A. Definisi Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pmbuangan dapat melalui urine dan bowel (tarwoto, wartonah, 2006). B. Klasifikasi 1. Eliminasi Urine Liminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat tergantung pada fungsi-fungsi organ liminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. a. Anatomi dan Fisiologi 1) Ginjal Ginjal adalah organ yang berbentuk kacang berwarna merah tua, panjang 12,5 cm dan tebalnya 2, 5 cm. Beratnya kurang lebih 125-175 gr pada laki-laki dan 115-155 gr pada wanita. Ginjal terletak pada bagian rongga abdomn bagian atas stinggi vertebra thorakal 11 dan 12. Ginjal dilindungi oleh otot-otot abdomen, jaringan lemak atau adipose. Ginjal mnghasilkan hormone eritropoitin yang berfungsi merangsang produksi ritropoisetil yang
merupakan bahan baku sel darah merah sumsum tulang. Hormone ini dirangsang oleh adanya kekurangan aliran darah. Fungsi utama ginjal: Mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion dan obat-obatan Mengatur jumlah dan zat-zat kimia dalam tubuh. Mempertahankan kesimbangan antara air dan garam-garam serta asam dan basa. Menghasilkan renin, enzim untuk membantu pengaturan tekanan darah. Mengasilkan hormone eritropoitin yang menstimulasi pembentukan sel-sel darah merah
disumsum tulang. Membantu dalam pembentukan vitamin D (Tarwoto, wartonah, 2006). 2) Ureter Setlah urine terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal lalu ke bladder melalui ureter. Lapisan tengah ureter terdiri atas otot-otot yang distimulasi oleh transmisi impuls elektrik berasal dari syaraf otonom. Akibat gerakan peristaltik ureter maka urine didorong ke kandung kemih (Tarwoto, wartonah, 2006). Ureter merupakan stuktut trubuler yang mmiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureterovesikalis. Urine yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. (Fundamental Keperawatan vol. 2 edisi 4, 2005) 3) Kandung kemih
Kandung kemih merupakan tempat penampungan urine. Terdiri atas 2 bagian yaitu bagian fundus atau body yang merupakan otot lingkat, tersususn dari otot detrusol dan bagian leher yang berhubungan langsung dengan uretra. (Tarwoto, wartonah, 2006). Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan tempat urine dan merupakan organ eksresi. Apabila kandung kemih berada pada rongga panggul dibelakan simfisis pubis. Pada pria, kandung kemih terletak pada rektum bagian posterior dan pada wanita kandung kemih terletak pada dinding anteriour uterus dan vagina. (Fundamental Keperawatan vol. 2 edisi 4, 2005) 4) Uretra Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar tubuh. Kontrol pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter kedua yaitu spinter eksternal yang dapat dikontrol oleh kesadaran kita. (Tarwoto, wartonah, 2006) Urine keluar tubuh melalui uretra dan keluar dari kandung kemih melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal aliran urine yang mengalami turbulansi membuat urine bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra dan kelenjar urtra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bekteri. Lapisan otot polos yang tbak mengelilingi uretra. (Tarwoto, wartonah, 2006). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine 1) Pertumbuhan dan perkembangan Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia lanjut, volum bladder berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering. 2) Sosiokultural Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya pada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka. 3) Psikologis Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi berkemih. 4) Kebiasaan Seseorang Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih menggunakan pot urin. 5) Tonus otot Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan kurang. 6) Intake cairan dan makanan Alcohol menghambat antideuretik hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan urin. Kopi, teh, coklat, cola (mengandung Cafeine) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin.
7) Kondisi penyakit Pada pasien yang demam terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Radangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi urin. 8) Pembedahan Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin akan menurun. 9) Pengobatan Penggunaan duritik meningkatkan output urin, anti kolinergik, dan anti hipertensi menimbulkan retensi urin. 10) Pemriksaan diagnostik Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intak sebelum prosedur untuk mengurangi output urine. Cystocospy dapat mnimbulkan edema lokal pada uretra, spasme, dan spinter bladder sehingga dapat menimbulkan urine. c. Masalah Eliminasi Urine 1) Retensi Urine Merupakan penumpukan urine dalam bladder
dan ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya 250-400 ml. 2) Inkontinensia Urine Ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Ada 2 jnis inkontinensia : pertama, stress inkontinensia yaitu stress yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder. 3) Enurisis Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan karena ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo. d. Perubahan Pola Berkemih 1) Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya 2)
terjadi pada cystitis, stress dan wanita hamil. Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena
kemampuan spinter untik mengontrol berkurang. 3) Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma dan struktur uretra. 4) Polyuria : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya pada pasien DM.
