LAPORAN PENDAHULUAN SPINAL CORD INJURY A. DEFINISI
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000). Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum pada sumsum tulang belakang yang yang
mengakibatkan
kerugian
atau
gangguan
fungsi
menyebabkan mobilitas
dikurangi atau perasaan. Penyebab umum dari kerusakan adalah trauma (kecelakaan mobil, tembak, jatuh, cedera olahraga, dll) atau penyakit penyakit (myelitis melintang, Polio, spina bifida, Ataksia Friedreich, dll). Sumsum tulang belakang tidak harus dipotong agar hilangnya fungsi terjadi. Pada kebanyakan orang dengan SCI, sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi kerusakan selular untuk itu mengakibatkan hilangnya fungsi. SCI sangat berbeda dari cedera punggung seperti disk pecah, stenosis tulang belakangatau saraf terjepit.
B. ETIOLOGI
Cedera tulang belakang yang yang paling sering traumatis, disebabkan oleh lateral yang yang lentur, rotasi dislokasi, pemuatan aksial, dan hyperflexion hyperflexion atau hiperekstensi dari kabel atau cauda equina. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab paling umum dari SCI, sedangkan penyebab lain meliputi jatuh, kecelakaan kerja, cedera olahraga (menyelam, judo dll), dan penetrasi seperti luka tusuk atau tembak, kecelakaan di rumah (jatuh dr ketinggian, bunuh diri dll), dan bencana alam, misal gempa. SCI juga dapat menjadi asal non-traumatik,. Seperti dalam kasus kanker, infeksi, penyakit cakram intervertebralis, cedera tulang belakang, penyakit sumsum tulang belakang vascular, transverse myelitis, tumor dan multiple sclerosis.
C. MANIFESTASI MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah trauma terjadi secara parsial atau total Berikut ini adalah manifestasi berdasarkan lokasi trauma :
Antara C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya biasan ya pasien meninggal.
Antara C5 dan C6 Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah; kehilangan refleks brachioradialis.
Antara C6 dan C7 Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi siku masih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
Antara C7 dan C8 Paralisis kaki dan tangan
C8 sampai T1 Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki.
Antara T11 dan T12 Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut.
Cauda equine Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan biasanya nyeri dan
sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan kontrol bowel dan bladder.
S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1 Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total. (Sumber :www.jasper-sci.com)
D. KLASIFIKASI
Cedera Medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Terdapat 5 sindrom utama cedera medulla spinalis inkomplet. Menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome. Lee menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah cedera hiperekstensi. Sering terjadi
pada
individu
di
usia
pertengahan
dengan
spondilosis
cervicalis.
Predileksi lesi yang paling sering adalah medulla spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medulla spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medulla spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera. Sebagian besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang mengindikasikan adanya edema. Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan
yang
lebih
prominen
pada
ekstremitas
atas
dibanding ektremitas
bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologic permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling
sering
adalah
setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis C6 dengan lesi LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral. a. Klasifikasi berdasarkan keparahan
1. Klasifikasi Frankel :
Grade A : motoris (-), sensoris (-)
Grade B : motoris (-), sensoris (+)
Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+) Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+)
2. Klasifikasi
ASIA
(American
Spinal
Injury Association)
Grade A : motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacral
Grade B : hanya sensoris (+)
Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot <
Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3
Grade E : motoris dan sensoris normal
E. PATOFISIOLOGI
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang. Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi. Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjadi tetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru, ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6 dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan menggunakan jari
tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Evaluasi Klinik Ketika pasien yang mengeluh sakit leher, meskipun mereka tidak benar-benar terjaga, atau ketika mereka telah jelas kelemahan. Kita harus mewaspadai adanya SCI, dari tanda dan gejala diatas dengan pemeriksaan radiologi. 2. Pemeriksaan Radiologi Pasien dengan SCI juga dapat menerima baik komputerisasi Tomography (CT scan atau CAT) dan magnetis resonansi imaging (MRI) dari tulang belakang. Karena alasan diatas, perlu dilakukan pemeriksaan radiografi tulang belakang servikal pada semua pasien cedera kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil di UGD kualitasnya tidak selalu baik dan bila tetap diduga adanya cedera tulang belakang, radiograf selanjutnya diambil lagi termasuk tampilan oblik bila perlu, serta (pada daerah servikal) dengan leher pada fleksi serta ekstensi bila diindikasikan. Tampilan melalui mulut terbuka perlu untuk memperlihatkan proses odontoid pada bidang antero-posterior. 3. Intensive Care Unit Standar perawatan ICU, termasuk menjaga tekanan darah yang stabil, pemantauan fungsi cardiovascular, memastikan ventilasi yang memadai dan fungsi paru-paru, dan mencegah infeksi dan segera merawat dan komplikasi lain, adalah penting agar SCI pasien dapat mencapai hasil yang terbaik. 4. Steroid Therapy Methylprednisolone, sebuah obat steroid, menjadi tersedia sebagai perawatan untuk SCI akut pada tahun 1990 ketika seorang multicenter percobaan klinis menunjukkan lebih neurological mengubah skor di pasien yang diberi obat di dalam delapan bulan pertama dari cedera.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksaan Medis Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi lurus: pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien; melakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak, tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal stabil ringan; pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-X ditemui spinal tidak aktif. Intervensi bedah = Laminektomi, dilakukan bila: deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi, terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal, cedera terjadi pada region lumbar atau torakal, status neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres medulla. (Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89). Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid intravena 2. Penatalaksanaan Keperawatan Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih , perusakan fungsi seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi; kaji perasaan pasien terhadap kondisinya; lakukan pemeriksaan diagnostik; pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation) agar kondisi pasien tidak semakin memburuk. FRAKTUR SERVIKAL ANATOMI SERIKAL
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. Atlas (C1) adalah vertebra servikalis pertama dari tulang belakang.
Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala. Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra. Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat pada tulang servikal antara lain adalah : 3. Ligamen'ta fla'va: serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum. Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum, tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang. 4. Ligamentum nuchae adalah padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis fibroelastic garis tengah. Meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher rahim, ligamen terbentuk terutama
dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis, ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk dan C1. 5. Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan meluncur. 6. Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas, untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari sumbu. 7. Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior. 8. Ligamentum
longitudinal
posterior
terletak
dalam
kanalis
vertebralis,
dan
membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang belakang. 9. Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.
JENIS FRAKTUR SERVIKAL
Berikut merupakan beberapa jenis fraktur dan dislokasi area servikal, serta cidera spinal dibawah leher: 1. Fraktur Jefferson Merupakan fraktur cincin atlas, biasanya tulang patah pada dua lokasi, yaitu anterior dan yang lain lateral. Hal ini kebanyakan terjadi karena pukulan pada kepala didaerah verteks. Bila patahan tulang (bagian lateral) tampak bergeser lebih dari 7mm pada foto proyeksi frontal, kemungkinan ligamen transversumnya robek. Konfirmasi tentang cidera ligamentum ini dipastikan berdasar adanya gerakan abnormal antara odontoid, dan atlas pada pemeriksaan radiologis. Gejala klinis fraktur atlas biasanya hanya berupa nyeri lokal. Jarang defisit neurologis. Penanganan bagi kasus yang terbukti tidak ada cedera ligamen, adalah pemasangan traksi skeletal saja. Tindakan operasi ditujukan untuk kasus dengan ligamen ikut cidera. Tindakan operasinya adalah fraksi diantara oksiput dengan lamina dan pada saat pasca bedah dipasang jaket halo.
