1
HASIL DISKUSI KASUS 5 TUTORIAL BLOK DMS SKENARIO KASUS TULANG LENGANKU Muskel berusia 30 tahun merasakan nyeri hebat pada bagian lengan kanannya.Ia baru saja mengalami kecelakaan sepeda motor.Ia melihat lengannya bengkak dan nampak deformitas.Akhirnya ia tidak dapat menggerakkan lengan bawahnya. Penduduk yang datang membantu,Muskel kemudian dibawa ke dokter praktek umum yang ada di tempat kejadian.Oleh sang dokter,lengan muskel dibalut lalu digantung pada bahunya dengan menggunakan selendang.Selanjutnya Muskel dirujuk ke rumah sakit dan setibanya di sana Muskel lalu dirontgen sesuai permintaan.Hasilnya dikatakan bahwa lengannya patah.
2
A. STEP I Klasifikasi Terminologi yang Tidak Diketahui Rontgen : satuan internasional untuk radiasi sinar x dan sinar γ
3
B. STEP II Definisi Masalah 1.
Fraktur
(definisi,
klasifikasi,
etiologi,
komplikasi) 2.
respon akibat trauma (mekanisme inflamasi)
3.
proses penyembuhan tulang
4.
pembidaian
5.
jenis fraktur pada kasus
diagnosis,
penatalaksanaan,
4
C. STEP III Curah Pendapat 1. Definisi Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan akibat radupaksa. Klasifikasi Fraktur, berdasarkan : a.
Komplit/tidak komplit
Fraktur komplit Fraktur tidak komplit b.
Bentuk garis patah
Garis patah transversal. Garis patah oblik Garis pata spiral Fraktur kompresi Fraktur avulsi c.
Jumlah garis patah
Fraktur kominutif Fraktur segmental Fraktur multipel d.
Bergeser/tidak bergeser
Fraktur undisplaced (tidak bergeser Fraktur displaced (bergeser),terbagi : o Dislokasi ad axim o Dislokasi ad latus e.
Terbuka-tertutup
f.
Komplikasi-tanpa komplikasi
Komplikasi dapat komplikasi segera,dini dan komplikasi lambat. Etiologi Fraktur Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
5
1.
Fraktur akibat peristiwa trauma
2.
Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan berulang.
3.
Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Diagnosis fraktur I.
Riwayat trauma Dilakukan anamnesis untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
II.
Pemeriksaan fisik Look Dilihat adanya deformitas dan ada luka atau tidak Feel Nyeri tekan dan nyeri sumbu
Gerakan / Moving Aktif dan pasif NVD (Neuro Vaskular Distal) dilihat arteri distal dan saraf sensoris dan motoris distal III.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologi Membantu
dalam
penegakan
diagnosis
dari
dislokasi,
mengevaluasi dislokasi tulang, mempelajari penyebab fraktur. CT scan dan MRI Mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram Bila dicurigai kerusakan vasculer. Laboratorium Hitung darah lengkap : Hematokrit, sel darah putih. Kreatinin Meningkatkan beban kliens ginjal Profil koagulasi. Penatalaksanaan Fraktur
6
Prinsip 3 R :
Reposisi
Retain
Rehabilitasi
Komplikasi Fraktur 1. Komplikasi umum Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan. 2.
Komplikasi Lokal a.
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma
Pada Tulang Infeksi, terutama pada fraktur terbuka. Osteomielitis
Pada jaringan lunak Lepuh Dekubitus
Pada otot Trombus
Pada pembuluh darah Iskhemi Volkmann
Pada saraf Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson)
b. Komplikasi lanjut Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion
2. Respon akibat trauma Memiliki 3 komponen penting :
7
Perubahan penanpang pembuluh darah dengan akibat meningkat aliran darah
Perubahan
struktural
pada
pembuluh
darah
mikro
yang
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan aliran darah
Agregasi leukosit di lokasi jejas
3. Proses penyembuhan tulang Ada 5 stadium penyembuhan tulang :
Tahap pembentukan hematoma
Tahap proliferasi sel
Tahap pembentukan kallus
Tahap penulangan kallus(konsolidasi)
remodelling
4. Pembidaian Prinsip pembidaian :
Lakukan pembidaian pada bagian yang cedera
Melewati 2 sendi proksimal dan distal
Lakukan pembidaian pada kecurigaan patah tulang
5. Jenis fraktur pada kasus Frkatur antebrachii, terdapat 4 jenis :
Fraktur colles
Fraktur smith
Fraktur galeazzi
Montegia
8
D. STEP IV Analisis Masalah 1. Definisi Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan akibat radupaksa. Klasifikasi Fraktur, berdasarkan : a.
