LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA PERTEMUAN VI POLARISASI CAHAYA
Nama
: Yohana Yosafina
NIM
: 1142101184
Tgl Pr Praktikum
: 19 19 Ma Maret 20 2012
No. Praktikum
:X
Asisten Dosen
: Samuel Tora
TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN IMANUEL YOGYAKARTA 2012 1
Bab. 1 Tujuan Praktikum Setelah melakukan praktikum ini diharapkan dapat: 1. Meng Mengam amat atii polar polarisa isasi si cahay cahaya. a. 2. Menguk Mengukur ur aktiv aktivita itass optik optik larut larutan an gula. gula.
Bab. 2 Teori 2.1 Cahaya terpolarisasi linear. Menurut teori elektromagnetika cahaya adalah gelombang elektromagnetik, yaitu gelom gelomban bang g transv transversa ersall yang yang meramb merambatk atkan an medan medan listrik listrik dan medan medan magnet magnet 8 dengan dengan laju c=2,99 c=2,99.10 .10 m/s. m/s. Arah Arah vekt vektor or meda medan n magn magnet et tega tegak k luru luruss arah arah perambatannya seperti digambarkan pada Gambar 1. Cahaya yang terpolarisasi sepe sepert rtii pada pada Gamb Gambar ar 1 dina dinama maka kan n caha cahaya ya yang yang terp terpol olar aris isas asii line linear ar atau atau terpolarisasi bidang.
E
B
B
E
E
B
B
E
Gambar 1. Gelombang elektromagnetik yang terpolarisasi linear. Vektor medan listrik dan vektor medan magnet tegal lurus arah perambatan gelombang. Karena hubungan antara kuat medan listrik dengan besar induksi magnetic adalah E=cB maka arah getar gelombang gelombang electromagnet electromagnet seperti pada Gambar Gambar 1 cukup ditinjau dalam arah vektor madan listrik E saja. Bila arah rambat gelombang adalah kea rah sumbu z positif maka gelombang pada Gambar 1 dapat dinyatakan sebagai: E(z,t) = E0cos(kz-ωt) (1)
ω
k = v ; v adalah kecepatan rambat gelombang Vektor E0 tegak lurus dengan arah perambatan, yaitu sumbu z positif; jadi terletak pada bidang xy sehingga persamaan (1) dapat dinyatakan dinyatakan sebagai: E(z,t) = i.E0xcos(kz-ωt) + j.E0ycos(kz-ωt)
(2)
atau E(z,t) = Ex(z,t) + Ey(z,t)
(3)
2
Semua gelombang terpolarisasi linear kea rah sumbu z positif dapat dinyatakan sebagai superposisi dua gelombang terpolarisasi linear yang saling tegak lurus, dalam hal ini adalah gelombang dalam arah getar x dan gelombang dalam arah getar y. Tampak bahwa kedua komponen arah getar kea rah x, E x, dan ke arah y, Ey, mempunyai fase yang sama. Gelombang terpolarisasi linear dapat diperoleh pula sebagai superposisi Ex dan Ey yang mempunyai beda fase 180 o. 2.2 Cahaya terpolarisasi lingkaran dan elips Ditinjau superposisi dua gelombang beramplitudo sama besar yang arah getarnya saling tegak lurus tetapi mempunyai beda fase 90 o seperti dirumuskan pada persamaan (4).
E(z,t) = E0[i.cos(kz-ωt) + j.cos(kz-ωt- x/2)] (4) = E0[i.cos(kz-ωt) + j.sin(kz-ωt)] Dilihat pada titik z tertentu misalnya z=0, dengan bertambahnya waktu i, tampak bahwa vektor E(z,t) berputar dari arah sumbu y positif ke arah sumbu x positif. Dilihat dari sumbu i positif (melihat ke arah gelombang datang) tampak bahwa arah getar gelombang berputar ke kanan. Gelombang dengan arah getar seperti itu disebut gelombang terpolarisasi lingkaran dalam arah putar kanan. Gelombang terpolarisasi lingkaran dalam arah putar kiri dapat dinyatakan dengan persamaan (5). E(z,t) = E0[i.cos(kz-ωt) - j.sin(kz-ωt)]
y
(5)
y E
ωt
x
ωt
x
E
putar kanan
putar kiri
Gambar 2: Vektor medan listrik gelombang terpolarisasi lingkaran dilihat kea rah datang gelombang.
