LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI MODUL IDENTIFIKASI 2 Disusun oleh: Shift H Kelompok 4 Neng Aneu Nurul H
10060316207 10060316207
Koordinator Praktikum : Yani Lukmayani, M.Si., Apt. Asisten
: Aisha Qisthi Z, S.Farm.,
Tanggal prkatikum
: Kamis, 28 Desember 2017
Tanggal pengumpulan
: Kamis, 4 Januari 2018
LABORATORIUM FARMASI UNIT-B PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1439H/2018M
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Farmakognosi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sumber bahan obat yang berasal dari alam, terutama te rutama dari tumbuhan. Bahan obat yang berasal dari tumbuhan yang belum mengalami pengolahan disebut simplisia. Dalam mempelajari khasiat farmakologis suatu tanaman, terlebih dahulu kita dituntut untuk dapat mengenal dan membedakan berbagai simplisia baik secara makroskopik maupun mikroskopik melalui proses identifikasi. Identifikasi simplisia secara makroskopik dapat dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau, rasa, serta ciri khas lainnya yang mungkin dimiliki. Sedangkan identifikasi simplisia secara mikroskopik dilakukan dengan mengamati berbagai fragmen pengenal dari suatu serbuk simplisia di bawah mikroskop. Dalam kehidupan sehari-sehari, kita ketahui bahwa banyak masyarakat didunia ini sudah kenal bahwa sebagian dari tanaman ini adalah obat. Sering kita lihat bahwa sebagian dari masyarakat memanfaatkan tanaman sebagai makanan, sedangkan pada bidang farmasi mengenal bahwa sebagaian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Sejalan kemajuan teknologi, kita sebagai masyarakat indonesia khususnya seorang farmasi harus semakin mengenal tentang jaringan-jaringan yang terdapat dalam tanaman khususnya simplisia yang dapat dijadikansebagai obat. Maksud penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas praktikum farmakognosi tentang
identifikasi
simplisia.
Pada
laporan
ini
penyusun
memberi penjelasan kepada pembaca mengenai nama simplisia, dan mengenai makroskopik dan mikroskopik dari simplisia
yang telah
identifikasi diberikan
dengan simplisia tunggal yang dibahas antara lain: 1. Rhei Officinalis Radix 2. Coriandri Sativi Fructus 1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengidentifikasi simplisisa yang diberikan untuk diamati secara makroskopik dan mikroskopik serta untuk mengetahui fragmen khas yang ada pada simplisia - simplisa ia tersebut yang dapat ditentukan kebenaran bahan apa saja yang ada di dalam simplisisa tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simplisia dan Pembuatannya A. Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah Dikeringkan (Dapertemen kesehatan RI :1985). Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : a. Simplisia Nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zatzat
atau
bahan-bahan
nabati
lainnya
yang
dengan
cara
tertentu
dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. b. Simplisia Hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zatzat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, c. Simplisia Pelikan atau Mineral Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni ( Depkes RI,1989). B. Cara Pembuatan Simplisia
1. Pemanenan
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering.Alat yang diguna-kan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul.
Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau
dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keranjang, kantong, karung dan lainlain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan terjadinya proses fermentasi/busuk. Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan) (Depkes RI, 1985). 2. Penanganan Pasca Panen
Pasca panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu,
efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi (Depkes RI, 1985). 3. Penyortiran (segar)
Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan (Depkes RI, 1985). 4. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan.Pencucian harus segera dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian per-hatikan air cucian
dan
air
bilasan-nya,
jika
masih
terlihat
kotor
ulangi
pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi.Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan(Depkes RI, 1985).
Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain.
Perendaman bertingkat
Penyemprotan
Penyikatan (manual maupun otomatis)
5. Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar, rimpang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan berpengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif
yang terkandung dalam
bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur (Mahendra, 2006). 6.
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pe ngolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat. Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan (Mahendra, 2006).
7. Penyortiran (kering).
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisi a ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan (Mahendra, 2006). 8. Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik (Mahendra, 2006). 9. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
a.
Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
b.
Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau kemungkinan masuk air hujan.
c.
Suhu gudang tidak melebihi 30 0C.
d.
Kelembaban udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (65 0 C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air.
e.
Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
f.
Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang disimpan harus dicegah (Mahendra, 2006).
2.2 Identifikasi Simplisia A. Makroskopik 1. Rhei Officinalis Radix ( Akar Kelembak )
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Viridiplantae
Infra kingdom : Streptophyta Super divisi
: Embryophyta
Divisi
: Tracheophyta
Sub divisi
: Spermatophytina
Kelas
: Magnoliopsida
Super ordo
: Caryophyllanae
Ordo
: Caryophyllales
Famili
: Polygonaceae
Genus
: Rheum L.
Spesies
: Rheum Officinale Baill. Kelembak atau klembak adalah tanaman yang menghasilkan bahan
obat dan wewangian. Tanaman ini banyak dijumpai di pegunungan. Di indonesia, kelembak sering dipakai sebagai campuran tembakau pada roko kretek yang seringkali disebut dengan klembak menyan.Akar kelembak sudah lama digunakan dalam pengobatan tradisional di cina dan tibet sejak 2000 tahun yang lalu. Kandungan tanin yang tinggi pada akarnya dapat menyebabkan konstipasi. Daun dan akar kelembak mengandung flavonoid sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan. Namun, pemakaiannya perlu diperhatikan karena bila terlalu banyak akan mengakibatkan depresi (Dalimartha, 1999). Tanaman kelembak merupakan tanaman semak tahunan yang mempunyai akar tunggang dan lunak. Tinggi batangnya sekita 30-100 cm ,batangnya pendek berwarna coklat , beralur melintang dan terdapat dalam tanah. Daun kelembak merupakan daun tunggal yang berbentuk bulat telur. Pangkal daunnya berbentuk seperti jantung dan berbulu dengan ujung meruncing. Tepi daunnya rata dengan pangkal daun memeluk batang. Panjang daunnya sekitar 10-40 cm dengan lebar sekitar 10-30 cm. Bunga kelembak merupakan bunga majemuk, berkelamin dua atau satu. Bunganya bergabung menjadi malai yang bercabang-cabang. Mempunyai enam helai mahkota yang tersusun dalam lingkaran. Terdapat sekitar 9 benang sari. Kepala putiknya bertekstur tebal berwarna putih kehijauan. Sedangkan
bakal buahnya berbentuk segitiga dengan tangkai putik melengkung. Buah kelembak berbentuk seperti padi, bulat telur , berwarna merah dan bersayap tiga (Badan POM Indonesia, 2008). Organoleptis berwarna kuning kecoklatan, bau khas aromatis , rasa agak pahit dan agak kelat. 2. Coriandri Sativi Fructus ( Buah Ketumbar )
Kingdom
: Plantae
Sub kingdom : Trachebionta Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Sub kelas
: Rosidae
Ordo
: Apiles
Famili
: Apiaceae
Genus
: Coriandrum
Spesies
: Coriandrum sativum
Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar Laut Tengah dan Kaukasus di Timur Tengah. Biji ketumbar di sana yang dikeringkan dinamakan fructus coriandri. Tanaman ketumbar di Indonesia dikenal dengan sebutan katuncar (Sunda), ketumbar (Jawa & Gayo), katumbare (Makassar dan Bugis), katombar (Madura), ketumba (Aceh), hatumbar (Medan), katumba (Padang), dan katumba (Nusa Tenggara) (Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004).
Tanaman ketumbar berupa semak semusim, dengan tinggi sekitar satu meter. Akarnya tunggang bulat, bercabang dan berwarna putih. Batangnya berkayu lunak, beralur, dan berlubang dengan percabangan dichotom berwarna hijau. Tangkainya berukuran sekitar 5-10 cm. Daunnya majemuk, menyirip, berselundang dengan tepi hijau keputihan. Buahnya berbentuk bulat, waktu masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kuning kecokelatan. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna kuning kecokelatan (Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004; Astawan, 2009). Ketumbar dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi hingga ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dipanen setelah berumur tiga bulan, kemudian dijemur dan buahnya yang berwarna kecoklatan dipisahkan dari tanaman kecokelatan (Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004; Astawan, 2009). Hasil panen umumnya dijual ke pasar tradisional untuk keperluan bumbu rumah tangga. Tanaman ketumbar di Indonesia belum dibudidayakan secara intensif dalam skala luas, penanaman hanya terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem tumpangsari dan jarang secara monokultur. Daerah penanaman yang dianggap cocok dan sudah ada tanamannya adalah Cipanas, Cibodas, Jember, Boyolali, Salatiga, Temanggung, dan sebagian daerah di Sumatera Barat (Astawan, 2009). Organoleptis Serbuk berbau khas aromatik, rasanya khas, lama-lama agak pedas. Serbuk berwarna coklat muda kekuningan atau coklat kmerahan. Bau khas aromatik.
B. Mikroskopik 1. Rhei Officinalis Radix ( Akar Kelembak )
Fragmen pengenal Fragmen pengenal adalah jaringan gabus, parenkim dengan kristal kalsium oksalat bentuk roset besar, parenkim dengan jari-jari emoulur, trakea dengan penebalan bentuk Y , kristal kalsium oksalat besar dan butir pati. Organoleptis Serbuk berwarna kuning kecoklatan, bau khas aromatis , rasa agak pahit dan agak kelat. Pengamatan fragmen dengan histokimia Pengamatan Fragmen dengan menggunakan reagen Kloral Hidrat ditambah I2KI terlihat parenkim dengan trakea , parenkim dengan hablur kristal kalsium oksalat berbentuk roset dan butir pati. 2. Coriandri Sativi Fructus ( Buah Ketumbar )
Fragmen pengenal Fragmen pengenal adalah serabut sklerenkim mesokarp, fragmen endokarp berikut parenkim mesokarp , fragmen epikarp dengan dengan hablur kalsium oksalat berbentuk prisma , fragmen epikarp dari bagian ujung buah, fragmen mesokarp berikut endokarp, spermoderm dan endosperm, fragmen pembuluh kayu, hablur kalsium oksalat berbentuk prisma dan roset. Tidak terdapat rambut penutup atau butir pati. Organoleptis
Serbuk berbau khas aromatik, rasanya khas, lama-lama agak pedas. Serbuk berwarna coklat muda kekuningan atau coklat kemerahan. Bau khas aromatik. Pengamatan fragmen dengan histokimia Pengamatan Fragmen dengan menggunakan reagen Kloral Hidrat ditambah I2KI terlihat endokarp berikut parenkim mesokarp tangensial, mesokarp berikut endokarp, hablur kalsium oksalat dan pembuluh kayu.
