BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari sifat fisik dari bawah permukaan bumi berdasarkan penerapan ilmu fisika. Aplikasi dari Geofisika banyak digunakan untuk investigasi keadaan bawah tanah seperti hidrokarbon dan air, serta untuk proses pembangunan insfrastruktur seperti terowongan, jalan raya, rumah dan bendungan. Salah satu metode geofisika yang sering digunakan terutama dalam perminyakan yaitu metode seismik seismi k (Priyono, 2000). Metode seismik merupakan salah satu bagian dari metode geofisika aktif, yang memanfaatkan pergerakan gelombang dalam suatu medium dimana dalam penyelidikannnya di lapangan metode ini menggunakan sumber berupa palu, dinamit,
dan
sebagainya
dalam
menghasilkan
gelombang.
Metode
ini
memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam permukaan bumi untuk mengetahui
kondisi
bawah
permukaan
bumi.
Metode
seismik
dapat
mengidentifikasi kondisi bawah permukaan bumi secara luas sehingga metode ini sangat efisien dan efektif (Priyono, 2000). Gelombang akan bergerak setelah sumber memberikan gangguan, setelah itu sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan sesuai dengan perbedaan kecepatan yang terjadi pada tiap lapisan. Waktu yang didapatkan dari perjalanan gelombang di dalam batuan dapat digunakan untuk menentukan tebal lapisan ataupun yang lain. Waktu jalar gelombang yang berada di bawah permukaan dari posisi sumber ke penerima pada berbagai jarak tertentu merupakan dasar dari perhitungan pada seismik bias. Seismik refraksi lebih terkenal dalam menentukan menentukan keadaan bawah permukaan yang relatif dangkal, seperti menentukan kedalaman lapisan soil, menentukan bedrock batuan, survey keadaan lapisan atas batuan dalam penentuan penentuan pembuatan jalan atau aspal, menentukan tempat titik bor (Pradjuto, 1980).
1
Dalam seismik refraksi menggunakan gelombang yang memantul dalam bidang lapisan batuan serta menganalisis energi yang pertama datang setelah getaran diberikan. Gelombang yang diberikan ke dalam lapisan batuan akan dipantulkan langsung ke geophone dan mendapatkan waktu dari dilepaskannya source sampai source sampai ke geophone (Pradjuto, 1980). I.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam praktikum ini dibatasi pada metode seismik refraksi yang di lakukan di Pantai Tete, Desa Bonepute, Kecamatan Tonra, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Data yang digunakan merupakan data sekunder. I.3 Tujuan I.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktikum ini adalah: 1. Untuk memenuhi salah satu mata kuliah wajib yaitu metode seismik refraksi. 2. Untuk mengaplikasikan teori geofisika yang diperoleh di dalam kelas. I.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari praktikum ini adalah: 1. Mampu melakukan akusisi dengan metode seismik refraksi 2. Mampu mengolah data seismik refraksi dengan menggunakan aplikasi Seisimager dan Plotrefa dan Plotrefa 3. Mampu mengetahui struktur bawah permukaan melalui penjalaran gelombang seismik refraksi pada medium elastisitas suatu batuan.
2
Dalam seismik refraksi menggunakan gelombang yang memantul dalam bidang lapisan batuan serta menganalisis energi yang pertama datang setelah getaran diberikan. Gelombang yang diberikan ke dalam lapisan batuan akan dipantulkan langsung ke geophone dan mendapatkan waktu dari dilepaskannya source sampai source sampai ke geophone (Pradjuto, 1980). I.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam praktikum ini dibatasi pada metode seismik refraksi yang di lakukan di Pantai Tete, Desa Bonepute, Kecamatan Tonra, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Data yang digunakan merupakan data sekunder. I.3 Tujuan I.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktikum ini adalah: 1. Untuk memenuhi salah satu mata kuliah wajib yaitu metode seismik refraksi. 2. Untuk mengaplikasikan teori geofisika yang diperoleh di dalam kelas. I.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari praktikum ini adalah: 1. Mampu melakukan akusisi dengan metode seismik refraksi 2. Mampu mengolah data seismik refraksi dengan menggunakan aplikasi Seisimager dan Plotrefa dan Plotrefa 3. Mampu mengetahui struktur bawah permukaan melalui penjalaran gelombang seismik refraksi pada medium elastisitas suatu batuan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Geologi Regional
Di daerah Bone terdapat 2 baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada dua arah utara - barat laut dan terpisahkan oleh lembah sungai Walanae. Pegunungan bagian barat, hampir setengah luas daerah, melebar di bagian selatan selat an (50 km) dan menyempit di bagian utara (22 ( 22 km). Puncak tertinggi te rtinggi 1694 m, sedangkan ketinggian rata-rata 1500 m. Pembentukannya sebagian besar batuan gunung api. Di lereng lembah barat dan beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi keras di lereng barat terdapat daerah pebukitan yang dibentuk oleh batuan pra-tersier. Pegunungan ini di barat daya dibatasi oleh daratan Pangkajene Maros yang luas sebagai lanjutan dari daratan di selatannya (Anwar, 2012). Pegunungan bagian timur, relatif lebih sempit dan lebih rendah, dengan puncaknya rata-rata setinggi 700 m dari yang tertinggi 787 m. Pegunungan ini juga sebagian besar berbatuan b erbatuan gunung api. Bagian selatannya selatann ya melebar 20 km dan lebih tinggi, tetapi ke utara menyempit dan merendah serta akhirnya menuju kebawah batas antara lembah Walanae dan dataran Bone yang sangat luas yang menempati hampir sepertiga bagian timur. Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut dibagian utara selebar 35 km, tetapi dibagian selatan hanya 10 km. Ditengah terdapat sungai Walanae yang mengalir ke utara. Bagian selatan berupa perbukitan rendah dan bagian utara terdapat dataran aluvisme yang sangat luas mengelilingi Danau Tempe (Anwar, 2012). Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdapat batuan ultrabasa, batuan malihan dan batuan lainnya. Batuan terbreksikan, tergerus dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi sekitarnya berupa sesar atau ketidakselarasan. Penarikan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta zaman kapur. Batuan ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Fomasi Balangbaru dan Formasi Merada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur
3
kapur akhir. Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam flysch (Anwar, 2012).
Gambar 2.1 Peta Geologi Kabupaten Bone (Pemkab Bone, 2012)
4
Batuan gunung api berumur paleosen (58,5-63 juta) dan diendapkan dalam lingkingan laut, menindih tak selaras batu flysch yang berumur kapur akhir. Batuan sedimen Formasi Mallawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan batubara menindih tak selaras batuan gunung api paleosen dan batuan flysch kapur akhir. Ke atas Formasi Mallawa ini secara berangsurangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara terusmenerus dari eosen awal sampai bagian awal miosen tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m dan menghampar cukup jauh mengalasi batuan gunung miosen tengah di barat. Sedimen klastik Formasi Salo Kalupung yang eosen sampai oligosen bersisipan batu gamping dan batuan gunung api miosen awal di timur (Anwar, 2012). Sebagian besar pegunungan baik yang di barat maupun yang di timur, berbatasan dengan gunung api. Di pegunungan timur batuan ini diduga berumur miosen awal, bagian atas yang membentuk batuan gunung api Kalamiseng. Di lereng timur bagian utara pegunungan yang bagian barat, terdapat batuan gunung Soppeng yang diduga berumur miosen awal. Batuan sedimen yang berumur miosen tengah sampai pilosen berselingan dengan batuan gunung api yang berumur antara 8,93-9,29 juta tahun, secara bersamaan batuan itu menyusun Formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan barat tebentuk dari Formasi Camba ini menindih tak selaras Formasi Tonasa (Anwar, 2012). Selama miosen akhir sampai pliosen, di daerah yang sekarang menjadi lembah Walanae diendapkan sedimen klastik Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar 4500 m dengan beohern batugamping koral tumbuh di beberapa tempat Formasi Walanae berhubungan penjemari dengan bagian atas Formasi Camba. Kegiatan gunung api selama miosen akhir sampai pliosen awal merupakan sumber bahan bagian Formasi Walanae. Kegiatan gunung api masih terjadi di beberapa tempat selama pliosen dan menghasilkan batuan gunung api Pare-Pare, Baturape-Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu (Anwar, 2012).
