LAPORAN PRAKTIKUM IX TRANSISTOR BJT Disusun untuk Memenuhi Matakuliah Elektronika Dibimbing oleh Bapak I Made Wirawan, S.T., S.S.T, M.T.
Asisten Praktikum: Muhammad Arif Syarifudin Muhammad Bagus Arifin
Oleh : Dwitha Fajri Ramadhani
160533611410
S1 PTI OFF B
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA November 2016
TRANSSTOR BJT 1.1 Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menentukan kaki-kaki transistor menggunakan ohmmeter. 2. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik transistor bipolar 3. Mahasiswa mampu merancang rangkaian sederhana menggunakan transistor biolar 4. Mahasiswa mampu menganalisa rangkaian sederhana transistor bipolar.
1.2 Pendahuluan Suatu alat elektronik akan tersusun dari banyak rangkaian elektronika. Serangkaian itu sesungguhnya hanya memanfaatkan penggabungan sifat dari masing-masing komponen elektronika. Karena tiap-tiap komponen elektronika memiliki karakteristik kerja yang berbeda. Resistor yang memiliki sifat menghambat arus, kapasitor yang berfungsi sebagai penyimpan energy dalam medan listrik, inductor yang memiliki karakter penyimpanan energy dalam bentuk medan magnet, diode yang memiliki sifat pensaklaran, dan sebagainya. Perbedaan inilah yang akan di rancang sedemikian rupa dari sehingga menjadi kesatuan rangkaian elektronika yang saling melengkapi sifatnya, sehingga terciptalah suatu alat elektronik dengan fungsi tertentu. Dalam pengukuran tegangan , arus , dan hambatan , dapat menggunakan multimeter digital demi mendapatkan ukuran suatu komponen elektronika yang tepat. Sehingga dalam penciptaan suatu alat elektronika tidak terjadi kegagalan sedikitpun saat alat berkerja. Komponen komponen elektronika dikenal ada dua jenis komponen. Dua macam komponen ini adalah komponen aktif dan komponen pasif. Dua macam komponen elektronika dalan elektronika dasar ini selalu ada dalam setiap rangkaian elektronika. Komponen aktif adalah jenis komponen elektronika yang memerlukan arus listrik agar dapat bekerja dalam rangkaian elektronika. Contoh komponen aktif ini adalah Transistor dan IC juga Lampu Tabung. Besarnya arus panjar bisa berbeda-beda untuk tiap komponen2 ini. Sedangkan komponen pasif adalah jenis komponen elektronika yang bekerja tanpa memerlukan
arus
listrik.
Contoh
komponen
pasif
adalah
resistor,
kapasitor,
transformator/trafo, dioda dsb. Dalam elektronika dasar penggunaan kedua jenis komponen ini hampir selalu digunakan bersama-sama, kecuali dalam rangkaian-rangkaian pasif yang hanya menggunakan komponen-komponen pasif saja misalnya rangkaian baxandall pasif, tapis pasif dsb. Untuk IC 2
(Integrated Circuit) adalah gabungan dari komponen aktif dan pasif yang disusun menjadi sebuah rangkaian elektronika dan diperkecil ukuran fisiknya. Kegunaan dari transistor adalah sebagai penguat arus, pemutus, dan penyambung, stabilisasi sinyal dan lainnya disbut dengan transistor. Transistor diperlukan untuk menguatkan arus yang masuk pada rangkaian listrik, atau pada komponen listrik tertentu, agar arus yang masuk tepat pada rangkaian atau component tersebut, sehingga komponen dapat bekerja secara optimal.
1.3 Dasar Teori Pengertian Transistor adalah salah satu komponen yang selalu ada di setiap rangkaian elektronika, seperti radio, televisi, handphone, lampu flip-flop dll. Fungsi dari
komponen
Kebanyakan,
ini
sangatlah
penting.
transistor digunakan untuk
kebutuhan penyambungan dan pemutusan (switching), seperti halnya saklar. Yaitu untuk memutus atau menyambungkan arus listrik. Selain itu transistor juga berfungsi sebagai penguat (amplifier), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal, dan banyak lagi. Keinginan kita untuk merubah fungsi transistor ini adalah dari pemilihan jenis transistor atau dengan cara perangkaian sirkit transistor itu sendiri. Dengan banyaknya fungsi itu, komponen transistor banyak sekali digunakan di dalam rangkaian elektronika. Jenis-jenis transistor dibedakan berdasarkan arus inputnya BJT (Bipolar Junction Transistor) atau tegangan inputnya FET (Field Effect Transistor). Yang membedakan transistor dengan komponen lain, adalah memiliki 3 kaki utama, yaitu Base (B), Collector, (C) dan Emitter (E). dimana base terdapat arus yang sangat kecil, yang berguna untuk mengatur arus dan tegangan yang ada pada Emitor, pada keluaran arus Kolektor. Sehingga apabila terdapat arus pada basis, tegangan yang besar pada kolektor akan mengalir menuju emitor. Bahan dasar pembuatan transistor itu sendiri atara lain Germanium, Silikon, Galium Arsenide. Sedangkan kemasan dari transistor itu sendiri biasanya terbuat dari Plastik, Metal, Surface
3
Mount, dan ada juga beberapa transistor yang dikemas dalam satu wadah yang disebut IC (Intregeted Circuit). Contoh penggunaan transistor dalam rangkaian analog, adalah digunakan untuk fungsi amplifier (penguat), rangkaian analog melingkupi pengeras suara, sumber listrik stabil (stabilisator) dan penguat sinyal radio. Dalam rangkaian-rangkaian digital, transistor digunakan sebagai saklar berkecepatan tinggi. Beberapa transistor juga dapat dirangkai sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai logic gate, memori dan fungsi rangkaianrangkaian lainnya. Jenis-Jenis Transistor Secara umum, transistor dapat dibeda-bedakan berdasarkan banyak kategori: Materi semikonduktor
: Germanium, Silikon, Gallium Arsenide
Kemasan fisik
: Through Hole Metal, Through Hole Plastic, Surface Mount, IC
Tipe
: UJT, BJT, JFET, IGFET (MOSFET), IGBT, HBT, MISFET, VMOSFET
Polaritas
: NPN atau N-channel, PNP atau P-channel
Maximum kapasitas daya
: Low Power, Medium Power, High Power
Maximum frekuensi kerja : Low, Medium, atau High Frequency, RF transistor, Microwave Aplikasi
: Amplifier, Saklar, General Purpose, Audio, Tegangan Tinggi, dan lain-lain
Bipolar junction transistor (BJT) Bipolar junction transistor (BJT) adalah jenis transistor yang memiliki tiga kaki, yaitu (Basis, Kolektor, dan Emitor) dan di pisah menjadi dua arah aliran, positif dan negatif. Aliran positif dan negatif diantara Basis dan Emitor terdapat tegangan dari 0v sampai 6v tergantung pada besar tegangan sumber yang dipakai. Dan besar tegangan tersebut merupakan parameter utama transistor tipe BJT. Tidak seperti Field Effect transistor (FET), arus yang dialirkan hanya terdapat pada satu jenis pembawaan (Elektron atau Holes). Di BJT, arus dialirkan dari dua tipe pembawaan (Elektron dan Holes), hal tersebut yang dinamakan dengan Bipolar Ada dua jenis tipe transistor BJT, yaitu tipe PNP dan NPN. Dimana NPN, terdapat dua daerah negatif yang dipisah dengan satu daerah positif. Dan PNP, terdapat dua daerah positif yang dipisah dengan daerah negatif.
4
TRANSISTOR NPN Pada transistor jenis NPN terdapat arah arus aliran yang berbeda dengan transistor jenis PNP, dimana NPN mengalir arus dari kolektor ke emitor. Dan pada NPN, untuk mengalirkan arus tersebut dibutuhkan sambungan ke sumber positif (+) pada kaki basis. Cara kerja NPN adalah ketika tegangan yang mengenai kaki basis, hingga dititik saturasi, maka akan menginduksi arus dari kaki kolektor ke emitor. Dan transistor akan berlogika 1 (aktif). Dan apabila arus yang melalui basis berkurang, maka arus yang mengalir pada kolektor ke emitor akan berkurang, hingga titik cutoff. Penurunan ini sangatlah cepat karena perbandingan penguatan yang terjadi antara basis dan kolektor melebihi 200 kali. Contoh gambar rangkaian penggunaan transistor NPN :
TRANSISTOR PNP Pada PNP, terjadi hal sebaliknya ketika arus mengalir pada kaki basis, maka transistor berlogika 0 (off). Arus akan mengalir apabila kaki basis diberi sambungan ke ground (-) hal ini akan menginduksi arus pada kaki emitor ke kolektor, hal yang berbeda dengan NPN, yaitu arus mengalir pada kolektor ke emitor. Penggunaan transistor jenis ini mulai jarang digunakan. Dibanding dengan NPN, transistor jenis PNP mulai sulit ditemukan dipasaran Contoh gambar rangkaian penggunaan transistor PNP :
5
Karaktersitik dan daerah kerja Transistor BJT digunakan untuk 3 penggunaan berbeda: mode cut off, mode linear amplifier, dan mode saturasi. Penggunaan fungsi transistor bisa menggunakan karakteristik dari masingmasing daerah kerja ini. Selain untuk membuat fungsi daripada transistor, karakteristik transistor juga dapat digunakan untuk menganalisa arus dan tegangan transistor
Karakteristik daerah kerja transistor Karakteristik dari masing-masing daerah operasi transistor tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Daerah Potong (cutoff) :
Dioda Emiter diberi prategangan mundur. Akibatnya, tidak terjadi pergerakan elektron, sehingga arus Basis, IB = 0. Demikian juga, arus Kolektor, IC = 0, atau disebut ICEO (Arus Kolektor ke Emiter dengan harga arus Basis adalah 0).
Daerah Saturasi :
Dioda Emiter diberi prategangan maju. Dioda
Kolektor juga diberi prategangan maju.
Akibatnya, arus Kolektor, IC, akan mencapai harga maksimum, tanpa bergantung kepada arus 6
Basis, IB, dan βdc. Hal ini, menyebabkan Transistor menjadi komponen yang tidak dapat dikendalikan. Untuk menghindari daerah ini, Dioda Kolektor harus diberi prateganan mundur, dengan tegangan melebihi VCE(sat), yaitu tegangan yang menyebabkan Dioda Kolektor saturasi.
Daerah Aktif :
Dioda Emiter diberi prategangan maju. Dioda Kolektor diberi prategangan mundur. Terjadi sifat-sifat yang diinginkan, dimana:
atau
sebagaimana penjelasan pada bagian sebelumnya. Transistor menjadi komponen yang dapat dikendalikan.
Daerah Breakdown
Dioda Kolektor diberi prategangan mundur yang melebihi tegangan Breakdown-nya, BVCEO (tegangan breakdown dimana tegangan Kolektor ke Emiter saat Arus Basis adalah nol). Sehingga arus Kolektor, IC, melebihi spesifikasi yang dibolehkan. Transistor dapat mengalami kerusakan.
7
Contoh sederhana penggunaan transistor tipe NPN dengan fungsi switching Ketika saklar (switch) diaktifakan, maka terdapat arus yang mengalir pada resistor 1k dan menuju basis transistor. Ketika basis transistor terdapat arus, maka arus yang berada pada kolektor juga mengalir pada emitor yang mengakibatkan lampu menyala, karena lampu berada pada aliran tertutup (close circuit).
Mencari Kaki Base Atur multimeter pada pengukuran ohmmeter x100. Lakukan pengukuran seperti ini : Perhatikan penunjuk pergerakan jarum. Apabila jarum bergerak ke kanan dengan posisi probe yang satu tetap pada kaki 3 dan -
+
probe lainnya pada kaki 2 berarti kaki 3 adalah base transistor. Jika probe positif berada pada kaki 3 perarti transistor tersebut berjenis NPN, sebaliknya jika probe negatif berada pada kaki 3
berarti transistor tersebut berjenis PNP. Mencari Kaki dan Emitter Misal transistor berjenis NPN Lakukan pengukuran septerti gambar dibawah ini :
Perhatikan penunjukkan jarum. Apabila jarum bergerak ke kanan maka kaki 1 (pada probe positif) adalah emittor dan kaki 2 (pada posisi negatf) adalah kolektor
atau
jika
dipasang
kebalikannya (probe positif pada kaki 2 dan probe negatif pada kaki 1 ) dan jarum tidak bergerak. Maka kaki 1 adalah emittor dan kaki 2 adalah kolektor Untuk transistor jenis PNP dapat di lakukan seperti diatas dan haislnya kebalikan dar transistor jenis NPN.
