BAB I PENDAHULUAN I.1.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Membuat larutan baku primer dan sekunder untuk titrasi kompleksometri. 2. Melakukan titrasi kompleksometri dan mengamati perubahan yang terjadi pada akhir titrasi. 3. Menghitung kesadahan total, kesadahan permanen, dan kesadahan temporer dari sampel air. I.2.
TINJAUAN PUSTAKA
I.2.1. Titrasi Argentometri Argentometri
Titrasi argentometri merupakan titrasi yang menggunakan larutan AgNO3 (perak nitrat) sebagai titran dan menghasilkan endapan garam perak yang sukar larut. Metode ini kerap digunakan dalam menentukan kadar halogenida dalam suatu senyawa yang bereaksi dengan AgNO 3 (perak nitrat) dan membentuk endapan pada suasana tertentu. Endapan yang terbentuk dapat digunakan untuk analisis jika reaksinya berlangsung cepat. Jika reaksi pengendapan berlangsung lambat hingga kadang lewat jenuh, maka endapan tidak dapat digunakan untuk analisis. Pada titrasi argentometri, analit yang telah ditambah indikator dititrasi dengan larutan AgNO 3 (perak nitrat). Untuk mengetahui kadar garam dalam analit, maka diperlukan pengukuran volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh Ag+ dapat tepat diendapkan (Day dan Underwood, 1998) . Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri yang tergolong pembentukan kompleks) dibedakan menjadi tiga macam cara berdasar indikator yang dipakai untuk penentuan titik akhir: 1. Cara Mohr (1856): indikator K 2CrO4, titran ialah AgNO3. Terutama untuk menentukan garam klorida untuk titrasi langsung, atau menentukan garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambahkan larutan baku NaCl berlebih. pH harus diatur supaya tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa (antara 6 sampai 10). 2. Cara Volhard: indikator yang digunakan adalah Fe 3+, titran KSCN atau NH4SCN. Untuk menentukan garam perak dengan 1
titrasi langsung, atau garam – garam klorida, bromida, iodida, tiosianat, dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku AgNO3 berlebih; juga untuk anion – anion lain yang lebih mudah larut dari AgSCN, tetapi dengan usaha khusus. ph harus lebih rendah, kira – kira 0.3 M H +, agar Fe3+ tidak terhidrolisa. 3. Cara Fajans: indikator yang digunakan ialah salah satu indikator adsorpsi menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag +, titran AgNO3; pH tergantung dari macam anion dan indikator yang dipakai. (Harijadi, 1990) Tabel I.1 Karakteristik Beberapa Indikator Adsorpsi INDIKATOR
ANALIT
TITRAN
Diklorofluresein
Cl-
Ag+
pH = 4
Fluoresein
Cl-
Ag+
pH = 7 – 8
Eosin
Br -,I-, SCN-
Ag+
pH = 2
Torin
SO42-
Ba2+
pH = 1,5 – 3,5
Bromkresol Hijau
SCN-
Ag+
pH = 4 – 5
Metil Lembayung
Ag+
Cl-
Larutan asam
Rodamina 6 G
Ag+
Br -
HNO3 sampai 0,3 M
Ortokrom T
Pb2-
CrO42-
Hg22+
Cl-
Bromfenol Biru
KONDISI REAKSI
Larutan netral 0,02 M Larutan 0,1 M (Day dan Underwood, 1998)
I.2.2. Metode Mohr
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar ion klorida atau ion bromida dalam suatu sampel. Dalam metode ini digunakan AgNO3 sebagai titran dan K 2CrO4 sebagai indikator. Metode ini hanya dapat dilakukan dalam kondisi suasana netral dengan pH antara 6 – 10, tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Dalam suasana asam, endapan Ag2CrO4 (perak kromat) akan larut membentuk dikromat (Cr 2O72-), sehingga tidak dapat ditentukan titik akhir titrasi tersebut. Pengaturan pH perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag 2O sehingga titran terlalu banyak terpakai. Pada analisa Cl- mula – mula terjadi reaksi: 2
Ag+ + Cl- ↔ AgCl Sedangkan pada titik ahkir, titran juga bereaksi menurut reaksi: 2Ag+ + CrO4- ↔ Ag2CrO4 (Harjadi, 1990) Indikator K 2CrO4 yang digunakan akan bereaksi dengan AgNO 3 membentuk endapan merah bata. Terbentuknya endapan tersebut dapat menentukan titik akhir titrasi. Dimana pembentukan endapan tersebut dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan antara analit dengan AgNO 3 (Day dan Underwood, 1998) .
Pada titrasi penentuan kadar Cl- dengan metode Mohr, Ag 2CrO4 (perak kromat) lebih mudah larut daripada AgCl (perak klorida). Oleh karena itu, endapan merah bata dari Ag 2CrO4 (perak kromat) akan muncul setelah endapan putih dari AgCl (perak klorida). Ion-ion perak yang ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi besar dan ion kromat dengan konsentrasi kecil, AgCl (perak klorida) yang terbentuk akan mengendap terlebih dahulu daripada Ag2CrO4 (perak kromat) (Day dan Underwood, 1998) . I.2.3. Titrasi Blanko
Titrasi blanko digunakan untuk mengetahui seberapa besar volume titran yang bereaksi dengan indikator yang digunakan pada titrasi argentometri tersebut. Pada titrasi blanko, sampel tidak diikutsertakan sehingga hanya terjadi reaksi antara titran dan indikator. Namun dalam titrasi blanko kondisi titrasi harus diupayakan sama dengan kondisi titrasi sampel yang dilakukan. Oleh karena itu, ditambahkan CaCO3 dalam jumlah kecil untuk membuat kondisi titrasi blanko sama dengan titrasi yang sebenarnya. CaCO 3 merupakan endapan berwarna putih sehingga mirip dengan endapan putih AgCl yang ada pada titrasi sampel. Dengan begitu, kondisi titrasi blanko sudah sama dengan kondisi titrasi sampel, dimana terdapat endapan putih dan kemudian timbul endapan merah bata dari reaksi indikator dan titran (Cairns, 2009). I.2.4. Larutan Buffer/Penyangga
Larutan buffer/penyangga merupakan larutan yang digunakan untuk mempertahankan besar pH selama reaksi terjadi, sehingga besar pH tidak berubahubah dan mempengaruhi reaksi yang terjadi. Sebagai larutan penyangga seharusnya hanya mengalami sedikit perubahan pH saat ditambahkan asam kuat atau basa kuat. Hal ini disebabkan karena larutan buffer/penyangga mengandung asam dan basa 3
beserta asam dan basa konjugasinya yang dapat mengikat H+ dan OH -, sehingga menjaga kondisi reaksi tetap konstan pada pH yang tetap. Dalam titrasi argentometri digunakan NaHCO3 sebagai larutan buffer/penyangga yang menjaga pH reaksi pada saat titrasi pH 6-10 dilakukan. Penambahan NaHCO3 dilakukan dengan melarutkan langsung padatan NaHCO 3 pada titrat. Penambahan ini dilakukan di setiap titrasi yang dilakukan baik pada titrasi pembakuan, titrasi blanko, maupun titrasi sampel (Day dan Underwood, 1998) .
4
Bab II METODOLOGI PERCOBAAN II.1.
BAHAN DAN ALAT
II.1.1. Bahan
1. Seng Sulfat (Zn, Mr NaCl = 58,436 gr/mol) 2. Perak nitrat (AgNO3, Mr AgNO 3 = 169,873 gr/mol) 3. Indikator kalium kromat (K 2CrO4 5%, Mr K 2CrO4 = 194,188 gr/mol) 4. Natrium bikarbonat (NaHCO3, Mr NaHCO3 = 84,0038 gr/mol) 5. Garam dapur 6. Kalsium karbonat (CaCO3, Mr CaCO3 = 100,084 gr/mol) II.1.2. Alat
1. Botol timbang 2. Beaker glass 3. Batang pengaduk 4. Corong 5. Labu ukur 6. Kaca arloji 7. Gelas ukur 8. Pipet volume 9. Erlenmeyer 10. Buret 11. Statif dan klem 12. Botol semprot 13. Neraca analitik 14. Neraca kasar II.2.
PROSEDUR PERCOBAAN
II.2.1. Pembakuan Larutan AgNO 3 dengan Larutan Standar NaCl
1. Dibuat larutan standar NaCl ± 0,05 N dengan teliti sebanyak 100 mL. 2. Dibuat larutan AgNO3 ± 0,05 N sebanyak 150 mL.
5
3. Diambil larutan standar NaCl sebanyak 10 mL menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu titrasi/erlenmeyer. 4. Larutan diberi indikator K 2CrO4 5% dan 0,5 gr NaHCO 3 sebanyak 2 tetes. 5. Larutan dititrasi dengan larutan AgNO 3 ± 0,05 N. 6. Dilakukan pencatatan volume larutan AgNO 3 yang terpakai (V1 mL). 7. Dilakukan cara kerja no 3-6 sebanyak dua kali. II.2.2. Titrasi Blanko
1. Sejumlah aquades dimasukkan dari buret ke dalam erlenmeyer dengan volume kurang lebih sama dengan volume akhir titrasi (± 20 mL). 2. Aquades diberi indikator K 2CrO4 5%, 0,5 gr NaHCO 3 dan 0,5 gr CaCO 3 sebanyak 2 tetes. 3. Dititrasi larutan dengan larutan AgNO 3 ± 0,05 N. 4. Dilakukan pencatatan volume larutan AgNO 3 yang terpakai (V2 mL). 5. Dilakukan cara kerja no 1-4 sebanyak dua kali. II.2.3. Penentuan Kadar Cl - dalam Garam Dapur
1. Garam dapur ditimbang sebanyak ± 0,5 gr dengan teliti dan dilarutkan dengan aquades sampai 100 mL. 2. Diambil larutan garam dapur sebanyak 10 mL menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu titrasi/erlenmeyer. 3. Larutan garam diberi indikator K 2CrO4 5% dan 0,5 gr NaHCO 3 sebanyak 2 tetes. 4. Dititrasi larutan garam dapur dengan larutan AgNO 3 ± 0,05 N. 5. Dilakukan pencatatan volume larutan AgNO 3 yang terpakai (V3 mL). 6. Dilakukan cara kerja no 1-4 sebanyak dua kali II.3.
PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN
II.3.1. Pembuatan Larutan NaCl ± 0,05 N, 100 mL
N NaCl
= ×
M NaCl
=
M NaCl
= 0,05 M
, M
6
2Cl- → Cl2 + 2e-
M NaCl
=
0,05 ⁄
=
× ,3 ⁄ ,
Massa NaCl
= 0,2922 gr
×
Dalam penimbangan diberi toleransi 10% dari 0,2922 gr Batas atas (massa max) = 0,2922 (10% × 0,2922 ) = 0,3214 gr Batas bawah (massa min) = 0,2922 (10% × 0,2922 ) = 0,2630 gr
Cara kerja: 1. Diambil NaCl sebanyak 0,2922 gr ± 10% (0,2630 gr ≤
≤ 0,3214 gr).
2. Massa botol timbang ditimbang terlebih dahulu ke dalam neraca analitis kemudian neraca analitis dibuat 0 pada perhitungan massanya pada botol timbang dengan menekan tombol tengah pada neraca analitis (tetra). 3. Massa NaCl ditimbang dengan cara NaCl dimasukkan perlahan-lahan ke dalam botol timbang yang berada dalam neraca analitis hingga diperoleh 0,2922 gr dengan toleransi ± 10%. 4. NaCl dilarutkan dengan aquades dalam beaker glass hingga mencapai < 100 ml setelah didapatkan NaCl sebanyak 0,2922 gr dengan toleransi ± 10% (agar sisa NaCl yang ada pada botol timbang dapat larut seluruhnya dengan aquades dalam beaker glass dengan cara membilas botol timbang dengan aquades). 5. Larutan NaCl dituang pada beaker glass ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong dan batang pengaduk.
