LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PROGRAM PROFESI FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS INDONESIA
Nama Nama Maha Mahasi sisw swa a
: Sety Setya a Murd Murda a Must Mustof ofa a
NPM
: 0806316253
“ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN KLIEN SYOK HIPOVOLEMIK”
A
Definisi
Syok atau shock atau shock adalah adalah suatu kondisi dimana tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh yang mengakibatkan tidak adekuatnya oksigen dan nutrisi ke sel. Syok juga merupakan kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik seluler (Brunner and Suddarth, 2002). Syok dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai komplikasi penyakit dansemua klien yang mempunyai potensi untuk mengalami keadaan syok. Tanda-tanda renjatan adalah dengan pemeriksaan fisik, klien dengan syok akan terlihat pucat dan lemas. Pada perubahan ekstermitas terasa dingin, vena kolaps, nadi lemah dan cepat dengan jumlah denyut nadi >100/menit. Pengukuran tekanan darah akan memperlihatkan hasil yang sangat rendah (sistolik <100 mmHg. Gejala lain berupa oligukari. Bila renjatan berlangsung lama, akan terjadi penurunan kesadarn, mulai dari apatis, stupor, koma dan akhirnya meninggal.
B
Etiologi
Penyebab syok ada 2 macam yaitu: 1
Hemoragik/pendarahan (trauma, perdarahan)
2
Non hemoragik (dehidrasi, muntah, diare, luka bakar, asites, peritonitis, ileus
obstruktif, edema, dieresis yang berlebihan)
C
Klasifikasi
Menurut Brunner and Suddarth (2002), klasifikasi syok berdasarkan penyebab terbagi menjadi 3 yaitu: 1
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang ditandai dengan penurunan volume intravaskuler. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intaselular dan ekstraselular. cairan tubuh ekstraselular ditemukan dalam salah satu komp artemen intavaskular (didalam pembuluh darah) dan interstisila (disekitar jaringan). Volume cairan interstisial adala kira-kira 3 sampai 4 kali dari cairan intravaskuler. Syok hipovolemik terjadi ketika terjadi penurunan volume inravaskuler 15-25%. Syok hipovolemik disebabkan kehilangan cairan eksternal seperti hemoragi atau perpindahan cairan internal. 2
Syok Kardiogenik ,
Syok kardiogenik terjadi ketika terdapat gangguan kemampuan pompa jantung, sebabya dapat berasal dari gangguan koroner dan non-koroner. Klien dalam syok kardiogenik dapat mengalami angina dan terjadi disritmia. Apabila kemampuan jantung untuk memompa darah keluar mengalami kerusakan maka akan terjadi 2 peristiwa patologis yaitu penurunan volume sekuncup sehingga menyebabkan penurunan TD dan ventrikel yang melemah tidak dapat memompakan darah dengan sempurnasaat systole sehingga terjadi penumpukan cairan dalam paru-paru. 3
Syok Distributif atau vasogenik ,
Syok distributif terjadi ketika volume darah secara abnormal be rpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah mengumpul dalam p embuluh darah perifer. Perpindahan darah ini menyebabkan hipovolemia relatif karena tidak cukup darah yang kembali ke jantung, yang selanjutnya mengarah pada ketidak cukupan perfusi jaringan. Syok distributif membagai dalam 3 klasifikasi yaitu: a Syok Neurogenik
Syok neurogenik dapat disebabkan oleh cedera medulla spinalis,anestesi spinal dan kerusakan sistem saraf. Syok neurogenik juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obatobatan depresan atau kekurangan glukosa. Syok neurogenik ditandai den gan kulit kering, hangat dan bukan dingin, lembab seperti yang terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya yaitu bunyi jantung brakikardi. b
Syok Analfilaktik Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika klien sebelumnya sudah membentuk antibodi terhadap benda asing (antigen) mengalami reaksi antigen antibodi sistemik. Syok anafilaktif terjadi dengan cepat dan mengancam jiwa. Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami syok anafilaktik sebelumnya sudah terpajan pada antigen dan telah membentuk antibodi terhadap antigen tersebut.
c Syok Septik Syok septik disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. syok septic dibagi menjadi 2 fase yaitu: -
Fase hangat atau hiperdinamik, ditandai oleh tingginya curah jantung atau vasodilatasi.