5
Terobosan batuan beku yang menerobos yang terjadi di daerah ini semuanya berkaitan erat dengan kegiatan gunung api tersebut, dimana bentuknya berupa stock dan retas. Setelah pliosen akhir rupanya terjadi pengendapan yang berarti daerah ini juga tidak ada kegiatan gunung api (Anwar, 2012). Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukannya stratigrafinya dan tektoniknya adalah sedimen flysch Formasi Balang Baru dan Formasi Malada. Bagian bawah tidak selaras menindih batuan yang lebih tua dan bagian utaranya ditindih tidak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua merupakan masa yang terimbrikasi melalui sejumlah sesar sungkup, terbreksikan, tergerus, terdaunkan dan sebagian tercampurkan menjadi melange. Oleh karena itu kelompok batuan ini dinamakan Komplek Tektonik Bantimala. Berdasarkan himpunan batuannya diduga Formasi Balang Baru dan Marada merupakan endapan lereng dalam sistem busur palung pada zaman kapur akhir. Gejala ini menunjukan bahwa malange di daerah Bantimala tejadi sebelum kapur akhir (Anwar, 2012). Kegiatan gunung api bawah laut, dimulai pada kala paleosen yang hasil erupsinya terlihat di timur Bantimala dan di daerah Barru pada kala miosen awal, rupanya daerah barat merupakan tepi daratan yang dicirikan oleh endapan darat serta batu bara didalam Formasi Mallawa, sedangkan di daerah timur berupa cekungan laut dangkal tempat pengendapan batu-batu klastik. Bersisipan karbonat Salo Kulapang pengendapan Formasi Mallawa kemungkinan hanya berlangsung selama awal eosen akhir sampai milosen awal. Gejala ini menandakan bahwa selama itu terjadi paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur menurun sejalan dengan adanya pengendapan proses tektonik di bagian barat ini berlangsung sampai meosen awal, sedangkan di bagian timur kegiatan gunung api sudah mulai lagi selama miosen awal yang diwakili oleh batuan gunung api Kalamiseng dan Soppeng (Anwar, 2012). Akhir kegiatan miosen awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terbentuk Walanae. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal miosen tengah dan menurunya terban Walanae yang seluruhnya nampak tersingkap tidak menerus di sebelah barat. Selama
6
terbentuknya terban Walanae, di timur kegiatan gunung api terjadi hanya di bagian selatan sedangkan di bagian barat terjadi kegiatan gunung api yang hampir merata dari selatan ke utara berlangsung dari miosen tengah sampai plioesen. Bentuk kerucut gunung api masih dapat diamati di daerah sebelah barat ini, diantaranya puncak Maros dan Gunung Tendongkarambu. Suatu tebing melingkar mengelilingi Gunung Benrong di utara, Gunung Tendongkarambu mungkin merupakan sisa sustu kaldera (Anwar, 2012). Sesar utama yang utama barat laut yang terjadi sejak miosen tengah sampai pilosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur-barat pada waktu sebelum akhir pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan pra-kapur akhir di daerah Bantimala ke atas batuan tersier. Perlipatan dan penyesaran yang relatif lebih kecil dibagian timur lembah Walanae dan dibagian barat pegunungan barat, yang berarah laut tenggara, kemudian adanya kemungkinan besar terjadi oleh gesekan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar (Anwar, 2012). II.2 Seismik Refraksi
Lapisan batuan bawah permukaan bumi memiliki variasi sifat fisis yang beragam. Sifat-sifat fisis yang terdapat di dalam bumi diantaranya densitas, resistivitas, elastisitas dan lain-lain. Sifat-sifat fisis yang terdapat di bawah permukaan bumi ini dapat diketahui dengan menggunakan alat geofisika yang digunakan di permukaan bumi. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui lapisan bawah permukaan bumi adalah metode seismik (Munadi, 2000). Metode seismik merupakan metode geofisika aktif yang memanfaatkan gelombang mekanik yang merambat ke dalam bumi. Gelombang tersebut berasal dari sumber seismik yang direncanakan seperti palu. Salah satu metode seismik yang digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan bawah permukaan yang kedalamannya relatif dangkal adalah metode seis mik refraksi (Munadi, 2000).
7
Prinsip yang digunakan dalam metode seismik refraksi adalah dengan menentukan waktu pertama kali gelombang seismik tiba pada setiap geophone. Dengan mengetahui waktu tiba geombang seismik maka kecepatan rambat gelombang seismik pada setiap batuan dan kedalaman refraktor. Nilai cepat rambat gelombang seismik pada setiap batuan inilah yang akan memberikan informasi lapisan bawah permukaaan. Tingkat kekerasan batuan ( hardness ) merupakan salah satu informasi lapisan bawah permukaan yang dapat diketahui dengan metode seismik refraksi (Munadi, 2000). Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi dengan rambatan energi tersebut disebabkan karena adanya gangguan di dalam kerak bumi, misalnya adanya patahan atau adanya ledakan. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan. Energi ini akan merambat ke seluruh bagian bumi dan dapat terekam oleh seismometer (Pradjuto, 1980). Gelombang seismik ada yang merambat melalui interior bumi yang disebut sebagai body wave, dan ada juga yang merambat melalui permukaan bumi disebut surface wave. Body wave dibedakan menjadi 2 berdasarkan pada arah getarnya. Gelombang p ( longitudinal ) merupakan gelombang yang arah getarnya searah dengan arah perambatan gelombang sedangkan gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatannya disebut gelombang s ( transversal ). Surface wave terdiri atas Rayleigh wave ( ground roll ) dan love wave ( Telford, dkk., 1990). Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber seismik ( palu, ledakan, dll ). Setelah usikan diberikan terjadi gerakan gelombang di dalam medium yaitu batuan yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah dan akan mengalami pemantulan atau pembiasan akibat munculnya perbedaaan kecepatan, kemudian pada suatu jarak tertentu gerakan partikel tersebut direkam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat diperkirakan bentuk lapisan / struktur di bawah permukaan bumi ( Telford, dkk., 1990).