7
6. Beaker glass dibilas dengan aquades, hasil bilasan dituang ke dalam labu ukur hingga volumenya mencapai tepat garis batas (miniskus bawah). 7. larutan NaCl dikocok dalam labu ukur agar NaCl larut sempurna dalam aquades. II.3.2. Pembuatan Larutan AgNO 3 ± 0,05 N, 1 L
N AgNO3
=×
3
M AgNO3
=
M AgNO3
= 0,05 M
M AgNO3
=
0,05 ⁄
=
× ,73 ⁄
massa AgNO3
= 8,49 gr
, M
×
Dalam penimbangan diberi toleransi 10% dari 8,49 gr Batas atas (massa max) = 8,49 (10% × 8,49 ) = 9,34 gr Batas bawah (massa min) = 8,49 (10% × 8,49 ) = 7,64 gr
Cara kerja: 1. Diambil AgNO3 sebanyak 8,49 gr dengan toleransi 10% menggunakan kaca arloji, kemudian ditimbang dengan neraca kasar. 2. AgNO3 yang telah ditimbang sebanyak 8,49 gr dengan toleransi 10% dilarutkan dalam beaker glass dengan aquades hingga didapat volume 1 L. II.3.3. Pembuatan Indikator K 2CrO4 5%, 50 mL
8
massa air = =1
×
⁄ × 50
= 50 gr
% massa
=
+
5%
=
× 100% (+)
0,05
=
(+)
0,05x gr + 2,5 gr
= x gr
x
= 2,63 gr
II.4.
× 100%
Reaksi yang Terjadi
II.4.1. Pembakuan Larutan AgNO 3 dengan Larutan Standar NaCl
1. AgNO3 + NaCl
→ AgCl (endapan putih) + NaNO 3
2. 2 AgNO3 + K 2CrO4 → Ag2CrO4 (endapan merah bata) + 2 KNO 3 II.4.2. Titrasi Blanko
2 AgNO3 + K 2CrO4 → Ag2CrO4 (endapan merah bata) + 2 KNO 3 II.4.3. Penentuan Kadar Cl -
AgNO3 + Cl- → AgCl (endapan putih) +NO 3-
9
BAB III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN III.1. HASIL PERCOBAAN
A. Pembakuan Larutan AgNO3 dengan Larutan Standar NaCl 1. Larutan standar dibuat dengan cara menimbang natrium klorida sebanyak 0,2958 gr, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan aquades sampai 100 mL. Rumus kimia natrium klorida =
BM natrium klorida = 58,436 gr/mol 2. Hasil titrasi Tabel III.1. Hasil Titrasi Pembakuan AgNO 3 Vol. natrium klorida, mL
Vol. AgNO3, mL
10
10,8
10
10,8
Rata- rata : 10
10,8
Perubahan Warna
Endapan putihendapan merah bata
B. Titrasi Blanko Indikator yang digunakan : K 2CrO4 Tabel III.2. Hasil Titrasi Blanko Vol. aquades, mL
Vol. AgNO3, mL
10,8
1,6
10,8
1,7
Rata-rata: 10,8
1,65
Perubahan warna
Endapan putihendapan merah bata
C. Penentuan Kadar Cl - dalam Garam Dapur 1. Larutan sampel dibuat dengan cara menimbang garam dapur sebanyak 0,4969 gr, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan aquades sampai 100 mL. 2. Hasil titrasi Indikator yang digunakan : K 2CrO4
10
Vol. sampel, mL
Vol. AgNO3, mL
10
17,3
10
17,3
Rata-rata: 10
17,3
Perubahan warna
Endapan putihendapan merah bata
III.2. PENGOLAHAN DATA III.2.1. Pembakuan Larutan AgNO 3 dengan Larutan Standar NaCl
1. Menghitung Normalitas NaCl
× , × = ,3 ⁄ ,
M NaCl
=
= 0,0506 M = ×
N NaCl
= 1 × 0,0506 = 0,0506 N 2. Menghitung Normalitas AgNO3 sebelum titrasi N AgNO3 = =
× × , × ,73 ⁄ ×
= 0,05 N 3. Menghitung Normalitas AgNO3 setelah titrasi Volume AgNO3 untuk mengendapkan NaCl = V1 – V2 = 10,8 mL – 0,65 mL = 10,15 mL
eq NaCl
= eq AgNO3
N NaCl × Vol NaCl
= N AgNO3 × Vol AgNO3
0,0506 N N AgNO3
× 10 mL
= N AgNO3 × 10,15 mL = 0,0499 N
III.2.2. Penentuan Kadar Cl - dalam Garam Dapur
Volume AgNO3 untuk mengendapkan sampel 11
= V3 – V2 = 17,3 mL – 0,65 mL = 16,65 mL
eq Cl- dalam sampel
= eq AgNO3
N Cl- × Vol Cl-
= N AgNO 3 × Vol AgNO3
N Cl- × 10 mL
= 0,0499 N
N Cl-
= 0,0831 N
N Cl
× 16,65 mL
− × − = − × −
-
0,0831 ⁄
− × = 3, ⁄ × ,
massa Cl-
= 0,2945 gr
% Cl- =
, ,
× 100%
= 59,26% III.3. Pembahasan
Percobaan penentuan kadar NaCl (natrium klorida) dalam garam dapur ini menggunakan titrasi argentometri yang melibatkan adanya endapan. AgNO3 berperan sebagai titran untuk mentitrasi garam dapur. Namun AgNO3 merupakan baku sekunder tidak stabil, merupakan oksidator kuat, dan peka terhadap cahaya (menjadi Ag2O), yang harus dibakukan dengan NaCl. Berikut reaksi yang terjadi saat pembakuan berikut dengan reaksi dengan indikator :