Jika beda fase antara dua gelombang dengan arah getar saling tegak lurus tidak sama dengan 90 o dan juga tidak sama dengan 0 o atau 180o maka superposisinya
3
akan berupa gelombang terpolarisasi elips putar kanan atau putar kiri. Demikian pula halnya apabila amplitude kedua gelombang tersebut tidak sama. Secara umum gelombang terpolarisasi elips dapat dinyatakan sebagai persamaan (6): E(z,t) = i.E0xcos(kz-ωt) ± j.E0ycos(kz-ωt-ø) E0x ≠ E0y ø≠0o,90o,180 o
(6)
Persamaan (4), (5), dan (6) menunjukkan bahwa gelombang terpolarisasi lingkaran dan gelombang terpolarisasi elips dapat dihasilkan dari superposisi dua gelombang terpolarisasi linear yang arah getarnya saling tegak lurus. Hal sebaliknya juga berlaku, yaitu bahwa gelombang terpolarisasi lingkaran, atau elips. Berikut ini ditunjukkan bahwa gelombang terpolarisasi linear merupakan superposisi gelombang terpolarisai lingkaran putar kanan dan putar kiri. E = i.E0cos(kz-ωt) =
ωt)]
E0 E [i.cos(kz-ωt) + j.sin(kz-ωt)] + 0 1 2
= E putar kanan + E putar kiri
[i.cos(kz-ωt) + j.sin(kz-
(7)
2.3 Cara membuat cahaya alami terpolarisasi linear Setiap cahaya yang dipancarkan oleh atom atau oleh muatan yang dipercepat terpolarisasi dengan cara tertentu, dapat secara linear, lingkaran atau elips. Sumber cahaya alami terdiri dari sejumlah besar atom yang masing-masing memancarkan cahaya dengan arah polarisasinya sendiri-sendiri. Dengan demikian cahaya yang terpancarkan adalah cahaya dengan vektor medan listrik ke segala arah tegak lurus perambatan cahaya. Keadaan demikian dikatakan bahwa cahaya alami tak terpolarisasi. Vektor medan listrik cahaya tak terpolarisasi tersebut dapat diuraikan menjadi dua komponen yang tegak lurus misalnya seperti persamaan (3).
Cahaya alami dijadikan terpolarisasi dengan cara menghilangkan salah satu komponen tegak lurus vektor medan listriknya yaitu dengan melakukan melewati
4
polarisator. Prinsip kerja salah satu jenis polarisator (polaroid) digambarkan pada Gambar 3 y
x
kisi-kisi konduktor Bahan transparan Gambar 3: Prinsip kerja polarisator polarid. Polarisator poraid tersusun dari bahan transparan yang pada permukaannya terdapat kisi-kisi konduktor sejajar yang sangat tipis. Jarak antara kisi yang satu dengan yang lain sangat kecil dalam orde panjang gelombang cahaya. Cahaya dengan medan listrik dalam arah tegak lurus deangan kiri konduktor dilakukan sedangkan yang sejajar diserap. Pada polaroid terdapat kisi-kisi sejajar amat tipis yang bersifat sebagai konduktor. Elektron-elektron dapat bergerak sepanjang kisi-kisi tersebut yaitu sepanjang sumbu x seperti pada gambar 3, oleh karena pengaruh medan listrik dalam arah sumbu x. Tetapi medan listrik dalam arah sumbu y tidak berpengaruh apa-apa karena elektron tidak dapat bergerak partikal. Jadi energi medan listrik dalam arah sumbu x diserap oleh elektron-elektron dalam kisi untuk gerak elektron sepanjang kisi. Energi ini selanjutnya akan didisipasikan menjadi panas oleh tumbukan electron dengan atom-atom kisi konduktor. Proses demikian mengakibatkan hilangnya komponen medan listrik dalam arah sejajar dengan kisi-kisi konduktor. Jadi tinggal cahaya dengan komponen E y saja yang diteruskan oleh polaroid, menghasilkan cahaya terpolarisasi linear dalam arah polarisasi sumbu y. Polarisator pada gambar 3 dikatakan mempunyai sumbu polarisasi ke arah sumbu y. 2.4 Hukum Malus Satu cahaya tidak terpolarisasi atau terpolarisasi linear dapat diketahui dengan cara melewatkannya melalui polarisator yang dapat diputar. Sesuai dengan pembahasan bagian 3 jelas bahwa jika cahaya tersebut terpolarisasi linear maka ada posisi polarisator yang tidak melakukan cahaya tersebut, yaitu jika arah polarisasi cahaya tegak lurus dengan sumbu polarisasi polarisator. Hal ini dapat diamati dengan menyusun dua buah polarisator seperti pada Gambar 4.