(Gambar foto polos fraktur Jefferson)
(Gambar fraktur Jefferson)
2. Fraktur Prosesus Odontoid Fraktur prosesus odontoid biasanya merupakan akibat trauma hebat pada kepala di daerah oksiput. Pada awalnya fraktur ini jarang menimbulkan defisit neurologis. Fraktur prosesus odontoid C2 diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomis garis frakturnya : a. Fraktur tipe I mempunyai garis fraktur pada bagian atas odontoid dekat perletakan ligamentum alaris, dengan demikian sering kali tampak sebagai suatu fraktur avulsi. b. Fraktur tipe II terjadi pada leher odontoid diaman dens menempel pada korpus C2. Tindakan operasi stabilisasi fraktur tipe II dilakukan dengan mengikat lamina C1 dan prosesus spinosus C2, atau memasang klem halifax. Prosedur alternatif lain yang dapat diterapkandengan memasang sekrup melalui sumbu tulang ke dalam prosesus odontoid melalui pendekatan anterolateral dan pemantauan fluroskopi. c. Fraktur tipe III adalah yang paling sering dijumpai, paling tidak stabil dan kerap mengalami non – union. Fraktur ini akan pulih hanya dengan stabilisasi melalui pemasangan traksi servikal
(Gambar foto polos Fraktur Prosesus Odontoid
3. Dislokasi Odontoid Dens dapat mengalami dislokasi sebagai akibat abnormalitas kongenital, trauma ligamentum krusiatum, proses inflamasi (reumatoid artritis, infeksi retrofaring) atau pada kasus sindroma down. Jarak normal antara dens dan cincin anterior atlas pada anak-anak maksimal 5,4mm dan tidak boleh lebih dari 2,5mm pada dewasa. Pergeseran yang lebih dari 5mm perlu dicurigai akan adanya robekan ligamentum alaris, dan bila didiamkan dapat menimbulkan kompresi pada medula atau di atas foramen magnum. Penanganan yang ideal adalah upaya mengurangi pergeseran tadi dan melakukan fusi posterior.
(Gambar foto polos Dislokasi Odontoid)
4. Fraktur Hangman
(Gambar foto Fraktur Hangman) Fraktur hangman yaitu fraktur pada pedikel C2, dan dapat disertai pula translokasi anterior korpus C2 (diatas C3). Biasanya fraktur ini terjadi akibat cidera hiperekstensi leher. Dinamakan Hangman karena sesuai dengan kelainan yang terjadi pada seseorang yang dihukum gantung dengan simpul di depan dagu.
Fraktur ini jarang menampilkan defisit neurologis mengingat fraktur menimbulkan pemisahan antara korpus C2 dengan elemen posterior. Fraktur Hangman dibedakan menjadi tiga tipe : a. Tipe I merupakan fraktur yang stabil, dimana pergeseran atau angulasi disini hanya minimal saja, seta cukup diterapi dengan pemasangan collar neck.
(Gambar collar neck ) b. Tipe
II
menunjukkan
angulasi
dan
translasi
yang
bermakna
dan
penanganannya adalah pemasangan jaket Halo. c. Tipe III adalah fraktur yang menimbulkan dislokasi faset C2 bilateral dan sangat tidak stabil sehingga untuk kasus ini perlu dioperasi untuk stabilisasi.
5. Fraktur Teardrop Suatu fragmen kecil yang mengalami avulsi dari badan vertebra anterior bagian bawah (cidera fleksi dengan kompresi anterior).
(Gambar Fraktur Teardrop)
(Gambar Fraktur Teardrop)
6. Fraktur Badan Vertebra Yaitu fraktur kompresi pada tubuh 7. Fraktur dan Dislokasi Servikal Bawah Fraktur dan dislokasi servikal bawah diklasifikasikan berdasarkan kerusakankerusakan yang menjadi para korpus dan diskus intervertebralis, struktur masa bagian
lateral (pedikel dan prosesus transverus) atau faset posterior, lamina, dan prosesus spinosus. Pergeseran salah satu vetebra ke anterior atau posterior (jarang) terhadap vertebra lainnya dikatagorikan menjadi : a. Ringan
: bergeser 1 – 3 mm
b. Sedang
: bergeser 3 – 5 mm
c. Berat
: bergeser > 5 mm
Pergeseran ini diduga terjadi akibat mekanisme hiperekstensi dan kerap dikaitkan dengan adanya spondilosis yang diderita sebelumnya. Biasanya subluksasi posterior dapat disertai dengan fraktur avulsi korpus vertebra
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Data Fokus 1. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
Penyakit stroke
Infeksi otak
DM
Diare dan muntah yang berlebihan
Tumor otak
Intoksiaksi insektisida
Trauma kepala
Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan Fisik
Sistem pernafasan Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
Sistem kardiovaskuler Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi.
