LAPORAN PENDAHULUAN I.
KONSEP TEORI a. Anatomi & Fisiologi
i. Anatomi
ii. Fisiologi 1. Pengertian Imunologi mempelajari
adalah
antigen,
suatu
antibodi,
ilmu dan
yang fungsi
pertahanan tubuh penjamu yang diperantarai oleh sel,
terutama
berhubungan
imunitas
terhadap
penyakit, reaksi biologis hipersensitif, alergi dan penolakan jaringan. Sistem
imun
adalah
sistem
pertahanan
manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme,
1
termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yg terjadi pd autoimunitas dan melawan sel yang teraberasi mjd tumor. 2. Fungsi Sistem Imun a) Sumsum Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih, (termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain. b) Thymus Glandula
thymus
memproduksi
dan
mematurasi/mematangkan T limfosit yang yang kemudian bergerak
ke jaringan limfatik
yang lain,dimana T limfosit dapat berespon terhadap benda asing. Thymus mensekresi 2 hormon thymopoetin dan thymosin yang menstimulasi perkembangan perkembangan dan aktivitas aktivitas T limfosit.
2
1) Limfosit T sitotoksik Limfosit
yang
berperan
dan
imunitas yang diperantarai sel . Sel T sitotoksik memonitor sel di dalam tubuh
dan
menjadi
menjumpai
sel
aktif
dengan dengan
bila
antigen
permukaan yang abnormal. Bila telah aktif
sel
sitotoksik
T
menghancurkan
sel
abnormal. 2) Limfosit T helper Limfosit yang dapat meningkatkan respon sistem imun normal. Ketika distimulasi oleh antigen presenting sel
sepeti
melepas
makrofag, faktor
menstimulasi
T
helper
yang
yang
proliferasi
sel
B
limfosit. 3) Limfosit B Tipe leukosit
sel
darah
penting
putih untuk
,atau
imunitas
yang diperantarai antibodi/humoral. Ketika
di stimulasi
oleh antigen
spesifik limfosit B akan
berubah
3
menjadi
sel
memori
dan
sel
plasma yang memproduksi antibodi. 4) Sel plasma Klon
limfosit
dari
sel B
yang
terstimulasi. Plasma sel berbeda dari limfosit lain ,memiliki
retikulum
endoplamik kasar dalam jumlah yang banyak ,aktif memproduksi antibodi. c) Getah Bening Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan, dan para- aorta daerah. d) Nodus limfatikus Nodus
limfatikus
(limfonodi)
terletak
sepanjang sistem limfatik. Nodus limfatikus mengandung
limfosit
dalam
jumlah
banyak
makrofag
yang
berperan
dan
melawan mikroorganisme yang masuk ke dalam
tubuh.
Limfe
bergerak
melalui
sinus,sel fagosit menghilangkan benda asing. Pusat
germinal
merupakan
produksi limfosit.
4
e) Tonsil Tonsil adalah sekumpulan besar limfonodi terletak pada rongga mulut dan nasofaring. Tiga kelompok tonsil adalah tonsil palatine, tonsil lingual dan tonsil pharyngeal. f) Limpa/ Spleen Limpa mendeteksi dan merespon terhadap benda asing dalam darah ,merusak eritrosit tua dan sebagai penyimpan darah. Parenkim limpa terdiri dari 2 tipe jaringan: pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah terdiri dari sinus dan di dalamnya terisi eritrosit. Pulpa putih terdiri limfosit dan makrofag. Benda asing di dalam darah yang melalui pulpa putih dapat menstimulasi limfosit. 3. Mekanisme Pertahanan a) Mekanisme Pertahanan Non Spesifik 1) Dilihat
dari
caranya
diperoleh,
mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alamiah. Terdiri dari kulit dan kelenjarnya, lapisan mukosa dan enzimnya, serta kelenjar
lain
beserta
enzimnya,
contoh kelenjar air mata. Kulit dan
5
silia merupakan system pertahan tubuh terluar. 2) Demikian
pula
sel
fagosit
makrofag,
(sel
monosit,
polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik. 4. Mekanisme Pertahanan Spesifik Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme, maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik
adalah
mekanisme
pertahanan
yg
diperankan oleh limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari cara diperolehnya, mekanisme pertahanan spesifik disebut juga sebagai respons imun didapat. a) Imunitas
humoral
adalah
imunitas
yg
diperankan oleh limfosit B dengan atau tanpa bantuan dari imunokompeten lainnya. Tugas
sel
B
akan
dilaksanakan
oleh
imunoglobulin yg disekresi oleh plasma. Terdapat 5 kelas imunoglobulin yg kita
6
kenal, yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE. Pembagian Antibody (Imunoglobulin) 1) Antibodi
(antibody,
gamma
globulin) adalah glikoprotein dengan struktur tertentu yang disekresi dari pencerap teraktivasi
limfosit-B menjadi
yang sel
telah
plasma,
sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut. Pembagian Immunglobulin. 2) Antibodi A (Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang memainkan peran
penting
dalam
imunitas
mukosis. 3) Antibodi D (Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer dengan fragmen yang dapat mengikat 2 epitop. 4) Antibodi
E
(antibody
E,
immunoglobulin E, IgE) adalah jenis antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia. 5) Antibodi G (Immunoglobulin G, IgG)
adalah
antibodi
monomeris
7
yang terbentuk dari dua rantai berat dan
rantai
ringan,
yang
saling
mengikat dengan ikatan disulfida, dan
mempunyai
dua
fragmen
antigen-binding. 6) Antibodi M (Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah antibodi dasar yang berada pada plasma B. b) Imunitas seluler didefinisikan sbg suatu respon imun terhadap suatu antigen yg diperankan oleh limfosit T dg atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya.
b. Definisi
Human Immunodeficiency Virus ( H I V ) adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem imun tubuh sehingga tubuh
menjadi
lemah
menyebabkan kekurangan
dalam
melawan
(defisiensi)
sistem
infeksi
yang
imun
yang
menimbulkan penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS sendiri merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus ( HIV ).
8
c. Etiologi
HIV adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus. Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan
di
Prancis
pada
tahun
1983
dengan
nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan.
9
Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak. Virus HIV bisa ditularkan melalui: i.
Hubungan
seksual
(anal,
oral,
vaginal)
yang
tidak
terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang terinfeksi virus HIV. ii.
Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril yang dipakai bergantian.
iii.
Mendapat transfusi darah yang mengandung virus HIV.
iv.
Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).
d. Tanda & Gejala
Gambaran klinik tanda dan gejala perkembangan virus HIV: i.
Fase klinik 1 (tanpa gejala) : Tanpa gejala, limfadenopati menetap dan menyeluruh.
ii.
Fase klinik 2 (ringan) :
10
Penurunan
BB
<10%
tanpa
sebab,
infeksi
saluran
pernafasan atas (sinusitis, tonsilitis, pharingitis) berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, infeksi jamur pada kuku. iii.
Fase klinik 3 (lanjut) : Penurunan BB >10% tanpa sebab, diare >1 bulan tanpa sebab, demam menetap >1 bulan, kandidiasis oral menetap, TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat.
iv.
Fase klinik 4 (parah) : Gejala menjadi kurus, pneumonia bakteri berulang, infeksi herpes
simplex
kronik,
TBC
ekstrapulmonal,
HIV
encephalopaty.
e. Epidemiologi
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa saat ini sekitar 60 juta orang telah tertular HIV dan 26 juta telah meninggal karena HIV, sedangkan saat ini orang yang hidup dengan HIV sekitar 34 juta orang. Di Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu diantaranya adalah infeksi baru dan telah menyebabkan banyak kematian pada penderitanya. Berdasarkan data dari UNAIDS, diperkirakan 34 juta orang terinveksi HIV diseluruh dunia.
11
Pada Asia Tenggara dan Selatan terdapat 4 juta orang dewasa dan anak
anak
kematian
dewasa dan anak-anak karena HIV sebesar
orang
yang
terinveksi
HIV,
diantaranya
250.000 orang dan 280.000 orang adalah penderita infeksi HIV baru.
f.
Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang
12
membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi,
menstimulasi
limfosit
T
sitotoksit,
memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi
parasit.
Kalau
fungsi
sel
T4
helper
terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki
kesempatan
untuk
menginvasi
dan
menyebabkan
penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian
menurun
akibat
timbulnya
penyakit
baru
akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang
13
parah. Seorang didiagnosis mengidap HIV apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia HIV.
g. Diagnosa medik
i. Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu : 1. ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay),
bereaksi
terhadap
antibodi
yang
ada
adalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. 2. Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa
HIV.
Di
mana
protein
virus
ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan
protein
ditambahkan
gp41
antibodi
dan yang
p24.
Kemudian
berlabel
secara
enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi.
14
3. P24 antigen test merupakan test antigen yang dapat mendeteksi antigen (protein p24) pada HIV yang memicu respon antibody. 4. Kultur HIV merupakan test yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit ii. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu : Hematokrit, LED, Rasio CD4 / CD Limposit, Serum mikroglobulin B2, Hemoglobin.
h. Penatalaksaan
i. Non-medis 1. Rehabilitasi Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau orang terdekat, dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk : a) Memberikan dukungan mental-psikologis b) Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko. c) Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat,
sehingga
bisa
mempertahankan
kondisi tubuh yang baik.
15
d) Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan
yang
berkaitan
penyakitnya,
antara
lain
dengan
bagaimana
mengutarakan masalah-masalah pribadi dan sensitif kepada keluarga dan orang terdekat. 2. Edukasi Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik
pasien
dan
keluarganya
bagaimana menghadapi hidup bersama kemungkinan
diskriminasi
masyaratak
tentang AIDS, sekitar,
bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan tentang hidup sehat, mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan, antara lain: rokok, minuman keras. Narkotik, dsb.
ii. Medis 1. Obat – obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan
untuk
HIV/AIDS
tetapi
cukup
memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau
16
lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara
umum
Antiretroviral
ini
adalah
mengenai
yang
sangat
aktif
terapi
(HAART).
Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan: a) Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors
(NRTI'),
mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC). b) Non – nucleoside Inhibitors
Reverse
(NNRTI's)
Transcriptase memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel – sel. Obat – obatan
NNRTI
termasuk:
Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva). c) Protease
Inhibitors
(PI)
mengtargetkan
protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat
17
berkumpul
pada
sel
tuan
rumah
dan
ke
anak
dilepaskan. 2. Pencegahan
perpindahan
dari
ibu
(PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran
dari
intervensi
pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira – kira 25% – 35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat – obatan tersebut adalah: a) Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14 – 28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian
pendek
dimulai
pada
masa
persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
pengunaan
dari
Ziduvidine
(AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC).
18
b) Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2 – 3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan
tiba,
sementara
bayi
tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari. c) Post – exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang
dikonsumsi
beberapa
kali
setiap
harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
seseorang
menjadi
terinfeksi
dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan
seksual
occupational.
maupun
terinfeksi
Dihubungankan
dengan
permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian
HIV
harus
dijalani
untuk
menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk mengerti
memungkinkan obat – obatan,
orang keperluan
tersebut untuk
19
mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan
seks
memperbaharui
yang
aman
pengujian
dan HIV.
Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam
kombinasi.
CDC
telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman. 3. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun
penyakit.
Dipertimbangkan
pula
20
kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus,
atau
menunda
onset
AIDS.
Namun
perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005). 4. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan
menghilangkan,
mengendalikan,
dan
pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah
kontaminasi
bakteri
dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
21
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian
i. Riwayat Kesehatan 1. Riwayat Kesehatan Dahulu riwayat
melakukan
pasangan
yang
: Pasien memiliki
hubungan
positif
seksual
mengidap
dengan
HIV/AIDS,
pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak
terlindung,
penggunaan menggunakan
seks
kondom
anal,
yang
pil
homoseksual,
tidak
konsisten,
pencegah
kehamilan
(meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita
yang
terpajan
karena
peningkatan
kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit defesiensi imun. 2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien mengatakan mudah
lelah,
berkurangnya
toleransi
terhadap
aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/tidak nyaman pada bagian
22
oral, nyeri retrosternal saat menelan, pusing, sakit kepala,
tidak
mampu
mengingat
sesuatu,
konsentrasi menurun, tidak merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot menurun, ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang, berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual. 3.
Riwayat Kesehatan Keluarga : Riwayat HIV/AIDS pada
keluarga,
HIV/AIDS,
kehamilan
keluarga
keluarga
pengguna
dengan
obat-obatan
terlarang. ii. Pengkajian Fisik 1. Aktivitas dan istirahat : Massa otot menurun, terjadi respon
fisiologis
terhadap
aktivitas
seperti
perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan pernafasan. 2. Sirkulasi postural,
: Takikardi, perubahan tekanan darah penurunan
volume
nadi
perifer,
pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
23
3. Integritas ego : Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak janji. 4. Eliminasi
:
Diare
intermitten,
dengan/tanpa
nyeri
tekan
terus
abdomen,
menerus lesi/abses
rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine. 5. Makanan/cairan : Adanya bising usus hiperaktif; penurunan
berat
badan:
parawakan
kurus,
menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit buruk; lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna; kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal; edema. 6. Higiene : Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri. 7. Neurosensori : Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis, retardasi
psikomotor/respon
melambat.
Ide
paranoid, ansietas berkembang bebas, harapan yang tidak
realistis.
Timbul
refleks
tidak
normal,
menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia.
24
Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis, hemiparase, kejang. Hemoragi retina dan eksudat (renitis CMV). 8. Nyeri/kenyamanan : Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit. 9. Pernapasan
:
Takipnea,
distress
pernafasan,
perubahan bunyi nafas/bunyi nafas adventisius, batuk
(mulai
sedang
produktif/nonproduktif,
sampai
sputum
parah)
kuning
(pada
pneumonia yang menghasilkan sputum). 10. Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah terjadi memar yang tidak luka,
dapat
dijelaskan
sebabnya.