I = I0cos2ø
5
sumbu polarisasi sumbu polarisasi
I0
cahaya Analisator
Polarisator
Gambar 4: Susunan polarisator yang menghadap sumber cahaya tetap dinamakan polarisator karena bertugas memolarisasi cahaya dari sumber cahaya. Polarisator yang kedua dinamakan analisator karena digunakan untuk memeriksa cahaya yang dilakukan oleh polarisator pertama. Misal cahaya yang keluar dari polarisator mempunyai medan listrik E 0 dan intensitas I0. Jika sumbu polarisasi analisator membentuk sudut terhadap sumbu polarisasi polarisator maka hanya komponen medan listrik dalam arah sumbu polarisasi analisator saja yang dilakukan, yaitu E = E0cosθ. Karena intensitas sebanding dengan kuadrat kuat medan listrik maka intensitas cahaya yang keluar dari analisator memenuhi persamaan: I = I0cos2ø
(8)
Persamaan (8) disebut hokum Malus. Sesuai dengan persamaan (8) dengan bertambahnya beda sudut polarisasi antara sumbu polarisator dan sumbu analisator maka intensitas akan berkurang hingga 0 untuk θ = 90o. 2.5 Aktivitas optik larutan gula Beberapa bahan memiliki sifat yang menarik dalam melakukan cahaya. Cahaya yang terpolarisasi linear dalam satu bahan dapat mengalami pemutaran arah polarisasi, seperti ditunjukkan gambar 5. Bahan tersebut dikatakan memiliki aktivitas optik.
d
x
E
β y E z arah penjalaran cahaya
6
Gambar 5: Perputaran arah polarisasi cahaya dalam bahan. Setelah nmenempuh jarak sejauh d ke arah sumbu z, arah polaritas terputar sebesar susut β. Arah polarisasi cahaya berangsur-angsur berubah dengan semakin dalam cahaya memasuki bahan. Dilihat ke arah datang, tampak bahwa arah polarisasi cahaya terputar ke kanan sehingga bahan tersebut disebut zat putar kanan ( dextrorotatory = putar kanan, levordotatory = putar kiri). Sebagai contoh gula (sukrosa) bersifat putar kanan, kwarsa bersifat putar kanan atau putar kiri. Pada bagian 3.2 dijelaskan bahwa cahaya terpolarisasi linear dapat dinyatakan sebagai jumlah (superposisi) cahaya terpolarisasi lingkaran putar kanan dan putar kiri yang memiliki tetapan gelombang k= ω/v yang sama (lihat persamaan (7)). Terputarnya arah polarisasi cahaya pada suatu bahan dapat dijelaskan bahwa tetapan gelombang k untuk komponen putar kanan dan putar kiri berbeda. Misal tetapan gelombang komponen putar kanan dan kiri berturut-turut adalah k a dan k i, vektor medan listrik cahaya dalam bahan dapat dituliskan sebagai: E = E putar kanan + E putar kiri E0 E0 = 2 [i.cos(ka z-ωt) + j.sin(k az-ωt)] + 2 [i.cos(k iz-ωt)-j.sin(k iz-ωt)] E0 E0 = i2 [cos(ka z-ωt) + cos(k iz-ωt)] + 2j [sin(k az-ωt) – sin(k iz-ωt)] k a-k i k a-k i = E0cos[(k a+k i)z/2-ωt)].{i.cos( 2 z) + j.sin( 2 z)} (8) Persamaan (8) menunjukkan bahwa menuju kea rah z positif, vektor E berputar ke kiri jika k a-k 1>0 dan berputar ke kanan jika k a-k 1<0, dilihat dari sumbu z (ke arah datang).
Berdasarkan persamaan (8) besar sudut β pada Gambar 5 adalah: k a-k i
7
β= 2
d
(9)
d = jarak yang ditempuh cahaya dalam bahan Besaran β/d disebut daya putar spesifik yang menunjukkan aktivitas optik suatu molekul. Besarnya tergantung pada struktur molekul dan tergantung pada panjang gelombang sinar yang digunakan. Gula mempunyai k a-k 1<0, berarti kecepatan cahaya terpolarisasi lingkaran putar kanan lebih besar dari pada kecepatan untuk putar kiri, yang menunjukkan bahwa cahaya terpolarisasi lingkaran putar kiri lebih kuat berinteraksi dengan molekul gula. Hal ini berkaitan dengan stuktur molekul gula yang berbentuk heliks. Jika gula dilarutkan dalam air, maka larutan gula ini pun bersifat putar kanan karena setiap molekul gula akan memutar arah polarisasi cahaya yang melaluinya ke kanan. Besar sudut putar total α dalam larutan gula berbanding lurus dengan β/d (daya putar spesifik) molekul gula, berbanding lurus dengan jumlah gula yang terlarut dalam air dan berbanding lurus dengan jarak tempuh cahaya dalam larutan gula. Berdasarkan hal tersebut besar sudut putar arah polarisasi cahaya dalam larutan gula dalam percobaan ini dapat dinyatakan dengan persamaan (10): α = K.d.c K: konstanta (tergantung pada bahan dan panjang gelombang sinar yang digunakan) d: tebal larutan gula c: konsentrasi larutan gula ((massa gula terlarut)/(volume air))
Bab. 3 Tatalaksana Percobaan 3.1 Prinsip percobaan Dalam percobaan ini aktivitas optik larutan gula diselidiki dengan menggunakan susunan percobaan seperti pada Gambar 6. Cahaya dari sumber cahaya diarahkan supaya sejajar dengan menggunakan lensa kemudian dilakukan filter untuk menyeleksi cahaya dengan panjang gelombang tertentu (monokromatis), kemudian diarahkan ke sistem polarisator larutan gula ø analisator. Cahaya yang keluar dari analisator diamati dengan mata pengamat.
lensa kolimator
filter
polarisator
lampu larutan gula
analisator
pengamat
Gambar 6: Susunan Percobaan Polarisasi Cahaya Polarisator dan analisator diatur sehingga sumbu polarisasinya tegak lurus dengan cara memutar analisator sehingga diperoleh pengamatan yang paling gelap. Hal ini dilakukan tanpa larutan gula diantara polarisator dan analisator.