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq) Perak nitrat + Natrium klorida → Perak klorida (endapan putih) + Natrium nitrat 2Ag+(aq) + K 2CrO4(aq) → Ag2CrO4(s) + 2K +(aq) Ion perak + Kalium kromat → Perak kromat (endapan merah bata) + Ion kalium
Pembakuan
AgNO 3 dilakukan
dengan
menggunakan
NaCl
murni
dikarenakan konsentrasi AgNO3 belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu dilakukan 12
titrasi NaCl sebagai larutan baku primer (titrat) dengan AgNO3 sebagai larutan baku sekunder (titran).Dari titrasi tersebut dapat diketahui volume AgNO 3 yang bereaksi dengan NaCl, sehingga dapat diketahui konsentrasi AgNO3 yang digunakan. Untuk percobaan ini menggunakan indikator K 2CrO4 5% yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Indikator ini akan bereaksi dengan Ag + dari titran dan muncul endapan berwarna jingga. Dari munculnya endapan jingga inilah yang akan menunjukkan titik akhir titrasi. Pengamatan endapan jingga yang timbul akan sulit dikarenakan adanya endapan putih yang telah muncul terlebih dahulu dari reaksi antara sampel yang mengandung Cl - dengan titran yang mengandung Ag +. Oleh karena itu, titrasi dilakukan secara hati-hati dan perlahan serta sering-sering mengangkat erlemeyer untuk melihat apakah endapan jingga sudah terbentuk atau belum. Jika erlemeyer tidak diangkat maka endapan jingga tidak terlihat dengan jelas karena endapan-endapan tersebut berada di bagian bawah erlenmeyer. Penambahan indikator harus disesuaikan karena kelebihan indikator dapat menyebabkan endapan Ag 2CrO4 terbentuk terlebih dahulu. Oleh karena itu, penambahan indikator hanya 2 tetes saja, agar konsentrasi indikator yang ditambahkan dalam jumlah yang sedikit. Ag 2CrO4 yang terbentuk harus lebih mudah larut daripada AgCl yang terbentuk, sehingga AgCl dapat mengendap terlebih dahulu baru kemudian Ag2CrO4 mengendap. Kelarutan dari kedua senyawa endapan yang terbentuk itu dapat dihitung sebagai berikut: Ksp AgCl = 1,78 x 10 -10
Ksp Ag2CrO4 = 1,29 x 10 -12
AgCl ↔ Ag+ + Cl-
Ag2CrO4 ↔ 2Ag+ + CrO42-
s
s
s
s
2s
s
Ksp AgCl = [ Ag+ ] x [ Cl- ]
Ksp Ag2CrO4 = [ 2Ag+ ]2 x [ CrO 42- ]
1,78 x 10 -10 = s2
1,29 x 10 -12
= 4s3
s
= 6,86 x 10 -5
s
= 1,33 x 10-5
Dari perhitungan tersebut, didapatkan bahwa kelarutan (s) AgCl lebih rendah dari Ag2CrO4, sehingga AgCl akan lebih mudah mengendap dalam titrasi tersebut. Selain itu dalam percobaan ini juga digunakan NaHCO 3 sebagai buffer dari reaksi tersebut. Padatan NaHCO3 dilarutkan pada larutan sampel sehingga dalam larutan sampel mengandung buffer untuk menjaga pH selama terjadi reaksi dalam titrasi. pH perlu dijaga agar tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa, tetapi berada diantara pH 6 – pH 10. Apabila terlalu asam, maka ion CrO42- akan berubah sebagian menjadi Cr 2O72- karena bereaksi dengan H+ (reaksi 1). Sedangkan apabila terlalu basa akan terbentuk endapan 13
AgOH karena terjadi reaksi dengan OH - dan selanjutnya dapat terurai menjadi Ag 2O, sehingga titran yang digunakan akan semakin banyak (reaksi2). 2 H+ + 2 CrO42- ⇌ Cr 2O72- + H2O
(reaksi 1)
2 Ag+ + 2 OH- ⇌ 2 AgOH↙ ⇌ Ag2O↙ + H2O
(reaksi 2)
Pada percobaan ini, dilakukan titrasi blanko untuk mengetahui volume titran AgNO3 yang bereaksi dengan indikator K 2CrO4 saja, tanpa bereaksi dengan NaCl dalam sampel. Titrasi blanko menggunakan larutan kosong yang hanya ditambah indikator, NaHCO3, dan CaCO3.