Status neurologi Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala.
F ungsi motorik Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia.
Refleks Tendon Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan, post spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper motor neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/ LMN).
F ungsi sensori k Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.
F ungsi otonom Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler.
Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas) Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan penglihatan.
Sistem gastrointestinal Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia.
Sistem urinari a Retensi urine, inkontinensia
Sistem Muskuloskletal Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
Kulit Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus
F ungsi seksual. Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
Psikososial Reaksi
pasien
dan
keluarga,
masalah
keuangan,
hubungan
dengan
masyarakat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma, kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi. 2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tertahan, disfungsi neuromuscular 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan, sensorik dan motorik 4. Nyeri akut berhubungan dengan adanya cedera, pengobatan dan namanya imobilitas. 5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, kehilangan sensori dan mobilitas
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil
Ketidakefektifan pola
napas
Respiratory
status
Intervensi :
eksiprasi yang tidak meberi ventilasi
Respiratory
status
:
airway patency
Vital sign status
Kriteria hasil : Batasan karakteristik:
efektif dan suara nafas
pernapasan
yang bersih, tidak ada
Perubahan
ekskursi
Mengambil posisi tiga
Bradipneu
Penurunan
tekanan
Penurunan
ventilasi
kapasitas
Dipneu
Peningkatan diameter anterior-posterior cuping
Ortopneu
Fase memanjang
jika perlu 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5. Auskultasi suara nafas,
Menunjukan jalan nafas
catat
adanya
yang efektif
tambahan
suara
Tanda-tanda vital dalam
6. Berikan bronkodilator :
rentang normal
7. Berikan pelembab udara Kassa
basah
NaCl
8. Atur intake untuk cairan
keseimbangan. respirasi
dan
10. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 11. Pertahankan jalan nafas yang paten
hidung
3. Lakukan fisioterapi dada
status O2
Pernapasan
2. Pasang mayo bila perlu
9. Monitor
vital
ventilasi
mengoptimalkan
semenit Penerunan
memaksimalkan
Lembab
ekspirasi
sianosis dan dyspneu
titik
Mendemonstrasikan batuk
Perubahan kedalaman
dada
pasien untuk
Posisikan pasien untuk
ventilation
Definisi: inspirasi atau
1. Posisikan
12. Observasi adanya tanda ekspirasi
tanda hipoventilasi 13. Monitor
adanya
Pernapasan bibir
kecemasan
Takipneu
terhadap oksigenasi
Penggunaan
14. Monitor vital sign
otot
aksesoris
pasien
15. Informasikan
untuk
pasien
bernapas
dan
pada keluarga
Faktor yang
tentang tehnik relaksasi
berhubungan :
untuk memperbaiki pola nafas.
Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas
16. Ajarkan
bagaimana
batuk efektif 17. Monitor pola nafas
dinding
dada
Keletihan
Hiperventilasi
Sindrom hipoventilasi
Gangguan muskuloskeletal
Kerusakan neurologis
Imaturitas neurologis
Disfungsi neuormuskular
Obesitas Nyeri Keletihan pernapasan
otot cedera
medula spinalis Bersihan Jalan Nafas
NOC:
tidak efektif
Respiratory status :
berhubungan dengan
Ventilation
sekresi tertahan,
Respiratory status : Airway
NIC: 1.
tracheal suctioning. 2.
Berikan O2
……l/mnt,
metode………
disfungsi neuromuscular patency Aspiration Control
Pastikan kebutuhan oral /
3.
Anjurkan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
istirahat dan napas dalam Posisikan pasien untuk
4.
…………..pasien menunjukkan keefektifan
memaksimalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada
5.
jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : a.
jika perlu Keluarkan sekret dengan
6.
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
batuk atau suction Auskultasi suara nafas,
7.
yang bersih, tidak ada
catat
sianosis dan dyspneu
tambahan 8.
Berikan bronkodilator :
sputum, bernafas dengan
9.
Monitor hemodinamik
10.
Berikan antibiotik
Menunjukkan jalan nafas
11.
Atur intake untuk cairan
yang paten (klien tidak
mengoptimalkan
merasa tercekik, irama
keseimbangan. 12.
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
Monitor
respirasi
dan
status O2 13.
Pertahankan hidrasi yang
nafas abnormal)
adekuat
Mampu
mengencerkan sekret
mengidentifikasikan dan
d.
status
lips)
nafas, frekuensi
c.
suara
(mampu mengeluarkan
mudah, tidak ada pursed
b.
adanya
14.
untuk
Jelaskan pada pasien dan
mencegah faktor yang
keluarga
tentang
penyebab.
penggunaan
Saturasi O2 dalam batas
O2, Suction, Inhalasi.
peralatan :
normal Foto thorak dalam batas normal Nyeri Akut
NOC :
Pain Managemen
Perasaan sensori dan
- pain level
- lakukan pengkajian nyeri
emosional yang tidak
- pain control
secara
menyenangkan yang
- comfort level
termasuk
komprehensif lokasi,
muncul akibat
Kriteria Hasil :
karakteristik,
kerusakan jaringan yang
- mampu mengontrol nyeri
frekuensi,
actual atau potensial
(tahu
atau digambarkan dalam
mampu
hal kerusakan
teknik
sedemikian rupa
untuk mengurangi nyeri,
Batasan karakteristik :
mencari bantuan)
- Perubahan
menggunakan non
berkurang
- Perubahan
nyeri,
farmakologi
tekanan
darah
dengan
menggunakan manajemen nyeri
- Perubahan
(skala,
- Laporan isyarat - Diaphoresis - Perilaku (berjalan
aktivitas
lain)
factor - observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - gunakan
teknik
untuk
terapeutik menegtahui
pengalaman nyeri pasien - evaluasi pengalaman nyeri
- evaluasi dan
bersama
tim
pasien
kesehatan
tentang
lain
ketidakefektifan
control nyeri masa lampau - bantu pasien dan keluarga mencari dan menemukan dukungan - control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Mengekspresikan perilaku
frekuensi dan tanda nyeri)
distraksi setelah nyeri berkurang
mandir mencari orang atau
intensitas,
menyatakan rasa nyaman
mondar-
dan
masal lampau
frekuensi - mampu menegenali nyeri
pernapasan
kualitas
komunikasi
selera - melaporkan bahwa nyeri
makan
lain
penyebab
durasi,
gelisah,
merengek , menangis
seperti
suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan - kurangi factor presipitasi nyeri - pilih
dan
lakukan
penanganan (farmakologi farmakologi
nyeri dan dan
non inter
personal) - kaji tipe dan sumber nyeri untuk intervensi
menentukan
- ajarkan
teknik
non
analgetik
untuk
farmakologi - barikan
mengurangi nyeri - tingkatkan istirahat - evaluasi
keefektifan
control nyeri - kolaborasikan
dnegan
dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri yang tidak berhasil - monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri analgetic administration
- tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri
sebelum
pemberian obat - cek
instruksi
dokter
tentang jenis obat, dosis dan frekuensi - cek riwayat alergi pilih analgetik yang dibutuhkan Hambatan mobilitas
Joint movement : active
Exercise therapy :
fisik :
Mobility level
ambulation
Keterbatasan pada
Self cara : ADLs
- Monitoring
Transfer performance
pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah Batasan Karakteristik
Penururnan reaksi
Klien
meningkat
Mengerti
latihan
dan lihat respon pasien saat dalam
tujuan
peningkatan mobilitas
latihan - Konsultasi
aktivitas fisik
sign
sebelum/sesudah
Kriteria Hasil
vital
dari
fisik
dengan
tentang
terai
rencana
ambulasi sesuai kebutuhan
Kesulitan membolak-
berjalan dan cegah terhdap
meningkatkan
lain sebgai pengganti
dan kemampuan berpindah
Meningkatkan perhatian
pada
aktivitas orang lain,
Memeragakan penggunaan
cidera - Ajarkan pasien atau tenaga
alat
kesehatan
Bantu untuk mobilisasi
tkenik ambulasi - Kaji
lain
tentang
kemampuan
klien
dalam mobilisasi
menegndalikan perilaku, focus pada
- Latih
pasien
dalam
ketunadayaan/aktivit
memenuhi
as sebelumsakit)
ADLs
Dyspnea
sesuai kebutuhan
setelah
kebutuhan
secara
mandiri
- Damping dan bantu pasien
beraktivitas
kekuatan
Melakukan aktivitas
untuk
menggunakan tongkat saat
perasaan
(mis.