5)
Urinary supression : keadaan diman ginjal memproduksi urin secara tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500 ml/24 jam).
1. a. b. 1.
2. 3. c. d. 2. a. 1. 2. 3. 4. 5.
ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian Riwayat keperawatan Pola berkemih Gejala dari perubahan berkemih Faktor yang memengaruhi berkemih Pemeriksaan fisik Abdomen Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus. Genetalia wanita Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina. Genetalia laki-laki Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum. Intake dan output cairan Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam). Kebiasaan minum di rumah. Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT. Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan. Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi. Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan urine (urinalisis): Warna (N : jernih kekuningan) Penampilan (N: jernih) Bau (N: beraroma) pH (N:4,5-8,0) Berat jenis (N: 1,005-1,030) Glukosa (N: negatif) Keton (N:negatif) Kultur urine (N: kuman patogen negatif). Diagnosa keperawatan dan intervensi Gangguan pola eliminasi urine: inkontinensia Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urine. Kemungkinan berhubungan dengan : Gangguan neuromuskuler Spasme bladder Trauma pelvic Infeksi saluran kemih Trauma medulla spinalis Kemungkinan data yang ditemukan :
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Inkontinentia Keinginan berkemih yang segera Sering ke toilet Menghidari minum Spasme bladder Setiap berkemih kuramg dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
Tujuan yang diharapkan : 1. Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam. 2. Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine. 3. Klien berkemih dalam keadaan rileks.
1.
Intervensi Rasional Monitor keadaan bladder setiap 1. Membantu mencegah distensi
2 jam atau komplikasi 2. Tingkatkan aktivitas dengan 2. Meningkatkan kekuatan otot kolaborasi dokter/fisioterapi Kolaborasi dalam bladder 3. 4. training 4. Hindari faktor pencetus 5. inkontinensia urine seperti 6. cemas 5. Kolaborasi dengan dokter dalam 3.
pengobatan dan keteterisasi 6. Jelaskan tentang: Pengobatan Kateter Penyebab Tindakan lainnya.
ginjal dan fungsi bladder Menguatkan otot dasar pelvis Mengurangi/menghidari inkontinensia Mengatasi faktor penyebab Meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih kooperatif.
b. Retensi urine Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara tuntas. Kemungkinan berhubungan dengan : - Obstruksi mekanis. - Pembesaran prostat. - Trauma. - Pembedahan. - Kehamilan. Kemungkinan data yang ditemukan : - Tidak tuntasnya pengeluaran urine - Distensi bladder.
-
Hipertropi prostat. Kanker. Infeksi saluran kemih. Pembedahan besar abdomen.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Intervensi Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1. Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam 2. Berikan cairan 2000 ml/hari dengan 3. 4. kolaborasi 5. Kurangi minum setelah jam 6 malam 6. Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan 7. berat badan Lakukan latihan pergerakan 8. Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih 9. Ajarkan tehniklatihan dengan kolaborasi
dokter/fisioterapi 9. Kolaborasi dalam pemasangan kateter Tujuan yang diharapkan : a. Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam. b. Tanda dan gejala retensi urine tidak ada.
Rasional Menentukan masalah Memonitor keseimbangan cairan Menjaga defisit cairan Mencegah nokturia Membantu memonitor keseimbangan Meningkatkan fungsi ginjal dan bladd Relaksasi pikiran dapat mening kemampuaan berkemih Menguatkan otot pelvis Mengeluarkan urine
2. Eliminasi Bowel Eliminasi bowel adalah merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh yang tidak terpakai. a. Anatomi dan Fisiologi Bowel 1) Saluran gastrointestinal bagian atas Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi dimulut dan dilambuung dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya maknan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus. 2) Saluran gastrointestinal bagian bawah Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas cecum, colon, dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah
berbentuk
chyme
(setengah
padat)
dari
lambung
untuk
mengabsorrpsi air, nutrien, dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat, dan enzim. Chyme bergerak arena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan
waktu
12
jam.