8
Dalam menentukan litologi batuan dan struktur geologi, metode seismik dibai menjadi 2, yaitu seismik refleksi untuk menentukan litologi dan struktur geologi pada kedalaman yang dalam sedangkan seismik refraksi untuk menentukan litologi dan struktur geologi untuk kedalaman yang relatif dangkal (Telford, dkk, 1990). Eksperimen seismik aktif pertama kali dilakukan pada tahun 1845 oleh Robert Mallet, yang oleh kebanyakan orang dikenal sebagai bapak seismologi instrumentasi. Mallet mengukur waktu transmisi gelombang seismik, yang dikenal sebagai gelombang permukaan, yang dibangkitkan oleh sebuah ledakan. Mallet meletakkan sebuah wadah kecil berisi merkuri pada beberapa jarak dari sumber ledakan dan mencatat waktu yang diperlukan oleh merkuri untuk beriak. Pada tahun 1909, Andrija Mohorovicic menggunakan waktu jalar dari sumber gempa bumi untuk eksperimennya dan menemukan keberadaan bidang batas antara mantel dan kerak bumi yang sekarang disebut sebagai Moho (Sismanto, 1996). Pemakaian awal observasi seismik untuk eksplorasi minyak dan mineral dimulai pada tahun 1920an. Teknik seismik refraksi digunakan secara intemsif di Iran untuk membatasi struktur yang mengandung minyak. Tetapi, sekarang seismik refleksi merupakan metode terbaik yang digunakan di dalam eksplorasi minyak bumi. Metode ini pertama kali didemonstrasikan di Oklahoma pada tahun 1921 (Sismanto, 1996).
II.2.1 Konsep Dasar Gelombang Seismik Refraksi
Seismik refraksi dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk menjalar pada batuan dari posisi sumber seismik ( seismic source ) menuju penerima ( receiver ) pada berbagai jarak tertentu. Pada metode ini, gelombang yang terjadi setelah usikan pertama ( first break ) diabaikan, sehingga data yang dibutuhkan hanya data first break saja. Gelombang yang datang setelah first break diabaikan karena gelombang seismik refraksi merambat paling cepat dibandingkan dengan gelombang lainnya kecuali pada jarak offset yang relatife dekat sehingga yang dibutuhkan adalah waktu pertama kali gelombang diterima oleh setiap geophone. Parameter jarak ( offset ) dan waktu
9
penjalaran gelombang dihubungkan dengan cepat rambat gelombang dalam medium. Besarnya kecepatan rambat gelombang tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang ada dalam material yang dikenal sebagai parameter elastisitas ( Telford, dkk., 1990).
Untuk memahami penjalaran gelombang seismik pada batuan bawah permukaan digunakan beberapa asumsi. Beberapa asumsi yang digunakan antara lain (Priyono, 2000).: 1. Panjang gelombang seismik yang digunakan jauh lebih kecil dibandingkan ketebalan lapisan batuan akan terdeteksi. 2. Gelombang seismik dipandang sebagai sinar yang memenuhi hokum snellius dan prinsip Huygens. Menurut snellius, gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan atau pada bidang batas antara dua medium yang berbeda sedangkan dalam prinsip Huygens, titik-titik yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru. Muka gelombang ( wavefront ) yang menjalar menjauhi sumber adalah superposisi dari beberapa muka gelombang yang dihasilkan oleh sumber gelombang baru tersebut. 3. Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan gelombang seismik dengan kecepatan berbeda, 4. Pada bidang batas antar lapisan ( interface ), gelombang seismik menjalar dengan kecepatan gelombang pada lapisan di bawahnya. 5. Makin bertambahnya kedalaman lapisan batuan maka semakin kompak batuannya
sehingga
kecepatan
gelombang
pun
bertambah
seiring
bertambahnya kedalaman.
II.2.2 Hukum Fisika Gelombang Seismik
Gelombang seismik mempunyai kelakuan yang sama dengan kelakuan gelombang cahaya, sehingga hukum-hukum yang berlaku untuk gelombang cahaya berlaku juga untuk gelombang seismik. Hukum-hukum tersebut antara lain ( Susilawati, 2004 ) : 1. Huygens mengatakan bahwa gelombang menyebar dari sebuah titik sumber gelombang ke segala arah dengan bentuk bola.
10
2. Hukum snellius menyatakan bahwa bila suatu gelombang jatuh diatas bidang batas dua medium yang mempunyai perbedaan densitas, maka gelombang tersebut akan dibiaskan jika sudut datang gelombang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya. Gelombang akan dipantulkan jika sudut datangnya lebih besar dari sudut kritisnya. Gelombang datang, gelombang bias, gelombang pantul terletak pada suatu bidang datar. Menurut hukum snellius, jika ada gelombang elastik yang menjalar dalam bumi kemudian bertemu dengan bidang batas perlapisan ( interface ) dengan elastisitas dan densitas yang berbeda-beda, maka akan terjadi pemantulan dan pembiasan gelombang ( Susilawati, 2004 ).
=
(2.1)
Jika gelombang p ( kompresi ) menjalar ke dalam bumi kemudian melalui batas perlapisan batuan maka akan terjadi empat gelombang yang berbeda yaitu gelombang P refleksi ( P 2), gelombang P refraksi (P1), gelombang S refleksi ( S1 ), gelombang S refraksi ( S 2 ) ( Susilawati, 2004 ). Sehingga menurut Hukum Snellius :
= = = =
(2.2)
Gambar 2.2 Pemantulan dan Pembiasan gelombang
11
Metode seismik refraksi menerapkan waktu tiba pertama gelombang dalam
perhitungannya.
Gelombang
P
memiliki
kecepatan
lebih
besar
dibandingkan dengan kecepatan gelombang S sehingga waktu datang gelombang P yang digunakan dalam perhitungan. Gelombang seismik refraksi yang dapat terekam oleh receiver pada permukaan bumi hanyalah gelombang seismik refraksi yang merambat pada batas antar lapisan batuan. Hal ini hanya dapat terjadi jika sudut datang merupakan sudut kritis atau ketika sudut bias tegak lurus dengan garis normal ( r = 900 sehingga sin r =1 ). Dalam hal ini sesuai dengan asumsi di awal bahwa kecepatan lapisan di bawah interface lebih besar dibandingkan dengan kecepatan di atas interface ( Susilawati, 2004 ).
Gambar 2.3 Pembiasan dengan sudut kritis ( Susilawati, 2004 ) Gelombang seismik berasal dari sumber seismik ( seismik source ) merambat dengan kecepatan V1 menuju bidang batas ( A ), kemudian gelombang dibiaskan dengan sudut datang kritis sepanjang interface dengan kecepatan V 2 (Gambar 2.3). Dengan menggunakan prinsip Huygens pada interface, gelombang ini kembali ke permukaan sehingga dapat diterima oleh receiver yang ada di permukaan ( Susilawati, 2004 ). Gelombang yang dapat ditangkap oleh receiver dapat berupa gelombang langsung ( direct wave ), gelombang refleksi ( reflection wave ) ataupun gelombang refraksi ( reflaction wave ). Untuk jarak offset (
jarak geophone
dengan sumber seismik yang relatif jauh, gelombang yang paling cepat diterima oleh receiver adalah gelombang refraksi ( Susilawati, 2004 ).
12
Berdasarkan grafik hubungan antara jarak dan waktu tempuh gelombang, untuk jarak relatif dekat dengan waktu tempuh gelombang refraksi sama dengan waktu tempuh gelombang langsung. Hal ini disebakan adanya perbedaan waktu tempuh sangat kecil. Sehingga dalam perhitungan, untuk jarak yang relatif dekat ataupun jauh, waktu tempuh yang digunakan adalah waktu tempuh tercepat yang diterima oleh geophone / receiver ( Susilawati, 2004 ).
Gambar 2.4 Hubungan jarak dengan waktu tempuh gelombang lan gsung, refleksi, refraksi II.2.3 Penentuan Ketebalan Lapisan
Perhitungan yang digunakan dalam metode seismik refraksi adalah dengan menghitung waktu pertama kali gelombang yang berasal dari sumber seismik diterima oleh setiap receiver. Dengan mengetahui jarak setiap receiver dengan sumber seismik dan waktu penjalaran gelombang yang pertama kali sampai receiver kemuidan dibuat grafik hubungan antara jarak dengan waktu. Dengan mengetahui kemiringan / gradien dari grafik tersebut maka akan didapatkan nilai kecepatan (Susilawati, 2004). Jika dibawah permukaan bumi terdapat dua lapisan batuan yang dibatasi oleh interface datar ( horizontal ) maka waktu tempuh gelombang refraksi ( t ) untuk merambat dari sumber seismik menuju receiver akan melalui lintasan A-BC-D ( Dobrin & savit, 1998 ). x A h
D ic
13
B
C
Gambar 2.5 Lintasan Penjalaran Gelombang Refraksi Waktu propagasi gelombang bias : T = T AB + T BC + T CD
= (2ℎ)i =
= √
(2.3) (2.4)
(2.5)
(2.6)
Untuk x = 0, maka besarnya T=T i adalah :
ℎ
= √ −+
T = √ V V Atau ℎ = √ −
(2.7)
(2.8)
(2.9)
Ti dicari grafik hubungan antara waktu tiba dengan jarak. Di titik potong ini berlaku T1=T2=To dan X=Xo. Dengan demikian besarnya h adalah :
ℎ = √ −+
(2.10)
Kondisi lapisan bawah permukaan tidak selamanya horizontal atau datar, mungkin saja kondisi lapisan bawah permukaan berupa lapisan miring. Lapisan miring dapat berupa downdip ( pengukuran ke arah perlapisan turun ) ataupun berupa updip ( pengukuran kearah lapisan naik ) ( Susilawati, 2004 ).
14
TBA
TAB
1/vapu2
1/vapd2
1/vapu1 1/vapp1 x
B xsin
hd
Q v1 C
v
Gambar 2.6 Travel time pada lapisan miring Dengan mensubtitusikan h n dan hd, maka waktu tempuh down dip diberikan oleh :
x cosisinφ cosi t = x
(2.11)
= () = ()
(2.12)
dimana :
= ,
ℎ =
maka selanjutnya diperoleh :
(2.13)
√ − dengan =
15
Dalam hal ini, 1 dan 2 adalah true velocity . Dengan cara yang sama akan diperoleh :
= ( ) dengan
=
(2.14)
karena T AB = T BA dengan demikian akan diperoleh :
√ − ℎ = dengan =
(2.15)
sedang kecepatan semu diberikan oleh :
= (+)
(2.16)
= (+)
(2.17)
Sudut kritis gelombang datar diberikan oleh :
= =
(2.18)
= sin sin
(2.19)
Untuk sudut kecil
≈20°
= 12 ( )
(2.20)
Bila di bawah permukaan terdapat patahan maka grafik X,T akan terdapat loncatan slop dari
dari
1
dan ℎ ke
diperoleh dari
sedang besar
kedalamannya dapat dihitung dengan menggunakan hubungan:
∆ℎ= ( ) −
(2.21)
16
II.2.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Cepat Rambat Gelombang Seismik Pada Batuan
Gelombang seismik yang menjalar ke dalam bumi ( body wave ) terdiri dari dua jenis yaitu gelombang P dan gelombang S. Besarnya kecepatan gelombang P ( α ) dan gelombang S ( β ) dituliskan sebagai berikut (Sheriff dan Geldart, 1995) :
= √ λ +
(2.22)
= √
(2.23)
Dimana : α = kecepatan rambat gelombang P β = kecepatan rambat gelombang S λ dan μ = konstanta elastisitas ( Lame Constant ) ρ = densitas Berdasarkan persamaan tersebut, besarnya cepat rambat seismik pada batuan dipengaruhi oleh elastisitas batuan dan densitas batuan. Elastisitas batuan menunjukkan kemampuan suatu batuan untuk mengembalikkan bentuk dan ukurannya seperti semula ketika diberikan gaya kepada batuan tersebut. Ketika suatu batuan diberikan gaya atau stress maka akan terjadi perubahan bentuk dan dimensi batuan relatif terhadap keadaan sebelum diberikan gaya. μ merupakan konstanta elastistisitas yang berhubungan dengan impresibilitas. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi cepat rambat gelombang seismik dan batuan antara lain : Litologi, densitas batuan, porositas, kedalaman batuan, tekanan, umur batuan, dan temperature (Telford, dkk., 1990). II.2.4.1 Litologi
Litologi
merupakan
faktor
penting
yang
mempengaruhi
kecepatan
gelombang seismik. Jenis batuan yang berbeda akan menunjukkan rentang nilai kecepatan yang berbeda walaupun jenis batuan yang berbeda terkadang menunjukkan overlap nilai kecepatan gelombang seismiknya. Setiap lapisan
17
batuan memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Tingkat kekerasan yang berbeda-beda ini yang menyebabkan perbedaan kemampuan suatu batuan untuk mengembalikkan bentuk dan ukuran seperti semula ketika diberikan gaya padanya. Elastisitas batuan yang berbeda-beda inilah yang menyebabkan gelombang merambat melalui lapisan batuan dengan kecepatan yang berbeda beda (Dobrin, 1998).
Material
P velocity (m/s)
Water
1400-1600
Weatherered Layer
300-900
Soil
250-600
Alluvium
500-2000
Clay
1000-2500
Sand (Unsaturated)
200-1000
Sand (Saturated)
800-2200
Sand and Gravel Unsaturared
400-500
Sand and Gravel Saturared
500-1500
Glacial Till Unsaturated
400-1000
Glacial Till Saturated
1500-2500
Granite
5000-6000
Basalt
5400-6400
Metamorphic Rock
3500-7000
Sandstone and Shale
2000-4500
Limestone
2000-6000
Tabel 2.1 Tabel 2.1 Data Kecepatan Gelombang Primer pada Beberapa Me dium (Burger dalam Setiawan, 2008). Selain memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda, lapisan batuan juga memiliki kerapatan yang berbeda-beda sehingga setiap lapisan batuan juga memiliki
densitas
yang
berbeda-beda.