Rektum
luka-luka perianal atau abses. Timbulnya
nodul-nodul, dua/lebih
pelebaran
area
tubuh
kelenjar (leher,
limfe ketiak,
pada paha).
Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan. 11. Seksualitas
: Herpes, kutil atau rabas pada kulit
genitalia.
25
12. Interaksi
sosial
keluarga/orang
:
Perubahan
terdekat,
pada
aktivitas
interaksi yang
tak
terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.
b. Diagnosa Keperawatan
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan penularan HIV, dan kebutuhan pengobatan. ii. Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses penularan penyakit. iii. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan responimun , kerusakan kulit. c. Intervensi & Rasional No. Diagnosa
Inetervensi
Rasional
Keperawatan 1.
Kurang
1.
Instruksikan pasien, 1. Pengetahuan
pengetahuan
keluarga,
berhubungan
tentang
dengan
penularan HIV.
penyabaran penyakit, dan
Berikan
mencegah rasa takut.
cara
pencegahan
2.
teman, rute
informasi
penularan HIV,
penatalaksanaan
dan
gejala
kebutuhan
pengobatan.
medis, diare
misal
membantu
penyakit mencegah
2. Memberikan yang
melengkapi
penularan
tentang
aturan pada
intermiten
pasien
peningkatan kontrol,
atau
mengurangi risiko rasa malu dan
meningkatkan
kenyamanan.
26
3.
gunakan
lomotil
sebelum
pergi
pada
meningkatkan
Dorong
sejahtera.
aktivitas
latihan
otak, rasa
pada 4. Memberi kesempatan untuk
tingkat yang dapat
mengubah
ditoleransi pasien.
memenuhi
Tekankan
perubahan individual.
perlunya
melanjutkan
5.
endorfin
pelepasan
kekegiatan sosial.
atau
4.
3. Merangsang
aturan
untuk
kebutuhan
5. Mencegah atau mengurangi
perawatan kesehatan
kepenatan,
dan evaluasi.
kemampuan
meningkatkan
Tekankan pentingnya istirahat yang adekuat
2.
Isolasi
social
1.
berhubungan dengan
2.
atau
proses penularan penyakit.
1.
social yang lazim.
mudahnya transmisi
Kaji pola interaksi
Dorong
adanya
dasar
untuk
intervensi individual. 2.
Membantu memamntapkan
hubungan yang aktif
partisifasi pada hubungan
dengan
sosial. Dapat mengurangi
orang
terdekat. 3.
menetapkan
Waspadai
kemungkinan upaya bunuh gejala-
gejala
diri. 3.
Indikasi bahwa putus asa
verbal/nonverbal,
dan ide untuk bunuh diri
misalnya
sering
menarik
muncul
;
ketika
27
diri,
putus
perasaan
kesepian.
Tanyakan
3.
Risiko
tinggi
1.
kepada
ingin
dan putus asa.
Pantau
adanya 1. Deteksi dini terhadap infeksi
diaporesis,
(
demam,
penting
untuk melakukan
tindakan batuk,
segera.
lama
dan
nafas pendek, nyeri
memperberat
oral
pasien.
atau
menelan
,
berwarna
nyeri
Infeksi berulang
kelemahan
bercak
2. Esofagitis mungkin terjadi
crem
sekunder akibat kandidiasis
dirongga oral, sering
oral
berkemih,
Kriptosporidiosis
disuria,
atapun
adalah
infeksi
drainase dari lkua,
menyebabkan diare encer
lesi
(seringkali lebih besar dari
vesicular
perianal ).
parasit
herpes.
kemerahan, bengkak,
diwajah, bibir, area
2.
umumnya
diri.
dengan
kerusakan kulit.
pasien
perawatan,
ingin bunuh diri, terisolasi
menggigil,
,
pemberi
berfikir untuk bunuh
berhubungan
responimun
oleh
bicara mengenai perasaan
infeksi
:Penurunan
tanda-tanda ini diketahui
klien apakah pernah
terhadap infeksi
faktor
asa,
yang
15 lt/hari. 3. Identifikasi atau perawatan
Pantau keluhan nyeri
awal dari infeksi sekunder
ulu
dapat mencegah terjadinya
sakit
hati,
disfagia,
retrosternal
sepsis.
28
pada waktu menelan, peningkatan
kejang
abdominal,
4. Berikan
deteksi
dini
terhadap infeksi.
diare
hebat. 3.
Periksa adanya luka atau
lokasi
invasif,
alat
perhatikan
tanda-tanda inflamasi/infeksi lokal. 4.
Ajarkan pasien atau pemberi
perawatan
tentang
perlunya
melaporkan kemungkinan infeksi .
d. Evaluasi Hasil yang diharapkan : i. Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit AIDS serta turut berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.tidak adanya komplikasi. ii. Mempertahankan tingkat proses berpikir yang lazim.
29