BAB III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengamatan
Simplisia Fragmen
Rhei Officinalis Radix ( Akar Kelembak )
Coriandri Sativi Fructus ( Buah Ketumbar)
Hablur kalsium oksalat berbentuk roset
Hablur kalsium oksalat berbentuk roset
Butir pati
Pembuluh kayu
Makroskopik serbuk simplisia no.16
Parenkim dengan hablur kristal kalsium oksalat berbentuk roset
Mesokarp berikut endokarp
Parenkim dengan trakea
Endokarp berikut parenkim mesokarp tangensial
3.2 Pembahasan 1. Rhei Officinalis Radix ( Akar Kelembak )
Pemilihan simplisia Rhei officinalis radix dikarenakan pengamatan organoleptis yang dilakukan yaitu serbuk berwarna coklat yang menandakan
simplisia merupakan radix atau fructus. Kemudian dilakukan uji bau dan rasa. Bau yang dicium sangat khas dan aromatik, rasa dari serbuk ini agak pahit dan agak kelat. Hal tersebut mengarah pada simplisia radix. Setelah dilakukan pengamatan dibawah mikroskop, praktikan dapat mengamati beberapa fragmen pengenal. Fragmen yang teramati dengan menggunakan reagen kloral hidrat diantaranya adalah hablur kalsium oksalat berbentuk roset , parenkim dengan trakea , parenkim dengan hablur kristal kalsium oksalat berbentuk roset dan butir pati. Hipotesis ini diperkuat dengan kesesuaian fragmen yang teramati dan terdapat ciri khas dari fragmen yaitu adanya butir pati . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tanaman dari serbuk simplisia yang diidentifikasi adalah Rhei officinalis radix ( akar kelembak ). 2. Coriandri Sativi Fructus ( Buah Ketumbar )
Pemilihan
simplisia
Coriandri
Sativi
Fructus
dikarenakan
pengamatan organoleptis yang dilakukan yaitu Serbuk berwarna coklat muda kekuningan atau coklat kemerahan yang menandakan simplisia merupakan radix atau fructus. Kemudian dilakukan uji bau dan rasa. Bau yang dicium sangat khas dan aromatik, rasa dari Serbuk berbau khas aromatik, rasanya khas, lama-lama agak pedas. Hal tersebut mengarah pada simplisia fructus. Setelah dilakukan pengamatan dibawah mikroskop, praktikan dapat mengamati beberapa fragmen pengenal. Fragmen yang teramati dengan menggunakan reagen kloral hidrat diantaranya adalah endokarp berikut parenkim mesokarp tangensial, mesokarp berikut endokarp, hablur kalsium
oksalat berbentuk roset dan pembuluh kayu. Hipotesis ini diperkuat dengan kesesuaian fragmen yang teramati dan setelah ditambahkan reagen I2KI tidak terdapat butir pati . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tanaman dari serbuk simplisia yang diidentifikasi adalah coriandri sativi fructus ( buah ketumbar ).
BAB IV KESIMPULAN
Pada pengamatan identifikasi 2 dari campuran simplisia ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sampel 1 adalah Rhei officinalis Radix ( akar kelembak ) yang ditunjukan oleh uji organolepstis yaitu serbuk berwarna coklat , bau yang dicium sangat khas dan aromatik, rasa dari serbuk ini agak pahit dan agak kelat serta adanya fragmen pengenal yaitu terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk roset , parenkim dengan trakea parenkim dengan hablur kalsium oksalat berbentuk roset dan adanya butir pati. 2. Sampel 2 adalah Coriandri Sativi Fructus ( buah ketumbar ) yang ditunjukkan oleh uji organoleptis yaitu Serbuk berbau khas aromatik, rasanya khas, lama-lama agak pedas. Serbuk
berwarna coklat muda
kekuningan atau coklat kemerahan. Bau khas aromatik. Dan terdapat fragmen pengenal endokarp berikut parenkim mesokarp tangensial, mesokarp berikut endokarp, hablur kalsium oksalat dan pembuluh kayu.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2009. Teknologi Pangan Dan Gizi. Bogor: IPB. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Acuan Sediaan Herbal . Vol 4. Ed. 1. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Dalimartha, S. 1999 . Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus agriwidya Depkes RI, Dirjen POM. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Hadipoentyanti, E. & Wahyuni, S., 2008, Keragaman Selasih (Ocimum Spp.) Berdasarkan Karakter Morfologi, Produksi, dan Mutu Herba, Jurnal Littri , 14(4), 141-148. Mahendra, B. 2006. Panduan Meracik Herbal . Jakarta: Penebar Swadaya