8
1.4 Data dan Analisis (Foto) 1.4.1 Tugas Pendahuluan 1. Jika β DC suatu transistor adalah 250, berapakah nilai arus emiter? 𝛽DC = αDC/(1-αDC) 250 = αDC/(1-αDC) 250∗(1−𝛼DC) =𝛼DC 250 − 250 𝛼DC =𝛼DC 250 = 251 𝛼DC 𝛼DC = 250/251 = 0.9960 2. Sebutkan cara mengenali urutan kaki-kaki transistor selain menggunakan Ohmmeter? Dibawah ini adalah beberapa tips untuk menentukan kaki transistor tanpa menggunakan multimeter, caranya adalah :
Kaki kolektor biasanya terhubung dengan badan transistor apabila transistor tersebut dipacking menggunakan metal. Apabila transistor dipacking dengan plastik maka kaki kolektor biasanya terhubung dengan badan transistor yang akan dihubungkan dengan pendingin.
Apabila transistor tersebut tidak dihubungkan dengan pendingin, maka sebaiknya dicari dulu kaki basisnya. Kalau sudah ketemu, sekarang kaki basisnya ditengah apa dipinggir? Kalau kaki basisnya ditengah, biasanya kaki kolektor berada pada sebelah kanan. Kalau basisnya dipinggir maka kaki kolektor berada pada sebelah tengah.
Atau untuk menentukan kaki – kaki nya perlu melihat data sheet book transistor.
3. Tentukan persamaan-persamaan untuk mendapatkan bentuk kurva kolektor transistor? Data kurva kolektor CE diperoleh dengan cara membangun rangkaian seperti gambar 1 atau dengan menggunakan transistor curve tracer (alat yang dapat menggambarkan kurva transistor). Ide dari kedua cara tersebut adalah dengan mengubah catu tegangan VBB dan VCC agar diperoleh tegangan dan arus transistor yang berbeda – beda. Prosedurnya yaitu biasanya dengan men set harga IB dan menjaganya tetap dan VCC diubah – ubah. Dengan mengukur IC dan VCE dapat agar dapat memperoleh data untuk membuat
9
grafik IC vs VCE. Misalnya, anggap dalam gambar 1 IB = 10µA. Kemudian VCC diubah dan ukur IC dan VCE. Selanjutnya kita akan dapat gambar 2. Pada kurva IB = 10µA dibuat tetap selama semua pengukuran. Pada gambar 2, jika VCE nol, dioda kolektor tidak terbias reverse, oleh sebab itu arus kolektor sangatlah kecil. Untuk VCE antara 0 dan 1 V, arus kolektor bertambah dengan cepat dan kemudian menjadi hampir konstan. Ini sesuai dengan memberikan bias reverse dioda kolektor. Kira – kira diperlukan 0,7 V untuk membias reverse dioda kolektor. Setelah level ini, kolektor mengumpulkan semua elektron yang mencapai lapisan pengosongan. Di atas knee, harga yang eksak dari VCE tidaklah begitu penting karena dengan membuat bukit kolektor lebih curam tidaklah dapat menambah arus kolektor yang berarti. Sedikit pertambahan pada arus kolektor dengan bertambahnya VCE disebabkan oleh lapisan pengosongan kolektor menjadi lebih lebar dan menangkap beberapa elektron basis sebelum mereka jatuh ke dalam hole. Dengan mengulangi pengukuran IC dan VCE untuk IB = 20µA, sehingga diperoleh gambar 3. Kurvanya hampir sama, kecuali di atas knee, arus kolektor kira – kira sama dengan 2 mA. Juga kenaikan VCE menghasilkan pertambahan arus kolektor sedikit karena pelebaran lapisan pengosongan menangkap tambahan elektron basis sedikit. Jika beberapa kurva dengan IB yang berbeda diperlihatkan
dalam
gambar
4
karena
menggunakan transistor dengan βdc kira – kira 100, arus kolektor kira – kira 100 kali lebih besar daripada arus basis untuk setiap titik di atas knee dari kurva tersebut. Oleh karena arus kolektor sedikit bertambah dengan bertambahnya VCE, βdc sedikit bertambah
dengan
bertambahnya
VCE.
