LAPORAN MODUL I (MATA KUNING)
KELOMPOK 2
1. YUSRIL IHZA MAHENDRA (MODERATOR) 2. SITI RAHMADHANI (SCRIBER) 3. SITTI RAHMAH NINGSIH (NOTULEN) 4. HIDRO PERDANA MUHAMMAD 5. ANDI USMUSSAADAH POTTO 6. NOVIA ANGGRAENI ANGGRAENI 7. FIRDA AYUNINGSI UMAMIT 8. SRI RAHAYU 9. TRISKA REZKYANTI 10.YAUMIL 10. YAUMIL NURUL SHAFIRAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2017
MATA KUNING
SKENARIO Seorang laki-laki usia 30 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan badan lemas. Keadaan ini sudah berlangsung 1 minggu, disertai badan terasa lemah serta kuning pada mata. Penderita juga mengeluh mual, kadang muntah dan nyeri pada ulu hati disertai nafsu makan menurun dan kencing berwarna teh tua. Sebelumnya sekitar sebulan lalu penderita pernah dirawat dengan demam tinggi dan mata berwarna kuning.
KATA KUNCI makan menurun Nafsu makan
Mual
Kencing berwarna teh tua
Demam
Mata kuning
Nyeri ulu hati
KATA SULIT
Demam
Nyeri ulu hati
Mata kuning
Kencing berwarna teh tua
DAFTAR PERTANYAAN DAN LO Pertanyaan
1. Apa sistem organ yang terlibat pada kasus ini dan bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi dari organ-organ yang terlibat? 2. Bagaimana mekanisme dan keterkaitan mata kuning dengan urin berwarna teh tua, demam, mual, muntah, rasa nyeri di ulu hati ? 3. Apa sajakah penyakit yang menyebabkan mata kuning? 4. Apakah ada keterkaitan antara penyakit saat ini dengan riwayat rawat inap sebulan yang lalu? 5. Bagaimana proses pembentukan empedu? 6. Jelaskan bagaiman patogenesis batu empedu?
Jawaban
1. Sistem Hepatobiliar dan organ yang terlibat : -
Hepar
-
Ductus biliaris
-
Vesica fellea
Anatomi Hepar
(Yakocci Hal 281-282) Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen yang merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah menyerong keatas dari iga IX ka nan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah tranversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri
hepatika, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu dilobus kanan kadang ditemukan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena kavainferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Dan secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Hal. 1929).
Duktus Biliaris Hepatis
Vesica biliaris biasnaya menampung sekitar 40-70 ml cairan empedu. Vesica biliaris terdiri dari corpus vesicae biliaris dengan bagian fundus dan leher (collum vesicae biliaris). Lipat spiral (plica spiralis) pada ujung terminal collum menutup ductus cysticus yang kemudian menyatu dengan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus. (Sobotta Jilid II Hal. 117) Ductus Hepaticus
Ductus Hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister pada porta hepatis. Keduanya segera bersatu membentuk ductus hepaticus communis. Ductus ini panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan turun di pinggir bebas omentum minus. Duktus ini bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris yang ada di sisi kanannya membentuk duktus choledochus (Guyton, 2006).
Ductus Choledochus
Biasanya memiliki panjang 6 cm dan berdiameter 0,4-0,9 cm. Ductus choledochus berfusi dengan ductus pancreaticus membentuk ampulla hepatopancreatica, yang masuk duodenum pada papilla duodeni major (papilla vateri). Pada ujung distalnya otot polos ductus membentuk M..sphincter ductus choledochi. Sehingga bagian inferior yang meliputi ampulla dan tempat masuk ke duodenum disebut juga M.spincter ampullae.(Sobotta Jilid II Hal.117) Vesica Biliaris
Sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan bawah hepar. Vesica biliaris mmpunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Kantong ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu fundus, corpus, dan collum. Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah margoinferior hepar. Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan fascia visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum vesica biliaris melanjutkan diri menjadi ductus cysticus, yang berbelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis untuk membentuk ductus choledochus. (Sherwood Edisi 8)
Histologi
Mata
(Atlas Histologi diFiore)
Gambar pembesaran-kuat ini memperlihatkan suatu potongan retina di bagian posterior bola mata. Terlihat di sini koroid (7) berpigmen dengan banyak pembuluh darah, dan lapisan jaringan ikat sklera (s). Cekungan dangkal di retina menunjukkan fovea (S), y".tg terutama terdiri dari sel kerucut (6) peka-cahaya. Di bagian lain retina terlihat sel batang dan sel kerucut (3), berbagai sel dan lapisau serat retina, dan serat saraf optik (f). Serat saraf optik (i) menyatu di bagian posterior bola rnata untuk membentuk papilla optik (Z) dan saraf optik (4), yang keluar dari bola mata.