Perbedaan
densitas
juga
dapat
menyebabkan perbedaan cepat rambat gelombang seismik pada setiap batuan (Dobrin, 1998). II.2.4.2 Densitas
Densitas atau kerapatan batuan umumnya bertambah dengan bertambahnya kedalaman karena dengan bertambahnya kedalaman tekanan hidrostatik juga semakin bertambah besar. Semakin besarnya tekanan menyebabkan batuan
18
mengalami kompresi sehingga semakin rapat lapisan suatu batuan yang menyebabkan batuan mengalami kompresi sehingga semakin rapat lapisan suatu batuan yang menyebabkan semakin besar densitas suatu batuan. Besarnya densitas suatu batuan juga bergantung pada besarnya porositas suatu batuan. Semakin besar porositas suatu batuan mengindikasikan semakin besar massa suatu batuan yang hilang atau rongga batuan makin besar. Hal ini menyebabkan densitas batuan semakin berkurang (Telford, dkk, 1990). Persamaan dibawah adalah ubungan antara densitas dengan kecepatan perambatan gelombang dalam batuan. Rumus empirik ini tidak mengikutsertakan batuan evaporate dan batuan carbonaceous. Perumusan ini dikenal dengan sebutan Hukum Gardner (Sheriff dan Geldart, 1995): Ρ = αv1/4
(2.24)
Dimana : ρ = densitas dalam gr / cm3 α = konstanta yang besarnya 0,31 V = kecepatan dalam m/s Dengan menggunakan hukum Gardner ini dapat diketahui bahwa besarnya cepat rambat gelombang seismik dari formasi batuan sebanding dengan pangkat empat dari besarnya densitas batuan atau dengan kata lain semakin besar densitas suatu formasi batuan maka semakin besar cepat rambat gelombang dalam batuan tersebut ( Telford, dkk., 1990). II.2.4.3 Porositas
Porositas merupakan faktor paling penting dalam menentukan kecepatan gelombang seismik dalam batuan. Semakin besar porositas suatu batuan maka semakin kecil nilai densitas suatu batuan sehingga menyebabkan gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang lebih lambat juga. Suatu zat yang mengisi pori juga dapat memberikan pengaruh terhadap cepat rambat gelombang seismik pada formasi batuan tersebut. Pori-pori batuan yang terisi oleh air lebih besar densitasnya dibandingkan dengan pori-pori batuan yang terisi minyak. Pori pori batuan yang terisi minyak lebih besar densitasnya dibandingkan dengan pori
19
batuan yang terisi dengan udara. Hal ini disebabkan karena densitas dari air lebih besar dibandingkan dengan minyak dan densitas minyak lebih besar dibandin gkan dengan densitas udara ( gas ). Oleh karena itu, besar cepat rambat gelombang dalam batuan berpori yan berisi air lebih besar dibandingkan dengan cepat rambat batuan yang berisi minyak atau gas (Priyono, 2000). II.2.4.4 Kedalaman Batuan dan Tekanan
Secara umum, porositas berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Berkurangnya porositas karena batuan mengalami kompresi. Batuan yang berada pada lapisan bawah akan mengalami kompresi atau tekanan dari lapisan di atasnya sehingga batuan yang berada paling bawah akan mengalami tekanan paling besar dari lapisan diatasnya. Dengan kata lain, semakin dalam posisi lapisan suatu batuan maka semakin besar tekanan yang akan dialaminya. Akibat adanya tekanan yang semakin besar menyebabkan semakin rapatnya suatu batuan yang ditandai dengan semakin kecilnya porositas suatu batuan. Semakin kecilnya porositas suatu batuan menyebabkan semakin besarnya densitas sehingga gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang semakin cepat pada formasi batuan tersebut. Hal ini berarti besarnya kecepatan seismik akan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman dan bertambahnya tekanan (Priyono, 2000). II.2.4.5 Umur, Frekuensi dan Temperatur
Batuan yang lebih tua umumnya berada pada lapisan bawah. Semakin tua usia suatu batuan maka semakin dalam pula posisi lapisan batuan tersebut dari permukaan. Selain berada pada posisi yang semakin dalam, dengan bertambahnya usia suatu batuan maka batuan tersebut memilki waktu yang lebih lama dalam cementation, lapisan tersebut juga memilki waktu yang lebih lama dalam mengalami tekanan tektonik sehingga memiliki densitas yang semakin besar karena porositas yang semakin kecil. Kondisi seperti ini menyebabkan semakin cepat gelombang seismik merambat pada batuan yang memilki umur semakin tua (Priyono, 2000). II.2.5 Metode H agedorn (Plus - Minus)
20
Metode Plus-Minus merupakan turunan dari metode delay time. Metode ini menggunakan dua jenis analisis, yaitu analisis Plus Time (untuk analisis kedalaman) bisa dilihat pada Gambar 2.7, analisis Minus Time (untuk analisis kecepatan) (Enikanselu, 2008). II.2.5.1 Analisis Plus Ti me(
+
)
Gambar 2.7 Ilustrasi Dua Lapisan Metode Plus Minus untuk Analisis Plus Time (Enikanselu, 2008) +
= + −
(2.25)
Sehingga disederhanakan menjadi, +
= − + – +
=
(2.26)
2 (Z 1D COS ɵc ) /
(2.27)
Maka diperoleh kedalaman di titik D, +
1 =
/ 2
COS ɵc
(2.28)
Sedangkan untuk mencari kecepatan V 1 di dapat dari inverse slope gelombang arrival lapisan pertama (Sf ke Xf atau Sr ke Xr ). II.2.5.1 Analisis Minus Time(
-
)
21
Gambar 2.8 Analisis Minus Time untuk Mencari Informasi Kecepatan V 2 (Enikanselu, 2008). Minus Time adalah pengurangan waktu rambatan gelombang dari sumber forward di jumlahkan dengan pengurangan waktu rambat gelombang dari sumber reverse. Analisis ini digunakan untuk mendeterminasi kecepatan refraktor (V2). Untuk analisis Minus Time bisa ditunjukkan seperti pada Gambar 2.8 (Enikanselu, 2008). Berdasarkan gambar di atas didapatkan persamaan Minus Time, yaitu:
= − – = − − − = − + − −
−
−
′
′
′
−
′
′
′
(2.29) (2.30) (2.31)
Dimana,
− dan − = Δ / ′
′
2
Artinya kecepatan V2 sama dengan dua kali inverse slope-nya di dalam window analisis Minus Time. Sehingga:
− = Δ− = 2Δ / −
′
−
2
(2.32)
II.2.5 Metode Tomografi
Tomografi seismik adalah metode untuk merekonstruksi struktur bawah permukaan bumi dengan menggunakan data bentuk gelombang ( wavefrom) atau data waktu tempuh (travel time) dari gelombang seismik.Metode ini digunakan untuk memperoleh profil sebaran detail dari sifat-sifat fisik batuan seperti kecepatan perambatan dan perlambatan (Kaswandhit, 2007).
22
Tomografi dibagi ke dalam dua jenis pemodelan yaitu (Kaswandhit, 2007): 1. Pemodelan ke depan ( forward modelling) 2. Pemodelan ke belakang (inversion modelling) Pemodelan ke depan dilakukan dengan cara menentukan parameter model terlebih dahulu, lalu diperiksa apakah model tersebut menghasilkan data yang sesuai dengan data pengamatan. Sedangkan pemodelan ke belakang sering dikatakan sebagai kebalikan dari pemodelan ke depan karena dalam pemodelan ke belakang parameter diperoleh secara langsung dari data. Kedua jenis pemodelan tersebut dapat dipecahkan dengan metode-metode yang beragam (Kaswandhit, 2007). Pemodelan ke depan dalam tomografi dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah (Kaswandhit, 2007) : a. Metode elemen hingga b. Metode beda hingga ( Finite Difference) c. Metode jejak sinar ( Ray Tracing) Pemodelan ke belakang dalam tomografi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan matematis, diantaranya adalah (Kaswandhit, 2007) : a. Filter proyeksi balik ( Filter back projection) b. ART ( Algebaric Reconstruction Technique) c. SIRT (Simultaneous Iterative Reconstruction Technique) d. SART (Simultaneous Algebaric Reconstruction Technique)
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Lokasi dan Waktu
Lokasi praktikum ini dilaksanakan di Pantai Tete, Desa Bonepute, Kecamatan Tonra, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Daya yang digunakan adalah data sekunder.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Praktikum (KSGF Unhas, 2016) III.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengukuran seismik (seismik refraksi) adalah sebagai berikut: 1. Palu dan plat besi, sebagai sumber gelombang 2. Geophone 12 buah, sebagai penerima gelombang
24
3. Seismograf, untuk mencatat/merekam getaran 4. Aki, sebagai sumber arus 5. Trigger 1 buah, untuk koreksi pola penembakan 6. Laptop, untuk menyimpan data 7. GPS, untuk menentukan koordinat dan elevasi lintasan 8. Kompas, untuk mengetahui arah lintasan 9. Kabel Konektor, untuk menghubungkan geophone, laptop, aki dengan alat seismik 10. Meteran, untuk mengukur panjang lintasan dan jarak antar geophone serta jarak geophone ke source 11. Tabel data dan alat tulis, untuk mencata hasil pengukuran III.3 Prosedur Pengambilan Data
1.
