65
64
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang dalam proses menjadi negara maju. Seiring dengan proses kemajuan tersebut, proses pembangunan di segala infrastruktur menjadi hal penting dan tidak ada hentinya. Kemajuan sebuah daerah dapat dilihat dari kelengkapan bangunan-bangunan penting, seperti rumah sakit, hotel, gedung kantor, apartemen, serta bangunan industri yang berkembang pesat. Oleh karena, diperlukan tenaga ahli yang berpotensi dan paham tentang dunia keteknisipilan demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan lebih maju dari segi infrastruktur bangunan.
Kota Pasuruan merupakan salah satu kota industri di Jawa Timur dengan perkembangan dunia industri yang pesat. Proses penyiapan sarana-prasarana menuju Bangil Ibu Kota Kabupaten Pasuruan terus dilakukan agar Bangil menjadi kota yang sejahtera dan maju. Dalam mewujudkan hal tersebut, tentunya harus diiringi dengan pembangunan infrastruktur dengan berbagai fungsi. Oleh karena itu, empat gedung kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah mulai dibangun di Bangil, salah satunya yaitu Gedung Dinas Kantor Kesehatan yang dibangun di sebelah RSUD Bangil.
Pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil dilaksanakan oleh PT. Gunakarya Nusantara – PT.Gorip, KSO yang dimulai pada Mei 2016 dan dijadwalkan selesai pada bulan November 2016. Dalam hal ini kontraktor pelaksana ikut berperan serta dalam perkembangan Kota Bangil sebagai Ibukota Pasuruan. Proyek Pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil terdiri dari stuktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah yaitu pondasi pancang sedangkan struktur atas terdiri dari beton bertulang. Pelaksanaan proyek konstruksi ini menjadi sangat penting demi mewujudkan sebuah gedung yang telah digagas atau direncanakan pemerintah setempat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada kerja praktik yang dilaksanakan pada Proyek Pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil ini diambil tema metode pelaksanaan pada struktur atas yaitu mulai dari pekerjaan pembesian, pemasangan bekisting, pengecoran, pelepasan bekisting, serta proses perawatan beton pada struktur kolom, balok, dan pelat.
Rumusan Masalah
Hal utama yang ingin dikaji melalui pelaksanaan Kerja Praktik ini, yaitu bagaimana proses pelaksanaan pekerjaan kolom, balok, dan pelat pada pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Kecamatan Bangil, Pasuruan.
Tujuan
Adapun tujuan melaksanakan Kerja Praktik ini yaitu untuk mengetahui proses pelaksanaan pekerjaan kolom, balok, dan pelat pada pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Kecamatan Bangil, Pasuruan.
Batasan Masalah
Agar Kerja Praktik ini lebih mudah, perlu adanya batasan – batasan masalah yang tujuannya untuk memfokuskan bagian yang akan dibahas secara terperinci. Adapun batasan-batasan masalah yang tidak termasuk pembahasan dalam kerja praktik adalah sebagai berikut :
Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
Standar mutu proyek (Quality Control)
Manajemen Proyek
Pengawasan Proyek
Manfaat
Kerja praktik memberikan manfaat untuk beberapa pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:
Bagi Mahasiswa
Merupakan sarana bagi mahasiswa untuk dapat mengenal keanekaragaman, pemanfaatan, sekaligus perencanaan pembangunan guna menunjang pelaksanaan tugasnya sebagai pelaksana proyek dan dapat meningkatkan wawasan mahasiswa terhadap kondisi nyata lapangan, dan dapat menambah kemampuan mahasiswa di bidang Teknik Sipil.
Bagi Perguruan Tinggi
Tercipta kerja sama yang baik dengan perusahaan tempat mahasiswa melaksanakan Kerja Praktik mengenai berbagai persoalan yang muncul untuk kemudian di cari solusi bersama yang lebih baik.
Bagi Perusahaan
Dapat menjalin kerja sama antara perusahaan dengan dunia pendidikan terutama dalam menyalurkan tenaga kerja profesional dan perusahaan dapat berbagipengetahuan dengan mahasiswa mengenai perkembangan teori terbaru berkaitan dengan bidang Teknik Sipil.
Bagi Masyarakat
Mahasiswa dapat mengamalkan ilmu yang diperoleh selama Kerja Praktik kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat memperoleh hasil dari Kerja Praktik.
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 2
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan
PT.Gorip Nanda Guna dibangun pada tahun 1989. Dulunya PT ini masih berbentuk CV, namun pada tahun 1995 berkembang menjadi PT. PT Gorip Nanda Guna dalam sejarahnya pernah membangun diantaranya gedung dan juga berfokus pada pembangunan jalan. PT.Gorip Nanda Guna dan PT. Gunakarya Nusantara selama ini telah membangun proyek konstruksi di Indonesia, diantaranya proyek jalan, hotel, dan apartemen dan ikut serta dalam kemajuan dunia konstruksi di Indonesia. PT.Gorip Nanda Guna dalam proyek besarnya yaitu salah satunya adalah pembangunan Jalan Lintas Selatan berstruktur rigid pavement yang menghubungkan daerah Pacitan hingga Banyuwangi.
Kantor pusat PT.Gorip Nanda Guna berada pada Jalan Darmokali 65 Surabaya sedangkang PT.Gunakarya Nusantara berkantor pusat di Jalan Suryalaya XVIII No.15 Buah Batu, Bandung. Kedua PT ini bekerja sama dalam pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil,Pasuruan dengan sistem KSO (Kerja sama Operasi), yaitu perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan asset atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung resiko usaha tersebut. Namun PT. Gorip Nanda Guna lah yang cenderung sebagai pelaksana di lapangan.
2.2 Struktur Organisasi
Dalam sebuah proyek, struktur organisasi sangat penting untuk memudahkan pembagian tugas serta dapat memberikan batasan-batasan dalam pekerjaan proyek dengan tujuan proyek tersebut dapat berjalan dengan lancar.
2.2.1 Pengertian Struktur Organisasi
Mengorganisasi adalah mengatur unsur-unsur sumber daya perusahaan yang terdiri dari dari tenaga kerja, tenaga ahli, material, dana, dan lain-lain dalam suatu gerak langkah yang sinkron untuk mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Untuk itu, supaya proses organisasi dapat berjalan dengan baik, perlu dibuatkan suatu wadah yang disebut struktur organisasi yang menggambarkan hubungan formal dalam suatu organisasi (Ir. Iman Soeharto, 1997).
2.2.2 Bagan Struktur Organisasi
Bagan struktur organisasi PT.Gunakarya Nusantara – PT.Gorip, KSOpada Pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil Pasuruan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini :
Gambar 2.1Bagan Struktur Organisasi
Sumber: Dokumen Kontraktor, 2016
2.3 Tugas dan Wewenang Jabatan Organisasi
Berikut adalah Tugas dan Wewenang masing-masing koordinator yang ada di Struktur Organisasi PT.Gunakarya Nusantara – PT.Gorip, KSO adalah sebagai berikut :
Manajer Proyek (Project Manager)
Project manager adalah perwakilan dari kontraktor yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap jalannya pelaksanaan pekerjaan proyek, sesuai menajemen proyek dan perencanaan proyek secara menyeluruh.Project manager bertugas untuk memimpin jalannya suatu pekerjaan, mengevaluasi hasil dari pekerjaan dan membandingkan dengan pelaksanaan proyek yang kemudian disusun dalam suatu format laporan pekerjaan dari awal hingga akhir pelaksanaan proyek (Torang, 2013). Adapun tugas dan tanggung jawab Project manager adalah sebagai berikut:
Memimpin perencanaan dan pelaksanaan proyek
Melakukan koordinasi mengenai jadwal proyek secara keseluruhan
Memastikan bahwa semua rencana proyek telah selesai
Memenuhi setiap persyaratan kualitas dan waktu sesuai dengan perencanaan bisnis sebelumnya
Melakukan perencanaan dan penjadwalan dalam rangka pencapaian target proyek dengan sukses
Memberikan arahan dan dorongan kepada para anggota tim kerja
Mengembangkan dan menyajikan laporan mengenai proyek kepada klien
Melakukan pemantauan proyek secara terus-menerus
Membuat laporan secara terperinci mengenai kemajuan proyek, jadwal, anggaran, resiko sampai solusi
Melaporkan hasil kinerja mengenai pencapaian proyek
Site Manajer
Site Manajer bertugas untuk menjaga proyek dalam skala waktu dan anggaran proyek, serta mengelola setiap keterlambatan atau masalah yang dihadapi di tempat selama proyek konstruksi berlangsung (Torang,2013). Adapun tugas dan tanggung jawab Site Manajer adalah sebagai berikut :
Menerima dan mempelajari gambar desain dan spesifikasi proyek
Berkoordinasi dengan engineer dalam pembuatan dan pengecekan gambar kerja, pembuatan time schedule, serta metode pelaksanaan pekerjaan proyek.
Mengawasi jalannya pekerjaan dan mengontrol mutu pekerjaan
Menghentikan pelaksanaan pekerjaan bila pekerjaan tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan
mengatur kinerja para pekerja dan subkontraktor agar pekerjaan sesuai dengan jadwal dan mutu yang direncanakan
berkoordinasi dengan engineer dan logistik dalam pengadaan material di lapangan dengan memperhatikan jumlah, spesifikasi teknis, dan jadwal pengiriman material.
Site Engineer
Site Engineer adaalah orang yang memimpin jalannya pekerjaan dilapangan dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan semua sumber daya yang ada untuk dapat memenuhi persyaratan mutu, waktu dan biaya yang telah ditetapkan. Selain itu juga bertanggung jawab atas permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan suatu proyek serta berkewajiban untuk memberikan laporan pekerjaan secara berkala (Torang, 2013). Adapun tugas dan kewajiban site engineer adalah sebagai berikut:
Menjamin semua pelaksanaan detail teknis untuk pekerjaan mayor tidak akan terlambat selama masa mobilisasi untuk masing-masing paket kontrak dalam menentukan lokasi, tingkat serta jumlah dari jenis-jenis pekerjaan yang secara khusus disebutkan dalam dokumen kontrak
Membantu dan memberikan petunjuk kepada tim di lapangan dalam melaksanakan pekerjaan pengawasan teknis segera setelah kontrak fisik ditandatangani, menyiapkan rekomendasi secara terinci atas usulan desain, termasuk data pendukung yang diperlukan, mengendalikan kegiatan-kegiatan kontraktor, termasuk pengendalian pemenuhan waktu pelaksanaan pekerjaan, serta mencari pemecahan-pemecahan atas permasalahan yang timbul baik sehubungan dengan teknis maupun permasalahan kontrak,
Mengendalikan semua personil yang terlibat dalam pekerjaan penyelidikan bahan/material baik di lapangan maupun laboratorium serta menyusun rencana kerjanya
Mengikuti petunjuk–petunjuk dan persyaratan yang telah ditentukan terutama sehubungan dengan:
Inspeksi secara teratur ke paket-paket pekerjaan untuk melakukan monitoring kondisi pekerjaan dan melakukan perbaikan-perbaikan agar pekerjaan dapat direalisasikan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan
Pemahaman terhadap spesifikasi. Metode pelaksanaan untuk setiap jenis pekerjaan yang disesuaikan dengan kondisi dilapangan
Metode pengukuran volume pekerjaan yang benar sesuai dengan pasal-pasal dalam Dokumen Kontrak tentang cara pengukuran dan pembayaran
Melakukan pemantauan dengan ketat atas prestasi kontraktor segera melaporkan kepada pejabat pelaksana teknis kegiatan apabila kemajuan pekerjaan ternyata mengalami keterlambatan lebih dari 15% dari rencana, serta membuat saran-saran penanggulangan dan perbaikan
Melakukan pengecekan secara cermat semua pengukuran pekerjaan dan secara khusus harus ikut serta dalam proses pengukuran akhir pekerjaan
Menyusun laporan bulanan tentang progress fisik dan keuangan serta menyerahkan kepada pejabat pelaksana teknis kegiatan
Mengecek dan menandatangani dokumen-dokumen tentang pengendalian mutu dan volume pekerjaan
Memeriksa gambar kerja (shop drawing) yang diajukan oleh kontraktor dan disetujui oleh Direksi Teknik
Memeriksa gambar hasil terlaksana (as built drawing) yang diajukan oleh kontraktor dan disetujui oleh Direksi Teknik. Gambar tersebut harus dibuat secara bertahap setiap pekerjaan selesai dikerjakan.
Pengendalian Mutu (Quality Control)
Kualitas bangunan yang baik merupakan harapan pemilik proyek yang diamanatkan kepada kontraktor, oleh karena itu diperlukan seorang staf quality control untuk memastika setiap item pekerjaan di proyek mampu diproduksi dengan kualitas maksimal sesuai dengan standar perusahaan akan kualitas produk bangunan(Torang, 2013). Adapun tugas dan tanggung jawab Quality Control adalah sebagai berikut :
Membuat permintaan untuk pemeriksaan atau pengetesan barang untuk intern kontraktor maupun bersama dengan konsultan pengawas atau owner untuk memastikan material yang akan digunakan sudah sesuai dengan criteria yang diinginkan pemilik proyek bangunan.
Membuat surat teguran atau menegur secara langsung kepada pelaksana, sub kontraktor atau mandor apabila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan atau pemngadaan material yang mempengaruhi mutu hasil pekerjaan dilapangan.
Melakukan pengecekan terhadap material yang akan didatangkankan maupun yang sudah tiba di lokasi proyek untuk memberikan status kepada bahan bangunan tersebut apakah ditolak atau diterima setelah melihat kualitas bahan.
Mengikuti jalannya pelaksanaan pembangunan sehingga setiap penyimpangan dalam pelaksanaan yang dapat mengurangi mutu pekerjaan dapat dicegah, hal ini lebih baik jika dibanding perlakuan pengecekan pekerjaan pada hasil akhir saja sehingga apabila terjadi mutu yang kurang baik harus dilakukan bingkar pasang yang dapat menyebabkan biaya tambahan.
Melakukan pengecekan apakah pelaksanaan pekerjaan dilapangan sudah sesuai dengan gambar pelaksanaan atau shop drawing.
Meminta contoh material atau brosur yang berisi spesifikasi material bahan kepada supplier sebelum melakukan pembelian sehingga material terpilih sesuai dengan standar kualitas yang dalam kontrak kerja.
Membuat laporan dan data-data yang dibutuhkan perusahaan yang berhubungan dengan pekerjaan quality control pada proyek bangunan.
Logistik (Logistic)
Yaitu orang yang bertugas sebagai pengadaan barang dan pengawasan material vahan bangunan, termasuk di dalamnya adalah membuat jadwal pengadaan dan pemakaian bahan dan peralatan proyek (Torang, 2013). Adapun tugas seorang staf logistik proyek adalah :
Mempelajari spesifikasi material dan jadwal penggunaan material
Membuat jadwal pengadaan material, berdasarkan jadwal penggunaannya
Melakukan pengadaan material sesuai jadwal.
Surveyor
Surveyor adalah orang yang mengadakan pengukuran di lapangan dengan menggunakan alat theodolit maupun waterpass untuk menentukan as-as bangunan proyek yang akan dikerjakan. (Torang, 2013)
Uraian tugas surveyor adalah :
Menentukan titik-titik batas araea proyek, ini diperlukan untuk pembuatan alur pagar proyek dan penentuan koordinat gedung.
Membaca gambar dengan melihat bentuk dan ukuran bangunan untuk diaplikasikan dilapangan.
Menentukan elevasi kedalaman galian pondasi dan lantai basement, kesalahan dalam penentuan elevasi ini dapat menyebabkan pemborosan pekerjaan urugan dan galian tanah.
Menentukan as bangunan untuk mencari lokasi titik tiang pancang dan pile cap.
Memantau kedataran cor beton pada pekerjaan lantai basement atau plat lantai diatasnya.
Marking atau menentukan as kolom gedung, pada pekerjaan ini menggunakan istilah pinjaman as 1 m untuk mengecek apakah pembesian dan bekisting kolom sudah terletak pada posisi yang benar.
Pengecekan ketegakan kolom dengan menggunakan waterpass atau benang ukur yang diberi bandul.
Menghitung ketinggian elevasi cor kolom beton agar pas untuk menaruh balok dan plat lantai, kesalahan dalam pekerjaan ini dapat menyebabkan adanya bobok beton atau cor ulang untuk menambah ketinggia kolom.
Pengecekan kedataran elevasi balok lantai agar sesuai dengan gambar rencana.
Marking perletakan stek besi tulangan struktur diatasnya.
Marking perletakan void dan lobang lift gedung agar berada tepat pada posisi rencana.
Membuat as elevasi bangunan tiap lantai, dibuat dengan cara membuat garis pinjaman dengan ketinggian 1 m dari lantai gedung.
Membuat dan Mengukur penurunan gedung setiap hari atau seminggu sekali untuk mengetahui apakah posisi gedung yang sudah dibangun berada pada kondisi aman.
Marking posisi pekerjaan arsitektur seperti pemasangan dinding batu bata, pemasangan kepalaan keramik, penentuan posisi titik lampu, penentuan posisi sanitair toilet dll.
Supervisor
Pelaksana mempunyai wewenang dan tanggung jawab mengenai masalah-masalah teknis di lapangan serta mengkoordinasi pekerjaan-pekerjaan yang menjadi bagiannya (Torang, 2013). Adapun tugas dan kewajibannya, antara lain:
Menyimpan dan membaca gambar kerja dengan baik
Melaksanakan pekerjaan dengan konsisten sesuai dengan rencana mutu proyek (instruksi kerja), speksifikasi teknis dari pelanggan, dan gambar kerja yang diterimanya dengan mengarahkan tukang/sub kontraktor dan pekerjanya hingga didapat pekerjaan yang bermutu, tepat waktu, dan biaya yang seefisien mungkin
Mengkoordinasikan ke setiapdan mandor
Tugas dan tanggung jawab kepala pelaksana (General Super Intendent) menyelenggarakan pencatatan-pencatatan atas tindakan yang telah dikerjakan baik qualitatif maupun quantitatif untuk dapat membuat laporan mingguan mengenai:
Pemakaian bahan, mesin-mesin/alat-alat dalam pekerjaan yang sedang dilaksanakan
Penggunaan persekot karya yang dipercayakan kepadanya
Ihktisar upah dan hari perkerjaan
Kemajuan pekerjaan yang sedang dilaksanakan
Mengumpulkan bukti-bukti penerimaan/pengeluaran tertulis akibat bahan/material, alat, dan keperluan lainnya kepada kepala proyek sehingga pertanggungjawaban akan terlihat di dalam cash flow perusahaan.
Drafter
Drafter adalah orang yang bertugas membuat gambar yang diperlukan oleh proyek (Torang, 2013). Tugas seorang Drafter yakni sebagai berikut:
Menerjemahkan informasi teknis yang ada ke dalam shop drawing
Membuat gambar as-built drawing setelah suatu pekerjaan selesai dilakukan
Berkoordinasi dengan seluruh pelaksana untuk menyiapkan gambar-gambar kerja yang dibutuhkan
Membuat update gambar-gambar yang ada bila terjadi perubahan rencana ataupun pelaksanaan.
Safety, Health And Environment Plan (SHE)
Safety, Health And Environment Plan (SHE) adalah orang yang menjamin agar dalam pelaksanaan proyek tidak terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, menjamin produktifitas tidak terganggu, menuju kondisi nol kecelakaan (zero accident). Adapun tugas dari seorang SHE yaitu:
Mempelajari dan memahami prosedur kerja yang disiapkan oleh bagian operasional serta memperkirakan kemungkinan-kemungkinan bahaya yang dapat terjadi
Membuat laporan yang berisi analisis potensi bahaya dan upaya preventif yang akan dilakukan guna meminimalkan potensi kecelakaan kerja
Melakukan survey harian untuk memastikan keamanan kegiatan proyek
Menyiapkan rambu-rambu, pagar pengaman, tanda batas proyek, serta perangkat-perangkat lain yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan
Menyediakan perlengkapan safety bagi pekerja-pekerja lapangan
Memberikan bantuan P3K apabila terjadi kecelakaan
Apabila terjadi kecelakaan, membawa korban ke rumah sakit yang ditunjuk bila diperlukan
Melakukan analisis terhadap kecelakaan yang terjadi dan melakukan penanganan atau tindakan preventif agar kejadian serupa tidak terulang kembali (Torang,2013).
2.3 Data Pembimbing Lapangan
Nama Lengkap : Dwi Darmawan.,ST
Tempat/tanggal lahir : Malang, 03 Oktober 1968
Jabatan : Site Manajer
No HP : 085259449985
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 3
HASIL KERJA PRAKTIK
Waktu dan Tempat Kegiatan
Tempat Kegiatan
Kerja praktik dilaksanakan pada pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil, Pasuruan yang berlokasi di Jl.Raya Raci, Bangil, Masangan, Pasuruan tepat di belakang Gedung DPR Bangil dan RSUD Bangil. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini :
Gambar 3.1 Peta Lokasi Proyek
Sumber : Google Earth
Waktu Pelaksanaan
Kerja Praktik dalam proyek pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil, Pasuruan dilaksanakan mulai tanggal 25 Juli 2016 sampai dengan tanggal 10 September 2016. Selama pelaksanakan kerja praktik mahasiswa diharuskan sudah berada di lokasi kerja praktek serta mengikuti aturan yang telah diterapkan dilapangan oleh perusahaan yakni PT. Gunakarya Nusantara – PT. Gorip Nanda Guna, KSO. Waktu pelaksanaan kerja praktek yang dimulai pada hari Senin sampai hari Sabtu dengan waktu pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB yang bertempat di proyek pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil, Pasuruan.
Jadwal Kegiatan
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Kerja Praktik
Nama Kegiatan
Juli
Minggu ke-
Agustus
Minggu ke-
September
Minggu ke-
Oktober
Minggu ke-
November Minggu ke-
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Survey Lapangan
Pelaksanaan Kerja Praktik
Pengambilan Data Lapangan
Menyusun Laporan
Bimbingan Laporan KP
Sidang Laporan KP
Revisi Laporan KP
Sumber : Hasil Pengolahan 2016
Data Proyek
Nama : Gedung Kantor Dinas Kesehatan
Bangil, Pasuruan
Lokasi : Jl. Raya Raci, Bangil, Masangan,
Pasuruan
Pemilik : Dinas Kesehatan Bangil, Pasuruan
Pelaksana : PT Gunakarya Nusantara –PT.
Gorip Nanda Guna, KSO
Konsultan Perencana : CV. Matra Cipta
Konsultan Pengawas : CV. Multi Habitat Engineeering
Nilai Kontrak : Rp. 18.792.567.200,00
Waktu Pelaksanaan : 25Juli 2016 – 10 September 2016
Hasil Kerja Praktik
Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom merupakan suatu struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup, beban mati, serta beban angin.
Syarat ukuran kolom yang baik adalah sebagai berikut :
Tegak atau tidak miring, karena dapat menyebabkan gedung miring, retak, atau bahkan runtuh.
Berada pada titik rencana, tidak bergeser, maupun meleset.
Ketinggian kolom sesuai elevasi rencana.
Marking Kolom
Marking merupakan titik-titik atau garis yang digunakan sebagai acuan letak as kolom maupun bekisting. Marking dibuat berdasarkan titik acuan yang telah ditentukan oleh surveyor sebelumnya. Marking dilakukan oleh tim surveyor dengan cara sebagai berikut :
Menyiapkan semua peralatan ke lokasi kolom yang akan diukur
Membaca gambar shopdrawing untuk melihat posisi kolom, bentuk, dan ukurannya
Memasang theoodolit tepat di atas garis pinjaman tegak lurus dengan lantai di bawahnya, menyetel alat sehingga benar-benar tegak, datar, dan siku dari garis pinjaman bangunan.
Membidik theodolit pada area kolom yang akan diukur, surveyor lainnya memegang spidol untuk diarahkan ke posisi titik yang pas sesuai hasil bidikan theodolit sehingga ditemukan dua titik rencana as grid.
Menyipat dua titik as grid dengan alat sipatan sehingga membentuk garis pada lantai beton seperti Gambar 3.2(a).
Mengukur posisi kolom berdasarkan as grid, jika as grid satu meter maka posisi as kolom adalah sejauh satu meter dari as grid.
Setelah penentuan titik kolom selesai maka bisa dilanjutkan dengan pemasangan besi tulangan dan bekisting. Lalu surveyor kembali melakukan pengecekan jarak bekisting dari as grid apakah telah sesuai atau belum
Setelah bekisting kolom berada pada posisi yang pas dan benar-benar tegak maka bisa dilakukan pengecoran.
Gambar 3.2 (a) Proses Marking Kolom
Gambar 3.2 (b) Hasil Marking Kolom
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Penulangan Kolom
Pada suatu konstruksi bangunan, kolom berfungsi sebagai pendukung beban-beban dari balok dan pelat untuk diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi. Beban balok dan pelat ini merupakan beban aksial tekan serta momen lentur (akibat kontinuitas konstruksi). Oleh karena itu dapat didefinisikan kolom ialah suatu struktur yang mendukung beban aksial dengan/tanpa momen lentur (Asroni, 2010).
Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua struktur ini memungkinkan kolom bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik, sehingga disebut sebagai beton bertulang. Fungsi utama beton adalah untuk menahan gaya tekan dan menutup besi tulangan agar tidak berkarat, sedangkan fungsi besi tulangan adalah untuk menahan gaya tarik serta mencegah retak beton agar tidak melebar.
Ada dua jenis tulangan yang dipakai dalam proyek, yaitu:
Tulangan Ulir (Deformed Bar)
Tulangan ulir adalah tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya memiliki sirip atau ulir. Tulangan ulir menggunakan simbol D untuk menyatakan diameter tulangan ulir. Berdasarkan ketentuan SNI T-15-1991-03 pasal 3.5, baja tulangan ulir lebih diutamakan pemakaiannya untuk batang tulangan. Salah satu tujuan dari ketentuan ini adalah agar struktur beton bertulang tersebut memiliki keandalan terhadap gempa dan akan terdapat lekatan yang lebih baik antara beton dengan tulangannya. Syarat yang harus dipenuhi untuk tulangan ulir menurut SNI T-15-1991-03 diantaranya sebagai berikut:
Mutu dan cara uji harus sesuai dengan SII-0136-86 atau ekivalen JLS. G 3112
Baja tulangan ulir mempunyai kuat leleh lebih besar dari 400 KN/cm2 boleh dipakai asalkan fy adalah tegangan yang memberikan regangan 0,30%.
Tulangan Polos (Plain Bar)
Tulangan polos adalah tulangan berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak bersirip. Tulangan polos memiliki kuat leleh 240 KN/m2. ini tersedia dalam beberapa macam diameter namun karena ketentuan SNI T-15-1991-03 hanya memperkenankan pemakaiannya untuk sengkang dan tulangan spiral.
Dalam proyek ini, tulangan utama yang digunakan merupakan baja tulangan ulir (deformed bar) D25 dan D19 yang sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 5.5.1 bahwa tulangan yang digunakan haruslah tulangan ulir atau BJTD, sementara tulangan polos digunakan sebagai tulangan spiral (tulangan geser) atau sengkang untuk menahan gaya geser. Tulangan utama menggunakan tulangan ulir dimaksudkan agar struktur beton bertulang memiliki keandalan terhadap gempa, dikarenakan akan terdapat ikatan yang baik antara beton dan tulangannya, sehingga struktur bangunan juga akan lebih kuat. Berdasarkan Spesifikasi Teknis, detail dan pemasangan pembesian harus sesuai dengan gambar rencana dan standar yang belaku.
Terdapat dua jenis kolom pada proyek konstruksi ini, yaitu Kolom 1 yang berdimensi 400/400 dan Kolom 2 berdimensi 400/600. Berdasarkan Spesifikasi Teknis, detail dan pemasangan pembesian harus sesuai dengan gambar rencana dan standar yang belaku. Detail tulangan yang digunakan dalam proyek konstruksi ini dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Detail Penulangan Kolom
Sumber: Data Kerja Praktik, 2016
Besi yang digunakan adalah besi SNI dengan panjang setiap lonjornya adalah 12 meter. Untuk itu lonjoran besi tersebut harus dipotong serta dibengkokkan agar sesuai dengan besi yang diinginkan untuk diaplikasikan ke lapangan. Pembesian kolom berfungsi untuk menahan gaya tarik yang terjadi pada beton. Adapun proses pekerjaan pembesian/penulangan kolom dalam proyek ini adalah sebagai berikut :
Sebelum tulangan dipasang dilakukan pemotongan dan pembengkokkan tulangan. Proses pemotongan besi menggunakan alat Bar Cutter yang dapat dilihat pada Gambar 3.3, sedangkan pembengkokkan besi menggunakan alat Bar Bender seperti pada Gambar 3.4.
Gambar 3.3 Bar Cutter
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Gambar 3.4 Bar Bender
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Sesuai dengan PBI 1971 dan SNI 03-2847-2002 pasal 9.3 tentang cara pembengkokkan tulangan, dimana tulangan yang dibengkokkan harus dalam keadaan dingin. Batang tulangan harus sudah ditekuk sebelum dipasang dalam cetakan dan apabila sebagian tulangan telah tertanam pada beton maka pembengkokkan tidak diperbolehkan kecuali diizinkan pengawas.
Selanjutnya adalah perakitan tulangan utama dengan sengkang sesuai dengan shopdrawing desain tulangan yang telah dibuat. Setiap pertemuan antara tulangan utama dengan sengkang diikat dengan menggunakan kawat bendrat. Dalam perencanaan dan pelaksanaannya di lapangan, sengkang kolom berjarak 150 mm sampai dengan 200 mm.
Pada proyek ini, untuk kolom 400/600 menggunakan tulangan utama 18D25 yaitu menggunakan tulangan ulir diameter 25 mm dan berjumlah 18 buah. Sedangkan untuk sengkang menggunakan besi polos ɸ12-150 yaitu besi polos diameter 12 mm dengan jarak antar sengkang sebesar 150 mm. Jumlah sengkang yang dibutuhkan pada kolom dihitung berdasarkan tinggi kolom dan spasi antar sengkang.
Untuk kolom ukuran 400/600 dengan tinggi kolom 4 meter maka perhitungannya sebagai berikut :
Tumpuan :
Daerah tumpuan pada balok terdapat pada ¼ bentang untuk kolom daerah atas dan bawah.
Panjang tumpuan = ¼ x panjang bentang
=¼ x 4 m = 1 m (1000 mm)
Tulangan sengkang : ɸ12-100,
Maka jumlah sengkang =Panjang bentangjarak antar sengkang
= 1000100=10 sengkang
Jadi, di tumpuan atas dan bawah masing-masing membutuhkan 10 sengkang.
Lapangan :
Daerah lapangan adalah daerah yang terletak di tengah bentang. Daerah lapangan tidak menahan gaya geser yang banyak dan menahan momen lentur, sehingga jarak sengkang tidak rapat.
Panjang tumpuan = ½ x panjang bentang
= ½ x 4 m = 2 m (2000 mm)
Tulangan sengkang : ɸ12-150,
Maka jumlah sengkang =Panjang bentangjarak antar sengkang = 2000150=13 sengkang
Sehingga pada daerah lapangan sengkang yang digunakan sebanyak 13 sengkang.
Perakitan tulangan kolom pada proyek ini dilakukan di lapangan secara langsung, pekerja merakit tulangan di lapangan sesuai dengan gambar shopdrawing yang telah disetujui seperti terlihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Proses Penulangan Kolom
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Setelah besi tulangan terpasang pada posisinya dan cukup kaku, selanjutnya dipasang beton decking. Beton decking adalah beton atau spesi yang dibentuk sesuai dengan selimut beton yang telah direncanakan. Pada proyek ini menggunakan beton decking berbentuk silinder berdiameter 10 cm dengan tebal 30 mm. Dalam SNI 03-2847-2002, tebal selimut beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca pada balok dan kolom tebal minimumnya adalah tidak kurang dari 15 mm dan tidak lebih dari 40 mm.
Gambar 3.6 Pemasangan Beton Decking
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Tebal beton decking pada kolom pada proyek ini adalah 30 mm sehingga telah sesuai dengan peraturan SNI 03-2847-2002 dan dipasang pada setiap sisi kolom dengan jarak satu meter vertikal ke atas.
Pemasangan Bekisting
Setelah penulangan kolom selesai, tahap selanjutnya adalah pemasangan bekisting. Bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan untuk menahan beton selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Dikarenakan berfungsi sebagai cetakan sementara, bekisting akan dilepas atau dibongkar apabila beton yang dituang telah mencapai kekuatan yang cukup (Stephen, 1985).
Menurut Ervianto (2006), persyaratan umum yang harus dipenuhi bagi cetakan beton antara lain:
Mempunyai volume stabil sehingga dapat menghasilkan dimensi beton yang akurat
Dapat digunakan berulang kali
Mudah dibongkar pasang dan dipindahkan
Rapat air, sehingga tidak memungkinkan air agregat akan keluar dari cetakan
Mempunyai daya lekat rendah dengan beton sehingga mudah dipindahkan.
Jenis bekisting yang dipakai dalam proyek ini adalah bekisting konvensional yaitu bekisting yang menggunakan papan/kayu. Menurut Rancangan Kerja dan Syarat-syarat pada proyek ini, cetakan dengan jenis papan harus terdiri dari papan-papan yang kering oven dengan tebal minimal 2.5 cm. Semua papan harus bebas dari mata kayu yang besar, takikan, goncangan kuat, lubang-lubang dan perlemahan-perlemahan lain yang serupa. Dalam pelaksanaannya kayu akan dipasang dan dibongkar pada bagian struktur yang akan dikerjakan. Pembongkaran bekisting dilakukan dengan melepas bagian bekisting satu per satu setelah beton mencapai kekuatan yang cukup. Bekisting yang digunakan adalah berasal dari jenis kayu meranti dengan ketebalan 2.5 cm.
Tahap-tahap pemasangan bekisting adalah sebagai berikut :
Persiapan bahan bekisting diantaranya papan bekisting, sabuk bekisting, besi holo, paku, palu, dan scaffolding yang dilakukan oleh 3 orang pekerja
Pembersihan bekisting sebelum dipasang. Adanya kotoran pada bekisting akan menimbulkan hasil cor tidak rapi bahkan retak
Pemberian pelumas atau mould oil pada bekisting agar pada saat pengecoran beton tidak menempel pada bekisting sehingga hasil cor rapi
Pemasangan sepatu kolom pada dasar kolom atau lantai dengan cara dipaku
Pemasangan papan bekisting oleh 3 orang pekerja. Pemasangan bekisting harus sesuai dengan marking yang telah dibuat sebelumnya oleh surveyor. Pemasangan papan bekisting dapat dilihat pada Gambar 3.7 (a).
Pemasangan besi holo di belakang papan bekisting. Pemakaian besi holo pada sisi papan bekisting dilakukan untuk membantu papan bekisting berdiri tegak. Besi holo yang dipasang pada papan bekisting vertikal dengan papan dan tidak boleh miring
Pemasangan sabuk bekisting untuk mengunci papan bekisting seperti Gambar 3.7(b).
Pemasangan support yang berupa besi yang berguna untuk menegakkan dan memperkuat bekisting. Support dipasang di sisi-sisi bekisting yang sudah berdiri agar bekisting berdiri tegak dan saat pengecoran bekisting tidak roboh
Pengecekan ketegakan bekisting dengan alat unting-unting atau benang. Unting-unting ditempatkan pada kedua sisi bekisting.
Gambar 3.7 (a) Pemasangan bekisting
Gambar 3.7 (b) Pemasangan sabuk bekisting
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Pengecoran Kolom
Pengecoran adalah proses penuangan beton segar ke dalam cetakan suatu elemen struktur yang sebelumnya telah dipasang besi tulangan, beton decking, dan bekisting. Pada saat pengecoran sebelumnya harus disiapkan beton ready mix dahulu. Beton yang akan digunakan dalam proses pengecoran ini dihasilkan oleh Batching Plant yang berada di dalam area proyek.
Sebelumnya pihak lapangan (mandor dan pelaksana lapangan) melaporkan kepada kontraktor bahwa kolom siap dicor. Pihak kontraktor menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan untuk pengecoran kolom.
Menghitung kebutuhan beton yaitu dengan rumus volume sebagai berikut :
V = p x l x t
Dimana: V = Volume beton tiap kolom (m3)
p = Panjang kolom (m)
l = Lebar Kolom (m)
t = tinggi kolom (m)
Untuk menghitung volume satu kolom berukuran 400/600 adalah sebagai berikut:
V = p x l x t
V = 0.4 x 0.6 x 3.95
V = 0.948 m3
Untuk setiap kolom membutuhkan beton sebanyak 0.948 m3. Jika jumlah kolom yang akan dicor sebanyak 5 kolom, maka
Kebutuhan beton = 0.948 m3 x 5
= 4.74 m3
Setelah kontraktor membuat perhitungan volume beton yang dibutuhkan, pihak kontraktor membuat request atau permohonan izin kepada konsultan pengawas untuk melakukan pengecoran. Setelah konsultan mengizinkan, maka kontraktor meminta pihak ready mix untuk membuat beton sesuai rencana yang diinginkan. Pada pekerjaan kolom, beton bermutu K225 atau beon akan mencapai kuat tekan 225 kg/cm2 pada umur 28 hari. Selanjutnya, pihak ready mix PT.Gorip Nanda Guna yang berada di lokasi proyek konstruksi segera membuat job mixed untuk persiapan pengecoran sesuai dengan kekuatan dan banyak beton yang diinginkan. Job Mixed Formula untuk pengecoran kolom mutu K225 dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Pembuatan beton ready mix dilakukan di tempat atau di batching plant yang berada di lokasi proyek konstruksi. Hal ini dikarenakan kontraktor mempunyai alat batching plant sendiri sehingga apabila pembuatan beton ready mix dilakukan oleh pihak kontraktor sendiri maka dapat menekan biaya produksi. Selain itu, PT.Gorip Nanda Guna juga memiliki proyek di daerah Gempol, berjarak 5 km dari lokasi batching plant, sehingga batching plant tersebut dapat memasok beton untuk dua lokasi proyek sekaligus.
Setelah perhitungan job mixed beton selesai, job mixed tersebut akan diberikan kepada operator batching plant untuk diaplikasikan ke pembuatan beton ready mix dan pengecoran. Batching plant pada proyek konstruksi ini memiliki 2 buah cement silo, 4 storage bin, dan dapat menghasilkan beton sebanyak 70-80m3 per jam.
Tahap pembuatan beton ready mix terdiri dari persiapan bahan baku diantaranya agregat kasar dan halus, persiapan alat-alat berat yang digunakan seperti batching plant, concrete mixer truck, dan concrete pump, dan tahap produksi beton ready mix pada batching plant. Setelah produksi beton ready mix selesai maka pengecoran dapat dilaksanakan.
Tabel 3.3 Job Mix Formula Kolom Mutu K225
Sumber: Data Kerja Praktik, 2016
Tahap Pembuatan beton di batching plant dimulai dari tahap persiapan bahan baku, tahap produksi beton ready mix, dan tahap pengecoran sebagai berikut :
Tahap Persiapan Bahan Baku:
Bahan baku pembuatan beton adalah sebagai berikut :
Agregat Kasar
Menurut PBI 1971, agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan agregat kasar adalah agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm. Syarat-syarat agregat kasar untuk beton adalah sebagai berikut :
Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih yang hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan
Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan dari berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.
Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali.
Dalam hal pengecoran kolom K225 ini agregat yang digunakan adalah agregat campuran ukuran 10-20 mm dan ukuran 20-30 mm. Agregat tersebut diperoleh dari daerah Banyubiru.
Agregat halus
Menurut PBI 1971, agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai desintegrasi dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu. Agregat halus yang digunakan pada pembuatan beton pada proyek ini yaitu pasir dari Lumajang. Agregat halus harus memenuhi syarat-syarat berikut ini :
Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan dari berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat kasar harus dicuci.
Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder (dengan larutan NaOH). hingga bersih dengan air, pada umur yang sama.
Semen
Semen berasal dari tambang batu kapur yang telah mengalami serangkaian proses dan menjadi semen. Semen yang digunakan dalam pembuatan beton dalam proyek ini adalah Semen Gresik Curah. Semen curah ditiupkan ke dalam Cement Silo yaitu tempat penyimpanan semen yang menjaga keadaan semen agar tetap baik. Ada dua Cement Silo pada batching plant, masing-masing silo dapat memuat 50 ton semen. Sehingga kedua cement silo dapat memuat atau menyimpan semen curah sebanyak 100 ton.
Gambar 3.8 Peniupan Semen ke Cement Silo
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Bahan Tambah
Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan dan betonnya (Spesifikasi Bahan Tambahan Untuk Beton SNI S-18-1990-3).
Bahan tambah atau zat aditif yang ditambahkan pada beton bernama Normet yaitu jenis cairan yang dapat mempercepat pengerasan beton (accelerating admixture). Penggunaan bahan tambah untuk beton dalam proyek ini dikarenakan jarak proyek dengan batching plant sangat dekat, untuk itu proses pengerasan beton dipercepat agar beton cepat mengeras sehingga mempercepat pekerjaan selanjutnya.
PBI 1971 menyebutkan bahwa adukan beton pada umumnya sudah harus dicor pada waktu 1 jam setelah pengadukan dengan air dimulai. Pada umumnya beton akan mengeras setelah 4-5 jam setelah pengecoran, dengan adanya tambahan zat aditif (accelerating admixture), beton akan mengeras 2-3 jam.
Air
Merupakan komponen yang dipakai untuk menghasilkan beton cor dengan fungsi sebagai pelarut semua material. Menurut PBI 1971, air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam, bahan-bahan organis, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak beton dan atau baja tulangan. Dalam hal ini dipakai air bersih yang dapat diminum.
Tahap Produksi Beton
Dalam pembuatan beton ready mix maka perlu dipersiapkan alat-alat sebagai berikut :
Batching Plant
Batching plant adalah sebuah lokasi yang di dalamnya terdapat alat-alat yang dipakai untuk mencampur atau membuat adukan beton ready mix dalam skala yang besar. Batching plant berlokasi di dalam proyek sehingga memudahkan dan mempercepat proses pengecoran.
Batching plant beroperasi saat pengecoran akan dilakukan. Apabila bagian struktur sudah siap dicor, pihak kontraktor akan membuat permohonan pengecoran kepada pengawas. Setelah pengawas menyetujui, kontraktor memberikan intruksi kepada pihak ready mix untuk membuat beton sesuai mutu dan volume yang dibutuhkan. Untuk itu pihak ready mix selalu mempersiapkan agregat yang akan dipakai setiap harinya (pengecekan mutu dan pasokan agregat) sehingga apabila pengecoran akan dilakukan, pihak ready mix siap membuat beton dengan segera sesuai mutu dan volume yang dibutuhkan. Hal tersebut dapat mempercepat proses pengecoran sehingga pekerjaan konstruksi akan cepat selesai. Bagian-bagian batching plant adalah sebagai berikut:
Gambar 3.9 Batching Plant
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Cement Silo
Yaitu sebuah tempat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan semen dan menjaga semen agar tetap baik. Terdapat dua buah cement silo yang masing-masing dapat memuat semen sebanyak 50 ton.
Belt Conveyer
Berfungsi untuk menarik atau memindahkan material atau bahan pembuat beton (agregat halus dan agregat kasar) ke atas dari bin ke storage bin. Panjang belt conveyer pada batching plant ini yaitu 19 meter.
Bin
Berfungsi sebagai tempat material yang berasal dari penumpukan bahan di base camp yang dipindahkan ke storage bin dengan bantuan wheel loader.
Storage Bin
Digunakan untuk pemisah fraksi agregat. Storage bin dibagi 4 fraksi yaitu agregat butir kasar (split), butir menengah (screen), butir halus (pasir), dan fly ash. Masing-masing storage bin dapat memuat agregat sebanyak 5 ton.
Timbangan
Timbangan pada batching plant dibagi menjadi 3, yaitu timbangan untuk air, semen, dan agregat.
Tempat penampungan air
Berfungsi sebagai supply kebutuhan air pada ready mix.]
Mixer Truck
Yaitu kendaraan yang digunakan untuk mengaduk campuran beton dan mengangkut adukan beton ready mix tersebut dari tempat pencampuran beton menuju tempat pengecoran. setiap mixer truck berkapasitas 7 m3 beton dan dapat berputar sebanyak 7-8 kali dalam setiap menit agar beton tercampur rata, tetap homogen, dan tidak mengeras.
Terdapat 6 mixer truck yang semuanya berada di lokasi proyek. Mixer truck beroperasi saat pengecoran dilakukan. Mixer truck akan bergantian dalam mengangkut beton dari batching plant menuju lokasi pengecoran dikarenakan setiap mixer truck hanya berkapasitas 7 m3. Mixer truck mengangkut beton ready mix yang telah dibuat di batching plant untuk dibawa ke lokasi pengecoran. Pada saat pengecoran dilakukan, mixer truck dibantu oleh concrete pump truck yang akan menyalurkan beton menuju tempat pengecoran dikarenakan mixer truck tidak dapat menjangkau lokasi struktur yang akan dicor tersebut.
Gambar 3.10 Mixer Truck
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Concrete Pump Truck
Concrete pump truck adalah kendaraan yang dilengkapi dengan pompa dan lengan untuk memompa campuran beton ready mix ke tempat pengecoran yang sulit dijangkau. Untuk pengecoran lantai yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan cara disambung dengan pipa secara vertikal sehingga dapat mencapai ketinggian yang diinginkan. Concrete pump truck yang digunakan dalam proyek ini berkapasitas 100 m3 per jam.
Concrete pump truck berada di lokasi proyek dan beroperasi saat pengecoran dilakukan untuk membantu proses pengecoran kolom, balok, dan pelat. Concrete pump truck menyalurkan beton dari mixer truck menuju ke lokasi struktur yang akan dicor dikarenakan mixer truck tidak dapat menjangkau lokasi pengecoran tersebut. Sehingga dengan menggunakan alat ini pengecoran dapat dengan mudah dilakukan dan cepat selesai.
Setelah concrete pump truck beroperasi, operator alat tersebut selalu membersihkan dan melakukan pengecekan kondisi alat sehingga dapat meminimalisir adanya kerusakan alat. Pengecekan ini tidak hanya dilakukan terhadap concrete pump truck, namun juga dilakukan terhadap mixer truck, batching plant, serta alat-alat yang membantu proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi lainnya.
Gambar 3.11 Concrete Pump Truck
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Setelah alat-alat siap maka proses pembuatan beton ready mix dimulai dengan langkah sebagai berikut:
Operator loader mengambil agregat kasar dan agregat halus dari stockpile untuk dimasukkan ke dalam storage bin. Terdapat 4 storage bin yang masing-masing bin diisi oleh agregat yang berbeda, yaitu agregat butir kasar (split), butir menengah (screen), butir halus (pasir),dan fly ash. Masing-masing storage bin dapat memuat agregat dengan kapasitas sebesar 50 ton.
Gambar 3.12 Storage Bin
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Untuk memproduksi beton cor diawali dengan memberikan Tabel Job Mixed Formula kepada Operator Batching Plant. Tabel ini menunjukkan seberapa berat agregat kasar, agregat halus, semen, air, dan admixture.
Gambar 3.13 Ruang Operator Batching Plant
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Di bawah storage bin terdapat belt conveyer dengan panjang 19 meter yang akan memindahkan material yang telah ditimbang ke tempat pecampuran beton.
Gambar 3.14 Belt Conveyer
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Setelah masing-masing agregat dan semen ditimbang lalu dimasukkan ke mixer truck untuk proses pengadukan beton. Bersamaan dengan proses pemindahan agregat dan semen, air dan admixture juga dimasukkan ke dalam mixer truck lalu mixer truck berputar 8-10 kali setiap menit. Satu mixer truck dapat menampung atau membawa kurang lebih 7 m3 beton.
Gambar 3.15 Pemindahan Bahan Baku ke Mixer Truck
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Setelah pencampuran beton di dalam mixer truck merata maka dilakukan slump test. Slump test adalah salah satu ukuran kekentalan adukan beton yang ditentukan dengan kerucut Abram. Slump Test berfungsi untuk menentukan kekakuan/konsistensi beton segar sehingga dapat ditentukan tingkat workability nya. Kekakuan beton dalam suatu campuran ditunjukkan dengan penggunaan air atau biasa disebut faktor air semen yang digunakan. Pengujian slump test menunjukkan apakah beton kekurangan, kelebihan, atau cukup air. Nilai slump yang digunakan dalam pekerjaan pengecoran kolom ini adalah 10 ±2 cm.
Gambar 3.16 Slump Test
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Pembuatan benda uji
Pembuatan benda uji dilakukan pada cetakan silinder berukuran 30x50 yang selanjutnya akan dites uji kuat tekan beton di laboratorium yang terdapat di proyek.
Gambar 3.17 Cetakan silinder untuk benda uji
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Tahap Pengecoran Kolom
Setelah tahap pembuatan beton selesai maka dilakukan pengecoran pada kolom. Pengecoran kolom dibantu oleh mobil concrete pump yang berfungsi untuk menyalurkan beton dari mixer truck ke kolom yang akan dicor. Pengecoran kolom menggunakan beton K225 atau kekuatan rencananya 225 kg/cm2.
Dalam SNI 03-2847-2002, proses pengangkutan adukan beton dari tempat pengadukan ke tempat pengecoran harus dilakukan dengan cara-cara yang dapat mencegah pemisahan (segregasi) atau hilangnya bahan-bahan. PBI 1971 menyebutkan bahwa adukan beton pada umumnya sudah harus dicor pada waktu 1 jam setelah pengadukan dengan air dimulai. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang sampai 2 jam, apabila adukan beton digerakkan kontinu secara mekanis. Pada proyek ini, dikarenakan lokasi pembuatan beton berada tidak jauh dari lokasi pengecoran, 15-20 menit setelah pengadukan beton pada mixer truck, beton segera dituang ke lokasi pengecoran.
Gambar 3.18 (a) Perojokan beton
Gambar 3.18 (b) Vibrating Kolom
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Pada Gambar 3.18 (a) dapat dilihat bahwa pipa penyalur dari concrete pump masuk ke dalam kolom. Dibutuhkan 2 orang pekerja untuk merojok beton yang dimasukkan ke dalam kolom. Perojokan beton dilakukan agar beton dapat masuk semua ke bagian bekisting terutama untuk bagian bawah sehingga dapat menghasilkan kolom dengan beton yang padat. Penuangan beton dilakukan secara bertahap dan tinggi jatuh beton segar tidak boleh lebih dari 1,5 meter. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya segregasi yaitu pemisahan antara batu pecah dengan pasta beton yang dapat mengurangi mutu beton.
Setelah perojokan selesai, digunakan vibrator atau alat penggetar yang berfungsi untuk memadatkan beton yang dimasukkan ke dalam bekisting. Tujuannya yaitu agar udara yang masih di dalam beton bisa keluar sehingga tidak menimbulkan rongga atau lubang. Vibrator memberikan efek pada beton menjadi padat, rata, kuat, dan tidak ada rongga. Proses vibrating dapat dilihat pada Gambar 3.18 (b).
Menurut Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971, jarum penggetar harus dimasukkan secara vertikal atau jika terpaksa boleh miring 45o dan selama penggetaran tidak boleh digerakkan secara horizontal karena akan mengakibatkan segregasi. Lama pemadatan dengan penggetar kurang lebih 30 detik.
Proses penuangan dan pemadatan dilakukan berulang-ulang hingga bekisting penuh agar hasil kolom padat, tidak keropos, dan kuat.
3.4.1.5 Pelepasan Bekisting
Setelah pengecoran selesai, maka dapat dilakukan pembongkaran atau pelepasan bekisting. Proses pembongkarannya dilakukan secara manual sebagai berikut:
Setelah beton berumur 24-48 jam maka bekisting kolom sudah dapat dibongkar. Pada proyek ini, setelah umur kolom 24 jam, bekisting kolom dilepas dan dilakukan perawatan beton
Papan bekisting dipukul-pukul dengan menggunakan palu agar lekatan beton pada papan bekisting dapat terlepas.
Push pull (penyangga bekisting) dikendorkan kemudian dilepas
Baut-baut pada bekisting dikendorkan sehingga panel bekisting terlepas
Pelepasan papan bekisting dilakukan oleh 2-3 orang pekerja dengan hati-hati agar tidak merusak beton pada kolom. Proses pembongkaran kolom dapat dilihat pada Gambar 3.19.
PBI 1971 dan SNI 02-2847-2002 menyebutkan bahwa pembongkaran cetakan dan acuan hanya boleh dilakukan apabila bagian konstruksi tersebut telah mencapai kekuatan yang cukup untuk memikul beban sendiri dan beban-beban pelaksanaan yang bekerja padanya. Cetakan harus dibongkar dengan cara-cara yang tidak mengurangi keamanan dan kemampuan layan struktur.
Beton akan mengalami pengerasan secara sempurna setelah 28 hari yang dapat ditunjukkan dengan nilai kuat tekannya seperti Tabel 3.4. Pada struktur kolom, pembongkaran bekisting dilakukan setelah 1 hari setelah pengecoran. Hal ini berdasarkan pada PBI 1971 bahwa cetakan samping dari balok, kolom, dan dinding boleh dibongkar setelah 3 hari. Sementara menurut SNI 03-2847-2002 menyebutkan bahwa struktur yang didukung cukup kuat di atas penopang, cetakan sisi balok, girder, kolom, dinding, dan cetakan vertikal yang serupa pada umumnya dapat dibongkar setelah waktu rawat komulatif selama 12 jam asalkan cetakan sisi tidak menahan beban selain tekanan lateral beton plastis.
Tabel 3.4 Konversi Beton
Umur beton (hari)
Perbandingan Kuat Tekan
3
0.46
7
0.70
14
0.88
21
0.96
28
1.00
Sumber: PBI 1971
Tabel konversi beton menyatakan persentase kuat tekan beton yang pada umur 3, 7, 14, 21, dan 28 hari sehingga pada pelaksanaan kontruksi di lapangan dapat mengacu pada tabel tersebut untuk mengetahui mutu beton pada hari tertentu.
Gambar 3.19 Pelepasan Bekisting Kolom
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Pada Gambar 3.19 yaitu proses pelepasan bekisting dapat dilihat bahwa hasil pengecoran kolom menghasilkan beton yang bagus (rapi, rata, tidak keropos).
Perawatan Beton Kolom
Proses curing atau perawatan kolom dilakukan dengan membungkus kolom dengan plastik setelah bekisting dilepas. Proses perawatan ini dilakukan agar penguapan dapat diminimalisir. Lama perawatan permukaan kolom harus dirawat secara baik dan terus menerus minimal selama 7 hari segera setelah pengecoran selesai. Hal ini dilakukan agar beton kolom dapat mencapai kuat tekan K225 pada umur 28 hari.
Menurut PBI 1971, untuk mencegah pengeringan bidang-bidang beton, selama paling sedikit 2 minggu beton harus dibasahi terus menerus atau dengan menutupinya dengan karung basah. Sementara pada SNI 03-2847-2002 beton harus dirawat pada suhu di atas 10o dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya 7 hari setelah pengecoran. Berdasarkan Tabel 3.4 yaitu tabel konversi beton, pada umur 7 hari beton akan memiliki kuat tekan 70%, untuk itu perawatan diperbolehkan selama 7 hari agar kolom memiliki kekuatan yang cukup baik.
Gambar 3.20 Perawatan Beton dengan Plastik
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Fungsi plastik adalah menjaga beton agar jika terjadi penguapan maka permukaan beton tetap lembab karena air akan terperangkap diantara permukaan beton dan lembaran plastik. Plastik yang digunakan dalam proses perawatan beton yaitu plastik yang sesuai dengan peraturan ASTM C171 yaitu jenis plastik lapisan Polyethylene dengan ketebalan 4 mm. Kelebihan plastik ini yaitu ringan, efektif sebagai penghalang penguapan air, serta mudah diterapkan. Dengan menjaga kelembaban beton, maka lekatan antara pasta semen dengan agregat menjadi bagus sehingga menghasilkan beton dengan kualitas baik, kuat, dan tahan lama.
Balok dan Pelat
Dalam SK SNI T-15-1991-03, balok adalah batang horizontal dari rangka struktural yang memikul beban tegak lurus sepanjang beban tersebut (biasanya berasal dari dinding, pelat, atau atap bangunan) dan menyalurkan beban pada kolom atau struktur yang ada di bawahnya. Selain itu balok juga berfungsi sebagai pengekang dari struktur kolom satu dengan yang lain. Dalam perencanannya, balok mempunyai bermacam-macam ukuran atau dimensi sesuai dengan jenis dan besar beban yang akan dipikul oleh balok itu sendiri.
Pelat adalah struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Ketebalan bidang pelat ini relative sangat kecil apabila dibandingkan dengan bentang panjang/lebar bidangnya. Pelat beton bertulang ini sangat kaku dan arahnya horizontal sehingga pada bangunan gedung pelat berfungsi sebagai diafragma/unsur pengaku horizontal yang angat bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok portal (Asroni, 2010).
Pelat beton berfungsi sebagai lantai pada bangunan bertingkat. Ujung pelat beton diikat oleh balok sebagai tumpuannya. Dalam ilmu struktur, ketebalan pelat beton yang berfungsi sebagai lantai minimal adalah 12 cm. Penulangan pelat ada dua macam, yaitu tulangan positif (tulangan yang ada di bagian tengah dan lokasinya berada di bawah) serta tulangan negatif (tulangan yang ada di bagian atas pelat dan lokasinya berada di daerah tumpuan atau balok).
Pemasangan Bekisting Balok dan Pelat
Tahap-tahap dalam pemasangan bekisting balok dan pelat adalah sebagai berikut :
Kolom harus diselesaikan terlebih dahulu karena kolom berfungsi sebagai pendukung komponen balok dan pelat.
Setelah kolom terbentuk, maka dilanjutkan dengan pemasangan scaffolding. Ketinggian scaffolding untuk pemasangan balok adalah dengan cara mengatur base jack atau U-Head jack. Seperti Gambar 3.21 (a).
Menurut Sajekti (2009), cetakan balok beton atau pelat beton yang menggantung, beban keseluruhann harus dipikul oleh balok-balok kayu (perancah), kemudian beban dari balok kayu tersebut diteruskan ke tiang-tiang penyangga yaitu scaffolding.
Gambar 3.21(a) Bagian-bagian Scaffolding (Faisal BM, 2014)
Pengertian scaffolding dalam ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu,kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memasang scaffolding pada pekerjaan balok dan pelat adalah sebagai berikut :
Ketinggian penyangga
Jarak antar penyangga
Stabilitas penyangga
Kekuatan penyangga
Pada U-Head dipasang balok kayu (girder) sejajar dengan arah cross brace dan di atas girder dipasang balok dengan arah melintangnya, kemudian dipasang papan bekisting sebagai alas balok.
Pemasangan bekisting balok pada posisi dan elevasi yang direncanakan. Gambar 3.21 (b).
Setelah pemasangan bekisting balok selesai, dilanjutkan dengan memasang bekisting pelat lantai yang dapat dilihat pada Gambar 3.21 (c). Pemasangan bekisting balok dan pelat lantai harus rapat untuk mencegah terjadinya kebocoran saat dilakukan pengecoran.
Gambar 3.21 (b) Pemasangan Bekisting Balok
Gambar 3.21 (c) Pemasangan Bekisting Pelat
Sumber: Dokumetasi Kerja Praktik, 2016
Proyek ini menggunakan jenis bekisting konvensional yaitu bekisting yang menggunakan kayu. Dalam proses pengerjaannya, kayu kayu dipasang dan dibongkar pada bagian struktur yang dikerjakan. Namun ada beberapa kekurangan dan kelebihan dalam pemakaian bekisting konvensional diantaranya adalah sebagai berikut:
Kekurangan pemakaian bekisting konvensional :
Material papan/kayu tidak awet
Waktu untuk pasang dan bongkar bekisting menjadi lebih lama dibanding bekisting knock down.
Banyak menghasilkan sampah kayu dan paku
Bentuknya tidak presisi
Kelebihan pemakaian bekisting konvesional:
Papan/kayu dapat dipakai berulang kali (maksimal 5 kali) sehingga dapat menghemat biaya
Harganya lebih murah dari pada bekisting knock down
Tidak memerlukan mesin untuk memasang bekisting dikarenakan bekisting konvensional relatif ringan tidak seperti bekisting knock down.
Menurut SNI 03-2847 tentang cetakan dan acuan, cetakan harus menghasilkan struktur akhir yang memenuhi bentuk, garis, dan dimensi komponen struktur seperti yang disyaratkan pada gambar rencana. Cetakan harus mantap dan cukup rapat untuk mencegah kebocoran mortar. Cetakan juga harus diperkaku atau diikat dengan baik untuk mempertahankan posisi dan bentuknya. Cetakan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak mudah meresap air dan direncanakan sedemikian rupa hingga mudah dilepaskan dari beton tanpa menyebabkan kerusakan pada beton.
3.4.2.2 Penulangan Balok dan Pelat
Pada proyek Pembangunan Gedung Dinas Kesehatan Bangil ini, jenis balok yang digunakan adalah 4 jenis, seperti pada Tabel 3.5.
Diameter tulangan yang digunakan pada balok untuk proyek ini adalah BJTD (deformed bar) diameter D22, D19, dan D16 untuk tulangan utama, tulangan ulir D19 dan D16 untuk tulangan tengah, dan tulangan polos diameter 12 dan 10 untuk sengkang. Dalam PBI 1971 untuk semua jenis baja tulangan diameter batang tulangan untuk balok tidak boleh diambil kurang dari 12 mm. Sedangkan tebal dari pelat lantai pada proyek ini adalah 120 mm.
Tulangan utama menggunakan besi ulir dimaksudkan agar struktur beton bertulang memiliki keandalan terhadap gempa, dikarenakan akan terdapat ikatan yang baik antara beton dan tulangannya, sehingga struktur bangunan juga akan lebih kuat. Tulangan miring atau biasa disebut sengkang/begel difungsikan sebagai penahan gaya geser. Daerah dengan gaya geser besar (pada daerah tumpuan) dipasang begel dengan jarak yang rapat. Sedangkan daerah dengan gaya geser kecil (daerah lapangan) dipasang begel dengan jarak yang renggang.
Tahap-tahap dalam proses penulangan balok adalah sebagai berikut :
Tulangan bagian bawah dipasang dengan cara menyusupkan tulangan ke dalam sela-sela tulangan kolom/balok disebelahnya.
Sengkang-sengkang balok dimasukkan sesuai dengan jumlahnya dan diikat pada tulangan pokok sesuai dengan jarak sengkang yang ditentukan dengan menggunakan kawat bendrat seperti terlihat pada Gambar 3.22(a).
Menurut PBI 1971, pada balok harus dipasang sengkang. Jarak sengkang tidak boleh diambil lebih dari 30 cm, sedangkan di bagian-bagian balok dimana sengkang-sengkang bekerja sebagai tulangan geser, jarak sengkang tersebut tidak boleh diambil lebih dari 2/3 dari tinggi balok. Diameter batang sengkang minimal 6 mm pada jenis baja lunak dan baja sedang, dan berdiameter minimal 5mm untuk jenis baja keras.
Tabel 3.5 Detail Penulangan Balok
Sumber: Data Kerja Praktik, 2016
Perhitungan jumlah sengkang antara daerah tumpuan dan lapangan balok berbeda. Daerah tumpuan menahan gaya geser yang banyak sehingga jarak sengkang lebih rapat dibanding daerah lapangan. Perhitungan jumlah sengkang berdasarkan panjang balok dan jarak antar sengkang yang digunakan seperti contoh berikut :
Balok 1 (400/600) dengan panjang bentang 8 meter :
Tumpuan :
Daerah tumpuan pada balok terdapat pada ¼ bentang balok di sisi kanan dan kiri.
Panjang tumpuan = ¼ x panjang bentang
=¼ x 8 m = 2 m (2000 mm)
Tulangan sengkang : ɸ12-100,
Maka jumlah sengkang =Panjang bentangjarak antar sengkang
= 2000100=20 sengkang
Jadi, di tumpuan samping kanan dan kiri membutuhkan masing-masing 20 sengkang.
Lapangan :
Daerah lapangan adalah daerah yang terletak di tengah bentang. Daerah lapangan tidak menahan gaya geser yang banyak sehingga jarak sengkang tidak rapat.
Panjang tumpuan = ½ x panjang bentang
=1/2 x 8 m = 4 m (4000 mm)
Tulangan sengkang : ɸ12-175,
Maka jumlah sengkang =Panjang bentangjarak antar sengkang = 4000175=29 sengkang
Sehingga pada daerah lapangan sengkang yang digunakan sebanyak 29 sengkang.
Perakitan beton decking dengan menggunakan kawat bendrat. Tebal selimut beton yang dipakai untuk balok adalah 30 mm.
Pengecekan kembali hasil perakitan dengan gambar kerja agar tidak terjadi kesalahan.
Gambar 3.22 (a) Detail Tulangan Balok
Gambar 3.22 (b) Penulangan Pelat
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik
Setelah tulangan balok selesai selanjutnya adalah proses pembesian pelat dengan cara sebagai berikut :
Pembesian pelat dilakukan langsung di atas bekisting pelat yang sudah terpasang.
Tulangan untuk pelat lantai menggunakan tulangan berdiameter 10 dan 8 mm.
Besi dianyam seperti gambar perencanaan lalu diikat dengan kawat bendrat (Gambar 3.22 b)
Pemasangan beton decking dengan tebal 25 mm dilakukan setelah pembesian selesai dengan diikat oleh kawat bendrat. Beton decking diletakkan di antara tulangan bawah pelat dan bekisting alas pelat.
Menurut PBI 1971, pada pelat-pelat yang dicor setempat, diameter dari batang-batang tulangan pokok dari jenis baja lunak dan baja sedang harus diambil minimum 8 mm dan dari tulangan pembagi minimum 6 mm.
Setelah pembesian balok dan pelat selesai, diadakan pemeriksaan tulangan. Adapun yang diperiksa adalah diameter dan jumlah tulangan utama, jarak dan jumlah sengkang, ikatan kawat, dan beton decking. Untuk pembesian pelat lantai yang diperiksa ialah penyaluran pembesian pelat terhadap balok, jumlah dan jarak tulangan, beton decking, dan kebersihannya.
3.4.2.3 Pengecoran Balok dan Pelat
Pengecoran balok dan pelat dilakukan secara bersamaan dan harus selesai dalam sekali waktu untuk menghindari kekeroposan pada balok dan pelat. Tahap pengecoran balok dan pelat adalah sebagai berikut :
Sebelum pengecoran dilakukan, perlu dipastikan kebersihan area pelat dan balok. Sisa-sisa kayu ataupun besi tidak boleh ada yang menempel di bekisting balok maupun plat lantai. Untuk itu diperlukan pembersihan area dengan cara menyemprokan air ke bekisting yang berguna untuk menghilangkan sampah dan membasahi bekisting sebelum dicor.
Pengecoran dilakukan dengan bantuan concrete pump truck seperti terlihat pada Gambar 3.23 dikarenakan lokasi pengecoran tidak dapat ditinjau oleh mixer truck. Pengecoran balok dan pelat menggunakan beton mutu K225 yaitu beton memiliki kuat tekan 225 kg/cm2. Concrete pump truck memiliki pipa panjang yang dapat bergerak horizontal dan dapat dinaik turunkan sehingga dapat menjangkau bagian struktur atas yang akan dilakukan pengecoran. Concrete pump truck sangat membantu dalam proses pengecoran dikarenakan mempermudah dan mempercepat proses pekerjaan pengecoran.
Gambar 3.23 Concrete Pump saat pengecoran pelat lantai 2
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Beton segar yang dituang harus segera diratakan ke seluruh bagian balok dan pelat oleh pekerja untuk menghindari penumpukan beton di satu tempat. Apabila beton menumpuk pada satu tempat, akan menyebabkan kerusakan bekisting karena scaffolding tidak mampu menahan beban dari beton segar. Untuk itu beton yang dituang oleh concrete pump garus segera diratakan.
Setelah perataan beton selesai, beton dipadatkan dengan vibrator untuk mengeluarkan gelembung udara yang terdapat pada beton sehingga beton tidak keropos seperti terlihat pada Gambar 3.24(b)
Gambar 3.24 (a) Pengecoran balok dan pelat
Gambar 3.24 (b) Proses vibrating beton
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Setelah proses vibrating selesai selanjutnya adalah perataan permukaan pelat dengan menggunakan ruskam agar dihasilkan permukaan yang rata dan licin seperti pada Gambar 3.25.
Gambar 3.25 Proses meratakan beton pelat
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Beton yang dituang harus sesuai dengan slump yang diinginkan agar dapat mengisi bekisting dengan baik dan penuangan harus sedemikian rupa sehingga tidak terjadi segregasi. Pada pengecoran balok dan pelat, penuangan beton sebaiknya dilakukan berlawanan arah terhadap arah pengecoran atau menghadap beton yang telah dituang.
Arah penuangan adukan beton pada permukaan yang miring harus dilakukan dari bawah ke atas, sehingga kepadatan bertambah sejalan dengan bertambah dan berat adukan beton yang baru ditambahka. beton yang dituang harus menyebar, tidak boleh ditimbun pada suatu tempat dan dibiarkan mengalir ke dalam bekisting. Beton yang dituang harus segera digelar atau diratakan ke seluruh permukaan balok dan pelat agar bekisting tidak mengalami keruntuhan dikarenakan menyangga beton segar yang berat.
3.4.2.4 Perawatan Beton pada Balok dan Pelat
Setelah dilaksanakan pengecoran, maka untuk menjaga agar mutu beton tetap terjaga harus dilakukan perawatan. Perawatan beton pada balok dan pelat dilakukan selama 1 minggu dengan cara menyiram permukaan pelat dengan air bersih pada pagi dan sore hari.
Gambar 3.26 Proses perawatan beton pelat
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Menurut PBI 1971, untuk mencegah pengeringan bidang-bidang beton, paling sedikit selama 2 minggu pada pelat-pelat atap pembasahan pada beton dilakukan terus menerus dengan merendamnya (menggenanginya) dengan air. Sementara menurut SNI 03-2847-2002 beton harus dirawat pada suhu di atas 10o. dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya 7 hari setelah pengecoran.
Perawatan pelat selama satu minggu bertujuan untuk menghindarkan beban sebelum beton cukup umur, sehingga pelat lantai pada masa perawatan tidak diperolehkan menjadi tempat menimbun bahan atau material atau sebagai jalan untuk mengangkut bahan yang berat.
3.4.2.5 Pembongkaran Bekisting Balok dan Pelat
Proses pembongkaran bekisting balok dan pelat dilakukan lebih lama dari pada kolom. Bekisting balok dan pelat dilepas kurang lebih 2 minggu setelah pengecoran dilakukan.
Berikut langkah-langkah pembongkaran bekisting balok dan pelat :
Jangka waktu minimum pelepasan bekisting balok dan pelat adalah 2 minggu.
Cetakan dan tiang penyangga boleh dibongkar bila bagian konstruksi tersebut telah mencapai kekuatan yang cukup untuk memikul beban sendiri
Bekisting dibongkar dengan peralatan manual secara hati-hati agar tidak merusak permukaan beton. Pembongkaran bekisting menggunakan benda tajam seperti linggis, untuk itu dalam proses pembongkaran pelat dan balok, pekerja harus berhati-hati agar alat yang digunakan tidak merusak permukaan beton.
Setelah pembongkaran bekisting, pada bagian bawah balok diberi scaffolding untuk menumpu beban dari balok agar tidak terjadi momen lentur.
Setelah papan bekisting pada pelat dan balok dibongkar, scaffolding harus tetap menopang struktur balok dan pelat sampai beton mencapai umur 28 hari. Dikarenakan menurut Tabel 3.4 pada umur 28 hari beton telah mencapai kuat tekan 100%.
Gambar 3.27 Pembongkaran bekisting pelat
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Menurut PBI 1971 dan SNI 03-2847-2002, pembongkaran cetakan boleh dilakukan apabila bagian konstruksi tersebut telah mencapai kekuatan yang cukup untuk memikul beban sendiri dan beban-beban pelaksanaan yang bekerja padanya. Cetakan harus dibongkar dengan cara-cara yang tidak mengurangi keamanan dan kemampuan layan struktur. Beton yang akan dipengaruhi oleh pembongkaran cetakan harus memiliki kekuatan cukup sehingga tidak akan rusak oleh operasi pembongkaran.
Permasalahan yang terjadi di proyek
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi pasti ada permasalahan atau kendala yang dihadapi, untuk itu perlu adanya pengendalian proyek agar proyek dapat berjalan dengan lancar. Adapun permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut :
Kerusakan alat
Kerusakan alat pada proyek ini salah satunya adalah kerusakan vibrator, yaitu alat yang digunakan untuk penggetar beton saat dilakukan pengecoran. Karena pengecoran harus segera dilakukan, maka mekanik menggunakan diesel sebagai pengganti mesin vibrator yang disalurkan dengan jarum penggetar. Sebaiknya alat-alat yang telah dipakai dikembalikan di tempat penyimpanan alat dan harus dicek kembali untuk mengetahui adanya kerusakan. Pengecekan alat dilakukan oleh mekanik dengan teliti agar apabila ada alat yang rusak segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu proses pelaksanaan di proyek.
Terjadi momen pada balok
Pada balok terdapat daerah lapangan yang terletak ½ bentang atau berada di tengah bentang. Daerah lapangan menahan beban momen agar balok tidak melendut, namun pada salah satu balok yaitu balok ukuran 400/600 as C10 setelah pembongkaran bekisting, balok mengalami momen sehingga balok perlu ditopang kembali dengan scaffolding di tengah agar momen yang terjadi tidak terlalu parah.
Gambar 3.28 Momen pada balok
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Kedisiplinan pekerja dalam hal K3
Pada saat proses pekerjaan konstruksi berlangsung, banyak pekerja yang tidak memperhatikan K3, seperti tidak menggunakan APD (Alat Perlindungan Diri). Pekerja tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sepatu melainkan menggunakan sandal, dan tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan pekerjaan. Hal ini dapat mengakibatkan cedera fatal bahkan resiko kematian jika pekerja mengalami kecelakaan kerja.
Gambar 3.29 Pemakaian APD pada lokasi proyek
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
Kesadaran dan kedisiplinan para pekerja menjadi penyeab beberapa pelanggaran penggunaan K3. Untuk itu perlu adanya sosialisasi untuk memberi himbauan tentang K3 serta tindakan tegas yang perlu diambil oleh pihak K3 dalam mendisiplinkan pekerja.
Gambar 3.30 Pekerja tidak memakai APD
Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik, 2016
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan Kerja Praktik pada Pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan Bangil oleh PT.Gunakarya Nusantara – PT.Gorip, KSO, dapat disimpulkan bahwa :
Pekerjaan kolom
Kolom yang digunakan pada proyek ini ada dua tipe, yaitu kolom 400/600 dan kolom 400/400 yang memiliki mutu beton K225 atau memiliki kuat tekan 225 kg/cm2. Pekerjaan kolom dimulai dengan proses marking kolom, penulangan, pemasangan bekisting, pengecoran, pelepasan bekisting, serta perawatan kolom. Pekerjaan-pekerjaan kolom yang dilaksanakan pada proyek Pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan ini disesuaikan dengan PBI 1971 dan SNI 03-2847-2002.
Pekerjaan Balok dan Pelat
Pada proyek ini, balok yang digunakan ada 4 tipe, yaitu balok 400/600, 300/500, 300/400, dan 200/400 yang memiliki mutu K225. Sedangkan pekerjaan pelat sendiri memiliki ketebalan 12 cm dan memiliki mutu K225. Pekerjaan balok dan pelat merupakan satu kesatuan pekerjaan yang dimulai dari pemasangan bekisting, penulangan, pengecoran, perawatan, dan pelepasan bekisting. Pekerjaan balok dan pelat yang dilaksanakan pada proyek Pembangunan Gedung Kantor Dinas Kesehatan ini disesuaikan dengan PBI 1971 dan SNI 03-2847-2002.
Saran
Setelah melaksanakan Kerja Praktik, penulis dapat memberi saran untuk pelaksanaan Kerja Praktik selanjutnya agar lebih baik. Saran dari penulis adalah sebagai berikut :
Sebaiknya mahasiswa memilih lokasi proyek yang didalamnya mencakup pekerjaan konstruksi yang lengkap dan sesuai dengan materi perkuliahan
Proses dan metode pelaksanaan selama pekerjaan di lapangan sebaiknya diikuti, diperhatikan, dan diawasi dengan baik dan teliti
Mahasiswa sebaiknya menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dengan pegawai di lapangan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja perlu diperhatikan dalam setiap pekerjaan konstruksi untuk menghindari kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Asroni, A., (2010), Kolom, Fondasi, dan Balok "T" Beton Bertulang Edisi 1,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Badan Standardisasi Nasional, (2002), SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (Beta Version), Bandung.
Direktorat Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (1979), Peraturan Beton
Bertulang Indonesia 1971 Cetakan ke 7, Direktorat Pekerjaan Umum dan
Tenaga Listrik, Bandung.
Ervianto, W.I., (2006), Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi, Andi
Offset, Yogyakarta.
Nency, S.D., (2014), Pelaksanaan Pekerjaan Kolom Balok Pelat Pembangunan
Navana Residence Jimbaran Kab.Badung Bali PT.Nusa Raya Cipta Tbk,
Politeknik Negeri Banyuwangi, Banyuwangi