HATI
HATI
Sel hepatosit merupakan sel polihedral besar, dengan enam atau lebih permukaan. Secara fungsional, hepatosit adalah sel yang paling serbaguna dalam tubuh. Hepatosit memiliki banyak Retikulum Endoplasma untuk sintesis protein.
Sinusoid merupakan celah diantara lempeng yang mengandung mikrovaskular penting dan sebagai pertukaran nutrisi
Sel Kupffer ditemukan diantara sel endotel sinusoid dan permukaan luminal di dalam sinusoid. Fungsi utamanya adalah menghancurkan eritrosit tua, menggunakan ulang heme, menghancurkan bakteri atau debris yang dapat memasuki darah portal dari usus, dan bekerja sebagai sel penyaji antigen pada imunitas adaptif.
EMPEDU
Kandung empedu adalah suatu struktur yang menyerupai kantong dan menyimpan serta melekatkan empedu, dan melepaskannya ke dalam duodenum.
Dindingnya terdiri atas lipatan mukosa, dengan epitel selapis silindris yang berada diatas lamina propria ( Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks dan Atlas. Anthony L. Mescher)
Fisiologi Hepar
Mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu, dimana hati mengekskresikan empedu sebanyak satu liter perhari kedalam usus halus. Unsur utama empedu adalah air 97 %, elektrolit, garam, dan empedu. Fungsi hati juga berperan dalam metabolisme protein yang akan menhasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmitik koloid), protombin, fibrinogen, dan faktor bekuan. Dan fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat. (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Hal 1931-1932) Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting ditubuh,organ ini dapat dipandang sebagai pabrik biokimia utama ditubuh. Perannya dalam sistem pencernaan adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Hati juga melakukan berbagai fungsi yang tidak berkaitan dengan pencernaa, termasuk mengaktifkan vitamin D yang dilakukan hati bersama dengan ginjal, mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua berkat adanya makrofag dan mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya. (Lauralee Sherwood Edisi 8 Hal.647) Metabolisme Bilirubin
Produksi bilirubin normal (0,2-0,3 g/hari) terutama berasal dari pemecahan sel darah merah tua yang bersirkulasi, dengan sebagian kecil berasal dari degradasi protein jaringan yang mengandung heme. Bilirubin ekstrahepatik terikat pada albumin serum dan dikirim ke hati. Terjadi penyerapan
hepatoseluler dan glukuronidasi oleh glukuronosil transferase dalam hepatosit yang menghasilkan bilirubin monoglukuronida dan diglukuronida yang larut dalam air dan siap diekskresikan ke dalam empedu. Dan bakteri usus mendekonjugasi bilirubin dan mendegradasinya menjadi urobilinogen yang tidak berwarna. Urobilinogen dan residu pigmen yang utuh diekskresikan kedalam feses, dengan beberapa reabsorpsi dan reekskresi ke dalam empedu. (Robbins Edisi 9 Hal.597) 2. Keterkaitannya :
Mata kuning
(dr. Prijo Sudibjo, M.Kes, Sp.S, Anatomi Mata) Karena sclera bersifat avaskuler. Sehingga yang menyebabkan mata kuning ialah adanya penumpukan bilirubin di pigmen empedu yang bersifat elastin yang dimana bilirubin yang tidak terkonjugasi itu terdapat di vascular darah. Proses penyebarannya itu sangat mudah terjadi karena lapisan sclera terdapat jaringan ikat elastin otomatis perubahan cepat terjadi baik di sclera maupun di kulit yang memiliki jaringan ikat elastin. Dan ikterus merupakan perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sclera mata. (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Hal.1937) Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin.Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: Ikteruspre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia
tak
terkonjugasi
bersifat
ringan
dan
berwarna
kuning
pucat.