Mengukur lintasan sepanjang 55 meter
2.
Menentukan arah lintasan
3.
Menancapkan geophone pada setiap jarak 5 meter lalu menghubungkan kabelnya dengan seismograf berdasarkan nomornya
4.
Mencatat koordinat dan elevasi untuk setiap geophone dan source
5.
Menyiapkan source berupa palu dan plat
6.
Melakukan 5 kali peledakan pada setiap shoot point .
7.
Mencatat/menyimpan data yang terekam pada laptop yang terhubung ke seismograf.
III.4 Pengolahan Data Seismik III.4.1 Pengolahan Data di Perangkat Lunak IXSeg2Segy
Tahap-tahap yang dilakukan pada saat pengolahan data seismik refraksi pada Perangkat Lunak IXSeg2Segy, yaitu: 1. Membuka perangkat lunak IXSeg2Segy untuk mengubah format data dari .Segy menjadi .Seg2
Gambar 3.2 Logo Perangkat Lunak IXSeg2Segy
25
2. Memilih File => Import, kemudian pilih data hasil rekaman di lapangan.
Gambar 3.3 Hasil Input Data Rekaman di Ixseg2segy 3. Memilih File => Export SEG2, kemudian Save. 4. Mengulang langkah 1 sampai 3 untuk mengubah format .segy menjadi .seg2 pada data yang lain. III.4.2 Pengolahan Data di Perangkat Lunak PickWin
Tahap-tahap yang dilakukan pada saat pengolahan data seismik refraksi pada Perangkat Lunak PickWin, yaitu: 1. Membuka perangkat lunak Pickwin untuk memilah gelombang yang pertama kali tiba ( picking firstbreak ) di geophone.
Gambar 3.4 Logo Perangkat Lunak Pickwin 2. Memilih File => Open SEG2, ubah File of Type ke .seg2, lalu pilih data yang ingin ditampilkan.
26
Gambar 3.5 Hasil Input Data SEG2 di PickWin 3. Pilih Edit/Display => Edit Source/Receiver Locations, Etc. Maka akan muncul kotak dialog Geometry dan masukkan data Shoot Coordinate.
Gambar 3.6 Tampilan Kotak Dialog Geometry
4. Melakukan picking, klik tombol
yang terdapat pada toolbar dan
melakukan pick pada gelombang first break .
27
Gambar 3.7 Tampilan Shot pertama setelah dilakukan picking 5. Mengklik icon
.
Gambar 3.7 Tampilan Shot pertama setelah menghubungkan titik picking 6. Memilih File => Save First Break Pick File , lalu masukkan nama file, kemudian Save.
28
Gambar 3.8 Save pick file 7. Memilih File => Open SEG2 file, lalu pilih data yang berikutnya. Kemudian pilih New File. 8. Melakukan langkah 1 sampai 7 untuk data berikutnya data yang dipicking merupakan data penembakan ke depan ( Forward Shot ) data penembakan di tengah (mid shot), dan data penembakan ke belakang ( Reverse Shot ). Berikut hasil picking dari beberapa data dapat dilihat pada gambar.
Gambar 3.9 Tampilan picking shot 2
29
Gambar 3.10 Tampilan picking shot 3
Gambar 3.11 Tampilan picking shot 4
30
Gambar 3.12 Tampilan picking shot 5 III.4.3 Pengolahan Data di Perangkat Lunak Plotrefa Menggunakan Metode
I nverse Tomogr aphy Tahap-tahap yang dilakukan pada saat pengolahan data seismik refraksi pada Perangkat Lunak Plotrefa, yaitu: 1. Membuka perangkat lunak plotrefa .
Gambar 3.13 Logo Perangkat Lunak Plotrefa 2. Pilih File => Open plotrefa file , lalu pilih file yang ingin diolah.
Gambar 3.14 Open Plotrefa File
31
3. Me,ilih data pick yang terkahir diolah. Tampilannya seperti gambar di bawah
Gambar 3.15 Tampilan plotrefa file dari shot lima 4. Memilih Time-Term Inversion => Assign Layer 2 Arrivals .
Gambar 3.16 Menu Arrange layer 2 arrivals 5. Kemudian akan muncul titik berwarna merah, lalu memilih titik di tengah yang mewakili 2 cabang garis. 6. Setelah memilih titik tengah yang menghubungkan ruas kanan dan ruas kiri, maka akan muncul titik-titik berwarna hijau.
32
Gambar 3.17 Tampilan setelah memilih titik tengah 5. Memilih Time-Term Inversion => Do-Time Term Inversion =>Flat Surface, Karena elevasi semua geophone sama. Akan muncul kotak dialog
seperti pada gambar dibawah
Gambar 3.18 Menu Do-Time Inversions
Gambar 3.19 Kotak Dialog Flat Surface
33
6. Mengisi kotak dialog berdasarkan parameter pengukuran. Lalu OK .
Gambar 3.20 Kotak Dialog Cell Size 7. Menghasilkan penampang seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah dengan nilai RMS error 5.2229
Gambar 3.21Hasil Penampang di Plotrefa
34
III.4.4 Pengolahan Data di Mircosoft Excel Menggunakan Metode Plus
Minus Tahap-tahap yang dilakukan pada saat pengolahan data seismik refraksi pada Microsoft Excel , yaitu: 1. Membuka data hasil picking menggunakan aplikasi Notepad.
Gambar 3.22 Hasil Data di Notepad 2. Menyalin data jarak dan waktu, lalu menempelkan ke cell Microsft Excel yang terlah terbuka.
Gambar 3.23 Hasil Data di Ms. Excel
35
3. Mengubah waktu Forward dan Reverse dari milisekon menjadi sekon dengan membagi setiap angka dalam cell dengan 1000.
Gambar 3.24 Hasil Konversi Data di Ms. Excel 4. Membuat grafik antara jarak antar geophone dengan nilai waktu Forward dan Reverse dalam satuan sekon.
Travel Time 0.0800000000 0.0700000000 0.0600000000 ) 0.0500000000 s ( e 0.0400000000 m i T 0.0300000000 0.0200000000 0.0100000000 0.0000000000
Forward (s) Reverse (s)
0
20
40
60
Offset (m)
Gambar 3.25 Grafik travel time penembakan forward dan reverse 5. Memunculkan nilai persamaan regresi linear dari gelombang langsung untuk menentukan nilai kecepatan gelombang seismik di lapisan pertama (V1) dengan cara klik kanan pada garis gelombang langsung, pilih Add Trendline, lalu centang Display Equation On Chart . 6. Maka persamaan garisnya akan muncul seperti gambar di bawah
36
Travel Time 0.0900000000 0.0800000000y = 0.0015x + 0.0029 Gel. Langsung Forward
0.0700000000 0.0600000000
Gel. Langsung Reverse
) s 0.0500000000 ( e m0.0400000000 i T
Gel. Refraksi Forward
0.0300000000
Gel. Refraksi Reverse
0.0200000000 0.0100000000
Linear (Gel. Langsung Forward)
0.0000000000 0
20
40
60
Offset
Gambar 3.26 Grafik travel time gel. langsung & refraksi penembakan forward dan reverse 9.