Komplit/tidak komplit
Fraktur komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang Fraktur tidak komplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang b.
Bentuk garis patah
Garis patah transversal
Garis patah oblik
9
Garis patah spiral
Fraktur kompresi
Fraktur avulsi c.
Jumlah garis patah
Fraktur kominutif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tapi tidak saling berhubungan
10
Fraktur multipel garis patah lebih dari satu pada tulang yang berlainan tempatnya. d.
Bergeser/tidak bergeser
Fraktur undisplaced (tidak bergeser ) garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser,periosteumnya masih utuh Fraktur displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi : o Dislokasi ad axim pergeseran yang membentuk sudut o Dislokasi ad latum pergeseran di mana kedua fragmen saling menjauh (sejajar) e.
Terbuka-tertutup
Fraktur tertutup Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih
keras
disertai
dengan
penghimpitan
tulang
akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar
fraktur
tidak
mengalami
kerusakan
berat.
Pada
olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
11
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat : Derajat I Luka < 1 cm Kerusakan jaringan sedikit,tak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana,transversal,oblik,kominutif sederhana Kontaminasi minimal Derajat II Laserasi > 1 cm Kerusakan jaringan lunak tidak luas,avulsi Fraktur kominutuf sedang Kontaminasi sedang Derajat III
12
Terdapat kerusakan jaringan yang luas,meliputi struktur kulit,otot,dan neurovaskular serata kontaminasi derajat tinggi.Fraktur derajat III terbagi atas : Jaringan lunak yang menutupi tulang adekuat,meskipun terdapat laserasi luas/avulsi,atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif Luka pada pembuluh darah atau saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak. Etiologi Fraktur Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: 1.
Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. 2.
Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan berulang.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
13
3.
Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh
Diagnosis fraktur I.
Riwayat trauma Dilakukan anamnesis untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
II.
Pemeriksaan fisik Look Dilihat
adanya
deformitas
angulasi,
rotasi,
pemendekan,
pemanjangan, bengkak Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo Feel Nyeri tekan : di tekan dari lokasi yg sehat ke lokasi distal yg cedera Nyeri sumbu Gerakan / Moving Aktif : pasien bergerak sendiri, dilihat ada rasa nyeri pergerakan Pasif : pasien dibantu dengan dokter, dilihat ada krepitasi atau tidak NVD (Neuro Vaskular Distal) dilihat arteri distal dan saraf sensoris dan motoris distal III.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologi Membantu
dalam
penegakan
diagnosis
dari
dislokasi,
mengevaluasi dislokasi tulang, mempelajari penyebab fraktur.
14
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : I. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan foto rontgen pada fraktur tulang :
Patah tulang harus berada di pertengahan foto rongen
Persendian proksimal dan distal termasuk dalam foto.
Harus dibuat 2 foto yang saling tegak lurus atau bersilangan 90 o,yang utama dibuat pada posisi AP dan lateral
Sinar
yang
mengenai
daerah
patahan
harus
tegak
lurus,karena jika miring dapat membuat gambar menjadi kabur dan tidak jelas. Pengguanaan foto rongen selain untuk penegakan diagnosis juga digunakan untuk evaluasi dan kontrol pada patah tulang, yaitu : • Setelah reposisi digunakan untuk menilai kedudukan fragmen.Bila dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen-intramedular (kadang-kadang pen menembus tulang),plate,dan screw (kadang-kadang screw lepas). •
Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur Pembentukan callus Fibrosa callus : tidak terlihat dengan sinar X. Primary callus :dapat terlihat pada sinar X. Secondary callus : densitas sama seperti tulang. Konsolidasi Remodelling (pada anak-anak)
15
Adanya komplikasi CT scan dan MRI Mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram Bila dicurigai kerusakan vasculer. Laboratorium Hitung darah lengkap : Hematokrit, sel darah putih. Kreatinin Meningkatkan beban kliens ginjal Profil koagulasi. Penatalaksanaan Fraktur Prinsip 3 R :
Reposisi Menyesuaikan fragment distal terhadap fragment proximal sehingga mencapai posisi acceptable
Retain Imobilisasi atau fiksasi luar ,fiksasi dalam
Rehabilitasi mengembalikan fungsi secepat mungkin dan menghindari kecacatan ( LEARNING OBJEKTIF )
Komplikasi Fraktur 1. Komplikasi umum Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
16
2.
