LAPORAN FIELD TRIP MEKANIKA BATUAN
Oleh: PANDU LESMANA NIM : 710014157
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA 2017
HALAMAN PENGESAHAN
HASIL PENGAMATAN PENGAMATAN FILEDTRIP LAPORAN MEKANIKA MEKANIKA BATUAN
Oleh :
Nama : Pandu Lesmana NIM : 710014157 710014157
Yogyakarta,
November 2017
Dosen Pengampu
(Dr. R. Andy Erwin Wijaya, ST, MT.) NIK : 19730227
HALAMAN PENGESAHAN
HASIL PENGAMATAN PENGAMATAN FILEDTRIP LAPORAN MEKANIKA MEKANIKA BATUAN
Oleh :
Nama : Pandu Lesmana NIM : 710014157 710014157
Yogyakarta,
November 2017
Dosen Pengampu
(Dr. R. Andy Erwin Wijaya, ST, MT.) NIK : 19730227
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Fieldtrip ini sesuai waktu yang ditentukan dengan judul “Laporan Fieldtrip Mekanika Batuan”. Laporan ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta yang mengambil mata kuliah Mekanika Batuan. Tersusunnya laporan ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, maka pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. R. Andy Erwin Wijaya, ST, MT selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Mekanika Tanah. 2. Ibu Ambar Sutanti, ST selaku dosen pembimbing lapangan. 3. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa Laporan hasil Fieldtrip ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangatlah diharapkan. Akhir kata semoga Laporan Filedtrip Mekania Batuan ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta,
Desember 2017
Penulis
Mekanika Batuan
Mekanika batuan merupakan ilmu teoritis dan terapan tentang perilaku mekanik batuan, berkaitan dengan respons batuan atas medan gaya dari lingkungan sekitarnya (Deere, D.V., dalam Stagg & Zienkiewicz, 1968) Mekanika batuan mempelajari : 1) Mekanisme deformasi kristal-kristal mineral yang mengalami tekanan tinggi pada temperatur tinggi 2) Perilaku triaksial batuan di laboratorium 3) Stabilitas dinding terowongan, bahkan : 4) Mekanisme pergerakan-pergerakan kerak bumi sendiri, dalam hal ini jelas geologi berperan, antara lain material-material yang terlibat : – masa batuan yang keberadaannya tidak terlepas dari lingkungan geologi atau dihasilkan dari lingkungan geologi – karakter fisiknya, yang merupakan fungsi dari cara terjadinya dan dari semua proses yang terlibat – stabilitas dinding terowongan, bahkan – sejarah geologi pada lokasi kejadian
PENTINGNYA LITOLOGI DAN JENIS BATUAN
Litologi suatu batuan memberikan acuan tentang mineraloginya, tekstur, kemas yang mengarahkan kepada klasifikasi yang dapat diterima ; (lithology = ilmu tentang batuan). Pentingnya klasifikasi yang dapat diterima : Jenis batuan, mineralogy, tekstur, fabric (kemas) — > deskriptif terminologi — > sistem klasifikasi yang dapat diterima, misalnya: oolitic limestone, bituminous shale. Jenis batuan sama bisa memberikan rentang nilai sifat mekanik yang panjang Cenderung lithologic name ditinggalkan, diganti dengan nama kelas yang menggunakan sifat mekanik — > tetap dipertahankan untuk beberapa alasan : 1) Setidaknya ada rentang nilai Untuk jenis batuan tertentu sebagian rentang harganya tinggi/panjang, sebagian lagi pendek. Misalnya: limestone 5.000 lb/in 2 hingga 35.000 lb/in 2 (rentang harga 30.000; 1 lb/in 2 = 0,70307 Ton/m 2); rock salt, garam batuan, 3.000 – 5.000 lb/in 2 — > rentang harga 2.000 saja. 2) Sehubungan dengan tekstur, fabric, structural anisotropy dalam batuan yang terbentuk secara khusus (a particular origin); misalnya: a. batuan beku, umumnya punya suatu fabric yang padat dan interlocking, yang hanya sedikit saja memiliki perbedaan sifat mekanik ke arah-arah yang berbeda. b. batuan sedimen berlapis anisotropy in mechanical properties c. batuan metamorf, foliasi — > lebih-lebih anisotropy
Prinsip Dasar Mekanika Batuan Mengenal dan menafsirkan tentang asal-usul dan mekanisme pembentukan suatu struktur geologi akan menjadi lebih mudah apabila kita memahami prinsip-prinsip dasar mekanika batuan, yaitu tentang konsep gaya (force), tegasan (stress), tarikan (strain) dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi karakter suatu materi/bahan. ·Gaya (Force) Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah pergerakan suatu benda. Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap suatu benda (seperti gaya gravitasi dan elektromagnetik) atau bekerja hanya pada bagian tertentu dari suatu benda (misalnya gaya-gaya yang bekerja di sepanjang suatu sesar di permukaan bumi). Gaya gravitasi merupakan gaya utama yang bekerja terhadap semua obyek/materi yang ada di sekeliling kita. Besaran (magnitud) suatu gaya gravitasi adalah berbanding lurus dengan jumlah materi yang ada, akan tetapi magnitud gaya di permukaan tidak tergantung pada luas kawasan yang terlibat. Satu gaya dapat diurai menjadi 2 komponen gaya yang bekerja dengan arah tertentu, dimana diagonalnya mewakili jumlah gaya tersebut. Gaya yang bekerja diatas permukaan dapat dibagi menjadi 2 komponen yaitu: satu tegak lurus dengan bidang permukaan dan satu lagi searah dengan permukaan. Pada kondisi 3-dimensi, setiap komponen gaya dapat dibagi lagi menjadi dua komponen membentuk sudut tegak lurus antara satu dengan lainnya. Setiap gaya, dapat dipisahkan menjadi tiga komponen gaya, yaitu komponen gaya X, Y dan Z. Tekanan Litostatik
Tekanan yang terjadi pada suatu benda yang berada di dalam air dikenal sebagai tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik yang dialami oleh suatu benda yang berada
di dalam air adalah berbanding lurus dengan berat volume air yang bergerak ke atas atau volume air yang dipindahkannya. Sebagaimana tekanan hidrostatik suatu benda yang berada di dalam air, maka batuan yang terdapat di dalam bumi juga mendapat tekanan yang sama seperti benda yang berada dalam air, akan tetapi tekanannya jauh lebih besar ketimbang benda yang ada di dalam air, dan hal ini disebabkan karena batuan yang berada di dalam bumi mendapat tekanan yang sangat besar yang dikenal dengan tekanan litostatik. Tekanan litostatik ini menekan kesegala arah dan akan meningkat ke arah dalam bumi. Tegasan (Stress forces)
Tegasan adalah gaya yang bekerja pada suatu luasan permukaan dari suatu benda. Tegasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terjadi pada batuan sebagai respon dari gaya-gaya yang berasal dari luar. Tegasan dapat didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada luasan suatu permukaan benda dibagi dengan luas permukaan benda tersebut: Tegasan (P)= Daya (F) / luas (A). Tegasan yang bekerja pada salah satu permukaan yang mempunyai komponen tegasan prinsipal atau tegasan utama, yaitu terdiri daripada 3 komponen, yaitu: σQ
dan
,
σP
. Tegasan pembeda adalah perbedaan antara tegasan maksimal ( σP) dan
σR
tegasan minimal (σR ). Sekiranya perbedaan gaya telah melampaui kekuatan batuan maka retakan/rekahan akan terjadi pada batuan tersebut. Kekuatan suatu batuan sangat tergantung pada besarnya tegasan yang diperlukan untuk menghasilkan retakan/rekahan. ·Gaya Tarikan (Tensional Forces) Gaya Tegangan merupakan gaya yang dihasilkan oleh tegasan, dan melibatkan perubahan panjang, bentuk (distortion) atau dilatasi (dilation) atau ketiga-tiganya.
Bila terdapat perubahan tekanan litostatik, suatu benda (homogen) akan berubah volumenya (dilatasi) tetapi bukan bentuknya. Misalnya, batuan gabro akan mengembang bila gaya hidrostatiknya diturunkan. Perubahan bentuk biasanya terjadi pada saat gaya terpusat pada suatu benda. Bila suatu benda dikenai gaya, maka biasanya akan dilampaui ketiga fasa, yaitu fasa elastisitas, fasa plastisitas, dan fasa pecah. Bahan yang rapuh biasanya pecah sebelum fase plastisitas dilampaui, sementara bahan yang plastis akan mempunyai selang yang besar antara sifat elastis dan sifat untuk pecah. Hubungan ini dalam mekanika batuan ditunjukkan oleh tegasan dan tarikan. Kekuatan batuan, biasanya mengacu pada gaya yang diperlukan untuk pecah pada suhu dan tekanan permukaan tertentu. Setiap batuan mempunyai kekuatan yang berbeda-beda, walaupun terdiri dari jenis yang sama. Hal ini dikarenakan kondisi pembentukannya juga berbeda-beda. Batuan sedimen seperti batupasir, batugamping, batulempung kurang kuat dibandingkan dengan batuan metamorf (kuarsit, marmer, batusabak) dan batuan beku (basalt, andesit, gabro). Batuan yang terdapat di Bumi merupakan subyek yang secara terus menerus mendapat gaya yang berakibat tubuh batuan dapat mengalami pelengkungan atau keretakan. Ketika tubuh batuan melengkung atau retak, maka kita menyebutnya batuan tersebut terdeformasi (berubah bentuk dan ukurannya). Penyebab deformasi pada batuan adalah gaya tegasan (gaya/satuan luas). Oleh karena itu untuk memahami deformasi yang terjadi pada batuan, maka kita harus memahami konsep tentang gaya yang bekerja pada batuan. Tegasan (stress) dan tegasan tarik (strain stress) adalah gaya gaya yang bekerja di seluruh tempat dimuka bumi. Salah satu jenis tegasan yang biasa kita kenal adalah tegasan yang bersifat seragam (uniformstress) dan dikenal sebagai tekanan (pressure). Tegasan seragam adalah suatu gaya yang bekerja secara seimbang kesemua arah. Tekanan yang terjadi di bumi yang berkaitan dengan beban yang menutupi batuan adalah tegasan yang bersifat
seragam. Jika tegasan kesegala arah tidak sama (ti dak seragam) maka tegasan yang demikian dikenal sebagai tegasan diferensial. Tegasan diferensial dapat dikelompokaan menjadi 3 jenis, yaitu: ·
Tegasan tensional (tegasan extensional) adalah tegasan yang dapat
mengakibatkan batuan mengalami peregangan atau mengencang. Tegasan kompresional adalah tegasan yang dapat mengakibatkan batuan mengalami penekanan. Tegasan geser adalah tegasan yang dapat berakibat pada tergesernya dan berpindahnya batuan. Ketika batuan terdeformasi maka batuan mengalami tarikan. Gaya tarikan akan merubah bentuk, ukuran, atau volume dari suatu batuan. Tahapan deformasi terja di ketika suatu batuan mengalami peningkatan gaya tegasan yang melampaui 3 tahapan pada deformasi batuan. di bawah memperlihatkan hubungan antara gaya tarikan dan gaya tegasan yang terjadi pada proses deformasi batuan. Deformasi yang bersifat elastis (Elastic Deformation) terjadi apabila sifat gaya tariknya dapat berbalik (reversible). Deformasi yang bersifat lentur (Ductile Deformation) terjadi apabila sifat gaya tariknya tidak dapat kembali lagi (irreversible). Retakan / rekahan (Fracture) terjadi apabila sifat gaya tariknya yang tidak kembali lagi ketika batuan pecah/retak. Kita dapat membagi material menjadi 2 (dua) kelas didasarkan atas sifat perilaku dari material ketika dikenakan gaya tegasan padanya, yaitu :
Material yang bersifat retas (brittle material), yaitu apabila sebagian kecil atau sebagian besar bersifat elastis tetapi hanya sebagian kecil bersifat lentur sebelum material tersebut retak/pecah Material yang bersifat lentur (ductile material) jika sebagian kecil bersifat elastis dan sebagian besar bersifat lentur sebelum terjadi peretakan / fracture Bagaimana suatu batuan / material akan bereaksi tergantung pada beberapa faktor, antara lain adalah: Temperatur – Pada temperatur tinggi molekul molekul dan ikatannya dapat
meregang dan berpindah, sehingga batuan/material akan lebih bereaksi pada kelenturan dan pada temperatur, material akan bersifat retas. Tekanan bebas – pada material yang terkena tekanan bebas yang besar akan sifat
untuk retak menjadi berkurang dikarenakan tekanan disekelilingnya cenderung untuk menghalangi terbentuknya retakan. Pada material yang tertekan yang rendah akan menjadi bersifat retas dan cenderung menjadi retak. Kecepatan tarikan – Pada material yang tertarik secara cepat cenderung akan
retak. Pada material yang tertarik secara lambat ma ka akan cukup waktu bagi setiap atom dalam material berpindah dan oleh karena itu maka material akan berperilaku / bersifat lentur. Komposisi – Beberapa mineral, seperti Kuarsa, Olivine, dan Feldspar bersifat
sangat retas. Mineral lainnya, seperti mineral lempung, mica, dan kalsit bersifat lentur. Hal tersebut berhubungan dengan tipe ikatan kimianya yang terikat s atu dan lainnya. Jadi, komposisi mineral yang ada dalam batuan akan menjadi suatu faktor dalam menentukan tingkah laku dari batuan. Aspek lainnya adalah hadir tidaknya air. Air kelihatannya berperan dalam memperlemah ikatan kimia dan mengitari butiran mineral sehingga dapat menyebabkan pergeseran. Dengan demikian batuan yang bersifat basah cenderung akan bersifat lentur, sedangkan batuan yang kering akan cenderung bersifat retas.
KLASIFIKASI KETEKNIKAN — > BATUAN PADU (INTACT ROCK) a. Batuan padu (Intact rock)
merupakan material batuan yang dapat diambil sebagai sample dan diuji di laboratorium, dan bebas dari kemampuan structural berskala bes ar, misalnya kekar, bidang-bidang perlapisan, zona gerusan (shear zones). Klasifikasi batuan padu berdasarkan 2 sifat keteknikan, yaitu: – Ketahanan kompresif satu-sumbu σa(ult) (uni axial compressive strength) – Modulus of elasticity, Et = tangen modulus pada 50% ultimate strength), ketahanan kompresif hasil uji spesimen dengan nisbah ukuran panjang : diameter (h : D) paling tidak = 2 : 1. h : D = 2:1, malah boleh lebih besar Batuan diklasifikasikan baik atas dasar strength maupun modulus ratio — > sebagai AM, BL, BH, CM dan seterusnya. Modulus-ratio = Et / σa (ult) Et
= target modulus pada 50% ultimate (final maximum) strength
σa(ult) = qu = unconfined / uniaxial compressive trength (UCS) Sifat Fisik Batuan Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (yaitu volume yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan. Ada dua jenis porositas yaitu
porositas antar butir dan porositas rekahan. Secara matematis porositas dapat dituliskan sebagai berikut: Sebagai contoh, apabila batuan mempunyai media berpori dengan volume 0,001 m3, dan media berpori tersebut dapat terisi air sebanyak 0,00023 m 3, maka porositasnyadalah: Pada kenyataannya, porositas didalam suatu sistem panasbumi sangat bervariasi. Contohnya didalam sistem reservoir rekah alami, porositas berkisar sedikit lebih besar dari nol, akan tetapi dapat berharga sama dengan satu (1) pada rekahannya. Pada umumnya porositas rata-rata dari suatu sistem media berpori berharga antara 5 – 30%. Kecepatan Aliran Fluida
Kecepatan aliran darcy atau flux velocity (v) adalah laju alir rata-rata volume flux per satuan luas penampang di media berpori. Sedangkan kecepatan rata-ra ta fluida yang melalui media berpori dikenal sebagai interstitial velocity (u). Hubungan antara kedua parameter kecepatan tersebut adalah sebagai berikut: Harga flux velocity pada umumnya sekitar 10 -6 m/s. Besarnya interstitial velocity digunakan untuk kecepatan suatu partikel (partikel kimia penjejak atau tracer ) yang mengalir pada media berpori. Permeabilitas
Permeabilitas adalah parameter yang memvisualisasikan kemudahan suatu fluida untuk mengalir pada media berpori. Parameter ini dihubungkan dengan kecepatan alir fluida oleh hukum Darcy seperti di bawah ini Tanda negatif dalam persamaan di atas menunjukkan bahwa apabila tekanan bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan arah dengan pertambahan tekanan tersebut. Dari persamaan (2.3) dapat dinyatakan bahwa
kecepatan alir fluida (kecepatan flux) berbanding lurus dengan k/m, dimana didalam teknik perminyakan, k/m dikenal sebagai mobility ratio. Permeabilitas mempunyai arah, dimana ke arah x dan y biasanya mempunyai permeabilitas lebih besar dari pada ke arah z. Sistem ini disebut anisotropic. Apabila permeabilitas tersebut seragam ke arah hori zontal maupun vertikal disebut sistem isotropik. Satuan permeabilitas adalah m2. Pada umumnya pada reservoir panasbumi, permeabilitas vertikal berkisar antara 10-14 m2, dengan permeabilitas horizontal dapat mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas vertikalnya (sekitar 10-13 m2). Satuan permeabilitas yang umum digunakan didunia perminyakan adalah Darcy (1 Darcy = 10-12 m2). Densitas
Densitas batuan dari batuan berpori adalah perbandingan antara berat terhadap volume (rata-rata dari material tersebut). Densitas spesifik adalah perbandingan antara densitas material tersebut terhadap densitas air pada tekanan dan temperatur yang normal, yaitu kurang lebih 10 3 kg/m3. Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui, dalam mekanika batuan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ; a. Sifat fisik batuan seperti bobot isi ”Spesific Gravity” porositas dan absorbsi ”Void Ratio”. b. Sifat mekanika batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, ” Poisson `s Ratio”. Kedua sifat tersebut dapat ditentukan, pada umumnya ditentukan terhadap sampel yang diambil dari lapangan. Satu persatu dapat digunakan untuk menentukan kedua sifat batuan. Pertama-tama adalah penetuan sifak fisik batuan yang merupakan
pengujian tanpa merusak (Non Destructive Test), kemudian dilanjutkan dengan penentuan sifat mekanik batuan yang merupakan pengujian merusak (Destructive Test) sehingga contoh fasture (hancur). Pembutan contoh batuan dapat dilakukan dilaboratorium maupun dilapangan (insitu). Pembuatan percontohan dilaboratorium dilakukan dari blok batuan yang diambil dilapangan hasil pemboran Core (inti). Sampel yang didapat berbentuk selinder dengan diameter pada umumnnya antara 50-70 mm dan tingginya dua kali diameter tersebut. Ukuran percontohan dapat lebih kecil dari ukuran yang disebut diatas tergantung maksud pengujian. Pengujian ini dilakukan pada inti bor (core) dengan contoh berbentuk silinder dengan dimeter 50-70 mm kemudian dipotong dengan mesin untuk mendapatkan ukuran tinggi dua kali diameternya. Kemudian contoh yang diambil dimasukkan eksikator dan udara yang ada dalam eksikator dihisap sehingga contoh dalam keadaan vacum. Dari contoh yang didalam eksikator didapatkan nilai berat jenis,berat jenuh tergantung dalam air dan berat kering contoh.
1.
Hasil Pengamatan Pertama di Lava Bantal, Berbah, Sleman, Yogyakarta
Gambar hasil pengamatan di lava bantal.
Tempat pengamatan filedtrip pertama yaitu di Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya, di bibir Sungai Opak. Spot ini menjadi pintu gerbang memulai petualangan ke masa 60 juta tahun lalu. Kejutan pertama dari kunjungan ke masa lalu adalah temuan dari bongkahan batu besar berwarna hitam mengilat di bibir sungai yang strukturnya menyerupai bantal. Batu ini merupakan penanda dari masa lalu. Memang, batu tersebut awalnya merupakan lava cair bersuhu tinggi hasil erupsi gunung api yang membeku cepat karena air, hingga membentuk gumpalan menyerup ai bantal. Lava bantal (pillow lava) yang tersingkap oleh gerusan aliran Sungai Opak merupakan fenomena alam yang menarik dan penting. Sebagai bukti yang menunjukkan proses awal pembentukan gunung api purba pertama di Jawa.
Batuan ini hanya bisa ditemui di beberapa tempat di bagian selatan Jawa. Selain di Berbah, temuan serupa bisa diperoleh di Bayat Klaten, Pacitan di Jawa Timur, dan Jampang yang masuk wilayah Provinsi Jawa Barat. Menurut para ahli bebatuan, gunung api purba dulu berada di bawah laut. Jadi awalnya merupakan dasar laut dan lava bantal berfungsi sebagai penopangnya. Bebatuan berlapislapis berwarna putih keabu-abuan terang yang berada di sisi seberang sungai hasil endapan debu vulkanis dari erupsi gunung api strato (kerucut). Lapisan debu vulkanis yang tebal ini menandai periode masa kejayaan gunung api purba 36 juta tahun lalu. Di sini, ada dua fase pembentukan gunung api. Yakni fase keluar lava dan letusan debu vulkanik. Meski batuan berdekatan, jeda peristiwanya mencapai ribuan tahun. Situs batuan beku yang berdampingan dengan endapan debu vulkanik pada tepian Kali Opak adalah tujuan pertama. Di kalangan ilmuwan, fenomena geologi yang berada di Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman ini dikenal dengan sebutan Lava Bantal Berbah. Disebut lava bantal (pillow lava), karena bentukan geometrinya yang menyerupai bantal. Lava bantal terbentuk dari lava hasil erupsi lelehan yang berkontak langsung dengan massa air, bisa di laut atau danau. Pembekuan yang berlangsung cepat menyebabkan mineral-mineralnya tak terbentuk dengan baik dan membentuk geometri serupa bantal. Lava Bantal Berbah diperkirakan sebagai gejala erupsi lelehan yang telah berumur lebih dari 30 juta tahun dan ditengarai sebagai cikal bakal gunung api di Pulau Jawa yang belakangan berkembang menjadi himpunan gunung api strato dengan erupsi eksplosif. Di sepanjang Pegunungan Selatan Pulau Jawa, singkapan ini tergolong langka dan terbaik. Sekaligus bisa dianggap sebagai representasi masa-masa awal pembentukan gunung api di Pulau Jawa. Hanya dalam satu pandangan mata dari lokasi di mana lava bantal berada, tepat di seberang Kali Opak, bisa disaksikan fenomena lain berupa endapan debu vulkanik cukup tebal sebagai bukti adanya erupsi gunung api strato di masa silam. Fenomena ini menandai masamasa kejayaan gunung api purba di Pulau Jawa. Tak jauh dari lokasi tersebut, tepatnya di daerah pertambangan di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, bisa disaksikan hamparan bukit bebatuan putih berlapis kehitaman karena cuaca. Ketinggiannya sekitar 60 meter. Puncak perbukitan mencapai 300 meter dengan ketebalan 250 meter.
Di beberapa sisi, penambang tradisional melakukan aktivitas penambangan. Hamparan perbukitan tersebut merupakan bekas tumbukan debu vulkanis erupsi super Semilir gunung api purba yang maha dahsyat sekitar 36-30 juta tahun lalu. Material, hamparan, dan ketebalan erupsi mencapai puluhan kilometer. Sekilas terlihat kokoh. Namun, batuan ini tidak seberat yang dibayangkan. Ringan sekali seperti batu apung dan mudah retak. Struktur batuan di bukit ini makin ke atas semakin halus dan berwarna kuning kecokelatan. Semua itu merupakan bukit yang menjadi bukti episode katastropik atau merusak diri dari gunung api strato yang diungkapan soal lava bantal. Seperti karakteristik gunung api umumnya, gunung api strato Semilir tak kuat menahan tekanan magma yang semakin besar. Maka, akan menghancurkan diri dengan cara erupsi. Sisa kaldera formasi semilir di Gunung Ijo membuktikan ketebalan endapan debu vulkanik hasil erupsi super Semilir ini. Jejak masa kejayaan gunung api purba juga bisa ditemui di situs gunung api Nglanggeran di kawasan Piyungan, Yogyakarta. Tempat ini sudah dikenal sebagai obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Di lokasi ini terdapat batu dengan ukuran superbesar dan bukit menjulang tinggi berwarna kehitaman. Dalam istilah geologi, batu dan bukit yang disebut bomb atau aglomerat ini adalah lontaran lava hasil erupsi gunung api purba. Situs Nglanggeran mempunyai peristiwa yang sama dengan letusan Gunung Rakata yang muncul dari kaldera Gunung Krakatau.
ASAL MUASAL BATU LAVA BANTAL Lava bantal terbentuk akibat dari erupsi atau lelehan lava (eruptions with relatively low effusion rates)yang bersentuhan langsung dengan air laut. Proses pembekuan yang tiba-tiba akibat kontak langsung dengan air laut menyebabkan bentukan mineralnya tidak terpilah dengan baik. Namun, tubuh lavanya membentuk geometri mirip bantal. Di sinilah masyarakat mengenal sebagai lava bantal (pillow lava). Proses terbentuknya lava bantal, saat mengalir dan mengalami pendinginan serentak oleh air laut. Selanjutnya, bagian kulitnya langsung membeku dan tertahan tekanan hidrostatis. Karenanya, membentuk batuan beku membulat atau melonjong. Bentuknya bulat lonjong yang disebut lava bantal. Umumnya, berkomposisi basalt yang bersifat asam. Dari ciri-ciri fisiknya, lava bantal terbentuk pada zona pemekaran lantai samudera (sea floor spreading).
Ini sebagai bagian kegiatan vulkanik bawah laut. Ciri fisik batuan ini membentuk pola bantal. Berwarna hitam, keras, bertekstur afanitik. Singkapan batuan lava bantal di Kali Muncar berwujud dinding lava hampir tegak. Karena mengalami pengangkatan dan pensesaran yang dicirikan adanya kekar dan cermin sesar sebagai konsekuensi dari aktivitas tektonik yang kuat. Para Pakar Geologi pernah menentukan umur absolut menggunakan metoda radiometrik K/Ar. Batuan ini berumur 81 juta tahun atau terbentuk pada zaman Kapur Akhir. Batuan ini lebih muda dari batuan tertua yang ditemukan di pulau J awa. Yakni, batuan metamorfik batu sekis mika di Kompleks Melange Luk Ulo yang berumur 117 juta tahun atau terbentuk pada zaman Kapur Awal. LOKASI: Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, sekitar 15 km timur kota Yogyakarta
Koordinat lokasi pengamatan
Gambar Posisi Lokasi Pengamatan pada Peta
2. Hasil Pengamatan kedua di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah.
Gambar hasil pengamatan di waduk gajah mungkur. A. Gambaran Umum
Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di bagian Selatan Jawa Tengah, yang menempati daerah perbukitan yang cukup luas, tersusun sebagian besar oleh batugamping, batugamping pasiran dan sebagian lagi oleh produk gunungapi. Perkembangan perkotaan umumnya menempati daerah-daerah lembah atau dataran di kaki perbukitan, seperti terlihat di sekitar waduk Gajah Mungkur mulanya
sebagai
dataran
limpah
banjir
dan
lembah
antar
bukit
(http://www.dgtl.esdm.go.id/). Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7°32' sampai 8°15' dan garis bujur 110°41' sampai 111°18' dengan batas-batas Sebelah Utara : berbatas dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. Sebelah Timur : berbatas dengan Kabupaten
Karanganyar dan Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur). Sebelah Selatan : berbatas dengan Kabupaten Pacitan (Jawa Timur) dan Samudra Indonesia. Sebelah Barat : berbatas
dengan
Daerah
Istimewa
(http://wonogirikab.go.id/).Sebagian
Yogyakarta
Kabupaten
dan
Kabupaten
Wonogiri
termasuk
Klaten lajur
Pegunungan Selatan yang membujur Barat - Timur di sebel ah Selatan dan sebagian lagi di bagian Tengah, selain itu di jumpai dataran rendah yang di kenal dengan Lajur Solo. Di antara pegunungan Selatan dan Lajur Solo yaitu di sekitar Wonogiri, terdapat pegunungan hasil penyesaran bongkah, yakni pegunungan Plopoh dan Pegunungan Kambengan. Berdasarkan peta geologi lembar Surakarta (Surono. dkk,1992), Ponorogo, Sampurno dan Samodra H, 1997), dan Pacitan (Samodra H, dkk, 1992), skala 1 : 100.000, batuan yang bersingkap antara lain endapan sendimen Tersier dan gunungapi, batuan trobosan dan batuan malihan, berumur Kapuir Atas hingga Plistosen; dan endapan aluvial yang di bentuk pada Holosen sampai sekarang (http://www.dgtl.esdm.go.id/). B. Struktur Geologi Kabupaten Wonogiri
Struktur geologi yang dijumpai umumnya sesar (patahan) yang mempunyai arah umum Baratdaya – Timur laut dan sebagian Baratlaut – Tenggara, dan setempat yaitu di sekitar Baturetno dijumpai sayap-sayap antiklin atau sinklin. Secara umum struktur yang terbentuk di Kabupaten Wonogiri secara langsung di pengaruhi oleh tektonik dan sejarah geologi yang terjadi di P. Jawa. Di tepi jalan di sebelah barat Waduk Gajah Mungkur banyak dijumpai singkapan seperti di jembatan kecamatan Purwantoro yang memperlihatkan sedimentasi endapan vulkanik (pyroclastys). Salah satunya singkapan tersebut adalah struktur diapir. Di bawah singkapan tersebut terdapat satu lapisan tuff berbutir kasar yang terendapkan di dasar laut sebagai lapisan lapili. Di atas lapisan lapili ini suatu lapisan debu vulkanik diendapkan dan semua ini tertutup oleh satu lapisan lapili lagi. Berat jenis dari lapisan lapili lebih besar daripada debu vulkanik, sehingga ada situasi yang tidak stabil, sehingga lapisan lapili akan menekan lapisan debu ke bawah. Di samping perbedaan berat jenis masing-masing lapisan, a da satu sifat lain yang berbeda, yaitu sifat plastis. Debu yang basah dengan porositas tinggi
akan berubah bentuk dengan mudah. Keadaan ini terjadi pada lapisan endapan vulkanik tersebut. Lapisan debu akan berubah enjadi cairan kental yang akan mengalir secara plastis. Aliran plastis tersebut dibantu oleh tekanan dari atas. Akhirnya terjadi pembengkakan yang dibentuknya seperti jamur, atau membentuk struktur diapir. Jika aliran plastis itu tertekan terus-menerus, maka lapisan lapili yang ada diatasnya dapat tertembus aliran debu vulkanis. Selain diapir dan penembusan lapisan atas, load casts dapat dilthat juga. Load casts pada ingkapan mi adalah bahan lapili dan lapisan atas yang turun sebagai bola dalam bahan debu, hanya oleh karena perbedaan jenis beratnya. Struktur sedimen mi sering ditemui bila ada lapisan pasir diendapkan di atas lapisan lempung atau lanau yang lembek, dan mudah berubah bentuknya. Fenomena yang menarik pada singkapan mi adalah pembentukan diapir yang tidak hanya dapat terjadi path skala kecil, bahkan juga pada skala besar yang ratusan kilometer. Diapir kecil biasanya muncul pada lapisan lempung, sedangkan diapir besar muncul jika batu garam evaporit terkubur di bawah sedimen biasa. Di. Jawa, struktur diapir atau sejenisnya dapat ditemukan di kaki gunungapi. Gunungapi ml terletak di atas sedimen Tersier yang relatif plastis. Karena gaya berat gunungapi itu sendiri menyebabkan tekanan yang besar pada lapisan sedimen Tersier ters ebut, sehingga terjadi struktur diapir. Di sebelah barat Waduk Wonogiri (Cakaran), di sepanjang jalan raya, banyak batuan vulkanik tersingkap yang berumur Miosen Bawah. Di lokasi Cakaran kita dapat menemui lapili dengan warna terang; warna abu-abu sampai putih. Ini adalah light coloured acid tuffs and ash dan kadang-kadang juga pumiceous ash yang terutama terdiri atas mineral feldspar dan kuarsa. Di Cakaran dan banyak tempat lain, lapili dan debu vulkanik sudah mengeras sampai tuff, sehingga batuan ini dapat digergaji dan dijual untuk bangunan. Tuff ini dihasilkan selama erupsi yang dinamakan “Peleean” yang berbeda dan erupsi biasa, kar ena debu dan lapili, panas maupun dingin, terlempar ke luar dari kawah. Erupsi ‘Peleean’ disertai oleh gas vulkanik yang sangat panas dan turbulent. Dalam literatur peristiwa ini sering disebut nuee ardente atau glowing cloud, yaitu debu dan lapili yang bersinar panas
dalam awan gas yang turbulen dan panas. Awan ini dapat mencapai kecepatan yang mendekati 100 km/jam ketika turun dari kawah ke kaki gunungapi. Suhu yang tinggi dan gerakan gas turbulen menyebabkan vegetasi di lereng gunungapi hancur total dan berubah menjadi arang. Pada tuff di Cakaran s eringkali sisa arang dapat dilihat yang tampak tercampur dalam awan panas dengan debu dan lapili. Campuran ini menunjukkan betapa turbulen awan gasnya. Semacam erupsi hampir selalu terjadi pada gunungapi yang tertutup dengan lava yang sangat kental (viscous lava dome) seperti di Merapi. Di bawah lava yang kental dalam saluran utama ke bawah, tekanan gas akan naik sampal ada letusan besar atau tubuh gunungapi terbongkar, sehingga gas ini keluar. Aktivitas ekonomi yang ada berupa pengambilan batu tuff vulkanik. Batu ini terdiri atas dua bentuk, yaitu untuk bahan bangunan dan untuk batu pagar. Dalam kegiatan pengambilan batu seorang tenaga kerja satu hari mendapat 2 batang batu pilar dengan harga Rp 1000,-/pilar, sedangkan bata bangunan setiap rit sekitar 4 atau 5 meter kubik dengan harga tidak menentu. Usaha pengambilan batu tuff mempunyai tujuan ganda, yaitu pertama untuk diambil batunya, kedua untuk meratakan sebagal persiapan lahan pekarangan atau rencana bangunan. Penggunaan lahan di sebelah kanan jalan menuju Wonogiri berupa areal Waduk Wonogini, dan sebelah kiri jalan sebagái daerah pertanian dengan tanaman padi dan polowijo. Karena topografi kasar dan sumber air yang terbatas, maka produksi pertanian juga rendah. Waduk Wonogiri terletak pada formasi batuan yang cukup stabil yang tersusun oleh breksi dan batu pasir. Fungsi waduk adalah untuk pengendali banjir, pengairan, pembangkit tenaga listrik, dan rekreasi. Tipe bendung pada Waduk Wonogiri adalah tipe urug. Waduk ini kalau ditinjau dan fungsinya sebagai reservoir air kurang tepat karena sedimentasinya sangat cepat. Sedimentasi yang sangat cepat tersebut disebabkan oleh lahan kritis yang sangat luas di daer ah hulunya. Sumber air waduk ini berasal dari 8 anak sungai, yaitu S.Keduang, S.Wiroko, S.Temon, Bengawan
Solo Hulu, S.Alang, S.Ngrancah (S. Ngrowo), dan S.Wuryantoro. Tinggi muka air tertinggi adalah 127 m, muka air terendah 127 m; volume waduk: 750 x 106 m³ luas genangan 8.000 Ha. Waduk Wonogiri merupakan waduk serbaguna yang juga sebagai daerah wisata alam air dengan kegiatan naik perahu dan memancing. Di tengah-tengah waduk ini terdapat jalur rute Panglima Besar Jendral Sudirman waktu melakukan gerilya, yang ditandai dengan tugu-tugü di tengah waduk. Di sebelah utara Kota Wonogiri dijumpai Bengawan Solo yang mengalirkan airya pada suatu lembah yang lebar. Dan lembah ini ke arah selatan-barat gawirgawir sesar (fault-scarps) dan zone selatan dapat dilihat. Lembah Bengawan Solo sudah tennasuk Zone Tengah Pulau Jawa. Dengan jelas tampak balok-balok sesar turun secara gravitasi-tektonik (gravity tectonics) melalui sesar turun dengan bidang yang melengkung (concave fault planes). Semua itu adalah reaksi terhadap pengangkatan Plato Wonosari pada kala Plestosen Tengah, yang berkaitan dengan pengangkatan-berkubah (updoming/uparching) Zone Tengah sebelum kegiatan vulkanik regional mulai. Balok-balok sesar yang turun melalui sesar-sesar sering mengalami rotasi terputar balik (backward rotation along curve slip faults). Dalam lembah ini balok-balok dan zone selatan masih kelihatan sebagai pulau di tengah dataran aluvial. Bukit-bukit ini juga terjadi dari bahan vulkanik berumur Miosen Bawah. Geologinya kelihatan masuk tuff masam (acid tuffs) sampai ignimbrit dengan kristal besar. Tuff kristal ini juga menunjukkan pengendapan dalam keadaan panas. Ada suatu sifat yang menarik, yaitu tuff ini mengandung kalsium karbonat. Tetapi kalsium karbonat harus sekunder, sebab tuff yang masih panas bila jatuh dalam laut tidak akan membentuk kristal. Barangkali sumber kalsium karbonat adalah Formasi Wonosari yang secara stratigrafis terletak di atas tuff-tuff ini. Kalsium karbonat terdapat pula di dalam urat (veins) dan barik-barik (veinlets), mungkin ini sudah membuktikan, bahwa kalsiurn karbonat adalah sekunder. Di daerah ini terdapat suatu sisa intrusi diorit bukit ini diberi nama Gunung Tenong (Tim Fakultas Geografi UGM, 1996 : 96-101).
C. Satuan Geologi Kabupaten Wonogiri
·
Satuan Geologi Lingkungan Dataran
Satuan ini merupakan dataran dengan kemiringan lereng < 5 % pada ketinggian antara 50 - 100 meter dpl, melampar cukup luas di bagian Tengah dan Utara daerah penyelidikan tersusun oleh lahar, lempung, tufa dan endapan aluvium. Satuan dataran ini dapat dipisahkan menjadi Dataran Limpah Banjir, Dataran Lembah gunung, dan Dataran kaki gunung. Dataran Lembah Waduk Gajah Mungkur pengembangan untuk kawan industri perlu penelitian lebih lanjut terutama buangan limbahnya yang akan mengalir ke arah waduk; Dataran Limpah Banjir K. Tirtomoyo ini dapat dikembangkan untuk lahan tegalan, pesawahan, dan setempat pemukiman; Dataran Limpah Banjir Hulu Bengawan Solo dapat dikembangkan untuk lahan tegalan, pesawahan, dan setempat pemukiman; Dataran Giriselo yang cukup luas ini merupakan modal dalam pengembangan wilayah untuk pelbagai peruntukan seperti kawasan pemukiman, pesawahan, dan industri.
·
Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Landai
Satuan ini merupakan daerah perbukitan rendah atau bergelombang rendah (undalating) dengan kemiringan lereng 5 - 10 %, pada ketinggian antara 100 - 600 meter dpl, melampar hampir di sekeliling kaki Baratdaya - Selatan G. Lawu (Komplek G. Silamuk - G. Kukusan), tersusun oleh endapan batuan vulkanik, breksi, tufa, dan batupasir, dan batuan beku. Daerah ini adalah Perbukitan Landai Ngadirejo - Slogohimo - Purwantoro dapat dikembangkan sebagai lahan pemukiman, tegalan, dan pesawahan; Perbukitan Landai G. Tunggul dapat dikembangkan sebagai lahan pemukiman, tegalan, dan pesawahan; Perbukitan Landai G. Pertapan - G. Sindoro dapat dikembangkan sebagai lahan perkebunan, tegalan, dan setempat pemukiman.
·
Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan ini membentuk morfologi perbukitan agak terjal dengan kemiringan lereng 15 - 25 %, tersusun oleh batupasir, batulempung dan sebagian kecil batuan beku, breksi dan lahar. Satuan ini melampar secara setempat yang berbatasan dengan perbukitan landai dan perbukitan terjal, terutama di Purwantoro. Secara umum daerah ini dapat dikembangkan sebagai lahan perkebunan, tanaman keras tahunan, tegalan, dan setempat pemukiman, seperti Perbukitan Agak Terjal Bulukerto. ·
Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan ini membentuk morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan antara 25 40 % pada ketinggian antara 200 – 1.000 meter dpl, tersusun oleh batuan beku, breksi, tufa, dan konglomerat, satuan ini melampar luas di bagian Barat dan Tenggara, dan Utara Timurlaut, Peruntukan lahan sebagai kawasan hutan lindung, hutan, perkebunan tanaman keras cukup cocok mengingat kondisi morfologinya perbukitan terjal, sehingga tumbuhan penutup ini akan berfungsi mengurangi aliran permukaan, selain itu akan meresapkan aliran air permukaan tersebut ke dalam tanah yang pada akhirnya akan tersimpan sebagai cadangan ar tanah atau muncul sebagai mata air di kaki-kaki perbukitan. Daerah tersebut adalah Perbukitan terjal G. Kukusan, Perbukitan terjal G. Gude - G. Badud, Perbukitan terjal G. Kambengan - G. Kukusan - G. Runungan, Perbukitan terjal G. Songterus - G. Rohtawu - G. Kayulawang. ·
Satuan Geologi Lingkungan Berlereng Sangat Terjal
Satuan ini merupakan puncak Komplek G. Silamuk, G. Tejokaton, dan G. Kemukus, membentuk perbukitan berlereng sangat terjal dengan kemiringan > 40 %, melampar pada ketinggian > 1000 meter dpl, tersusun oleh breksi, lahar dan batuan beku jenis andesit & basalt. Produktifitas akuifer kecil setempat berarti, setempat airtanah dalam jumlah terbatas dapat diperoleh pada daerah lembah atau zona lapukan, muka airtanah > 10 meter, air jernih, setempat muncul mataair terutama pada lembah antar bukit debit < 5 liter/detik. Batu belah dari batuan beku, sirtu, dan tras cadangannya cukup berlimpah. Longsoran bahan rombakan dapat
terjadi pada lereng-lereng atau tebing-tebing terjal, terutama pada musim-musim hujan. Peruntukan lahan satuan ini sangat cocok sebagai kawasan hutan lindung mengingat kondisi morfologinya berlereng sangat terjal, sehingga tumbuhan penutup akan berfungsi mengurangi aliran permukaan dan meresapkan aliran tersebut ke dalam tanah yang pada akhirnya akan tersimpan sebagai cadangan airtanah atau nantinya akan muncul sebagai mata air di kaki-kaki perbukitan. ·
Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Karst (Batugamping)
Satuan ini merupakan morfologi yang khas pada batugamping, batugamping pasiran, yang membentuk morfologi berelief kasar, dan kemiringan lereng curam. Batugamping adalah batuan yang mudah larut oleh air sehingga pada morfologi ini akan terbentuk fenomena alam yang khas antara lain gua-gua yang di dalamnya dapat dijumpai stalaktit atau stalakmit, guagua ini merupakan proses dari alur sungai di bawah tanah yang akhirnya muncul sebagai mataair di kaki atau lembah morfologi ini. Morfologi ini melampar cukup luas di bagian Selatan Kabupaten Wonogiri, dan sebagian di bagian Tengah yaitu di Perbukitan karts antara Pracimantoro - Giribelah - Paranggupito, Perbukitan karts Mayaran - Wuryantoro - Eromoko, dan Perbukitan karst Batuwarno.