8
Kemudian larutan gula dengan konsentrasi tertentu diletakkan diantara analisator dan polarisator. Sesuai dengan sifat aktif optik larutan gula pada keadaan ini arah polarisasi cahaya yang memasuki analisator tidak lagi tegak lurus sumbu polarisasi analisator, sehingga diperoleh pengamatan yang bukan paling gelap. Selanjutnya analisator diputar sampai diperoleh pengamatan paling gelap kembali. Sudut putar analisator ini sama dengan α pada persamaan (10). 3.2 Cara kerja 1. Susunlah alat-alat percobaan seperti pada Gambar 6 tanpa dengan larutan gula dan tanpa filter. Hidupkanlah sumber cahaya dan aturlah lensa sehingga cahaya yang keluar dari lensa menuju polarisator sejajar. 2. Aturlah polarisator sehingga sumbu polarisasinya menunjuk pada sudut tertentu (misalnya 0o atau 90o). Putarlah analisator sambil mengamati gelap dan terang analisator. Catatlah salah satu posisi analisator yang menghasilkan pengamatan paling gelap. 3. Ambillah 200 ml air, masukkan ke dalam gelas beker kemudian buatlah larutan gula dengan melarutkan 20 gram gula ke dalam 200 ml air tersebut. Masukkanlah larutan gula ini ke dalam kotak kaca yang tersedia, kemudian letakkanlah di antara polarisator dan analisator. 4. Amatilah melalui analisator (catatlah pengamatan ini). Putarlah analisator ke kiri dan ke kanan catatlah pengamatan ini. 5. Singkirlah larutan gula dari antara polarisator dan analisator kemudian ulangilah langkah no. 2. Catatlah posisi gelap analisator sebanyak 4 kali untuk mendapatkan hasil yang teliti. 6. Kemudian kembalikanlah larutan gula di antara polarisator dan analisator. 7. Pasanglah filter warna merah pada tempatnya. 8. Putarlah analisator untuk mendapatkan posisi pengamatan paling gelap. Catatlah posisi ini. Lakukanlah langkah ini 4 kali. 9. Gantilah filter dengan filter warna hijau kemudian ulangi langkah 8. 10. Lakukanlah langkah 7, 8, dan 9 untuk larutan gula 40 gram/200 ml, 60 gram/200 ml, 80 gram/200 ml, 100 gram/200 ml, 120 gram/200 gram, 140 gram/200 ml, 160 gram/200 ml. 11. Ukurlah tebal larutan gula (d) dengan mengukur tebal bagian dalam kotak kaca tempat larutan gula. 3.3 Perhitungan atau Analisa Data Hitunglah sudut α dengan mengambil selisih rata-rata hasil langkah 8 dan ratarata langkah 5 pada cara kerja. Sesuai dengan persamaan (10) buatlah grafik α sebagai fungsi konsentrasi c. gambarlah grafik ini untuk filter warna merah dan warna hijau dan hitung pula ralatnya. Ambillah kesimpulan yang sesuai dengan hasil yang telah diperoleh.
Rumus Polarisasi Cahaya α rumus = rata-rata (tabel gelap-gelap) – (tabel gelap-terang) Volume air = panjang bak 10 (d)
9
lebar bak 5 tinggi bak 5 = p.l.t = 10.5.5 = 250 ml a. Tabel Gelap Terang
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
0 0 0 0
Polarisator Analisator αP-αA=Δα Derajat αP Derajat αA 90o 30o 60o 90o 20o 70o 90o 35o 55o 90o 40o 50o Rata-rata α Rumus B = 58,75 o
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
b. Tabel Gelap Gelap
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
0 0 0 0
Polarisator Analisator αP-αA=Δα Derajat αP Derajat αA 90o 35o 55o 90o 20o 70o 90o 30o 60o 90o 40o 50o Rata-rata α Rumus A = 58,75 o
Keterangan Gelap Gelap Gelap Gelap
Jadi, α Rumus = {Δα rata-rata (tb. A)}-{Δα rata-rata (tb. B)} = 58,75o-58,75o =0 c. Tabel untuk tiap-tiap massa gula/tabel α rumus (20 gram – 160 gram dari filter warna) Polarisator Analisator C=massa Warna αPMassa Derajat Derajat αA αA=Δ gula/volume air filter No. Gula αP α o o 1. 20 90 40 50o 2. 20 90o 25o 65o 0,08 gram merah 3. 20 90o 60o 30o 4. 20 90o 80o 10o Δα = 38,75o
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
20 20 20 20
No.
Massa
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 35o 90o 15o 90o 40o 90o 25o
αPαA=Δ α
55o 75o 50o 65o Δα = 61,25o
Polarisator
Analisator
αP-
C=massa Warna gula/volume air filter
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan
0,08 gram
hijau
Gelap Terang Gelap Terang
C=massa
Warna
Keterangan
10
Gula 1. 2. 3. 4.
20 20 20 20
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
40 40 40 40
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
40 40 40 40
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
40 40 40 40
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
60 60 60 60
Derajat αP 90o 90o 90o 90o
Derajat αA
αA=Δ α
15o 20o 55o 70o
75o 70o 35o 20o Δα = 50o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 25o 90o 35o 90o 30o 90o 80o
αPαA=Δ α 65o 55o 60o 10o Δα = 47,5o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 25o 90o 35o 90o 30o 90o 85o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 40o 90o 25o 90o 60o 90o 75o
αPαA=Δ α
65o 55o 60o 5o Δα = 46,25o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 45o 90o 20o 90o 60o 90o 35o
50o 65o 30o 15o Δα = 40o
αPαA=Δ α 45o 70o 30o 55o Δα = 50o
gula/volume air
0,08 gram
filter
biru
C=massa Warna gula/volume air filter
0,16 gram
merah
C=massa Warna gula/volume air filter
0,16 gram
hijau
C=massa Warna gula/volume air filter
0,16 gram
biru
C=massa Warna gula/volume air filter
0,24 gram
merah
11
Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
60 60 60 60
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
60 60 60 60
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
80 80 80 80
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
80 80 80 80
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
80 80 80 80
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 35o 90o 15o 90o 55o 90o 60o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 15o 90o 60o 90o 80o 90o 65o
αPαA=Δ α
55o 75o 35o 30o Δα = 48,75o
75o 30o 10o 25o Δα = 35o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 30o 90o 45o 90o 73o 90o 65o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 20o 90o 60o 90o 70o 90o 75o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90o 20o 90o 50o 90o 30o 90o 55o
αPαA=Δ α
60o 45o 17o 25o Δα = 36,75o
70o 30o 20o 15o Δα = 33,75o
70o 40o 60o 35o Δα = 51,25o
C=massa Warna gula/volume air filter
0,24 gram
hijau
C=massa Warna gula/volume air filter
0,24 gram
biru
C=massa Warna gula/volume air filter
0,32 gram
merah
C=massa Warna gula/volume air filter
0,32 gram
hijau
C=massa Warna gula/volume air filter
0,32 gram
biru
12
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
100 100 100 100
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
100 100 100 100
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
100 100 100 100
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
120 120 120 120
No.
Massa Gula
1.
120
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 10o 90 o 50o 90 o 60o 90 o 50o
αPαA=Δ α 80o 40o 30o 40o Δα = 47,5o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 70o 90 o 40o 90 o 30o 90 o 35o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 65o 90 o 50o 90 o 80o 90 o 60o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 80o 90 o 85o 90 o 25o 90 o 35o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 50o
αPαA=Δ α
20o 50o 60o 55o Δα = 46,25o
25o 20o 10o 30o Δα = 21,25o
10o 5o 65o 55o Δα = 33,75o
40o
C=massa Warna gula/volume air filter
0,40 gram
merah
C=massa Warna gula/volume air filter
0,40 gram
hijau
C=massa Warna gula/volume air filter
0,40 gram
biru
C=massa Warna gula/volume air filter
0,48 gram
merah
C=massa Warna gula/volume air filter 0,48 gram
hijau
13
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap
2. 3. 4.
120 120 120
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
120 120 120 120
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
140 140 140 140
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
140 140 140 140
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
140 140 140 140
90 o 90 o 90 o
30o 40o 80o
60o 50o 10o Δα = 40o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 60o 90 o 80o 90 o 40o 90 o 25o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 80o 90 o 85o 90 o 45o 90 o 20o
αPαA=Δ α
30o 10o 50o 65o Δα = 38,75o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 80o 90 o 70o 90 o 35o 90 o 15o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 70o 90 o 80o 90 o 50o 90 o 25o
10o 5o 45o 70o Δα = 32,5o
αPαA=Δ α 10o 20o 55o 75o Δα = 40o
αPαA=Δ α 20o 10o 40o 68o Δα = 34,5o
Terang Gelap Terang
C=massa Warna gula/volume air filter
0,48 gram
biru
C=massa Warna gula/volume air filter
0,56 gram
merah
C=massa Warna gula/volume air filter
0,56 gram
hijau
C=massa Warna gula/volume air filter
0,56 gram
biru
14
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
160 160 160 160
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
160 160 160 160
No.
Massa Gula
1. 2. 3. 4.