-
Fase dingin atai hipodinamik yang ditandai dengan vasokontriksi yang merupakan upaya tubuh untuk mengkompensasi hipovolemia yang disebabkan oleh kehilangan volume intravaskular melalui kapiler.
D
Patofisiologi
1
Efek Syok Selular
Pada kondisi tubuh yang mengalami syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat sehingga terjadi kekurangan oksigen dan nutrien dalam sel, karenanya sel-sel melalui metabolisme anaerob harus menghasilkan energi. Metabolisme ini menghasilkan tingkat energi yang rendah dari sumber nutrien dan lingkungan intraseluler yang bersifat asam. Perubahan ini mengakibatkan fungsi normal sel menurun; sel membengkak dan membrannya menjadi lebih permeabel sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dan ke dalam sel yang pada akhirnya menyebabkan pompa kaliunnatrium menjadi terganggu. Akibatnya, struktur sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian sel (Smeltzer & Bare, 2002).
2
Respons Vaskular
Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel bergantung pada aliran darah ke area spesifik dan pada konsentrasi oksigen (Gould, dalam Smeltzer & Bare, 2002). Darah secara kontinu didaur ulang kembali melalui paru-paru untuk di reoksigenasi. Otot jantung memberikan pompa darah yang dioksigenasi keluar jaringan tubuh (proses sirkulasi ini difasilitasi oleh arteri, arteriol, vena, venula, dan kapiler dimana vaskulator tersebut dapat berdilatasi dan berkontriksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan lokal). Mekanisme pengatur pusat menyebabkan dilatasi dan kontriksi vaskulator untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Selain itu, ada juga mekanisme pengaturan lokal, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi dan vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan nutrient (Niedringhaus, Smith-Collins, & Myers, dalam Smeltzer & Bare, 2002).
3
Pengaturan Tekanan Darah Ada 3 komponen utama sistem sirkulatori yaitu volume darah, pompa jantung,
dan vaskulator yang harus berspon terhadap kompleks sistem umpan balik neural, kimiawi, dan hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya memberikan perfusi jaringan tubuh yang adekuat pula. Tekanan darah diatur melalui interaksi kompleks sistem umpan balik neural, kimia, dan hormonal yang akan mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer. Tekanan darah arteri rata-rata = curah jantung x resistensi perifer
Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan jantung saat sistole) dan frekuensi jantung, sedangkan resistensi perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Perfusi jaringan dan organ ditentukan oleh tekanan rerata arterial (MAP). MAP rata-rata 80-120 mmHg diperlukan untuk mendapat oksigen dan nutrient
untuk mengerahkan energy dalam jumlah yang cukup untuk sel bertahan hidup (Smeltzer & Bare, 2002). Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (reseptor tekanan) terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls ke pusat saraf simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah, katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan darah. Kemoreseptor yang terletak di arkus aorta dan arteri karotis mengtur tekanan darah dan frekuensi pernapasan menggunakan mekanisme yang sama. Disamping itu, ginjal juga mengatur tekanan darah yang disebabkan oleh pelepasa renin, yang menyebabkan pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, yaitu vasokontriktor yang poten. Efek ini secara tidak langsung menyebabkan pelepasan aldosteron dari korteks adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air. Kadar natrium yang meningkat menstimulasi pelepasan ADH oleh kelenjar pituitary. ADH juga menyebabkan ginajl menahan air lebih banyak dalam upaya untuk meningkatkan volume darah (Smeltzer & Bare, 2002).