Menentukan nilai
untuk penembakan ke depan dengan :
10. Menentukan nilai T+ dengan rumus
T+
=
= Tforward + Treverse - Tab
11. Menetukan nilai T- dengan rumus : T - = Tforward - Treverse
Gambar 3.27 Pengolahan data hingga
37
12. Membuat grafik antara nilai X terhadap T -, lalu menentukan persamaan regresi linear untuk mendapatkan nilai kecepatan gelombang seismik di lapisan kedua (:
).
T0.080000000 y = 0.0023x - 0.059
0.060000000 0.040000000 0.020000000
T-
0.000000000 -0.020000000
0
20
40
60
Linear (T-)
-0.040000000 -0.060000000 -0.080000000
X
Gambar 3.28 Plot Grafik antara X dan T -
=
13. Menentukan nilai : T- dengan rumus :
dari persamaan regresi linear antara nilai X terhadap
14. Menentukan nilai kedalaman (D) dengan rumus :
ℎ = √ T−
Gambar 3.29 Pengolahan data metode Hagedorn
38
15. Memplot antara nilai jarak geophone dengan kedalaman.
Gambar 3.230 Penampang dengan metode Hagedorn
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil IV.1.1 Hasil Penampang Menggunakan Metode I nverse Tomography
Hasil penampang menggunakan metode inverse tomography sebagai berikut:
Gambar 4.1 Hasil penampang penampang menggunakan metode inverse tomography IV.1.2 Hasil Pengolahan Data di Ms. Excel dengan Metode Hagedorn
Hasil pengolahan data dengan metode Plus Minus sebagai berikut: Offset 1
Forward (s)
Reverse (s)
T+
Offset 2x-l
T-
V1 (m/s) V2 (m/s) T+.V1.V2 v2^-v1^2
D
D-
0
0,0010144801 0,0639512251
0,0010144801
-55,0000000000
-0,062936745 666,66667
869,5652 588,10441 311699,2229 0,526691825 -0,52669182
5
0,0115884771 0,0565377241
0,0041749761
-45,0000000000
-0,044949247 666,66667
869,5652 2420,276 311699,2229 2,167539591 -2,16753959
10
0,0208748661 0,0533382111
0,0102618521
-35,0000000000
-0,032463345 666,66667
869,5652 5948,8998 311699,2229 5,327688153 -5,32768815
15
0,0227087331 0,0494753841
0,0082328921
-25,0000000000
-0,026766651 666,66667
869,5652 4772,6911 311699,2229 4,274304607 -4,27430460
20
0,0313708271 0,0440908391
0,0115104411
-15,0000000000
-0,012720012 666,66667
869,5652 6672,7195 311699,2229 5,975923263 -5,97592326
25
0,0388623701 0,0424910851
0,0174022301
-5,0000000000
-0,003628715 666,66667
869,5652 10088,249 311699,2229 9,034787701 -9,03478770
30
0,0428422511 0,0333217511
0,0122127771
5,0000000000
0,009520500
666,66667
869,5652 7079,8708 311699,2229 6,340557946 -6,34055794
35
0,0467050741 0,0235281201
0,0062819691
15,0000000000
0,023176954
666,66667
869,5652 3641,7212 311699,2229 3,261435853 -3,26143585
40
0,0504508481 0,0194702031
0,0059698261
25,0000000000
0,030980645
666,66667
869,5652 3460,7688 311699,2229 3,099379282 -3,09937928
45
0,0555622631 0,0132662711
0,0048773091
35,0000000000
0,042295992
666,66667
869,5652 2827,4256 311699,2229 2,532172717 -2,53217271
50
0,0643804321 0,0057747291
0,0062039361
45,0000000000
0,058605703
666,66667
869,5652 3596,4847 311699,2229 3,220923138 -3,22092313
55
0,0667605511 0,0020679771
0,0048773031
55,0000000000
0,064692574
666,66667
869,5652 2827,4221 311699,2229 2,532169602 -2,53216960
40
Gambar 4.2 Pengolahan data di Ms. Excel dengan metode Hagedorn IV.1.3 Hasil Penampang Menggunakan Metode H agedorn
Hasil penampang menggunakan metode Plus Minus sebagai berikut:
Gambar 4.3 Hasil penampang penampang menggunakan metode Hagedorn IV.2 Pembahasan
Hasil survei seismik refraksi di lapangan berupa kurva travel time yang diperoleh setelah melakukan picking pada rekaman penjalaran gelombang seismik. Picking bertujuan untuk menentukan waktu tiba gelombang pertama yang sampai pada setiap geophone. Setelah melakukan picking menggunakan software Pickwin, maka akan dilihat bagaimana hasil picking kelima shot yang telah dilakukan di lapangan. Untuk melihat penampang lapisannya maka dilakukan olahan data menggunakan software Plotrefa. Hasil picking tersebut kemudian di plot untuk mendapatkan hasil tomografi dari data geometry yang di dapat sebelumnya. Hasil tomografi yang didapatkan dapat dilihat pada gambar 4.1 Dari hasil tampilan menggunakan metode tomografi, diperlihatkan bahwa terdapat dua lapisan dengan nilai kecepatan gelombang P untuk lapisan atas sekitar 600 m/s dan untuk lapisan bawah sekitar 900 m/s. Selanjutnya, untuk membandingkan kecepatan gelombang P yang didapatkan dengan menggunakan tomografi, juga dilakukan pengolahan data
41
seismik dengan menggunakan metode Plus-Minus, kemudian didapatkan penampang seperti yang dilihat pada gambar 4.3. Dengan menggunakan metode Plus-Minus, diperlihatkan terdapat dua lapisan dengan nilai kecepatan gelombang P untuk lapisan atas sekitar 666,6667 m/s dengan kedalaman yang relatif 0,5 m sampai 9 m dan untuk lapisan bawah sekitar 869,5652 m/s. Dari hasil kedua pengolahan data dengan metode tomografi dan metode Plus-Minus, didapatkan nilai kecepatan gelombang P yang hampir sama dan berdasarkan nilainya itu dimasukkan dalam satu klasifikasi yang sama pada lapisan yang sama pula. Dari tabel 2.1, Burger mengkalisifikasikan lapisan di bawah permukaan dengan melihat pada kecepatan perambatan gelombang P pada suatu medium. Mengacu pada tabel tersebut, lapisan atas dengan kecepatan gelombang P ± 600 m/s dapat digolongkan ke dalam lapisan sand unsaturated, dan lapisan di bawahnya dengan kecepatan gelombang P ± 900 m/s dapat digolongkan ke dalam lapisan weathered layer atau lapisan lapuk. Geologi regional Kabupaten Bone, khusunya pada daerah praktikum, Pantai Tete terletak di bagian selatan Bone dan berjarak 61 km dari pusat kota Watampone termasuk ke dalam Formasi Tonasa. Endapan karbonat Formasi Tonasa terbentuk secara terus-menerus dari eosen awal sampai bagian awal miosen tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m dan menghampar cukup jauh mengalasi batuan gunung miosen tengah di barat. Sedimen klastik Formasi Salo Kalupung yang eosen sampai oligosen bersisipan batu gamping dan batuan gunung api miosen awal di timur. Berdasarkan tabel kecepatan perambatan gelombang seismik dalam batuan dan dengan melihat geologi regional daerah praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan atas merupakan sand unsaturated dan lapisan di bawahnya merupakan lapisan lapuk atau weathered layer , dimana ketebalan lapisan lapuk di bawah permukaan bumi menggambarkan ketebalan lapisan sedimen. Daerah praktikum yang merupakan termasuk ke dalam Formasi Tonasa mempunyai endapan karbonat dan batu gamping tergolong ke dalam batuan sedimen. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya singkapan batuan karbonat di sekitar Pantai Tete, Desa Bonepute.