160 160 160 160
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 80o 90 o 75o 90 o 5o 90 o 33o
αPαA=Δ α
C=massa Warna gula/volume air filter
5o 15o 85o 57o Δα = 40,5o
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 85o 90 o 83o 90 o 40o 90 o 15o
αPαA=Δ α
Polarisator Analisator Derajat Derajat αA αP 90 o 85o 90 o 80o 90 o 55o 90 o 35o
αPαA=Δ α
0,64 gram
merah
C=massa Warna gula/volume air filter
5o 7o 50o 75o Δα = 34,25o
0,64 gram
hijau
C=massa Warna gula/volume air filter
5o 10o 35o 55o Δα = 26,25o
0,64 gram
biru
Tabel α grafik No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Massa Gula 20 40 60 80 100 120 140 160
Rata-rata
α Merah
α Hijau
α Biru
C/gram/cm3
38,75 o 47,5o 50o 36,75 o 47,5 o 33,75 o 32,5 o 40,5 o α Merah = 40,90o
61,25o 46,25o 48,75o 33,75o 46,25o 40o 40o 34,25o α Biru = 43,81o
50o 40o 35 o 51,25o 21,25o 38,75o 34,5o 26,25o α Hijau = 37,12o
0,08 gram/cm 3 0,16 gram/cm 3 0,24 gram/cm 3 0,32 gram/cm 3 0,40 gram/cm 3 0,48 gram/cm 3 0,56 gram/cm 3 0,64 gram/cm 3 C = 0,36 gram/cm 3
15
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
Keterangan Gelap Terang Gelap Terang
α merah = α grafik – α rumus = 47,5o – ( -23,75o) = 71,25o
α biru = α grafik – α rumus = 48,09o – ( -23,75o) = 71, 84o
α hijau = α grafik – α rumus = 49,94o – ( -23,75o) = 73,69o
Perhitungan Grafik α Merah
Δα
Δy*= 36
Δc
Gambar Grafik α Merah
Δy Δα a = Δ x =Δ c 23 =0,2
16
= 115
Ralat Grafik α Merah Δ α* = Δ y* Δ α* Δa = 2 Δ . c(xn – x1) atau
Δ α* Δa = 2 .Δ c(cn – c1) 36 =2. 0,2.0,56
= 642,8
α kd =. c 71,25o =3,6 = 19,79
Δa
Δk = a
(642,8 =( 115
Δd +d
. k ) 0,005 + 10 ) . 19,79
= (5,58 + 0,0005) . 19,79 = 110,43
Perhitungan Grafik α Hijau
Δ α Δy* = 38
Δc
17
Gambar Grafik α Hijau
Δy Δα a = Δ x =Δ c 24 = 0,16 = 150
Ralat Grafik α Hijau Δ α* = Δ y* Δ α* Δa = 2 Δ . c(xn – x1) atau
Δ α* Δa = 2 .Δ c(cn – c1) 38 =2. = 848,22 0,16.0,56
α kd =. c 71, 84 o =3,6 = 19,95
Δa
Δk = a
Δd +d
(848,22 0,005) . k =( 150 + 10 ) . 19,79 = (5,65 + 0,0005) . 19,79 = 111,82
18
Perhitungan Grafik α Biru
Δα Δy* = 30 Δc
Gambar Grafik α Biru
Δy Δα a = Δ x =Δ c 18 = 0,14 19
= 128,57
Ralat Grafik α Biru Δ α* = Δ y* Δ α* Δa = 2 Δ . c(xn – x1) atau
Δ α* Δa = 2 .Δ c(cn – c1) 30 =2. = 0,0784 0,14.0,56
α kd =. c 74,31o =3,6 = 20,6
Δa
Δk = a
Δd +d
(765,3 0,005) . k =(128,57 + 10 ) . 19,79 = (5,9 + 0,0005) . 19,79 = 116,77
Bab 4. Kesimpulan Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari hasil perhitungan tabel gelap-terang dan tabel gelap-gelap diperoleh α rumus = -23,75 o. 2. Dari hasil perhitungan tabel α grafik diperoleh α merah = 71,25o, α biru = 71, 84o, dan α hijau = 73,69o. 3. Dari hasil perhitungan diperoleh ΔC = 0,36 gram/cm3.Perhitungan grafik α merah, α hijau, dan α biru membantu perhitungan ralat α merah, α hijau, dan α biru.
20