klien
dalam
balik tubuh
pergerakan
- Bantu
Memverbalisasikan
Perubahan
cara
saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan
kemampuan
- Ajarkan klien bagaimana
melakukann
merubah posisi dan berikan
keterampilan motoric
bantuan jika perlu
halus
Communication
Keterbatasan
enhancement : hearing
kemampuan melakukan
motoric
deficit
kasar
Keterbatasan rentang
enhancement : visual deficit
gerak sendi
Tremor
akibat
pergerakan
Ketidakstabbilan postur
Communication
Pergerakan lambat
Enxiety reducting Active listening
Pergerakan
tidak
terkoordinasi Factor yang Berhubungan
Ketiadaan
orang
terdekat
Perubahan
konsep
diri
Perubahan sistemsaraf pusat
Defek anatomis (mis. Celah
platum,
perubahan neuromuscular pada system
penglihatan,
pendenganran
dan
apparatus fonatori)
Tumor otak
Harga
diri
rendah
kronik
Perbedaan budaya
Perbedaan
yang
berhubungan dengan usia perkembangan
Gangguan emosi
Kendala lingkungan
Kurang informasi
Hambatan (psikosis,
fisik kurang
stimulus)
Harga
diri
situasional
Stress
rendah
Gaya hidup monoton
Gangguan
sensori
konseptual Kerusakan integritas
NOC Tissue
jaringan: Kerusakan jaringan
NIC
integrity : skin and
mocous Wound
membran mukosa, kornea, integuemen,
wound care :
healing : primary
and secondary intention
atau subkutan
Kriteria Hasil
Batasan Karakteristik
Perfusi jaringan normal
Tidak
Kerusakan
jaringan
(mis.
Kornea,
membrane
mukosa,
integument
subkutan)
ada
Ketebalan
kulit
Berhubungan
terjadinya
Iritan zat kimia
Deficit cairan
Kelebihan cairan
Hambatan
mobilitas
Kurang pengetahuan
Factor mekanik (mis. Tekanan, koyakan/robekan,
Radiasi
Suhu ektresm
terkstur
dan
mencegah cedera
berulang
menggunakan
untuk pakaian
- Jaga
kulit
Menunjukan
agar
tetap
bersih dan kering pasien
(ubah
posisi pasien) setiap dua jam sekali - Monitor kulit akan adanya kemerahan - Oleskan lotion atau baby oil
pad
adaerah
yang
aktivitas
dan
tertekan terjadinya
proses penyembuhan luka
fisik
friksal)
dan
Menunjukan pemahaman
Factor Yang
Gangguan srikulasi
pasien
- Moblisasi
dalam proses perbaikan
Kerusakan jaringan
tanda-tanda
jaringan normal
atau
- Anjurkan
yang longgar
infeksi
Pressure ulser prevention
- Monitor
mobilisasi pasien - Monitor
status
nutrisi
pasien - Memandikan dengan
pasien
sabun
dan
air
hangat - Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman,
jaringan nekrotik, tandatanda infeksi local formasi traktus - Kolaborasi ahli gizi utnuk diet TKTP (tinggi kalori
tinggi protein) - Cegah kontaminasi feses dan urine - Lakukan teknik perawatan luka dengan steril - Hindari
kerutan
tempat tidur
pada
Penyimpangan KDM
DAFTAR PUSTAKA https://dokumen.tips/documents/laporan-pendahuluan-sci.html https://docuri.com/download/klasifikasi-spinal-cord-injury_59b8e6a3f581717b5b87af22_pdf