Ikterus-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya
sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). IkterusPost-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
Ur in B erwarna Teh Tua
Metabolisme bilirubin Sebagian diserap oleh
Strekobilin
usus kembali
Penghancuran eritrosit di retikuloendotelisal Vena porta Ekskresi dalam feses Ekskresi ke em edu
Hemoglobin Urobilinogen
Sebagian mencapai ginjal
Globin
B- Glukuronidase
Heme
Bilirubin konjugasi
Heme oksiginase
Ekskresi lewat urin Biliverdin
Dikeluarkan o/ empedu , masuk ke usus Biliverdin reduktase
Bilirubin tidak konjugasi berkonjugasi dengan
Bilirubin tidak
asam lukuronat
terkonjugasi + albumin
Ket :
Pra hepatic
Masuk ke hati, albumin terlepas Intra hepatic Post hepatic
Hasil Laboratorium pada Pasien Normal dan Pasien Penderita Ikterus dengan Tiga Penyebab yang Berbeda Kondisi
Normal
Anemia Hemolitik Hepatitis
Ikterus Obstruksi
Bilirubin Serum
Direk:0,1-0,4 mg/dL Indirek:0,2-0,7 mg/dL Indirek Direk dan Indirek
Direk
Urobilinogen Urine 0-4 mg/24 jam
Bilirubin Urine
Tidak ada
Urobilinogen Feses 40-280 mg/24 jam
Meningkat
Tidak ada
Meningkat
Menurun jika terdapat mikroobstruksi Tidak ada
Ada jika terdapat mikro-obstruksi
Menurun
Ada
Sedikit sampai tidak ada
Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsure porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel retikuloendotelial. Bilirubin tidak mengandung zat besi dan larut dalam lemak. Di dalam plasma bilirubin akan berikatan dengan albumin. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel eritorsit oleh makrofag di dalam limpa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk pembentukan protein lain. Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Bilirubin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirect) adalah suatu zat lipofilik, larut dalam lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan lewat urine melalui ginjal. Setelah dilepas ke dalam plasma sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi ini akan membentuk ikatan dengan albumin sehingga dapat larut dalam darah. Pigmen ini secara bertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi ini dikonjugasi dengan asam glukoronat membentuk bilirubin glukoronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim glukoroniltransferase, yaitu suatu enzim yang terdapat di RE dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan normal tidak dapat dideteksi dalam urine. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi ini ini dikeluarkan ke dalam empedu, suatu komponen kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukoronida dan garam empedu. Sesudah dilepas kedalam saluran cerna bilirubin glukoronida diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi urobilinogen yang akan keluar melalui tinja (sterkobilin), atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut ke dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal. Pembentukkan urobilinogen yang meningkat mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap).
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirtibin menjadi 5 fase. yaitu fase 1). Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konyugasi, dan 5). Eskresi bilier FasePrahepatik
Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled billirubin) datang dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonyugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albuinin dan tidak dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin. FaseIntrahepatik
Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin konyugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukuronil-transferase yang menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik. FasePascahepatik
Eskresi Bilirubin. Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalilculus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonyugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi wama coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonyugasi. Hal ini
menerangkan wama air seni yang gelap yang khas pada gangguan liepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonyugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melaltii enzim glukuroniltransferase. (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Hal.1937-1938) Demam
Demam
merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh
terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. MEKANISME DEMAM Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanismemekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh. (Ganong, 2002) Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Infeksi atau
Pirogen
makrofag
prostaglandin
endogen
peradangan
Titik patokan
Inisiasi respon
Produksi panas
hipotalamus
dingin
Pengeluaran panas
Edis Suhu (Sherwood tubuh ke titik
patokan baru = DEMAM
Mual dan Muntah
Obstruksi obsaluran empedu
Proses
Pengeluaran
peradangan di
enzim SPGT dan
sekitar
SGOT
heparobilier
Menekan saraf parasimpatik
Nervus vagus
Terjadinya
terangsang
Makanan Gerakan
tertahan
peristaltik
dilambung
iritasi
Penimbunan gas dilambung
Mual
Muntah memiliki beberapa faktor yaitu turunnya nafsu makan karena bertumpuknya gas dilambung yang berpusat di hipotalamus bagian lateral, adanya peningkatan rasa mual akibat perut kembung dan aktivasi terjadi di medulla oblongata, saraf kranial (n.facialis) sehingga menyebabkan muntah. Rasa Nyeri ulu hati
Pada keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan kerusakan mukosa lambung dalam bentuk erosi atau ulkus yang keduanya seringkali diikuti dengan perdarahan bahkan perforasi. Kerusakan mukosa lambung terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif, karena faktor agresif lebih kuat daripada faktor defensive. Faktor agresif dapat berasal dari luar (misalnya obat-obatan golongan anti inflamasi non steroid/OAINS, alkohol dan Helicobacter pylori) atau dari dalam tubuh (cairan lambung serta cairan empedu dan komponen-komponennya), sedangkan faktor defensif berupa lapisan mukus, bikarbonat, prostaglandin, fosfolipid serta aliran darah mukosa lambung. Faktor defensif berperan untuk mempertahankan integritas mukosa lambung terhadap berbagai faktor agresif. Lapisan mukus merupakan pertahanan pertama dari mukosa saluran cerna bagian atas terhadap berbagai faktor agresif. Lapisan mukus terbentuk dari berbagai unsur yaitu air, glikoprotein dan fosfolipid. Peningkatan kadar asam empedu pada sirkulasi darah pada keadaan ikterus obstruktif diduga menurunkan mekanisme defensif dari mukosa lambung. Hal ini diduga disebabkan efek toksik langsung dari asam empedu terhadap mukosa lambung. Di sisi lain, selain sumber energi, poly-unsaturated fatty acids (PUFA) merupakan salah satu unsur utama pembentuk fosfolipid. PUFA tidak dapat disintesis di dalam tubuh, sehingga sumber kebutuhan PUFA di dalam tubuh hanya berasal dari makanan sehari-hari yaitu sangat banyak dijumpai dalam minyak jagung, minyak kacang kedelai,safflower dan bunga matahari (Sulistyawati, 2009).
Diadaptasi dari : Tesis Dadang Makmun, 2011 Pada keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan kerusakan mukosa lambung dalam bentuk erosi atau ulkus yang keduanya seringkali diikuti dengan perdarahan bahkan perforasi. Kerusakan mukosa lambung terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif, karena faktor agresif lebih kuat daripada faktor defensive. Faktor agresif dapat berasal dari luar (misalnya obat-obatan golongan anti inflamasi non steroid/OAINS, alkohol dan Helicobacter pylori) atau dari dalam tubuh (cairan lambung serta cairan empedu dan komponen-komponennya), sedangkan faktor defensif berupa lapisan mukus, bikarbonat, prostaglandin, fosfolipid serta aliran darah mukosa lambung. Faktor defensif berperan untuk mempertahankan integritas mukosa lambung terhadap berbagai faktor agresif. Lapisan mukus merupakan pertahanan pertama dari mukosa saluran cerna bagian atas terhadap berbagai faktor agresif. Lapisan mukus terbentuk dari berbagai unsur yaitu air, glikoprotein dan fosfolipid.Peningkatan kadar asam empedu pada sirkulasi darah pada keadaan ikterus obstruktif diduga menurunkan mekanisme defensif dari mukosa lambung. Hal ini diduga disebabkan efek toksik langsung dari asam empedu terhadap mukosa lambung. Di sisi lain, selain sumber energi, poly-unsaturated fatty acids (PUFA) merupakan salah satu unsur utama pembentuk fosfolipid. PUFA tidak dapat disintesis di dalam tubuh, sehingga sumber kebutuhan PUFA di dalam tubuh hanya berasal dari makanan sehari-hari yaitu sangat banyak dijumpai dalam minyak jagung, minyak kacang kedelai,safflower dan bunga matahari (Sulistyawati, 2009). Pada Gambar 11 dijelaskan tentang peranan PUFA sebagai pembentuk fosfolipid (fungsi struktural) melalui bantuan enzim fosfolipase, sebagai sumber energi melalui katabolisme oksidatif, serta PUFA sebagai sumber pembentukan prostaglandin melalui jalur asam arakhidonat. PUFA (dalam hal ini asam linoleat) akan mengalami desaturasi menjadi asam linolenat, yang kemudian mengalami elongasi menjadi asam dihomo-γ-linolenat, serta selanjutnya mengalami denaturasi menjadi asam arakhidonat. Prostaglandin dibentuk dari asam arakhidonat melalui bantuan enzim COX-1 dan COX-2. Prostaglandin yang dibentuk melalui jalur COX-1 berperan penting pada upaya tubuh untuk mempertahankan integritas mukosa saluran cerna, sementara itu prostaglandin yang
dibentuk melalui jalur COX-2 berperan dalam timbulnya edema, demam dan rasa nyeri. Peranan prostaglandin dalam ketahanan mukosa lambung antara lain dengan merangsang sekresi mukus dan bikarbonat, mempertahankan aliran darah mukosa yang optimal, meningkatkan ketahanan selsel epitelial terhadap pengaruh buruk sitotoksin, serta menghambat inflitrasi leukosit pada saat terjadi proses inflamasi mukosa (Dadang, 2011) 3. Penyakit yang timbul :
Hepatitis A,B,C
-
Hepatitis A
Hepatitis A adalah penyakit jinak yang dapat sembuh sendiri dengan maasa inkubasi hingga 2 hingga 6 minggu. H A V menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa dan hanya sekali sekali menyebabkan hepatitis fulminan. -
Hepatitis B
H B V dapat menyebabkan (1) hepatitis akut dengan pemulihan dan hilangnya virus,(2)hepatitis kronis nonprogresif, (3) penyakit kronis progresif yang berakhir dengan sirosis,(4) hepatitis fulminan dengan nekrosis hati masif, dan (5) keadaan pembawa asimtomatik,dengan atau tanpa penyakit subklinis progresif. -
Hepatitis C
Hepatitis C adalah virus yang menyerang hati sering diam-diam kebanyakan orang yang terinfeksi dengan Hepatitis C Virus (HCV) tidak memiliki gejala sama sekali. Hepatitis C dapat menyebabkan kehidupan kanker, gagal hati atau sirosis ireversibel dan bekas luka fatal dari hati.
Ikterus obstruktif, terjadi hambatan pada aliran empedu sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan bilirubin terkonjugasi. Selain itu, asam empedu dan kolesterol turut meningkat akibat penyumbatan ini.
Anemia hemolitik, anemia hemolitik adalah penyakit anemia yang terjadi ketika sel-sel
darah merah mati lebih cepat daripada kecepatan sumsum tulang menghasilkan sel darah merah. Istilah ilmiah untuk penghancuran sel darah merah adalah hemolisis atau hemolitik (yang bersifat hemolisis).
Sirosis hepatis,merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh
distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regenerative
Gilbert syndrome ,adalah penyakit heregiter yang relative umum jinak dan sedikit banyak
bersifat heterogen yang bermanivestasi sebagai hiper bilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan dan berfluktuasi.
Dubin jonshon syndrome , terjadi akibat defek resesif autosomal protein pengangkut yang
berperan dalam ekskresi hepatoselular bilirubin glukuronida melewati membran kanalikulus.
Cholelthiasis,adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu
atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. (Patologi Robbins Edisi 7)
4. Faktor-faktor rawat inap pasien Setelah menjalani perawatan di rumah sakit dapat terkontrol,maka pasien dapat diupayakan secara bertahap untuk kembali ke aktifitas seperti sebelum sakit sedin mungkin.Aktivitas kegiatan hidup sehari hari harus direncanakan untuk meminimalkan timbulnya gejala yang diakibatkan kelelahan,dan setiap aktivitas yang dapat menimbulkan gejala harus dihindari atau dilakukan adaptasi.Berbagai
penyeuaian
kebiasaan,pekerjaan,dan
hubungan
interpersonal
harus
dilakukan.Pasien harus dibantu untuk mengidentifikasi stres tingkat nasional dan menggali cara cara untuk menyelesaikannya.Pasien datang ke klinik atau ke Rumah sakit biasanya diakibatkan adanya kambuhan dan dirawat kembali di Rumah sakit terjadi karena pasien tidak memenuhi terapi dianjurkan,misalnya karena ketidakmampuan secara ekonomi.Pasien sering kembali melaksanakan terapi pengobatan kurang tepat,melanggar pembatasan diet,tidak mematuhi tindak lanjut medis,melakukan aktivitas fisik berlebihan,dan tidak dapat mengenali gejala kambuhan (smeltzer dan bare,2001). Yang harus dilakukan untuk membantu penyembuhannya adalah menghindari makanan yang terlalu banyak garam dan makanan makanan-bergaram lainnya seperti sayuran atau sup kalengan,pizza, dan keripik.Makanan makanan tersebut dapat menyebabkan retensi cairan dalam tubuh. Jagalah aagar tekanan darah selalu terkontrol.Tekanan darah tinggi memberikan beban berlebihan pada jantung dan lama kelamaan mengakibatkan lemah jantung.(Darma,2007) Faktor aktor yang dapat mempengaruhi pasien dirawat ulang di rumah sakit : (1) Riwayat sebelum masuk Rumah sakit dan lama dirawat di Rumah sakit.SEmakin lama dirawat di Rumah sakit menunjukkan tingkat keparahan atau kompleksitas dari penyakit tersebut. (philbin dan disalfo,2004). (2) Hipertensi menyebabkan, perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan perkembangan penyakit jantung coroner (mariono dan santoso, 2008).(3)Usia, semakin tua usia pasien maka dipredeksi semakin tinggi terhadap rawat inap (4).Jenis Kelamin( 5).Dukungan keluarga dan sosial
5. Sekresi Empedu oleh Hati; Fungsi Pohon Empedu Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah menyekresi empedu, normalnya antara 600 dan 1.000 ml/hari. Empedu melakukan dua fungsi penting. Pertama, empedu memainkan peran penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, bukan karena enzim dalam empedu yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam empedu melakukan dua hal: (1) Mereka membantu mengemulsi partikel-partikel lemak yang besar dalam makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut dapat diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, dan (2) mereka membantu absorpsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa intestinal. Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengekskresi beberapa produk buangan yang penting dari darah. Hal ini terutama meliputi bilirubin, suatu produk akhir penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol.
Anatomi Fisiologi Sekresi Empedu Empedu disekresi dalam dua tahap oleh hati: (1) Bagian awalnya disekresi oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat-zat organik lainnya. Empedu ini disekresi ke dalam kanalikulus biliaris kecil yang terletak di antara sel-sel hati (2) Kemudian, empedu mengalir di dalam kanalikulus menuju septa interlobularis, tempat kanalikulus mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian secara progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan ke dalam duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu, ditunjukkan pada gambar. Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris, bagian kedua sekresi hati ditambahkan ke dalam sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupalarutan encer ion-ion natrium dan bikarbonat yang disekresi oleh sel-sel epitel sekretoris yang mengelilingi duktulus dan duktus. Sekresi kedua ini kadang-kadang meningkatkan jumlah empedu total sampai 100 persen. Sekresi kedua ini dirangsang terutama oleh sekretin, yang menyebabkan pelepasan sejumlah ion bikarbonat tambahan untuk melengkapi ion-ion bikarbonat dalam sekresi pankreas (untuk menetralkan asam yang dikeluarkan dari lambung ke duodenum).
Komposisi Empedu. Tabel 64-2 menunjukkan komposisi empedu saat pertama kali disekresi oleh hati dan kemudian setelah dipekatkan dalam kandung empedu. Tabel ini menunjukkan bahwa zat yang paling banyak disekresikan dalam empedu adalahgaram empedu, yang banyaknya kira-kira setengah dari total zat-zat yang juga terlarut dalam empedu. Bilirubdn, kolesterol, lesitdn, dan elektrolit yang biasa terdapat dalam plasma, juga disekresikan atau diekskresikan dalam konsentrasi besar.