Gerakan
haustral
adalah
gerakan
untuk
mendorong materi cair dan semipadat sepanjang kolon, gerkan peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus. (Tarwoto Wartonah : 2006 hal 67) b. Proses defekasi Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu : 1) Refleks defekasi instrinsik Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsnagan pada flektus
mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi. 2) Refleks defekasi parasimpatis Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnyaa peristaltik, relaksasi spinter interna, maka terjadinya defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot andomen,
tekanan
diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otopt femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adlah CO 2 , metana H2S, O2 dan nitrogen. Fese terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normalnya berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun berbentuk. (Tarwoto Wartonah : 2006 hal 67) c. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi 1) Usia Pada usia bayi kantrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun. 2) Diet Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makann yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. 3) Intake cairan Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorsi cairan yang meningkat. 4) Aktivitas Tonus otot abdomen , pelvis, dan diafreagma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon. 5) Fisiologis Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltik akan menudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon. 6) Pengobatan Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi. 7) Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar. 8) Prosedur diagnostik Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan. 9) Penyakit Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi. 10) Anestesi dan pembedahan Anestesi umum dapat menghalangi inpuls parasimpatis, sehingga kadangkadang menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 2448 jam. 11) Nyeri Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar 12) Kerusakan sensorik dan motorik Kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi. d. Masalah-masalah umum pada eliminasi bowel 1) Konstipasi Gangguan eliminasi yang diakibatkan adnaya feses yang kering dan keras melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak diatur, penggunaan laksatif yang lama, sters psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia. 2) Fecal imfaction Masa feses yang keras dilipatan rektum yang diakibatkna oleh retensi dan akumulasi material feses yng berkepanjangan. Biasanya disebabkan ole konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot. 3) Diare Keluarnya feses cairan dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena sters fisik, obat-obatan, alergi, penyakit kolon, dan iritasi intestinal. 4) Inkontinensia Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas yang melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persyarafan
di daerah anus. Penyebabnya karena penyakit-penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord, tumor spinter anus eksterna. 5) Kembung Flatus yang berlebihan di daerah di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obatobatan (barbiturat, penurunnan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengkonsumsi makan yang banyak mengandung gas dapat berefek anestesi. 6) Hemorroid Pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan didaerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan maksimal saat e. 1) a) b) c) d)
defekasi, kehamilan, dan obesitas. Pengkajian Riwayat keperawatan Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola. Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur. Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
e) f) g) h)
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak. Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari Aktivitas : kegiatan sehari-hari Kegiatan yang spesifik. Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau
bagaimana menerima. i) Pembedahan/penyakit menetap. 2) Pemeriksaan fisik a) Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, tenderness. b) Rektum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemoroid, adanya massa, tenderness. 3) Keadaan feses a) Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses, 4) a) b) c)
lendir. Pemeriksaan diagnostik Anuskopi Proktosigmoidoskopi Rontgen dengan kontras
f. Diagnosa keperawatan dan intervensi 1) Gangguan eliminasi bowel : konstipasi (aktual/risiko)
Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan karakteristik menurunnya frekuensi buang air
a) b) c) d) e) f) g)
besar dan feses yang keras. Kemungkinan berhubungan dengan : Imobilitas Menurunya aktivitas fisik Ileus Stres Kurang privasi Menurunnya mobilitas intestinal Oerubahan atau pembatasan diet. Kemungkinan data yang ditemukan :
a) b) c) d) e)
Menurunnya bising usus Mual Nyeri abdomen Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang buang air besar. Kemungkinan klinis kemungkinan terjadinya pada :
a) b) c) d) e) f)
Anemia Hipotiroiddisme Dialisa mginjal Pembedahan abdomen Paralisis Cedera spinal yang lama Tujuan yang diharapkan :
a) Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel b) Terjadinya perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi. intervensi Catat dan
kaji
kemvali
Rasional warna, Pengkajian dasar untuk mengetahui
konsitensi, jumlah dan waktu buang adanya masalah bowel air besar Kaji dan catat pengerasan usus Jika terjadi fecal impaction
Deteksi dini penyebab konstipasi Membantu mengeluarkan feses
Lakukan pengeluaran manual Lakukan gliserin klimas Konsultasikan dengan
dokter Meningkatkan eliminasi
tentang pemberian laksatif, enema,
pengobatan Berikan cairan adekuat Membantu feses lunak Berikan makanan tinggi serat dan Meningkatkan pergerakan usus hindari
makanan
yang
banyak
mengandung gas dengan konsultasi bagian gizi Berikan pendidikan
kesehatan Mengurangi
atau
menghindari
tentang personal hygien, kebiasaan inkontinensia diet,
cairan dan makanan yang
mengandung
gas,
aktifitas,
kebisaan buang air besar
Gangguan eleiminasi: diare Definisi : kondisi dimana terjadi perubahan kebiasaan buang air besar dengan karakteristik feses cairan. Kemungkinan berhubungan dengan : a.
