1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan itu dapat di artikan sebagai suatu masyarakat tumbuhan yang kompleks yang terdiri dari pohon, semak, tumbuhan basa, jasad renik tanah dan hewan lainnya, yang satu dengan yang lainnya terikat dalam hubungan ketergantungan.Tetapi bagi orang awam tentang hutan, mereka berasumsi bahwa hutan itu merupkan areal yang ditumbuhi pohon-pohon. Akan tetapi bila seseorang lebih dalam meneliti kedalamannya, maka akan ditemukan banyak perbedaan-perbedaan yang ditemukan. Perbedaan-perbedaan tersebut dinyatakan dalam berbagai cara, tergantung bagimana kita memandangnya, misalnya dalam pengenalan tegakan hutan.
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan).Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi.Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan sebagainya.Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai jaringan di batang.
Tumbuhan berkayu dapat dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan ada tidaknya pori pada tumbuhan tersebut, yaitu kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Istilah hardwood dan softwood ini tidak menginterpretasi secara langsung kekuatan dari kayu tersebut. Bukan berarti hardwood merupakan jenis kayu yang kuat dan bukan pula softwood berarti jenis kayu yang lunak. Golongan tumbuhan yang termasuk kayu daun jarum adalah Gymnospermae, yakni tumbuhan berbiji terbuka (konifer), biasanya dicirikan dengan warna daunnya yang selalu hijau, bentuk tajuknya yang kerucut dan bentuk batang yang silindris. Sedangkan golongan tumbuhan yang termasuk kayu daun lebar adalah Angiospermae yakni tumbuhan berbiji tertutup, biasanya dicirikan dengan bentuk tajuk yang melebar dan banyaknya cabang-cabang pohon.
Kayu memiliki ciri makroskopis dan mikroskopis.Ciri makroskopis kayu adalah ciri kayu yang dapat dilihat langsung secara kasat mata atau dengan bantuan lup pada bidang anisotropiknya. Ciri makroskopis kayu meliputi bau, warna, tekstur, kilap dan lain-lain, sementara ciri mikroskopis adalah ciri kayu yang hanya dapat diketahui dengan bantuan mikroskop saja yang meliputi susunan pori, parenkim, saluran resin, dan lain-lain. Untuk dapat memperoleh ciri mikroskopis kayu, maka kayu harus disayat.Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat makroskopis dan mikroskopis kayu, sehingga jenis suatu kayu akan teridentifikasi.
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dalam praktikum ini, yaitu :
Untuk mengetahui sifat-sifat makroskopis kayu seperti warna, kilap, tekstur, arah serat, jari-jari, pori dan untuk membandingkan berat antara satu jenis kayu dengan jenis kayu lainnya.
Untuk mengetahui pori dan parenkim yang dimiliki oleh kayu yang diamati baik kayu daun jarum maupun kayu daun lebar serta pada kelompok monokotil.
Untuk mengetahui jumlah pori dan jari-jari, mengetahui diameter pori-pori, jumlah berbagai jenis susunan pori, serta tinggi dan diameter jari-jari dalam luasan 1 mm2.
MANFAAT
Adapun manfaat dalam pengamatan hasil laporan ini, yaitu :
Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara untuk mengamati sifat-sifat makroskopis kayu serta untuk membandingkan teori dengan praktikum.
Praktikan dapat mengetahui cara untuk mengindentifikasi pori berdasarkan sebaran dan susunannya serta parenkimnya. Juga untuk membandingkan kenyataan yang diperoleh dalam kegiatan praktikum dengan teori.
Praktikan dapat mengetahui jumlah pori dan jari-jari, mengetahui diameter pori-pori, jumlah berbagai jenis susunan pori, serta tinggi dan diameter jari-jari dalam suatu sampel preparat kayu.
BAB II
METODE PENELITIAN
Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel yang benar adalah sebagi berikut :
Memilih bagian pohon yang akan dijadikan sampel dengan kriteria sehat, tidak cacat, bukan kayu muda.
Buat sampel kayu berdasarkan sumbu anisotropiknya denga ukuran :
(5 x 5 x 5) cm sebanyak 2
(2 x 2 x 2) cm sebanyak 5
(2 x 2 x 3) cm sebanyak 3
Sampel kayu ayang dibuat tidak boleh memiliki kulit dengan mengenai pith.
