 mgg
0 – 11 bulan
Campak
1x
Hep. B
3 x (1, 2, 3)
Vaksin
Selang Waktu
Umur 0 – 11 bulan
9 – 11 bulan 4 mgg
0 – 11 bulan
f. Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio) Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.
7
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis.Angka kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis.Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat.Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi. KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi, yang diduga ada hubungannya dengan pemberian imunisasi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), KIPI dibagi menjadi 3 (tiga)kategori, yaitu: 1) Related programme atau hal – hal berkaitan dengan kegiatan imunisasi, misalnya timbul bengkak bahkan abses pada bekas suntikan vaksin. Biasanya karena jarum tidak steril. Contoh lain adalah kelenjar limfe misalnya di daerah ketiak, atau lipat paha membengkak dan terasa sedikit nyeri. Ini akibat aktivitas sistem kekebalan tubuh yang menerima vaksin tersebut. 2) Reaction related to properties of vaccine atau reaksi terhadap sifat – sifat yang dimiliki oleh vaksin yang bersangkutan. Misalnya saja reaksi terhadap bahan campuran vaksin. Reaksi ini biasanya berupa pembengkakan, kemerahan, demam (misalnya terhadap vaksin campak, biasanya akan normal kembali dalam satu hari). 3) Coincidental atau koinsidensi. Koinsidensi adalah dua kejadian secara bersama tanpa adanya hubungan satu sama lain. Ketika anak menerima imunisasi, sebenarnya dia sudah dalam keadaan masa perjalanan penyakit yang sama atau penyakit lain (masa tunas) yang tidak ada hubungannya dengan vaksin yang bersangkutan. Misalnya saja, anak sedang dalam perjalanan mau sakit batuk pilek atau diare bahkan seringkali penyakit akut yang lebih serius disertai demam. Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan.
8
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja.Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors). Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Ada 5 (lima) kelompok faktor etologi yang dapat menyebabkan KIPI menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu: Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors), sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi: Dosis antigen (terlalu banyak) Lokasi dan cara menyuntik (2) Sterilisasi semprit dan jarum suntik (3) Jarum bekas pakai (4) Tindakan aseptik dan antiseptic (5) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik (6) Penyimpanan vaksin (7) Pemakaian sisa vaksin (8) Jenis dan jumlah pelarut vaksin (9) Tidak memperhatikan petunjuk produsen (10) Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama. (11) Reaksi suntikan. Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI.Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope. Beberapa contoh KIPI setelah imunisasi DPT adalah anak menangis terus tak bisa dibujuk sekitar 3 jam pasca-imunisasi, reaksi syok (anafilaksis), dan kesadaran menurun. KIPI setelah pemberian imunisasi Campak berupa sakit atau radang sendi yang mendadak atau kronis.Kejadian-kejadian tersebut memang terbukti kuat sebagai 9
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
akibat imunisasi.Demikian pula reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh vaksin lainnya.Cuma kejadiannya sangat jarang kalau sebagai akibat dari vaksinnya. Adanya kerusakan syaraf, perdarahan, infeksi pada jaringan otak setelah mendapat imunisasi DPT, kejadian-kejadian tersebut terbukti tidak ada hubungan dengan pemberian imunisasi.Demikian pula gangguan saraf setelah imunisasi Campak, tidak ada hubungan dengan imunisasinya. Telah pula dibahas oleh pejabat yang terkait dalam pelaksanaan PIN, bahwa sampai saat ini vaksin polio yang sudah dipakai sampai miliaran dosis, terbukti tidak menimbulkan efek samping. Induksi vaksin (reaksi vaksin) Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan.Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi. Faktor kebetulan (koinsiden) Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi. Penyebab tidak diketahui Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI. Gejala Klinis KIPI 10
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya.Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya. Tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis. Kelompok Resiko yang harus diwaspadai saat imunisasi 1) Reaksi simpang Imunisasi. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu. 2) Bayi berat lahir rendah. Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah: Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi cukup bulan Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan. Imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2
11
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
bulan, maka vaksin polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja 3) Pasien imunokompromais. Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Bayi Yang diberikan Imunisasi Dasar 1. Pengkajian a. Identitas bayi dan orang tua b. Usia bayi dan tanggal lahir c. Riwayat pemberian imunisasi dan reaksi terhadap imunisasi sebelumnya, serta kebutuhan imunisasi yang akan diberikan d. Riwayat penyakit bayi; kejang demam, gangguan sistem kekebalan tubuh (kanker, leukemia), sedang menderita diare, penggunaan obat imunosupresan, steroid e. Riwayat penyakit keluarga; gangguan sistem kekebalan tubuh (kanker, leukemia), penggunaan obat imunosupresan, steroid
12
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
2. Pathway Antigen (vaksin) masuk ke dalam tubuh ↓ Mengadakan antigen pada limfosit dengan peranan macrofagh terhadap pyrogen eksogen ↓ Interleukin 1, 6 dan TNF ↓ PGe2 ↓ Thalamus anterior ↓ Peningkatan set point panas ↓ Demam 3. Diagnosa keperawatan a. Hypertermia berhubungan dengan proses fisiologis antigen-antibodi akibat pemberian vaksinasi b. Defisit pengetahuan ibu: efek samping imunisasi 4. Intervensi a. Hypertermia berhubungan dengan proses fisiologis antigen-antibodi akibat pemberian vaksinasi Tujuan : Hypertermi teratasi Kriteria : Suhu badan bayi dalam batas normal (36,5 – 37, 5 Celcius) Intervensi: 1) Jelaskan kepada Ibu reaksi demam yang kemungkinan terjadi setelah pemberian vaksinasi (waktu, dan lama demam) 2) Latih keluarga mengatasi demam paska vaksinasi; melakukan kompres dengan air biasa, menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, menyusui lebih sering, menjaga sirkulasi udara kamar yang baik dan lakukan pijat bayi.
13
NAMA : REGINA MASLI PUTRI
NPM : 220112150035
3) Jelaskan penggunaan obat antipiretik di rumah dengan perinsif benar minum obat b. Defisit pengetahuan ibu: efek samping imunisasi Tujuan : Pengetahuan Ibu meningkat Kriteria : Ibu dapat menjelaskan kembali secara verbal efek samping yang kemungkinan terjadi akibat vaksinasi dengan benar, dan ibu memperagakan cara mengatasi efek samping vaksinasi. Intervensi: 1) Berikan pendkes dengan menggunakan media tentang efek samping vaksinasi dan cara mengatasinya 2) Demonstrasikan cara mengatasi efek samping vaksinasi
REFERENSI Bridgwater, Kathy, et al. 2008. Caring For Children With Fever. Royal College of Nursing, 20 Cavendish Square, London. Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis munisasi Tingkat Puskesmas. Jakarta: Ditjen P2PL. IDAI. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta Lorenz, Moyse, and Surguy. 2005. The Benefits of Baby massage. Journal Paediatric Nursing vol 17 no 2. RCN Publishing Company Limited Prosad, Siba Paul andWhibley, Jennifer. 2010. Paracetamol prophylaxis:what the evidence says. Journal Practice Nursing, Vol 21, No 10. Mark Allen Publishing Ltd Silbernagl,S., Lang,F. 2006, Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:EGC Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan pediatrik, alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC Westcar S, Ford K, Kelly S andSnape W. 2012.Antipyretic use afterinfant immunization. Journal Practice Nursing, Vol 23, No 4. Department of Paediatrics,University of Oxford. Mark Allen Publishing L .
14