10
Daerah jenuh (saturasi) adalah daerah dengan VCE kurang dari tegangan lutut (knee) VK. Daerah jenuh terjadi bila sambungan emiter dan sambungan basis dibias maju. Pada daerah jenuh arus kolektor tidak bergantung pada nilai IB. Tegangan jenuh kolektor – emiter, VCE(sat) untuk transistor silikon adalah 0,2 V, sedangkan untuk transistor germanium adalah 0,1 V.
Daerah aktif, adalah antara tegangan lutut VK dan tegangan dadal (breakdown) VBR serta di atas IB = ICO. Daerah aktif terjadi bila sambungan emiter diberi bias maju dan sambungan kolektor diberi bias balik. Pada daerah aktif arus kolektor sebanding dengan arus basis. Penguatan sinyal masukan menjadi sinyal keluaran terjadi pada daerah aktif.
Daerah cut – off (putus) terletak dibawah IB = ICO. Sambungan emitter dan sambungan kolektor diberi bias balik. Pada daerah ini IE = 0 ; IC = ICO = IB.
1.4.2 Data Analisa Alat dan Bahan : 1. Transistor BC549 2. Resistor 3. Projectboard Langkah Percobaan :
4. Catu daya 5. Multimeter 6. Ampere Meter
Menentukan kaki-kaki transistor BC549 : 1,2,3 => C, B, E Menentukan
kaki
basis
dengan
mengatur
multimeter pada pengukuran ohmmeter x100. Perhatikan penunjuk pergerakan jarum. Apabila jarum bergerak ke kanan dengan posisi probe yang satu tetap pada kaki 2 dan probe lainnya pada kaki 3 berarti kaki 2 adalah base transistor. Menentukan
11
kaki emitor dan kolektor, perhatikan penunjukkan jarum. Apabila jarum bergerak ke kanan maka kaki 3 (pada probe positif) adalah emittor dan kaki 1 (pada posisi negatif) adalah kolektor. 1.
Menyusun rangkaian seperti gambar
2.
Atur RB sebesar kurang lebih IB ±10µA
3.
Ubah VCC sebesar : 0, 0.3, 0.5, 0.8, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 15, 20, 25, 30 volt. NB : VCC dicek menggunakan multimeter apakah besar tegangan di Catu daya memiliki keluaran yang sama, apabila tidak maka atur voltage catu daya agar sesuai dengan voltage yang dibutuhkan.
4.
Mengukur besar VCE dan IC pada setiap perubahan VCC yang diminta.
5.
Mengukur tegangan VCE dengan menempelkan probe merah (positif) pada resistor input, dan probe hitam (negatif) pada resistor output, dengan menggunakan range selector switch DCV
6.
Mengukur arus IC dengan memutus rangkaian (open circuit) dengan cara kaki resistor dicabut dan ditaruh di ground, kemudian menempelkan probe merah (positif) pada resistor input, dan probe hitam (negatif) pada resistor output, dengan menggunakan range selector switch DCA
12
Tabel Analisis Data Percobaan VCC : 0V
VCE : 0V
IC : 0mA
IB : 0µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0V, maka hasil dari percobaan tersebut adalah 𝑽𝑪𝑬 = 𝟎𝑽 dan 𝑰𝑪 = 𝟎𝑽 karena tegangan sumber adalah 0, maka output dari tegangan tersebut juga 0
VCC : 0,3V
VCE : 0,0005V
IC : 0,2 mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,4V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 0,5 pada skala 250, dimana range switch selector adalah 0,25 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 =
𝟎,𝟐𝟓 𝟐𝟓𝟎
× 𝟎, 𝟓 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟓 𝑽
Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 20 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟐𝟎 = 𝟎, 𝟐 𝒎𝑨
13
VCC : 0,5V
VCE : 0,4V
IC : 0,125mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,5V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 40 pada skala 250, dimana range switch 𝟐,𝟓
selector adalah 2,5 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟒𝟎 = 𝟎, 𝟒 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 12,5 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟏𝟐, 𝟓 = 𝟎, 𝟏𝟐𝟓 𝒎𝑨
VCC : 0,8V
VCE : 0,6V
IC : 0,125mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,8V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). 14
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 0,6 pada skala 10, dimana range switch 𝟏𝟎
selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟏𝟎 × 𝟎, 𝟔 = 𝟎, 𝟔 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 12,5 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟏𝟐, 𝟓 = 𝟎, 𝟏𝟐𝟓 𝒎𝑨
VCC : 1V
VCE : 0,6V
IC : 0,125mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,9V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 0,6 pada skala 10, dimana range switch 𝟏𝟎
selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟏𝟎 × 𝟎, 𝟔 = 𝟎, 𝟔 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 12,5 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟏𝟐, 𝟓 = 𝟎, 𝟏𝟐𝟓 𝒎𝑨
VCC : 2V
VCE : 1,2V
IC : 0,25mA
IB : 10µA
15
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 1,8V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 1,2 pada skala 10, dimana range switch 𝟏𝟎
selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟏𝟎 × 𝟏, 𝟐 = 𝟏, 𝟐 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 25 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟐𝟓 = 𝟎, 𝟐𝟓 𝒎𝑨
VCC : 4V
VCE : 1,8V
IC : 0,75mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 3,9V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 1,8 pada skala 10, dimana range switch 𝟏𝟎
selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟏𝟎 × 𝟏, 𝟖 = 𝟏, 𝟖 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 75 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟕𝟓 = 𝟎, 𝟕𝟓 𝒎𝑨
VCC : 6V
VCE : 2,2V
IC : 1,25mA
IB : 10µA
16
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 5,9V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 2,2 pada skala 10, dimana range switch 𝟏𝟎
selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟏𝟎 × 𝟐, 𝟐 = 𝟐, 𝟐 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 125 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟏𝟐𝟓 = 𝟏, 𝟐𝟓 𝒎𝑨
VCC : 8V
VCE : 6,5V
IC : 0,5mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 7,7V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus).
17
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 6,5 pada skala 50, dimana range switch 𝟓𝟎
selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟓𝟎 × 𝟔, 𝟓 = 𝟔, 𝟓 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 50 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟓𝟎 = 𝟎, 𝟓 𝒎𝑨
VCC : 10V
VCE : 7V
IC : 0,6mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 9,8V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7 pada skala 50, dimana range switch 𝟓𝟎
selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟓𝟎 × 𝟕 = 𝟕 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 60 pada skala 250, dimana range 𝟐,𝟓
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟔𝟎 = 𝟎, 𝟔 𝒎𝑨
VCC : 15V
VCE : 7,2V
IC : 2,5mA
IB : 10µA
18
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 15V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7,2 pada skala 10, dimana range switch 𝟏𝟎
selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟏𝟎 × 𝟕, 𝟐 = 𝟕, 𝟐 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 25 pada skala 250, dimana range 𝟐𝟓
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟐𝟓 = 𝟐, 𝟓 𝒎𝑨
VCC : 20V
VCE : 7,2V
IC : 6,5mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 20,4V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7,2 pada skala 50, dimana range switch 𝟓𝟎
selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟓𝟎 × 𝟕, 𝟐 = 𝟕, 𝟐 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 65 pada skala 250, dimana range 𝟐𝟓
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟔𝟓 = 𝟔, 𝟓 𝒎𝑨
19
VCC : 25V
VCE : 7,4V
IC : 6mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 25,4V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7,4 pada skala 50, dimana range switch 𝟓𝟎
selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟓𝟎 × 𝟕, 𝟒 = 𝟕, 𝟒 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 60 pada skala 250, dimana range 𝟐𝟓
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟔𝟎 = 𝟔 𝒎𝑨
VCC : 30V
VCE : 7V
IC : 7,5mA
IB : 10µA
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 30,5V, potensiometer sebagai pengatur output IB sebesar 10µA. Probe positif pada multimeter berada pada kaki resistor input dan probe negatif berada pada kaki resistor output. Pada saat mengukur tegangan (VCE) atur range switch selector pada posisi DCV, sedangkan pada saat mengukur arus (IC) atur range switch selector pada posisi ACV, dimana pada saat pengukuran arus rangkaian harus dalam keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus). 20
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7 pada skala 50, dimana range switch 𝟓𝟎
selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑽𝑪𝑬 = 𝟓𝟎 × 𝟕 = 𝟕 𝑽 Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 75 pada skala 250, dimana range 𝟐𝟓
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝑰𝑪 = 𝟐𝟓𝟎 × 𝟕𝟓 = 𝟕, 𝟓 𝒎𝑨
Tabel Data Percobaan VCC
VCE
IC
IB
0V
0V
0 mA
0 µA
0,3 V
0,0005 V
0,2 mA
10µA
0,5 V
0,4 V
0,125 mA
10µA
0,8 V
0,6 V
0,125 mA
10µA
1V
0,6 V
0,125 mA
10µA
2V
1,2 V
0,25 mA
10µA
4V
1,8 V
0,75 mA
10µA
8V
6,5 V
0,5 mA
10µA
10 V
7V
0,6 mA
10µA
15 V
7,2 V
2,5 mA
10µA
20 V
7,2 v
6,5 mA
10µA
25 V
7,4 V
6 mA
10µA
30 V
7V
7,5 mA
10µA
Simulasi Rangkaian pada Program Livewire
21
1.5 Laporan Akhir 1.5.1 Buatlah grafik kurva kolektor transistor dari data hasil percobaan diatas.
VCC
Kurva Kolektor Transistor 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
7; 7,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
IC 1.5.2 Berikan analisis dan kesimpulan dari hasil percobaan diatas. Praktikum diatas membuktikan bahwa :
Pada percobaan analisa transistor rangkaian common base, tegangan input terdapat pada emitter dan tegangan outputnyapada collector.
Jika kaki base – emitor dan kaki base – collector diberi bias maju, maka transistor dalam keadaan saturasi. Jika kaki base – emitor dan kaki base – collector diberi bias mundur, maka transistor dalam keadaan mati. Jika kaki base – emitor diberi bias maju dan kaki base – collector diberi bias mundur, maka transistor dalam keadaan aktif.
Karakteristik input suatu transistor bipolar menggambarkan kerja yang sama dengan prinsip dioda. Karakteristik output menyatakan hubungan antara tegangan collector – emitor (VCE) dan arus collector (IC) untuk beberapa nilai arus base (IB) yang konstan. Sedangkan karakteristik transfer menyatakan hubungan antara arus base (IB) dan arus collector (IC) untuk tegangan collector – emitor (VCE) yang bernilai konstan.
1.6 Kesimpulan -
Transistor merupakan komponen yang dipakai sebagai penguat arus, saklar, penstabil tegangan, modulasi sinyal, dll
-
Sifat penguat common base yaitu osilasi input dan output tinggi sebagai feedback lebih kecil, cocok sebagai pre-Amp karena mempunyai impedansi input tinggi yang dapat menguatkan sinyal rendah, dapat dipakai sebagai penguat frekuensi tinggi, dapat dipakai sebagai buffer atau penyangga. 22
-
Sifat penguat common emitor yaitu output berbeda phasa 180o atau berbalik phasa 180o terhadap sinyal input, sangat memungkinkan adanya osilasi akibat feedback (dapat dicegah dengan sering dipasanh feedback negatif), sebagai penguat audio (frekuensi rendah), stabilitas penguatan rendah karena tergantung stabilitas suhu dan bias transistor.
-
Sifat penguat common collector yaitu sinyal output dan sinyal input satu phasa, mempunyai penguatan tegangan sama dengan 1, mempunyai penguat arus tinggi, dan mempunyai impedansi input tinggi dan impedansi output rendah sehingga cocok digunakan sebagai buffer.
1.7 Daftar Pustaka Loku, d'richkey, 2015. Pengertian Transistor, Jenis, dan Karakteristik, http://werdenforscher.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-transistor-jenis-dan.html, diakses pada tanggal 3 Desember 2016, pukul 19:49 WIB. Arlin, Septi, 2013. Cara Menentukan Kaki-Kaki Transistor, http://arlinlily.blogspot.co.id/2013/05/cara-menentukan-kaki-kaki-transistor.html, diakses pada tanggal 3 Desember 2016, pukul 20:09 WIB. Humairoh, Siti, 2011. Karakteristik Transistor, http://mamaynisaa.blogspot.co.id/2011/04/karakteristik-transistor.html, diakses pada tanggal 3 Desember 2016, pukul 20:14 WIB. Pamous, 2015. Penguat Daya dan Penguat Tegangan, http://web.if.unila.ac.id/pamous /2015/06/11/dasar-elektronika-penguat-daya-dan-penguat-tegangan/, diakses pada tanggal 3 Desember 2016, pukul 21:00 WIB.
23