42
Cepat rambat penjalaran gelombang seismik pada setiap batuan dipengaruhi oleh densitas batuan dan tekanan serta umur batuan. Semakin tinggi densitas batuan artinya semakin kompak maka penjalaran gelombang seismik semakin cepat. Tingkat kekompakan batuan juga dipengaruhi oleh tekanan dan umur batuan. Pada lapisan bawah akan mengalami tekanan dari lapisan di atasnya sehingga yang berada di bawah akan mengalami tekanan paling besar dibandingkan dengan lapisan diatasnya. Disisi lain, berdasarkan Hukum Steno lapisan bawah mempunyai umur yang relatif tua dibandingkan dengan lapisan atasnya kecuali telah mengalami deformasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tua dan dalam posisi lapisan suatu batuan maka tekanannya juga semakin besar sehingga penjalaran gelombang seismik juga akan semakin cepat.
43
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah : 1. Akuisisi metode seismik refraksi dilakukan dengan menggunakan alat utama Seismograf yang berfungsi merekam waktu tiba gelombang hingga diterima oleh receiver. Data hasil rekamannya dalam format . seg2. 2. Pengolahan data seismik membutuhkan aplikasi IXSEg2SegY dan Seismager.
Dari
hasil
tampilan
menggunakan
metode Inverse
Tomography, diperlihatkan bahwa terdapat dua lapisan dengan nilai kecepatan gelombang P untuk lapisan atas sekitar 600 m/s dan untuk lapisan bawah sekitar 900 m/s. Dari hasil tampilan mengunakan metode Plus Minus, diperlihatkan bahwa terdapat dua lapisan dengan nilai kecepatan gelombang P untuk lapisan atas sekitar 666,6667 m/s dengan kedalaman yang relatif 0,5 m sampai 9 m dan untuk lapisan bawah sekitar 869,5652 m/s. Pengolahan data menggunakan metode Inverse Tomography dan metode Plus Minus memiliki kecepatan gelombang P yang hampir sama dan tidak menunjukkan lapisan yang berbeda. 3. Berdasarkan tabel 2.1, lapisan pertama dengan kecepatan peramabatan gelombang ±600 m/s adalah sand unsaturated dan lapisan kedua dengan kecepatan peramabatan gelombang ±900 m/s adalah lapisan lapuk atau weathered layer.
V.2 Saran V.2.1 Saran Untuk Praktikum
Praktikum selanjutnya sebaiknya alat-alat praktikum dapat disediakan agar praktikan dapat lebih memahami proses akuisisi. V.2.2 Saran Untuk Asisten
44
Sebaiknya jadwal asistensi tidak berubah-berubah, namun mengikuti waktu yang telah disepakati.
45
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. Syukur, “Geologi Regional Watampone & Pangkajenne Bagian Barat ” ( repository.unhas.ac.id, diakses pada 08 Desember 2017). Dobrin, M. B., &Savit, C. H. 1988. Introduction To Geophysical Prospecting , Newyork : Mcgraw-Hill, Inc. Kaswandhit. 2007. “Tomografi Seismik”. (digilibitb.ac.id, diakses pada 10 Desember 2017). KSFG Unhas. 2016. Peta Lokasi Kuliah Lapang Geofisika. Makassar : Departemen Geofisika, FMIPA Universitas Hasanuddin. Maulana, Adi., Tonggiroh, Adi., dan Ilyas, Asran. 2014. Jurnal Penelitian Geosains. Makassar : Program Studi Geologi, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Munadi, S. 2000. Aspek Fisi Seismologi Eksplorasi. Jakarta : Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA UI. Parasnis, D.S. 1973.
Mining Geophysics. New York : Elsevier Scientifics
Publishing Company. Pemkab Bone. 2012. Peta Geologi Kabupaten Bone. Bone. Pradjuto.1980. Interpretasi Data Seismik .Jakarta Priyono, Awali.2000. Modul Praktikum Metode Seismik I . Bandung : ITB. Setiawan, B. 2008. Pemetaan Tingkat Kekerasan Batuan Menggunakan Metode Seismik Refraksi. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Sheriff, R. E. dan Geldart, L. P.1995. Exploration Seismology. New York : Cambridge University Press.
46
Sismanto.1996. Aplikasi Seismik E ksplorasi “ Akuisisi, Processing dan Interpretasi”. Yogyakarta : Laboratorium Geofisika FMIPA UGM Susilawati. 2004. Seismik Refraksi ( Dasar Teori dan Akuisisi Data ). Sumatera : USU digital Library. Telford, W.M., Geldart, L. P., dan Sheriff, R. E.1990. Applied Geophysics, 2 nded. New York : Cambridge University Press.
47
L A M P I R A N
48
BIODATA PRAKTIKAN
Nama
: Nurul Aprilyana Adha
NIM
: H22115010
TTL
: Pare-pare, 18April 1997
Agama
: islam
Alamat
: jl. Pk.7
No. HP
: 082346570477
E-Mail
:
[email protected]
Motto
: nikmati setiap proses
Pesan
: semangat kulap tahun depan
Kesan
: warbiaza
Nama
: Sri Wahyuni
NIM
: H22115017
TTL
: Ujung Pandang, 02 Agustus 1997
Agama
: Islam
Alamat
: Cambaya
E-Mail
:
[email protected]
Motto
: Live Boldly~
Pesan
:
Semoga
kuliah
lapangan
selanjutnya
semuanya
sudah
dipersiapkan dengan matang Kesan
: Baik
49
Nama
: Rahmita Dewi
NIM
: H22115305
TTL
: Pasaran, 20 September 1996
Agama
: Islam
Alamat
: Jl.Perintis Kemerdekaan VII
No. HP
: 0895800517611
E-Mail
:
[email protected]
Motto
:-
Pesan
:-
Kesan
:-
Nama
: Edi Wahyudi
NIM
: H22115509
TTL
: Bulukumba 1 September 1997
Agama
: islam
Alamat
: jl. Perintis kemerdekaan VII
No. HP
: 085242144374
E-Mail
:
[email protected]
Motto
: yang jelas halal
Pesan
: semoga para asisten cepat lulus dan ilmu yang diberikan bermanfaat bagi praktikan dan dapat di aplikasikan dengan baik kedepannya
50
Kesan
: saya sangat berkesan dengan adanya geocamp ini, saya selaku ketua panitia memiliki banyak tambahan ilmu dan pengalaman, kemudian
mulai
mengetahui
metode
geofisika
mulai
pengambilan data sampai pada tahap pengolahan data
Nama
: Jumatriani
NIM
: H22115503
TTL
: Leange, 11 juli 1997
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Perintis kemerdekaan 9
No. HP
: 085256277149
E-Mail
:
[email protected]
Motto
: Capailah cita-citamu sampai dinegeri Cina
Pesan
:Semoga praktikum selanjutnya bisa lebih baik lagi
Kesan
: Is the best
Nama
: Nur Aysyah
NIM
: H22115027
TTL
: Landokadawang, 5 Agustus 1998
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Perintis kemerdekaan VII
No. HP
: 085211695218
51