Inflamasi, iritasi,dan melabsorpsi.
b. Pola makan yang salah c.
Perubahan proses pencernaan
d. Efek samping pengobatan Kemungkinan data yang ditemukan : a.
Feses berbentuk cair
b. Meningkatnya frekuensi buang air besar c.
Meningkatnya peristaltik usus
d. Menurunnya nafsu makan Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : a.
Peradangan bowel
b. Pembedahan saluran pencernaan bawah c.
Gastritis/enteritis Tujuan yang diharapkan :
a.
Pasien kembali buang air besar ke pola normal.
b. Keadaan feses berbentuk dan lebih keras. Intervensi 1. Monitor/kaji kembali konsistensi, warna, bau 1. 2. feses, pergerkan usus, cek berat badan setiap 3. hari 4. 2. Monitor dan cek elektrolit, intake dan output 5.
Rasional Dasar memonitor kondisi Mengkaji status dehidrasi Mengurangi kerja usus Mempertahankan status hidrasi Frekuensi buang air besar yang meningkat
cairan 3. Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan 6. 7. IV, oral, dan makanan lunak 8. 4. Berikan antidiare, tingkatkan intake cairan 5. Cek kulit bagian perineal dan jaga dari
menyebabkan iritasi kulit sekitar anus Menurunkan stimulasi bowel Stress meningkatkan stimulus bowel Meningkatkan pengetahuan dan mencegah
6.
diare
gangguan integritas Kolaborasi dengan ahli diet, tentang diet
rendah serat dan lunak 7. Hindari stress dan lakukan istirahat cukup 8. Berikan pendidikan kesehatan tentang: Cairan Diet Obat-obatan Perubahan gaya hidup Gangguan eliminasi bowel : inkontinensia Definisi : kondisi dimana pasien mengalami perubahan pola dalam buang air besardengan karakteristik tidak terkontrolnya pengeluaran feses. Kemungkinan berhubungan dengan: a.
Menurunnya tingkat kesadaran
b. Gangguan spinter anus c.
Gangguan neuromuskuler
d. Fetal impaction Kemungkinan data yang ditemukan: a.
Tidak terkontrolnya pengeluaran feses
b. Baju yang kotor oleh feses Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada: a.
Injuri spinalcord
b. Pembedahan usus
c.
Stroke
d. Trauma pada daerah pelvis e.
Usia tua Tujuan yang diharapkan:
a.
Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses
b. Pasien kembali pada pola eliminasi normal Intervensi 1. Tentukan penyebab inkontinensia 2. Kaji penurunan masalah yangberhubungan
dengan
Rasional 1. Memberikan data dasar untuk memberikan ADL asuhan keperawatan masalah 2. Pasien terganggu ADL karena takut buang
inkontinensia 3. Kaji jumlah dan karakteristik inkontinensia 3. 4. Atur pola makan dan sampai berapa lama 4. 5. terjadinya buang air besar 6. 5. Lakukan bowel training dengan kolaborasi 7. fisioterapis 6. Lakukan latihan otot panggul 7. Berikan pengobatan dengan kolaborasi dengan dokter
air besar Menentukan pola inkontinensia Membantu mengontrol buang air besar Membantu mengontrol buang air besar Menguatkan otot dasar pelvis Mengontrol frekuensi buang air besar.