E
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari syok hipovolemik yaitu menurunnya tekanan arteri, meningkatnya pulsasi, ekstremitas dingin, kulit basah, kulit pucat, CRT>2detik, rasa haus, diaphoresis, perubahan sensori, oliguria, asidosis metabolik, dan hiperpnea (Smeltzer & Bare, 2002). Terdapat pula manifestasi klinis syok bergantung pada fasenya, yaitu sebagai berikut:
Fase
Fase Progresif
Fase Ireversibel
Frekuensi
Kompensatori 100x/menit
150x/menit
Eratik/sistol
Jantung Tekanan Darah
Batas Normal
Tekanan arteri rerata
Membutuhkan
(MAP) menurun dai
dukungan
bawah batas normal
atau farmakologis
dan Tekanan darah sistolik <80-90mmHg
mekanik
>20 (meningkat)
Status Respiratori Kulit
Dingin, kusam
Cepat, dalam, terdapat Membutuhkan bunyi krekels ekimosis (memar),
Intubasi Ikterik
petekie, ikterik Bising usus Haluaran Urin
Hipoaktif Menurun
<20ml/jam
Anuria, membutuhkan
Fungsi Mental Keseimbangan
Kelam piker Alkalosis
Letargi Asidosis Metabolik
Respiratorik asam-basa (Rice, dalam Smeltzer & Bare, 2002).
F
dialisis Tidak sadar Asidosis Metabolik yang Hebat
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi apabila klien syok tidak langsung diatasi dengan cepat yaitu gagal ginjal, gagal napas atau ARDS, sampai dengan kematian (Corwin, 2009).
G
Penatalaksanaan Kedaruratan
Penatalaksanaan syok dapat dilakukan dengan memperhatikan: 1
Memastikan jalan nafas klien dan sirkulasi dipertahankan. Berikan bantuan
oksigen atau ventilator tambahan sesuai kebutuhan. 2
Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan. a Kateter tekan vena sentral dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk derajat perubahan dari pembacaan data dasar dan kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat. b
Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume. -
Buat jalur IV dikedua ekstremitas atas dan bawah jika dicurigai bahwa pembuluh utama di dada atau abdomen telah terganggu
-
Ambil darah untuk spesimen; AGD, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.
3
Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat yang
memuaskan di atas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis klien. a Infus larutan RL digunakan pada awal penanganan karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai tambahan terapi komponen darah. b Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah parah atau klien terus mengalami hemoragi. c Kontrol hemoragi karena hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan d Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan darah sesuai ketentuan. 4
Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit,
volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal. Pengeluaran urin <30ml/jam atau 0,5ml/kgBB/jam menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat 5
Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
6
Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap klien total-tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon klien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan atau penyimpangan klien. 7
Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada klien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu. 8
Berikan
obat
khusus
yang
telah
meningkatkan kerja kardiovaskuler. 9
Dukung mekanisme devensif tubuh
diresepkan
(seperti
dopamen)
untuk
a Tenangkan dan nyamankan klien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir b
Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik
c Pertahankan suhu tubuh. -
Terlalu
panas
menimbulkan
vasodilatasi
yang
merupakan
mekanisme
kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi. -
Klien yang
mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi
meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok (Smeltzer & Bare, 2002).
H
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi: -
Pemeriksaan AGD (nilai gas darah & pH)
-
SGOT/SGPT (fungsi hati)
-
Tes koagulasi (PT, PTT) jika ada bukti perdarahan,
-
Pemeriksaan darah lengkap/ kultur darah untuk mengetahui golongan darah, elektrolit darah: Hb, Ht, trombosit
-
Pemeriksaan rekam jantung/ EKG
I Diagnosis Keperawatan -
Perubahan perfusi jaringan b.d kegagalan sirkulasi
-
Penurunan curah jantung b.d menurunnya volume darah sirkulasi
-
Gangguan pertukaran gas b.d ketidaseimbangan perfusi-ventilasi
-
Perubahan eliminasi urin b.d penurunan perfusi ginjal
Daftar Pustaka:
Corwin, E.J. (2009). Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. (Nike Budhi Subekti, Penerjemah). Jakarta: EGC Doenges Marilyn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi III. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, edisi ke-8. Jakarta: EGC.