D. Dampak Struktur Geologi Terhadap Lingkungannya
Longsoran : Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain kemiringan lereng, sifat fisik batuan, kedudukan batuan, kondisi keairan, penggunaan lahan, struktur geologi, kegempaan, dan aktivitas manusia, tdari beberapa faktor tersebut yang sangat berpengaruh adalah kemiringan lereng, sifat fisik batuan, kedudukan batuan dan kondisi ke airan. Tingginya curah hujan akan berpengaruh pula terhadap tingkat kejenuhan batuan/tanah, semakin jenuh maka batuan akan mudah bergerak. Runtuhan batu atau longsoran batu/tanah dalam skala kecil (< 25 meter2) secara
setempat dapat terjadi, terutama di perbukitan dengan kemiringan 25 % - > 40 %, hal ini dapat diamati di ruas jalan yang memotong atau mengupas tebing bukit, misalnya ruas jalan Wonogiri – Wuryantoro, Tirtomoyo – Jatiroto, Batuwarno – Karangtengah. Selama pengamatan di lapangan tidak dijumpai adanya longsoran dalam skala besar, ataupun bekas longsoran.
Nendatan : Nendatan atau emblesan sering dijumpai pada ruas-ruas jalan, karena tanah atau batuan di tempat tersebut tidak kuat menahan beban berat atau daya dukung batuannya rendah. Tanah hasil pelapukan batuan induknya yang bersifat lunak, mudah mengembang jika mengandung air, jika mengalami tekanan karena beban berat akan ambles. Pada ruas jalan dengan kondisi batuan demikian mudah rusak, dengan kenampakan badan jalan ambles. Ruas jalan yang menumpu pada batuan lunak di Kabupaten Wonogiri antara lain jalur jalan antara Wuryantoro – Pracimantoro, Giritontro – Baturetno, Baturetno – Nguntoronadi, Nguntoronadi – Tirtomoyo, jalan tersebut menumpu pada lempung hitam lumpur, lanau dan pasir lepas, atau pada lapukan tuf.
E rosi Sungai : Erosi sungai atau kikisan tebing oleh arus sungai terlihat di sepanjang sungai besar, yang telah mengakibatkan berpindahnya alur sungai, proses perubahan alur sungai merupakan proses alam dalam pencapai keseimbangannya. Bengawan Solo salah satu contoh sungai sedang dalam proses keseimbangannya dengan bentuknya yang sudah dalam tahap dewasa yaitu membentuk meander (berkelok-kelok), dimana satu sisi mengalami erosi di sisi lain terja di pengendapan. Sungai lain yang mengalami proses erosi adalah K. Tirtomoyo, dan K. Keduwan.
Pendangkalan Waduk Gajah Mungkur : Waduk Gajah Mungkur dikelilingi oleh perbukitan dengan anak-anak sungai yang cukup banyak, kondisi perbukitannya umumnya tandus, kering, kurang tutupan vegetasi, hal ini memudahkan terjadinya erosi permukaan. Pelapukan batuan berupa tanah, pasir, lanau, akan mudah terbawa aliran permukaan, dan akhirnya akan masuk ke dalam sungai. Proses selanjutnya material lepas tersebut akan terbawa sungai dan masuk ke dalam waduk, yang akhirnya mengendap di dasar waduk. Material kasar akan terendapkan di pinggir pinggir waduk, sedang yang halus akan terbawa ke tengah. Sungai besar yang
mengalir dan bermuara ke waduk antara lain K. Tirtomoyo, Bengawan Solo, K, Keduwan, K. Wuryantoro, dan K. Dungrahu.
Bahaya Letusan Gunungapi : Gunungapi yang letaknya dekat dengan Kabupaten Wonogiri adalah G. Lawu yaitu di terletak di bagian Timurlaut, salah satu kaki selatannya adalah Komplek G. Silamuk – G. Kukusan, tinggi puncak G. Lawu mencapai 3.265 m di atas muka laut. Dampak negatif adanya letusan gunungapi berasal dari bahaya primer dan bahaya sekunder yang dapat mengancam jiwa manusia, harta benda, dan dapat mengancam keselatan penerbangan. G. Lawu sudah lama tidak memperlihatkan kegiatannya, tetapi bukan berarti sudah tidak ada aktif. Gunungapi Lawu memang tidak memperlihatkan aktivitasnya, namun ternyata ditemukan bukti bahwa fosil manusia purba yang ditemukan di Sangiran di
kaki
Baratlaut
G.
Lawu
(http://www.dgtl.esdm.go.id/).
terkubur
oleh
endapan
batuan
vulkanik