Dalam proses pemekatan di kandung empedu, air dan elektrolit dalam jumlah besar (kecuali ion kalsium) direabsorbsi oleh mukosa kandung empedu; pada dasarnya semua zat lain, terutama garam empedu dan zat-zat lemak kolesterol dan lesitin, tidak direabsorbsi dan, karena itu, menjadi sangat pekat dalam empedu di kandung empedu. Sejauh ini rangsang yang paling poten menyebabkan kontraksi kandung empedu adalah hormon CCK. Kandung empedu juga dirangsang secara kurang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik usus. Keduanya adalah saraf yang sama yang meningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian lain traktus gastrointestinal bagian atas. 6. Patogenesis Batu Empedu
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. (Erpecum, 2011) Sekresi kolesterol berhubungan dengan terjadinya pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol yaitu terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensentesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasa inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalm waktu beberapa tahun akan mudah mengalami perkembangan batu empedu. (Gyton & Hall, Edisi 11) Batu empedu dapat berpindah kedalam ductus koledukus melalui ductus cysticus. Didalam perjalanannya melalui ductus cysticus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsialatau kompleks sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam ductus cysticus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh struktur batu akan tetap berada disan sebagai batu ductus cysticus. (Sjamsuhidayat, 2010) Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang di konsumsi, karena sel-sel hepatik menyintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang melakukan diet ti nggi lemak dalam waktu bertahun-tahun akan mudah mengalami pembentukan batu empedu. Peradangan epitel kandung empedu, yang sering kali berasal dari infeksi kronis derajat rendah, juga dapat mengubah karakteristik absorpsi mukosa kandung empedu, kadang-kadang memungkinkan absorpsi berlebihan air dan garam-garam empedu tapi meninggalkan kolesterol di dalam kandung empedu dalam konsentrasi yang meningkat secara progresif. Lalu, kolesterol akan mulai mengendap, pertama akan membentuk banyak kristal kolesterol kecil pada permukaan mukosa yang mengalami peradangan, tapi berlanjut menjadi batu empedu yang besar.(Guyton and Hall,2016 hal. 839) 7. Akibat penyumbatan empedu : - Feses berwarna pucat, karena tidak ada pewarnaan - Terjadi penumpukan bilirubin
- Terjadi peningkatan enzim SGOT dan SGPT Yang bersifat iritatif - Terjadi perubahan warna urin - Menyebabkan icterus 8.Transport Bilirubin Ketika bilirubin terbentuk di limfe, maka bilirubin akan ditranspor ke dalam sel hepatosit hati dengan cara bilubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan albumin sebagai pengantarnya. Lalu saat akan masuk ked lam sel hepatosit, maka bilirubin akan terpisah dengan albumin dan di dalam hepatosit akan diubah menjadi bilirubin konjugasi dengan bantuan asam glukoronat, lalu akan disalurkan ke kantung empedu melalui ductus sistikus. Ketika terjadi rangsangan, maka akan dikeluarkan cairan empedu melalui ductus biliaris.
LO Setelah mempelajari laporan ini, diharapkan mahasiswa memperoleh pembelajaran tentang: Mahasiswa dapat mengetahui anatomi, histologi dan fisiologi organ terkait Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme serta keterkaitannya gejala-gejala yang ada. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit-penyakit yang menyebabkan mata kuning. Mahasiswa mampu menjelaskan keterkaitan gejala sebelumnya dengan gejala yang
muncul kembali. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme proses pembentukan empedu Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme patogenesis batu empedu.
HIPOTESA
Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis laporan ini adalah: “Gangguan metabolisme bilirubin dapat menimbulkan gejala-gejala yang mengarah kepada beberapa penyakit pada diagnosis banding.”
DAFTAR PUSTAKA Lembar fakta penyakit menular hepatitis A, NSW Government health Sri maryani sutadi.2003. “sirosis hepatitis” fakultas kedokteran bagian ilmu penyakit
dalam universitas sumatera utara A. Nurman.”Penatalaksanaan batu empedu”rumah sakit tni al dr. Mintohardjo, Jakarta Auliya Bella Oktarina, Syadra Bardiman Rasyad, Safyudin. 2015 “Karakteristik Penderita
Kanker Pankreas di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009 – 2013” Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Departemen Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK “Anemia hemolitik” FK
Universitas Wijaya Kusuma Olva Irwana, S. Ked,Faculty of Medicine – University of RiauPekanbaru, Riau 2009. Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology edisi 11. Biokimia harper, 2002. Edisi 29 Ilmu penyakit dalam, 2014. Edisi VI