Selanjutnya sampel kayu dikeringkan.
Potongan sampel kayu yang permukaannya kasar, dihaluskan dengan menggunakan amplas.
Metode Praktikum Ciri Mikroskopis
Sifat Mikroskopis kayu biasanya dilihat sebagai suatu ciri yang dapat membedakan suatu jenis dengan jenis lainnya yang terdiri dari warna dan gambar, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau, dan kekerasan.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
Potongan kayu yang berukuran (5 x 5 x 5) cm
Cutter (Pisau Tajam)
Lup
Buku gambar
Prosedur Kerja
Menyiapkan potongan kayu yang akan diamati.
Mengamati sifat makroskopisnya secara langsung untuk kilap, warna kayu, serat, tekstur, jari-jari dan berat.
Mengamati sebaran pori dengan bantuan Lup
Untuk mengamati kekerasan pada kayu digunakan kuku dan cutter
Mencata hasil pengamatan yang telah dilakukan
Menggambarkan pori dan jari-jari dari kayu yang diamati.
Metode Praktikum Preparat Gosok
Preparat makroskopis yang sering juag disebut preparat gosok merupakan bahan analisa sifat umum dan beberapa cirri anatomi untuk tujuan identifikasi suatu jenis kayu dilaboratorium. Yang diamati dalam hal ini adalah pori dan parenkim.
Sebaran pori/pembuluh ada dua macam, yaitu sebaran pori tata baur dan sebaran pori tata lingkar. Kebanyakan kayu diindonesia mempunyai sebaran pori tata baur.
Alat dan Bahan
Potongan kayu berukuran
(2 x 2 x 2) cm
Cutter
Kaca Gosok
Objek Glass
Kerborendum
Air
Lup
Lem UHU/Eukit
Label
Presedur Kerja
Menyiapkan sampel kayu berukuran (2 x 2 x 2) cm menurut arah sumbu anisotropiknya.
Menyiapkan kaca gosok, kemudian taburi kerborendum secukupnya dan menambahkan air sedikit air.
Menggosokkan kaca tersebut dengan menggunakan objek glass hingga rata dan kaca gosok menjadi kasar dan tajam (± 10 menit)
Mencuci kaca gosok tersebut hingga bersih
Menggosok bidang transversal (melintang) sampel kayu pada kaca gosok sambil menjaga agar kaca gosok dan sampel tetap dalam keadaan basah dengan bantuan air. Penggosokan dinyatakan selesai setelah diperoleh permukaan yang rata dan semua elemen-elemen penyusun kayu jelas terlihat dengan bantuan Lup.
Melekatkan/menempelkan didang melintang yang bersebelahan dengan yang digosok pada objek glass dengan eukit.
Memberikan keterangan dengan menggunakan kertas label tentang nama spesies (dalam bahasa daerah , latin, atau Indonesia) dan Familinya
Mengamati parenkim, pori dan lingkaran tahunnya.
Metode Praktikum Preparat Sayatan
Alat dan Bahan
Gelas Piala
Cutter
Mikroskop
Objek Glass
Penangas air
Deck Glass
Pinset
Kawat
Pemberat
Alat Tulis Menulis
Prosedur Kerja
Menyiapkan sampel berukuran (2 x 2 x 2) cm
Merebus kayu dengan menggunakan alat khusus perebus kayu. Untuk kayu lunak, direbus selama sehari dan untuk kayu keras direbusnya selama beberapa hari.
Setelah kayu menjadi lunak, kemudian mensayat 3 bidang orientasi setipis mungkin dengan menggunakan mikotom atau silet.
Meletakkan sayatan dalm cawan petri
Meneteskan Safranin (2-3 tetes) pada sayatan dan diamkan selama 24 jam.
Membuang larutan Safranin dari cawan petri lalu lakukan hidrasi alkohol 30 %, 50 % dan 70 % secara bertingkat masing-masing 2 menit.
Membilas sayatan dengan menggunakan air suling
Meletakkan ketiga sayatan pada objek glass dan rekatkan dengan alat perekat.
Mengamati jumlah pori dan jumlah jari-jari dalam luasan 1 mm2 dengan mikroskop pada bidang axial.
Mangamati diameter pori pada bidang tangensial
Mengamati jumlah sel yang bergabung dan jumlah sel yang soliter
Mengamati Tinggi dan diameter jari-jari pada bidang tangensial.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Praktikum Ciri Makroskopis
Ciri Makroskopis
KDJ (Jati)
KDL (Pinus)
Monokotil (Bambu)
Sebaran pori
Tata lingkar
Tata baur
Semi tata lingkar/baur
Warna
Kecoklat-coklatan
Kuning muda
Keputih-putihan
Tekstur
Agak Kasar
Kasar
Halus
Kekerasan
Keras
Sedang
Sangat Keras
Berat
Agak berat
Ringan/
agak Ringan
Sangat ringan
Kilap
Agak Mangkilap
Kusam
Sangat Mengkilap
Arah serat
Lurus
Lurus
Lurus
Kesan raba
Licin
Licin
Kasar
Tabel 2. Hasil Pengamatan Praktikum Preparat Gosok
Ciri Mikroskopis
KDJ (Jati)
KDL (Pinus)
Monokotil (Bambu)
Penyebaran pori
Kelompok radial
Kelompok miring
Tersebar
Penggabungan pori
Soliter
Sebagian besar soliter
Soliter + Gabungan
Penyebaran parenkim
Garis tangensial panjang
Tersebar
Tersebar
Tabel 3. Hasil Pengamatan Praktikum Preparat Sayatan
KDL (Jati)
Kuantitas
Kualitas
Penggabungan Pori
177
Soliter dan Gabungan
Diameter pori
114,8
Agak Kecil
Jumlah jari-jari/mm2
7,08
Agak Banyak
Lebar jari-jari
41,6
Agak Sempit
Tinggi jari-jari
536,4
Luar Biasa Besar
Pembahasan
Ciri Makrokopis
Dari tabel hasil pengamatan di atas, terlihat bahwa sampel kayu yang digunakan adalah Tectona Grandis (Jati), Pinus merkusii (Tusam) dan Bambusa Arundinaceae (Bambu) yang mewakili masing-masing kelompok kayu daun lebar, kayu daun jarum dan monokotil. Adapun pengamatan-pengamatan yang dilakukan pada ketiga sampel tersebut adalah sebaran pori, warna, tekstur, kekerasan, berat, kilap, arah serat dan kesan raba.
Sebaran pori
Sebaran pori hanya diamati pada kayu daun lebar, karena hanya kelompok tersebut yang memiliki pori atau pembuluh. Hal inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara kayu daun lebar dan kayu daun jarum, dimana pori ini tidak dimiliki oleh kayu daun jarum (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Warna
Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan ditempat terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya (cuaca, angin, cahaya matahari, dan sebagainya) (Bowyer dan Haygreen, 2003).
Warna yang ditunjukkan oleh kayu Jati kecoklat-coklatan, kayu pinus kuning muda dan Bambu Keputih-putihan.
Tekstur
Tekstur dikatakan halus apabila ukuran dari sel-selnya sangat kecil. Sebagai contoh, diameter sel serabut lebih kecil dari 30 mikron ini akan menyebabkan kayu bertekstur halus. Diameter antara 30-45 mikron tekstur sedang. Bila diameter lebih dari 45 mikron, tekstur kasar (Pandit dan Ramlan, 2002).
Pinus memiliki struktur yang agak kasar dibandingkan jati yang agak kasar. Hal ini dikarenakan pinus memiliki sel-sel pori yang berlubang, sementara kayu jati tersusun oleh sel-sel trakeid yang rapi dan berjajar. Sedangkan, Bambu memiliki tekstur yang halus karena susunan selnya yang terdiri atas serabut-serabut.
Kekerasan dan Berat Kayu
Terdapat hubungan langsung antara kekerasan dan berat kayu. Kayu-kayu keras biasanya merupakan kayu-kayu yang berat dan sebaliknya. Kekerasan kayu sebanding dengan berat jenisnya. Berbagai jenis kayu dapat digolongkan ke dalam empat jenis kekerasan, yaitu kayu sangat keras, kayu keras, kayu sedang dan kayu lunak (Pandit dan Ramlan, 2002).
Kayu jati memiliki kekerasan yang tinggi dibandingkan dengan kayu pinus yang memiliki kekerasan yang sedang. Hal ini disebabkan karena kayu pinus tidak memiliki pori sehingga tidak mengurangi berat jenis kayu tersebut, sementara mangga sebaliknya. Sehingga kayu jati menjadi lebih berat dibandingkan pinus. Sedangkan pada bambu termasuk kategori sedang karena kayu monokotil ini tidak memiliki susunan sel yang banyak dan tersusun oleh serabut-serabut yang beratnya ringan serta sangat mudah menyerap air.
Kilap
Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang memungkinkan kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak buram atau mengkilap tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap di sini harus dibedakan dengan warna dari kayu dan juga dari kesanggupan kayu untuk diberikan bahan pengkilap. Atau dengan kata lain kilap di sini berbeda dengan kilap yang diakibatkan oleh pemberian bahan seperti vernis. Kilap kayu tergantung dari sudut penyinaran (sudut datangnya sinar) pada permukaan kayu dan tergantung juga dari macamnya cell pada permukaan kayu tersebut. Sebagai contoh, permukaan kayu radial di sini dapat merefleksikan atau memantulkan cahaya lebih besar dari papan yang dibelah tangensial. Ini disebabkan karena adanya jari-jari yang sel-selnya tersingkap (Pandit dan Ramlan, 2002).
Setelah diamati, kayu jati agak mengkilap dibandingkan kayu pinus yang terlihat kusam, sedangkan bambu terlihat agak kilap.
Arah serat dan Kesan raba
Sifat serat kayu berarti sifat dari kayu yang menunjukkan arah orientasi umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat ini dapat ditentukan melalui arah alur-alur yang terdapat pada kayu. Kayu dikatakan mempunyai serat lurus jika arah umum dari sel-sel panjang sejajar dengan sumbu batang. Jika arah umum dari sel-sel panjang tadi menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu batang pohon maka disebut serat miring. Serat miring terbagi lagi menjadi serat terpadu, bila serat secara berganti-ganti mempunyai arah serat miring ke kiri atau ke kanan terhadap sumbu batang; serat berombak, yaitu bila serat-seratnya berombak; serat terpilin, yaitu bila serat dari batang membuat gambaran mengelilingi sumbunya; dan serat diagonal, yang disebabkan oleh efek penggergajian (Pandit dan Ramlan, 2002).
Kesan raba suatu jenis kayu adalah kesan yang diperoleh pada saat kita meraba permukaan kayu tersebut. Ada kayu yang bila diraba memberi kesan kasar, halus, licin, dingin dan sebagainya. Kesan raba yang berbeda-beda itu untuk tiap-tiap jenis kayu tergantung dari : tekstur kayu, besar kecilnya air yang dikandung, dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu (Wahyudi, 2013).
Kayu pinus memiliki arah serat yang terpadu dengan kesan raba yang licin, kayu jati memiliki arah serat yang lurus dengan kesan raba yang licin. Begitupun dengan kayu pinus. Sedangkan bambu memiliki arah serat yang lurus dan kesan raba yang kasar.
Preparat Gosok
Penyebaran Pori
Pori-pori yang mengelompok tersusun menurut arah jari-jari sehingga pori-pori berderet ke arah radial disebut pori radial. Ada pori-pori yang tersusun pengelompokannya menurut deretan miring disebut pengelompokkan miring yaitu pori-pori tersusun menurut deretan miring atau membentuk sudut dengan jari-jari. Pengelompokkan bentuk gerombol dimana pori-pori mengelompok bergerombol pada zona-zona yang berbentuk bulat atau lingkaran (Pandit dan Ramlan, 2002).
Penggabungan Pori
Jika pori-pori pada penampang lintang kelihatan terpisah satu sama lain oleh jaringan sel-sel lain, pori itu dikatakan soliter. Jika pori-pori ada yang bersinggungan tetapi bidang singgungnya masih merupakan titik atau bidang lengkung, pori-pori ini masih digolongkan dalam bidang soliter. Jika pori-pori pada penampang lintang kelihatan bersinggungan demikian rupa sehingga bidang singgungnya merupakan suatu garis lurus maka di sini dikatakan pori bergabung. Pori yang bergabung dapat terdiri atas dua pori atau lebih (Pandit dan Ramlan, 2002).
Dari hasil pengamatan kayu jati, terlihat bahwa sel-sel porinya terdiri atas pori soliter, kayu pinus bahwa sel-sel porinya yaitu sebagian besar solliter tetapi pada bambu didominasi oleh pori Soliter + gabungan.
Penyebaran Parenkim
Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Berdasarkan distribusinya pada penampang aksial kayu, parenkim terbagi atas 2 macam, yaitu parenkim apotrakeal dan parenkim paratrakeal. Pada parenkim apotrakeal, sel-sel parenkim terpisah dari pembuluh kayu, sedang pada parenkim paratrakeal, sel-sel parenkim bersinggungan dengan pembuluh. Lebih jauh, parenkim apotrakeal dibagi lagi atas parenkim sebar, yaitu yang terdapat secara soliter atau dalam kelompok kecil yang tersebar pada jaringan kayu; parenkim garis tangensial pendek, yaitu parenkim yang terdapat dalam kelompok-kelompok yang mengarah tangensial; parenkim pita konsentris, yaitu parenkim yang terdapat dalam kelompok-kelompok yang memanjang mengarah tangensial dan mengelilingi batang; dan parenkim pita marginal, yaitu parenkim terdapat dalam kelompok-kelompok berupa pita-pita pada batas lingkaran tumbuh. Sedangkan parenkim paratrakeal dibagi atas parenkim paratrakeal sepihak, yaitu parenkim terdapat berkelompok dan bersinggungan dengan pori, tetapi tidak pada seluruh kelilling pori; parenkim paratrakeal selubung, yaitu parenkim berkelompok yang mengelilingi seluruh pori; parenkim paratrakeal aliform, yaitu parenkim terdapat dalam kelompok-kelompok yang menyelubungi pori dan kelihatan seperti sayap yang mengarah tangensial; dan parenkim paratrakeal konfluen, yaitu parenkim paratrakeal aliform yang saling bersambungan (Pandit dan Ramlan, 2002).
Semua sampel kayu memiliki parenkim. Pada bambu dan kayu pinus, parenkim menyebar.
Preparat Sayat
Jumlah dan Diameter Pori
Jumlah pori per mm2 dapat ditetapkan dengan menghitung jumlah pori pada 10 tempat pada luas masing-masing 1 mm2 bila ukuran pori tergolong kecil atau ditentukan pada 6 tempat pada luas masing-masing 4 mm2 hasil perhitungan tersebut dirata-ratakan. Untuk praktisnya, ada 3 kelas jumlah pori per mm2, yaitu jumlah pori sedikit (< 5 pori / mm2); sedang (5-10 pori / mm2); dan banyak (> 10 pori / mm2) (Pandit dan Ramlan, 2002). Pada percobaan ini, pengamatan jumlah pori dilakukan sebanyak 25 kali di tempat yang berbeda. Pori-pori pada preparat ini sangat banyak, yang terdiri atas pori gabungan dan pori soliter. Preparat ini tersusun atas sebagian besar pori soliter, yakni 65,64 %, sedangkan pori gabungannya hanya sekitar 34,35 %.
Ukuran diameter pori dalam percobaan ini ditetapkan secara acak baik pori gabungan ataupun soliter, sebanyak 25 kali pergeseran preparat. Nilai diameter pori diketahui melalui nilai yang ditunjukkan oleh mistar milimeter pada mikroskop binokuler. Setelah mendapatkan nilainya, maka nilai tersebut harus dikalikan dengan angka tertentu sesuai dengan perbesaran yang digunakan untuk mendapatkan nilai diameter dalam satuan μm. Perbesaran yang digunakan dalam pengamatan kali ini adalah perbesaran 10 x, maka hasil diameter pori yang didapatkan harus dikali dengan 10. Kelas-kelas diameter pori kayu adalah sebagai berikut (Pandit dan Ramlan, 2002) :
Luar biasa kecil (Ø < 20 mikro)
Sangat kecil (Ø 20-50 mikro)
Kecil (Ø 50-100 mikro)
Agak kecil (Ø 100-200 mikro)
Agak besar (Ø 200-300 mikro)
Besar (Ø 300-400 mikro)
Sangat besar (Ø > 400 mikro)
Dari 25 kali percobaan dalam mengukur diameter pori ini, didapatkan hasil rata-rata diameter pori yaitu 287 μm. Berdasarkan kelas-kelas diameter pori di atas, maka dapat dikatakan pori-pori preparat ini berdiameter agak kecil. Berikut adalah gambar hasil pengamatannya.
Gambar 1 Penampang aksial preparat sayatan.
Jumlah, Tinggi dan Lebar Jari-Jari
Jumlah jari-jari diamati pada bidang transversal. Menurut Sucipto (2009), kelas frekuensi jari-jari terbagi atas :
sangat jarang (jumlah per mm <4)
jarang (4-5)
agak jarang(6-7)
agak banyak (8-10)
banyak (11-15)
sangat banyak (>15)
Dari 25 kali percobaan, didapatkan nilai rata-rata jumlah jari-jari pada preparat ini yaitu sebanyak 4,16 jari-jari, maka frekuensi jari-jari pada preparat ini tergolong agak banyak. Tinggi jari-jari dapat dilihat pada penampang tangensial dan tinggi jari-jari ini dapat dinyatakan dalam dua cara. Pertama, dengan menyatakan jumlah sel dalam penyusunnya yang tersusun dari 1 sel sampai lebih dari 60 sel. Jari-jari rendah bila terdiri dari 1-10 sel. Jari-jari sedang bila terdiri dari 10-15 sel, sedangkan jari-jari tinggi terdiri dari 15 sampai lebih dari 60 sel. Cara kedua dengan menyatakan dalam ukuran mikron, yaitu ukuran 15-30 mikron adalah rendah dan ukuran 500-1000 mikron adalah tinggi (Pandit dan Ramlan, 2002).
Berdasarkan cara pertama, maka tinggi jari-jari dikategorikan sedang. Begitu pula berdasarkan cara kedua, didapatkan tinggi rata-rata jari-jari adalah 536,4 μm, maka jari-jari pada preparat ini dikatakan Luar biasa lebar. Lebar jari-jari memiliki kelas-kelas sebagai berikut (Sucipto, 2009) :
sangat sempit (lebar <15 μm)
sempit (15-30 μm)
agak sempit (30-50 μm)
agak lebar (50-100 μm)
lebar (100-200 μm)
sangat lebar (200-400 μm)
luar biasa lebar (>400 μm)
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan lebar jari-jari, yaitu 41,6 μm, maka pada preparat ini memiliki jari-jari yang tergolong agak sempit. Berikut adalah gambar jari-jari pada preparat sayatan.
Gambar 2 Penampang trangensial preparat sayatan
Gambar 3 Penampang Radial Preparat Sayatan
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap spesies kayu, baik itu kayu daun lebar, daun jarum memiliki perbedaan ciri makrokopisnya. Baik dari tekstur, warna, arah serat, kesan raba, berat, kekerasan, penyebaran pori, maupun kilapnya. Begitu pula kondisi pori dan parenkim yang akan tergantung sesuai dengan spesiesnya. Selain itu, jumlah dan diameter pori-pori serta jumlah, tinggi dan lebar jari-jari dapat dihitung dengan metode dan formula tertentu.
SARAN
Sebaiknya pada saat jadwal lab Mandiri asisten menemani praktikan, agar pengamatan yang dilakukan dapat terarah dan selesai tepat pada waktu yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bowyer JL, HaygreenJG. 2003.Forest Product and Wood Science.The Iowa
State University Press. Iowa.
Haygreen, John G. dan Jim L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu
Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pandit, I Ketut N. dan Hikmat Ramlan, 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat
Kayu Sebagai Bahan Baku. IPB. Bogor.
Sucipto, Tito. 2009. Struktur, Anatomi dan Identifikasi Jenis Kayu. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Wahyudi, Imam. 2013. Hubungan Struktur Anatomi Kayu Dengan Sifat Kayu,
Kegunaan dan Pengolahannya. IPB. Bogor.