Komplikasi Lokal a.
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma
Pada Tulang Infeksi, terutama pada fraktur terbuka. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada
fraktur
tertutup.
Keadaan
ini
dapat
menimbulkan delayed union atau bahkan non union. Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
Pada jaringan lunak Lepuh Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik Dekubitus terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
Pada otot Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Pada pembuluh darah
17
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang
lama
seperti
pemasangan torniquet dapat
terjadi
sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993) Sindroma
kompartemen terjadi
akibat
tekanan
intra
kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan
menjadi
pendek
dengan kontraktur volkmann. Gejala
klinisnya
dan adalah
disebut 5
P
yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut nadi hilang) dan Paralisis
Pada saraf Berupa
kompresi,
neuropraksi,
neurometsis
(saraf
putus),
aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993). b. Komplikasi lanjut Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau nonunion Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
18
- Delayed union Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi Lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu) - Non union Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting. Tipe
II (atrophic
non
palsu (pseudoartrosis) terdapat
union) disebut
jaringan sinovial sebagai
juga
sendi
kapsul sendi
beserta rongga sinovial yang berisi cairan, prosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis) - Mal union Penyambungan
fraktur
tidak
normal
sehingga menimbukan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi . - Osteomielitis Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak
19
yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot - Kekakuan sendi Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993). ( LEARNING OBJEKTIF )
2. Respon akibat trauma Memiliki 3 komponen penting :
Perubahan penanpang pembuluh darah dengan akibat meningkat aliran darah
Perubahan
struktural
pada
pembuluh
darah
mikro
yang
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan aliran darah
Agregasi leukosit di lokasi jejas
Bertambah aliran darah pada daerah terjejas karena dilatasi arterior dan pembukaan
anyaman
kapiler.
Peningkatan
permeabilitas
vaskular
menyebabkan timbunnya cairan ekstravaskular yang kaya protein (eksudat). Protein plasma meninggalkan pembuluh darah melalui pertemuan antara endotel yang melebar. Pertemuan antar endotel bermigrasi ke daerah jejas dibawah pengaruh agen kemotaksis. Menghasilkan tanda-tanda: Rubor yang terjadi karena jaringan yang mengandung banyak darah akibat kapiler-kapilernya melebar Panas akibat sirkulasi darah yg meningkat
20
Bengkak oleh hiperemi dan eksudat Nyeri karena pengaruh zat pada ujung saraf perasa yang dilepaskan oleh sel yang cedera dan tekanan yang tinggi dalam jaringan akibat eksudat. 3. Proses penyembuhan tulang Ada 5 stadium penyembuhan tulang :
Tahap pembentukan hematoma Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima
Tahap proliferasi sel Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan paroteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan
Tahap pembentukan kallus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
Tahap penulangan kallus(konsolidasi) Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
Remodelling Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya
21
( LEARNING OBJEKTIF )
4. Pembidaian Prinsip pembidaian :
Lakukan pembidaian pada bagian yang cedera
Melewati 2 sendi proksimal dan distal
Lakukan pembidaian pada kecurigaan patah tulang
Tujuan pembidaian :
Mengurangi dan menghilangi rasa nyeri
Mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak sekitar seperti pembuluh darah, saraf, otot, dan lainnya
( LEARNING OBJEKTIF )
5. Jenis fraktur pada kasus Frkatur antebrachii, terdapat 4 jenis :
Fraktur colles Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan. Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar ke luar (eksorotasi)
Fraktur smith Fraktur dislokasi kearah anterior (volar). Sering disebut reverse colles fracture. Pasien terjatuh dengan tanganmenahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.
Garis
patahan
biasanya
transversal,
kadang-kadang
intraartikular
Fraktur galeazzi Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat jatuh pasien dengan tangan terbuka yang menahan berat badan, terjadi
22
pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberikan gaya supinasi
Montegia Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung
E. STEP V Tujuan Pembelajaran (Menentukan LO) 1.
prinsip pembidaian dan pembalutan
2.
penatalaksanaan fraktur
3.
komplikasi fraktur
4.
proses penyembuhan tulang
5.
diagnosis banding pada kasus
6.
anatomi tulang
23