LAPORAN PENDAHULUAN “ CLOSE FRAKTUR INTERTROCHANTER “
Disusun oleh: RATNA ZAKIA HASMY
PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
FRAKTUR INTERTROCHANTER DEKSTRA A. PENGERTIAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black, 2005). Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap( Price & Wilson, 2006). Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999). Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley, 1995) B. ETIOLOGI 1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat tersebut. 2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. 3. Proses penyakit: kanker dan riketsia. 4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang. 5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani). C. KLASIFIKASI Menurut lokasi fraktur Colles’ fraktur : jarak bagian distal fraktur ±1 cm dari permukaan sendi. Articular fraktur : meliputi permukaan sendi. Extracapsular : fraktur dekat sendi tetapi tidak termasuk ke dalam kapsul
sendi. Intracapsular : fraktur didalam kapsul sendi. Apiphyseal : fraktur terjadi kerusakan pada pusat ossifikasi.
D. KOMPLIKASI 1. Komplikasi awal a. Shock Hipovolemik/traumatic
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi b. Emboli lemak c. Tromboemboli vena Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest. d. Infeksi Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik. e. Sindrom kompartemen 2. Komplikasi lambat a. Delayed union Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang. b. Non union Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis. c. Mal union Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk). d. Nekrosis avaskuler di tulang Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang. E. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma 2. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginja 3. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma. F. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG 1. Tahap pembentukan hematoma Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima. 2. Tahap proliferasi Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan. 3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur.Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. 4. Osifikasi Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan. 5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan) Tahap akhir dari perbaikan patah tulang.Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya. G. PRINSIP PENATALAKSANAAN 1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian dirumah sakit. a. Riwayat kecelakaan b. Parah tidaknya luka c. Diskripsi kejadian oleh pasien d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah e. Krepitus 2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu: a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang. c. Retensi: menyatakan metode-metode
yang
dilaksanakan
untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi) d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatanfraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna(latihan gerak dengan kruck). H. TINDAKAN PEMBEDAHAN 1. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION) a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang b. c. d. e.
bidanganatomik menuju tempat yang mengalami fraktur Fraktur diperiksa dan diteliti Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali Sasudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa; pin,sekrup, plate, dan paku
Keuntungan: a. Reduksi akurat b. Stabilitas reduksi tinggi c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat f. Rawat inap lebih singkat g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal Kerugian : a. Kemungkinan terjadi infeksi b. Osteomielitis 2. EKSTERNAL FIKSASI Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain: Observasi letak pen dan area Observasi kemerahan, basah dan rembes Observasi status neurovaskuler distal fraktur Fiksasi eksternal Fiksasi Internal Pembidaian ASUHAN KEPERWATAN 1. Pengkajian
Identitas Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan terjadi pada laki-laki biasanya
sering mengebut saat
mengendarai motor tanpa
menggunakan helm). Keluhan utama, Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii Riwayat penyakit sekarang. Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain Riwayat penyakit dahulu. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic Riwayat psikososial spiritual Takut, cemas, terbatasnya aktivitas. Pemeriksaan Fisik 1. Pre Operasi B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami gangguan B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem ini. B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola defekasi tidak ada kelainan B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma, 2. Post Operasi B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan. B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri akibat pembedahan B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.
2. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul 1. Gangguan rasa nyaman nyeri 2.Hambatan Mobilitas Fisik 3. Ansietas 4. Resiko tinggi infeksi 5. Resiko tinggi cedera
DAFTAR PUSTAKA Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes. 7th edition. United States: Elsevier Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:EGC Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan.Jakarta : EGC. Jakarta:EGC Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3).Jakarta : Media Aesculapius. Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.EGC NANDA International. (2012). Nursing Diagnosis: Definitions & Classifications 2012-2014. Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC Sjamsuhidajat, R, dkk. (2004). Buku Ajar: Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. (2002).Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah Brunner Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC