BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah bagian penting dari kehidupan manusia, sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Manusia menempuh pendidikan sebagai upayanya mencapai nilai yang lebih baik dalam kehidupan, baik itu secara intelektual, sosial, agama, ekoomi, dsb. Proses yang menjadi inti dari pendidikan adalah kegiatan belajar. Kegiatan belajar adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari definisi tersebut dapat diambil empat komponen dalam kegiatan belajar: peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Di antara keempatnya yang berada dalam domain perencanaan dan perancangan arsitektur adalah komponen terakhir yaitu lingkungan belajar. Permasalahan dasar secara arsitekturalnya adalah bagaimana menyediakan sebuah ruang sebagai wahana belajar yang kondusif dan berkualitas. Saat ini, kebanyakan pengguna bangunan juga beberapa perancang secara praktis beranggapan bahwa mencapai kenyamanan termal ruang adalah dengan menggunakan instalasi pengkondisian udara mekanis ( Air Conditioner - AC AC ). ). Padahal itu sama sekali bukan merupakan solusi yang ilmiah. Secara logis, jika tubuh kita kepanasan maka yang perlu didinginkan adalah tubuh kita, bukan seluruh udara dalam ruangan. Karena kemudian dengan kita kepanasan seorang diri di sana, akan dibutuhkan ribuan watt energi listrik untuk mendinginkannya, ini sangatlah tidak efektif. Terlebih lagi dalam menanggapi isu degradasi
Seminar perancangan arsitektur |
1
lingkungan di era global warming ini, kenyamanan termal perlu diupayakan untuk dicapai secara alami, sehingga desain menjadi lebih berwawasan lingkungan dan memenuhi aspek keberlanjutan. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana merancang ruang kelas agar pengguna ruang merasa nyaman dari efek cahaya matahari? 2. Bagaimana cara pengondisian udara dan cahaya agar masuk kedalam ruangan dengan maksimal sesuai dengan kebutuhan jumlah pengguna ruang? 3. Bagaimana mengolah fasad sehingga udara dan cahaya dapat masuk kedalam bangunan untuk mendukung bangunan hemat energi. 4. Bagaimana perancangan bangunan hemat energi dengan sistem Double Skin Facade pada bangunan gedung FPTK baru?
C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari terlampau luasnya dalam pembahasan, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada bangunan FPTK UPI baru . D. Tujuan Penelitian Penulis dalam meneliti penerapan double skin facade pada bangunan FPTK UPI baru ini berfungsi untuk mengaplikasikan teknologi bangunan hemat energi yang memberikan kenyamanan bagi pengguna dari aspek tata cahaya dan udara. E.
Manfaat Penelitian
Seminar perancangan arsitektur
|2
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak pengelola Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, yaitu sebagai berikut : a. Bagi
siswa
penelitian
ini
diharapkan
dapat
berguna
untuk
membantu meningkatkan kenyamanan belajar, dan interaksi sosial. b. Bagi
pihak pengelola Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
penelitian
ini
merupaka n
masukan
dalam mengembangkan
konsep teknologi bangunan hemat energi.
Seminar perancangan arsitektur
|3
F.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan proposal ini diantaranya:
HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Sistematika Penulisan G. Kerangka Berrfikir BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Double Skin Fasade BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA
Seminar perancangan arsitektur
|4
G. Kerangka Berpikir Latar Belakang Dalam menanggapi isu degradasi lingkungan di era global warming ini, kenyamanan termal perlu diupayakan untuk dicapai secara alami, sehingga desain menjadi lebih berwawasan lingkungan dan memenuhi aspek keberlanjutan.
Maksud dan Tujuan Untuk mengaplikasikan teknologi bangunan hemat energi yang memberikan kenyamanan bagi pengguna dari aspek tata cahaya dan udara.
1.
Bagaimana
Rumusan Masalah merancang ruang
Tinjauan dan Landasan Teori kelas
agar
pengguna ruang merasa nyaman dari efek
Tinjauan Umum Pengertian gedung pendidikan
cahaya matahari? 2.
Bagaimana cara pengondisian udara dan cahaya agar masuk kedalam ruangan dengan maksimal sesuai dengan kebutuhan jumlah pengguna ruang?
3.
Bagaimana mengolah fasad sehingga udara dan cahaya dapat masuk kedalam bangunan untuk mendukung bangunan hemat energi?
4.
Bagaimana perancangan bangunan hemat energi
Tinjauan Khusus : 1. Pengertian Double Skin Facade 2. Sejarah Double Skin Facade 3. Konsep Double Skin Facade 4. Arsitektur hemat energi 5. Kenyamanan termal Tinjauan terhadap tapak Lokasi dan Iklim Studi Literatur 1. Kampus UMN Serpong.
Konsep Perancangan dan Penerapan Perancangan
Seminar perancangan arsitektur
|5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Double Skin Facade
Bangunan didaerah tropis atau yang lebih banyak terpancar sinar matahari secara langsung biasanya ruang yang berada didaamnya terasa lebih panas. Double Skin Facade adalah sebuah lapisan yang dipasang
di bagian luar
bangunan yang memiliki rongga udara untuk mengalirkan udara di dalamnya sehingga menjaga kenyamanan termal didalam ruangan. Juga sebagai shading pada bangunan, sehingga cahaya yang masuk bukanlah cahaya matahari langsung melainkan bayangan dari cahaya itu sendiri yang menjadikan ruangan memiliki cahaya alami yang cukup namun tidak silau. Double Skin Facade atau biasa disebut juga sebagai secondary skin, dipasang dengan jarak antara 20cm hingga 2meter dari dinding bangunan terluar. B. Sejarah Double Skin Facade
Konsep penting dari Double Skin Facade pertama kali dieksplorasi dan diuji di Swiss oleh arsitek Le Corbusier di awal abad ke 20. Idenya, yang ia sebut mur neutralisant (dinding penetral) melibatkan penyisipan pemanasan / pendinginan pipa antara lapisan kaca besar. Sistem seperti dijelaskan
dalam bukunya Villa
Schwob ( La Chaux-de-Fonds , Swiss , 1916), dan diusulkan untuk beberapa proyek lain, termasuk Liga persaingan Bangsa-bangsa (1927), Centrosoyuz bangunan (Moskow, 1928-1933), dan Cité du Refuge ( Paris , 1930). Insinyur Amerika yang belajar sistem informasi pada tahun 1930 ini mengatakan bahwa mereka akan menggunakan lebih banyak energi daripada sistem udara konvensional, tetapi Harvey Bryan kemudian menyempurnakan ide Le Corbusier yang memanfaatkan sinar matahari. Percobaan lain adalah awal tahun 1937 Alfred Loomis rumah oleh arsitek William Lescaze di Tuxedo Park, New York. Rumah ini termasuk "sebuah amplop ganda rumit" dengan ruang udara 2 kaki dalam dikondisikan oleh suatu
Seminar perancangan arsitektur
|6
sistem
yang terpisah
dari
rumah
itu
sendiri. Tujuannya adalah
untuk
mempertahankan tingkat kelembaban yang tinggi di dalamnya. C. Konsep Doubl e Ski n
F asade
Fasad ganda atau Double Skin Fasade berperan sebagai sitem pendingin bangunan, menurut Claessens dan DeHerde (Poirazis , 2004) " Double Skin Fasade adalah tambahan selubung bangunan dipasang pada bagian fasad yang ada berupa tambahan fasad,dan biasnya transparan. Ruang baru antara kulit kedua dan fasad asli adalah sebuah zona penyangga yang berfungsi untuk melindungi bangunan. Ruang ini juga berfungsi sebagai buffer sebagai pelindung dari panas yang dipancarkan oleh radiasi matahari, dan tergantung pada orientasi dari façade. Untuk sistem berorientasi selatan, udara panas matahari digunakan untuk keperluan pemanasan dalam waktu musim dingin. Harus dibuang untuk mencegah overheating pada periode lain”. Kragh, (2000) menggambarkan Double Skin Fasade sebagai "sebuah sistem yang terdiri dari layar eksternal, rongga ventilasi dan layar internal. Shading Surya diposisikan dalam rongga ventilasi. Eksternal dan internal layar dapat menjadi kaca tunggal atau unit kaca ganda, kedalaman rongga dan jenis ventilasi tergantung pada kondisi lingkungan, kinerja selubung yang diinginkan dan desain keseluruhan bangunan termasuk sistem lingkungan. Saelens, (2002) menjelaskan Double Skin Facade, adalah fasad ganda konstruksi selubung, yang terdiri dari dua permukaan transparan dipisahkan oleh rongga, yang digunakan sebagai saluran udara. Tiga elemen utama yang termasuk dalam definisi ini dijelaskan sebagai berikut: Pembangunan selubung, (atrium, rumah kaca ventilasi dan koridor yang bersifat mengkilat tidak diperhitungkan), Transparansi permukaan berlari (dinding rongga dan Trombe dinding tidak termasuk). Gambar berikut menunjukkan mekanisme pergerakan aliran udara dan pengaruh radiasi matahari pada sistem Double Skin Facade. Bagan berikut menunjukkan sistem kontrol energi di dalam fasad ganda:
Seminar perancangan arsitektur
|7
Gambar 3.1 Detail sistem fasad ( Zanghirella, 2011)
Sistem façade (ditunjukkan melalui gambar 3.1) terdiri dari kaca eksterior ganda, sebuah kaca interior, rongga dengan inlet aliran udara dikontrol pada outlet, dan Louver berputar terkendali dalam rongga. Pengembangan model fisik dan matematis untuk sistem ini membutuhkan suatu penelitian dari proses transportasi panas, berikut: 1) radiasi matahari langsung, difus, dan refleksi 2) radiasi gelombang panjang antara permukaan 3) perpindahan panas konvektif 4) Air gerakan melalui inlet / outlet dan rongga Terkait dengan sistem energi, Double skin Facade (DSF) memiliki peran dalam mengurangi kebutuhan pendinginan ruang selama musim panas, mengurangi kebutuhan pemanasan selama musim dingin (pada negara-negara di Eropa), serta mengurangi beban pendinginan/pemanasan yang memuncak, di samping itu fungsi pencahayaan juga tetap dipertimbangkan, memungkinkan pula cahaya alami sebagai pengganti cahaya buatan dapat masuk ke dalam ruangan (Poirazis, 2004).
Seminar perancangan arsitektur
|8
Gambar 3.2 bagan optimum sistem fasad (Poirazis, 2004) Gambar berikut menunjukkan mekanisme pergerakan aliran udara dan
pengaruh radiasi matahari pada sistem Double Skin Facade. (a)
(b)
Gambar 3.3 mekanisme sistem pergerakan udara dan pengaruh radiasi matahari pada Double Skin Facade
Seminar perancangan arsitektur
|9
(sumber: Poirazis, 2004)
Gambar 3.3 (a) menunjukkan Double Skin Facade dengan adanya persimpangan terbuka pada sisi luar dan rongga pada setiap lantai yang mengakibatkan pertukaran panas pada udara di dalam dan di luar rongga. Peneliti mengatakan bahwa ini seharusnya menjadi sistem yang terbaik untuk musim panas saat pendinginan diperlukan, namun karena sambungan terbuka pemanasan awal udara rongga akan jauh lebih rendah daripada di sistem laindengan persimpangan yang tertutup. Gambar 3.3 (b) menunjukkan Adanya
persimpangan terbuka pada setiap
tingkat, tetapi masing-masing berlantai dipisahkan satu sama lainnya. Akibatnya setiap lantai menciptakan sistemnya sendiri. Para peneliti menyatakan bahwa "Dalam praktek ini akan menjadi yang paling nyaman karena sistem modul yang sama dapat digunakan pada setiap lantai. Juga karena gradien suhu yang besar masalah pada ketinggian yang berbeda, rongga dapat dihindari (pada setiap lantai ada lebih kurang suhu sama dalam rongga)”. Dengan asumsi perpindahan panas dalam arah lateral dapat diabaikan, perilaku termal sistem fasad pintar dapat dikurangi. Secara sederhana, model dinamik dan kontrol optimal, dijelaskan melalui gambar 3.4 sebagai berikut:
Seminar perancangan arsitektur
| 10
Gambar 3.4 deskripsi sederhana Double Skin Facade (sumber: Cheol-Soo Park, 2003) Sistem façade terdiri dari kaca eksterior ganda, sebuah kaca interior, rongga dengan inlet aliran udara dikontrol / outlet, dan Louver berputar terkendali dalam rongga. Pengembangan model fisik dan matematis untuk sistem ini membutuhkan suatu penelitian dari proses transportasi panas dalam geometri 3D berikut: 1) radiasi matahari langsung, difus, dan refleksi 2) radiasi gelombang panjang antara permukaan 3) perpindahan panas konvektif 4) Air gerakan melalui inlet / outlet dan rongga A. Arsitektur hemat energi
Hemat energi adalah hal yang sangat dibutuhkan di era modern saat ini. Bicara tentang penghematan energi dari hal arsitektur, tentulah tak lepas dari segi bangunan. Bangunan zaman sekarang mulai bergeser dari yang namanya penghematan energi . Semua mengutamakan aspek estetika tanpa menimbang dan memikirkan bahan bangunan yang dipergunakan . Padahal, jika dilihat efeknya
Seminar perancangan arsitektur
| 11
tentu lebih banyak efek negatif yang ditimbulkan. Semakin banyak pemborosan energi , akan berdampak kurang baik untuk masa-masa yang akan datang. Perlu diketahui, bahwa masalah pemborosan energi secara umum sekitar 80% oleh faktor manusia dan 20% disebabkan oleh faktor teknis. Efisiensi energi penekanannya lebih
ke demand side management (DSM),
di
masyarakat
kadangkala efisiensi energi diartikan juga sebagai penghematan energi. (novia clara bianca.2012) Menggunakan energi secara bijaksana bukan berarti penggunaan energi harus mengorbankan kenyamanan, misalnya membaca buku di ruangan gelap untuk menghemat lampu atau mematikan seluruh AC di gedung demi menghemat biaya listrik.
Hal ini juga mendesak kita untuk semakin kreatif dalam
menciptakan inovasi-inovasi baru demi pengunaan energi yang efisien dan bijaksana. B. Kenyamanan termal
Kenyamanan adalah bagian darisalah satu sasaran karya arsitektur. Kenyamanan terdiri atas kenyamananpsikis dan kenyamanan fisik.Kenyamanan psikis yaitu kenyamanan, kejiwaan (rasa aman, tenang, gembira,dll) yang terukur secara subyektif(kualitatif). Sedangkan kenyamanan fisik dapat terukur secara obyektif (kuantitatif); yang meliputi kenyamanan spasial, visual, auditorial dan termal. Kenyamanan termal merupakan salah satu unsur kenyamanan yang sangat penting, karena menyangkut kondisi suhu ruangan yang nyaman. Seperti diketahui, manusia merasakan panas atau dingin merupakan wujud dari sensor perasa pada kulit terhadap stimuli suhu di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan informasi rangsangan kepada otak, dimana otak akan memberikan perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi untuk mempertahankan suhu sekitar 37ºC. Hal ini diperlukan organ tubuh agar dapat menjalankan fungsinya secara baik.
Seminar perancangan arsitektur
| 12
1. Pemasangan Double Skin Facade
Pemasangan double skin facade dapat dilakukan dengan menggunakan material kaca, besi hollow, kayu, bambu dan lain-lain. Diberikan antara pada kedua lapisan dinding sekitar 20cm – 2m untuk mengalirkan udara. Karena sifat udara yang mengalir dari tekanan yang tinggi ke rendah, sehingga udara panas yang berada dibagian bawah bangunan dialirkan keatas dan keluar melalui rongga yang berada pada bagian atas.
Gambar 4. Pemasangan double skin facade (sumber : www.wikipedia.com)
2.
Gambar 5. Siklus udara yang terjadi pada double skin facade (sumber : www.wikipedia.com)
Ragam Secondary Skin
Menurut Stefanus Eko Prasetyo , Principal Architect dari Mezza[nine] Studio , Surabaya, secondary skin bisa dibuat dari berbagai macam material.
“Sebetulnya, material secondary skin paling lazim dan paling dasar yang sampai sekarang masih digunakan adalah gorden,” ujar arsitek lulusan Teknik Arsitektur Universitas Tarumanegara ini. Material lain yang bisa menjadi alternatif tambahan selain gorden adalah wooden blind . Sebetulnya bambu juga bisa digunakan sebagai material secondary
Seminar perancangan arsitektur
| 13
skin . “Namun yang umumnya digun akan pada desain-desain terkini adalah wooden blind dan para- para, karena memberikan kesan minimalis,” kata Steven. Wooden blind biasanya terbuat dari kayu dan diletakkan di belakang bidang kaca rumah. Sebagai secondary skin , wooden blind ini terbukti mampu mengurangi sinar matahari langsung dari luar. “Wooden blind ini sangat fleksibel karena dapat mengurangi sinar matahari dan bisa diatur agar sinar matahari tetap bisa masuk memberikan pencahayaan alami pada bangunan, tetapi juga mengurangi radiasi panas yang ada,” lanjut Steven, panggilan Stefanus. Kelebihan lain wooden blind antara lain mudah didapat, pengerjaannya cepat, dan tersedia dalam berbagai warna, sehingga bisa disesuaikan dengan desain interior yang ada. “Jadi, secara fungsional, wooden blind ini sangat baik, namun tetap bisa membaur atau menyesuaikan terhadap interior bangunannya. Harganya pun bervariasi, bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan masingmasing.” 3. Jarak Ideal Secondary Skin
Jarak pemasangan secondary skin tentu juga harus disesuaikan dengan jarak dari jendela. Jarak wooden blind biasanya lebih dekat dengan jendela, sementara para-para jarak tiap kisi-kisinya tidak ada patokan yang pasti. Biasanya, jarak ideal antara kisi-kisi berkisar 20 cm. Dengan jarak yang semakin jauh, maka bayang-bayang ( shading ) yang tercipta lebih banyak dan mampu menahan sinar dan panas matahari yang frontal, demikian pula dengan bahaya tampias air hujan. Aliran udara pun masih bisa mengalir dengan baik. Jika para-para berbahan kayu, maka finishing -nya pun harus disesuaikan agar kayu bisa bertahan terhadap cuaca eksterior. ”Pakai lazur, bukan melamin. Lazur adalah material yang tahan terhadap cuaca luar yang ekstrem, terutama jika dibandingkan dengan finishing melamin,” jelas Steven. Untuk menghindari
Seminar perancangan arsitektur
| 14
gangguan cuaca yang ekstrem terhadap ketahanan para-para, dewasa ini para-para kayu seringkali digantikan dengan para-para dari besi yang lebih tahan terhadap cuaca ekstrem.
Gambar 7. Jarak pemasangan double skin facade (sumber : www.tabloidnova.com)
Dari sisi biaya, wooden blind jelas lebih murah karena letaknya di dalam ruangan, sehingga terlindungi dari cuaca luar. Sementara para-para lebih rentan. Namun, dengan perkembangan teknologi bahan bangunan, finishing untuk para para kayu di eksterior pun sudah baik, sehingga tetap low maintenance .
Seminar perancangan arsitektur
| 15
DAFTAR PUSTAKA Bastian S, Ilman. Seminar Arsitektur-rancangan sirkulasi udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan termal ruang belajar. (2008). UNEP.
Pedoman
Efisiensi
Energi
untuk
Industri
di
Asia
–
www.energyefficiencyasia.org . Sukawi dan Agung Dwiyanto. (2013) Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada Ruang Perkuliahan (Studi Kasus Ruang Kuliah Jurusan Arsitektur FT UNDIP). Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 3, Agustus 2008. Aspek kenyamanan termal pada pengkondisian ruang dalam. Fitria, Laila. 2008. kualitas udara dalam ruang perpustakaan universitas ”x” ditinjau dari kualitas biologi, fisik, dan kimiawi.
Seminar perancangan arsitektur
| 16