2AgNO 3(aq) + K 2CrO4(aq) → Ag2CrO4(s)+ 2KNO3(aq) Perak nitrat + Kalium kromat
→ Perak kromat (endapan merah bata) + Kalium nitrat
Titrasi ini berguna untuk pengkoreksi kesalahan yang terjadi pada titrasi argentometri. Volume yang didapat dari titrasi blanko digunakan sebagai pengurang dari volume yang didapat pada titrasi pembakuan dan titrasi sampel karena pada saat titrasi argentometri kesalahan relatif yang disebabkan oleh mata sangat besar. Kejelian mata dalam melihat endapan merah mata dirasa sangat kurang disebabkan oleh endapat putih yang mempersulit identifikasi endapan merah. Titrasi blanko terdapat aquades sebagai larutan kosong dan penambahan NaHCO 3. Volume aquades berdasarkan volume total hasil akhir titrasi yang sudah dilakukan (volum titran ditambahkan volume titrat dalam erlenmeyer).Selain itu ditambahkan pula CaCO3. CaCO3 yang berupa endapan putih disini berguna sebagai pengganti endapan putih AgCl pada titrasi sebenarnya, sehingga titrasi blanko dapat dikondisikan seperti layaknya titrasi sebenarnya. Garam dapur yang digunakan sebagai sampel dalam percobaan ini adalah garam jenis garam halus Kapal Api. Garam dapur kapal api ini mengandung NaCl dengan kadar 97,73%. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa kualitas garam dapur tersebut di atas standar yang telah ditentukan dalam SNI 01-3556-2000 tentang garam konsumsi beryodium, dimana dalam SNI garam dapur minimal harus mengandung NaCl sebesar 94,7%.
14
Gambar III.1 Hasil Titrasi Pembakuan 1
Gambar III.2 Hasil Titrasi Pembakuan 2
Gambar III.3 Hasil Titrasi Blanko 1
15
Gambar III.4 Hasil Titrasi Blanko 2
Gambar III.5 Hasil Titrasi Sampel-1
Gambar III.6 Hasil Titrasi Sampel-
16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN IV.1. KESIMPULAN
1. Normalitas NaCl = 0,0506 N 2. Normalitas AgNO3 sebelum titrasi = 0,05 N 3. Normalitas AgNO3 setelah titrasi = 0,0499 N 4. Normalitas Cl- = 0,0831 N 5. Setelah melakukan titrasi didapatkan kadar Cl - sebesar 59,26%. IV.2. SARAN
1. Garam dapur yang digunakan tidak higroskopis 2. Selalu memperhatikan titrasi sehingga tidak sampai titik ekivalen terlewat jauh. 3. Mengamati endapan dari bawah erlrnmeyer bukan dari atas er lenmeyer.
17
DAFTAR PUSTAKA Day, R .A, Jr. dan Underwood, A.L.,1998, Analisis Kimia Kuantitatif , edisi ke-6. Jakarta: Erlangga. Cairns, D. 2009. Intisari Kimia Farmasi, Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Harjadi, W, 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar .Jakarta: PT. Gramedia.
18