A. DEFINISI Fraktur adalah hilangnya konstinuitas tulang, tlang rawan baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Arif, 2008). Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur nasal atau fraktur hidung adalah hilangnya kontinuitas pada tulang nasal.
Gambar fraktur nasal
B. ETIOLOGI Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Cedera Traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. 2. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. 3. Secara Spontan Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran. Trauma nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung, seperti terpukul, kecelakaan lalulintas maupun pada saat olahraga (Sjamsuhidayat, 2004). C. TANDA DAN GEJALA Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. 4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera ( Smelzter, 2002)
D. PATOFISIOLOGI (PATHWAY) Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan deformitas eksternal dan obstruksi jalan napas yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera. Sebuah benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang lebih besar pada kecepatan yang lebih rendah. Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan fraktur salah satu atau kedua os nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar krista maxillaris Dislokasi septal dapat mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara langsung pada hidung sering menyebabkan depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang terkait. Cedera yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi kecil-kecil seluruh piramida 12 nasal. Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki hasil kosmetik dan fungsional yang jelek. Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian terhadap kekuatan, arah, dan mekanisme cedera munculnya epistaksis atau rhinorea cairan serebrospinalis, riwayat fraktur atau operasi
nasal sebelumnya, dan obstruksi nasal atau deformitas nasal eksterna setelah cedera. Pemeriksaan fisik yang paling akurat jika dilakukan sebelum timbulnya edema pasca trauma. Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan yang cukup lampu kepala atau otoskop, instrumentasi spekulum hidung, dan suction sebaiknya tipe Frasier. Inspeksi pada bagian dalam hidung sangat penting. (Rubinstein Brian, 2011). PATHWAY
kondisi patologis, osteoporosis,
Trauma Facial Langsung/tidak
neoplasma
langsung
Absorbsi calcium
Rentan fraktur
Fraktur nasal
perdarahan
Bersihan jalan nafas inefektif Deprasi saraf nyeri
reposisi Port de entre kuman
Gangguan rasa
Deficit
nyaman : nyeri
pengetahuan
Resti infeksi fiksasi
cemas Pemasangan tampon pada hidung
nyeri
Pola nafas tidak efektif
Perubahan persepsi sensori ; penciuman
Nafsu makan
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dari pemeriksaan radiologi water positions, pada foto cranium anteroposterior, foto nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena kecelakaan lalu lintas. a. Pemeriksaan Rongent : Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral. b. CT Scan tulang, fomogram MRI : Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan. c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer) F. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut : 1. Terapi non farmakologi, terdiri dari : a. Mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup dengan sebelumnya b. Elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi. 2. Terapi farmakologi, terdiri dari : a. Reposisi terbuka, membutuhkan sedasi yang lebih dalam atau anestesia umum. Indikasinya antara lain fraktur luas-dislokasi dari tulang nasal dan septum, dislokasi fraktur dari septum kaudal, fraktur septum terbuka, deformitas persisten setelah reduksi tertutup, untuk indikasi relatifnya seperti hematom septum, reduksi tulang yang inadekuat terkait dengan deformitas pada septum, deformitas kartilagenus, pembedahan intranasal baru-baru ini.
b. Reduksi tertutup, elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi. G. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian a. Identitas klien, meliputi nama, usia (bisa terjadi pada semua usia), jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaan, alamat, agama, suku, nomer registrasi dan diagnosa masuk. b. Keluhan utama: nyeri pada daerah nasal post trauma c. Riwayat penyakit sekarang: riwayat trauma pada daerah hidung disertai nyeri dan perdarahan pada hidung. d. Riwayat penyakit dahulu: apakah ada penyakit degeneratif pada tulang dan riwayat patah tulang pada hidung sebelumnya. e. Psikososial: kaji apakah ada rasa ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, dan gangguan citra diri. f. Pemeriksaan fisik 1) B1 (Breathing): adanya perubahan pada sistem pernafasan, karena adanya kerusakan jalan nafas atau trauma pada nasal, adanya perdarahan pada daerah nasal, dan adanya suara nafas tambahan (ronchi) pada trakea akibat perdarahan pada hidung. 2) B2 (Bleeding) : didapatkan rejanan (syok hipovelemik) dengan intensitas sedang hingga berat akibat perdarah pada hidung, kulit yang pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah, hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan menandakan syok hipovolemik. 3) B3 (Brain) : kesadaran bisa composmetis sampai koma tergantung pada keparahan trauma pada kepala. Mengobservasi penampilan tingkah laku, gangguan dalam berbicara dan ekspresi wajah, biasanya pada fraktur nasal terdapat pembengkakan pada daerah wajah. 4) B4 (Bladder) : menkaji keaadan urin meliputi warna, jumlah dan karakteristik. 5) B5 (Bowel) : pemenuhan nutrisi biasanya normal bila tidak disertai rasa nyeri saat menelan dan tidak ada mual muntah, pola defekasi tidak ada kelainan.
6) B6 (Bone) : fraktur pada tulang nasal akan mengganggu jalan nafas, adanya deformitas pada nasal dan kaji adanya rasa nyeri tekan pada daerah nasal, terdapat perubahan warna kulit, warna kebiruan pada daerah wajah menunjukan adanya sianosis. 1. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perdarahan pada hidung.
Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan os nasal Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
2. Rencana Keperawatan Diagnosa keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan: Obstruksi jalan nafas : perdarahan pada hidung
NOC: Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Aspiration Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …………..pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Intervensi
a. b. c. d. e. f. g.
h. i. j. k.
l. m.
NIC: Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning. Berikan O2 ……l/mnt, metode……… Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator : Monitor status hemodinamik Berikan antibiotik Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab. d. Saturasi O2 dalam batas normal Foto thorak dalam batas normal
mengencerkan sekret n. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
NOC : Pain Level, pain control, comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang e. Tanda vital dalam rentang normal f. Tidak mengalami gangguan tidur
NIC : a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan e. Kurangi faktor presipitasi nyeri f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... i. Tingkatkan istirahat j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
c.
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan
ketidaknyamanan dari prosedur k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
DAFTAR PUSTAKA Tsabit Fuad, 2015. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur Nasal. Lamongan Sudart dan Burnner, (1996). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3. EGC : Jakarta. Wilkinson, Judith M. & Nency, Ahern N. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Amin Huda dkk (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction