PRESENTASI KASUS
Skabies
Disusun oleh: Anselma Halim/07120120111
Dibimbing oleh: dr. Sylvia Tan, SpKK
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Siloam Hospitals Lippo Village Tangerang, 2016
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN -
Inisial Pasien : Tn. T
-
Jenis Kelamin : Laki-laki
-
Tanggal Lahir : 09 Juni 2000
-
Usia
: 16 tahun
-
Agama
: Islam
-
Alamat
: Balaraja
ANAMNESIS
Anamnesis (Autoanamnesis) a. Tanggal pemeriksaan : 19 Juli 2016 b. Jam pemeriksaan
: 11.00
II.1. Keluhan Utama Keluhan Utama
:
Bintil-bintil yang terasa gatal pada seluruh tubuh, ekstremitas atas dan bawah kanan dan kiri, serta penis sejak 3 bulan SMRS
II.2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik RSUS dengan keluhan bintil-bintil yang terasa gatal terutama pada sela jari kedua tangan, kedua lipat siku, kedua lutut, dan perut sejak 3 bulan SMRS. Bintil kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke telapak tangan, lipat siku dan sela jari tangan kiri, perut, dan kedua lutut. Pasien juga mengaku ada bintil kemerahan yang serupa pada penis. Keluhan gatal dirasakan sepanjang hari dan semakin hebat terutama pada malam hari sehingga membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul luka akibat garukan dan mengeluarkan nanah. Untuk mengurangi keluhan, ayah pasien memberikan revanol
dan memperban telapak tangan dan siku pasien. Pasien sudah pergi ke puskesmas dekat rumahnya dan hanya diberi hidrokortison topikal. Demam dialami pasien selama 2 hari sekitar 3 minggu yang lalu. Riwayat alergi seperti asma, alergi makanan, dan alergi obat serta benda asing disangkal pasien. Pasien tinggal di pesantren bersama teman-temannya dan mengaku bahwa separuh dari teman kamarnya juga mengalami hal serupa. Selama 1 bulan terakhir ini saat libur lebaran, pasien kembali ke rumah dan mengaku bahwa ayahnya juga mulai mengalami hal serupa. II.2. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien belum pernah dirawat inap sebelumnya maupun menjalani tindakan operasi. II.3. Riwayat Keluarga Ayah pasien mengalami hal serupa. Tidak ada riwayat penyakit tertentu seperti diabetes mellitus dan hipertensi. II.4. Riwayat Sosial & Kebiasaan Pasien tinggal di pesantren dan mengganti sprei setiap 2 bulan atau 3 bulan sekali. Mengganti pakaian setiap hari dua kali, mandi dua kali sehari, dan mencuci seluruh pakaian selama satu minggu setiap hari Sabtu. II.5. Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, benda asing (debu, dll), maupun makanan (makanan laut, dll) III.
PEMERIKSAAN FISIK -
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
-
Kesadaran
: Kompos mentis
-
Tekanan Darah
: 120/80
-
Nadi
: 80 kali per menit, reguler
-
Pernapasan
: 16 kali per menit, reguler
-
Suhu
: 36,4oC
Data Antropometri
Tinggi Badan (TB)
= 163 cm
Berat Badan (BB)
= 51 kg
Indeks Massa Tubuh /IMT = 19,24
1. Status Lokalis Kepala
: Normocephali, rambut berwarna hitam, tipis, terdistribusi merata, rambut tidak mudah tercabut, tidak ada kelainan kulit
Wajah : Raut wajah normal, gerak otot wajah simetris dan tidak ada paralisis otot wajah. Mata : Konjungtiva tidak anemis, mata tidak cekung Telinga : Posisi daun telinga normal Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada nafas cuping hidung Mulut : Mukosa bibir lembab, mukosa rongga mulut lembab, tidak ada celah palatum, ukuran lidah normal dan tidak tampak bersih Dada : Bentuk normal, tidak terdapat deformitas, penonjolan, pembengkakan Paru
: Tidak dilakukan
Jantung : Tidak dilakukan Abdomen : Tidak dilakukan Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, CRT <2 detik
Status Dermatologis Lokasi
Eflourosensi
Regio
Papul
eritema Tertutup oleh perban, namun menurut pasien lesi
interdigitalis
multipel,
bentuk sama seperti lesi pada bagian tubuh lainnya
dekstra sinistra
Gambar
dan bulat, berbatas tegas, pustul,
ekskoriasi,
krusta
Regio palmar Papul
eritema Tertutup oleh perban, namun menurut pasien lesi
dekstra
bentuk sama seperti lesi pada bagian tubuh lainnya
sinistra
dan multipel,
bulat, berbatas tegas, pustul, krusta
ekskoriasi,
eritema kubiti Papul multipel, bentuk dekstra dan bulat, berbatas tegas, pustul, ekskoriasi, sinistra krusta Regio
Regio abdomen
Papul eritema multipel, bentuk bulat, berbatas tegas, pustul, ekskoriasi, krusta
Regio
Papul
eritema
vertebralis
multipel,
bentuk
bulat, berbatas tegas, pustul
Regio
Papul
eritema
patelaris
multipel,
bentuk
dekstra sinistra
dan bulat, berbatas tegas, pustul, krusta
ekskoriasi,
Regio Penis
Papul
eritema
multipel,
bentuk
bulat, berbatas tegas, pustul
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Namun untuk lebih memastikan diagnosis kerja, usulan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menemukan tungau dengan beberapa cara, yaitu: 1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung-ujung yang terlihat papul atau vesikel, dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca objek, lalu dituup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya 2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih, kemudian dilihat dengan kaca pembesar 3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari, lalu dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya 4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E
V.
RESUME Pasien, laki-laki, 16 tahun, datang ke poliklinik RSUS dengan keluhan bintil-bintil yang terasa gatal terutama pada sela jari kedua tangan, kedua lipat siku, kedua lutut, dan perut sejak 3 bulan SMRS. Bintil kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke telapak tangan, lipat siku dan sela jari tangan kiri, perut, dan kedua lutut. Pasien juga mengaku ada bintil kemerahan yang serupa pada penis. Keluhan gatal dirasakan sepanjang hari dan semakin hebat terutama pada malam hari sehingga membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul luka akibat garukan dan
mengeluarkan nanah. Demam dialami pasien selama 2 hari, 3 minggu SMRS. Pasien tinggal di pesantren bersama teman-temannya dan mengaku bahwa separuh dari teman kamarnya juga mengalami hal serupa. Selama 1 bulan terakhir ini saat libur lebaran, pasien kembali ke rumah dan mengaku bahwa ayahnya juga mulai mengalami hal serupa. Berdasarkan status dermatologis, terdapat papul eritema multipel, bentuk bulat, berbatas tegas, pustul, ekskoriasi, krusta pada regio interdigitalis, palmar, dan kubitus dekstra sinistra, abdomen, vertebralis, penis, serta patelaris dekstra sinistra.
VI.
DIAGNOSIS KERJA -
VII.
Skabies dengan infeksi sekunder
DIAGNOSIS Banding
-
Prurigo hebra
-
Pedikulosis korporis
-
Dermatitis
VIII. TATALAKSANA Edukasi:
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular
Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan tempat tinggal
Mencuci selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan menggunakan air panas 5 hari terakhir
Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan risiko infeksi
Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam hingga keesokan harinya. Obat digunakan 1x seminggu dan dapat diulang seminggu kemudian.
Terapi Farmakologis: A. Topikal
Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu
B. Sistemik
IX.
X.
Anti histamin: Cetirizine tab 1x1
Antibiotik: Cefadroxil 2x200mg
PROGNOSIS -
Ad vitam
: ad bonam
-
Ad functionam : ad bonam
-
Ad sanationam : ad bonam
-
Ad kosmetikam: ad bonam
PEMBAHASAN Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaan yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan bintil-bintil kemerahan yang gatal timbul pada sela kedua tangan, telapak tangan, perut, kedua lutut, kedua lipat siku, serta penis. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari. Pasien tinggal bersama teman-temannya di pesantren dan sebagian dari temannya mengalami keluhan yang sama. Demikian pula ayah pasien yang tinggal bersama pasien sebulan terakhir ini juga mengalami keluhan serupa. Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari 4 tanda kardinal skabies maka diagnosis klinis dapat ditegakkan. Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni: 1. Pruritus nokturna karena aktivitas tungau lebih tinggi pada malam hari
2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan 3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. 4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnosis. Dimana tanda kardinal yang ditemukan adalah pruritus nokturna dan adanya orang di sekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama dan ditemukannya tungau pada pemeriksaan mikroskopik. Dari status dermatologinya didapatkan bahwa terdapat lesi regional pada region abdomen, interdigital, palmar, patelar, kubitus, dan penis. Lesi multipel, diskrit, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikuler. Efloresensi papul eritematosa, pustul. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, dimana di dalam teori dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis. Selain itu pada pasien ini juga terdapat efloresensi berupa krusta dan ekskoriasi, maka diduga pasien ini telah timbul infeksi sekunder. Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu prurigo hebra yaitu penyakit kulit kronis dimulai sejak bayi atau anak, sering terdapat pada anak dengan tingkat sosial ekonomi dan kebersihan rendah. Penyebab pasti belum diketahui, diduga sebagai penyakit herediter, akibat kepekaan kulit terhadap gigitan serangga. Tanda khasnya adlaah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas bagian ekstensor dan simetris. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena pasien tidak peka terhadap gigitan serangga dan pasien belum pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Sedangkan pada pedikulosis korporis, kelainan kulit berupa papul milier disertai bekas garukan yang menyeluruh pada tubuh pasien. Pada dermatitis, meskipun memberikan kelainan kulit yang hampir sama namun pada dermatitis dalam anamnesa tidak didapatkan adanya anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama (atau orang-orang terdekat). Penatalaksanaan pada kasus skabies dapat dilakukan baik dengan non medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu dengan memberikan edukasi seperti rajin melakukan pengobatan dan seluruh anggota keluarga harus diobati, menjaga kebersihan pasien dan keluarga, seluruh pakaian di rumah dicuci dengan menggunakan
air panas, serta menjemur kasur dan bantal. Mengontrol seminggu kemudian untuk melihat hasil terapi dan perkembangan penyakit. Pada pasien ini penatalaksanaan dilakukan dengan memberikan obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang paling baik diberikan berupa permetrin 5% karena efektif pada semua stadium skabies dan toksisitasnya rendah, serta penggunaannya mudah dan dapat diperoleh dengan mudah di apotek. Obat sistemik yang diberikan adalah cefadroxil 200 mg, 2 kali sehari setelah makan. Pemberian obat sistemik ini sesuai dengan indikasi bahwa pada pasien mengalami infeksi sekunder sehingga perlu diberikan antibiotika. Selain itu untuk mengurangi gatal yang dialami pasien terutama pada malam hari juga diberikan obat antihistamin yaitu Cetirizine satu kali sehari. Obat ini murah dan mudah didapat namun memiliki efek mengantuk karena efek sedatif meski minimal. Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati dengan benar dan juga menghindari faktro pencetus dan predisposisi, demikian juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan pada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan adekuat, maka tungau akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari tungau tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA I.
Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
terhadap terhadap Sarcoptes scabei var. hominis dan produknya.3 II.
Etiologi Sarcoptes scabiei var hominis berkembangbiak hanya pada kulit manusia.
Sarcoptes scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam kelas Arachnida, sub kelas Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili Sarcoptidae. Sarcoptes scabiei merupakan tungau putih, kecil, transparan, berbentuk bulat agak lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau betina besarnya 2 kali daripada yang jantan. Adapun jenis Sarcoptes scabei var. animalis yang kadangkadang bisa menulari manusia terutama bagi yang memelihara hewan peliharaan seperti anjing1,3,4
Gambar 1. Morfologi Sarcoptes scabei.1 III.
Cara Penularan Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung dengan
penderita (kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan skabies pada manusia juga dapat secara tidak langsung melalui pakaian, handuk, sprai dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita. Jumlah rata-rata tungau pada awal infestasi adalah sekitar lima sampai sepuluh ekor. Tungau S. scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai, furniture dan tempat tidur.1,3,8
IV.
Klasifikasi
Skabies dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Typical scabies (sedikit tungau, allergic component prominent) 2. Transient scabies (allergic component prominent, tungau menghilang dengan cepat) 3. Crusted scabies (jumlah tungau yang sangat banyak).5
V.
Patogenesis Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan akan mati,
namun kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Setelah tungau betina dibuahi, tungau ini akan membentuk terowongan pada kulit sampai perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum dengan panjangnya 2-3 mm perhari serta bertelur sepanjang terowongan sampai sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari mencapai 40-50 butir. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut sebagian ada yang tetap tinggal dalam terowongan dan ada yang keluar dari permukaan kulit, kemudian setelah 2-3 hari masuk ke stadium nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang diperlukan mulai dari telur menetas sampai menjadi dewasa sekitar 8-12 hari.3,4 Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga tungau-tungau tersebut berada dalam epidermis manusia. Tungau yang berpindah ke lapisan kulit teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang berperan dalam pembuatan terowongan dimana saat itu juga terjadi aktivitas makan dan pelekatan telur pada terowongan tersebut. Tungau-tungau ini memakan jaringan-jaringan yang hancur, namun tidak mencerna darah. Feses (Scybala) tungau akan ditinggalkan di sepanjang perjalanan tungau menuju ke epidermis dan membentuk lesi linier sepanjang terowongan.1,6
Gambar 2. Penularan Skabies.7
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Sensitisasi terjadi pada penderita yang terkena infeksi scabies pertama kali. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.3
Apabila terjadi immunocompromised pada host, respon imun yang lemah akan gagal dalam mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak bahkan dapat menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau pada pasien crusted scabies bisa melebihi 1 juta tungau.6
VI.
Manfestasi Klinis Ketika seseorang terinfestasi oleh scabies untuk yang pertama kalinya,
gejala biasanya tidak nampak hingga mencapai 2 bulan kemudian (2-6 minggu) setelah terinfestasi. Namun bagaimanapun, seseorang yang terinfestasi masih bisa menyebarkan scabies ini kepada orang lain. Jika seseorang telah pernah menderita scabies sebelumnya, gejala akan muncul dengan segera (1-4 hari) setelah terekspos. Seseorang yang terinfestasi scabies juga dapat menularkan penyakitnya, walaupun mereka tidak memiliki gejala lagi. Hal ini berlaku sampai scabies pada penderita tersebut diberantas beserta tungau dan telur-telurnya.7 Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal sebagai berikut: 1. pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab. Gejala ini adalah yang sangat menonjol.3 2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).3 3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Umumnya tempat predileksi tungau adalah lapisan kulit yang tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar, dada termasuk daerah sekitar alat kelamin pada pria dan daerah periareolar pada wanita . Telapak tangan, telapak kaki, wajah, leher dan kulit kepala adalah daerah yang sering terserang tungau pada bayi dan anak-anak.1,3 4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.3
Gambar 2. Ruam pada scabies.1
Gambar 3. Kanalikuli pada Scabies.1 VII.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menemukan tungau dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1.
Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah
mikroskop. Diagnosis scabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei. 1 2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung pada kertas putih kemudian dilihat dengan kaca pembesar.3 3. Dengan membuat biopsy irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau kemudian diperiksa dengan mikroskop cahaya.3 4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.3 Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zigzag.1 Strategi lain untuk melakukan diagnosis scabies adalah videodermatoskopi, biopsi kulit dan mikroskopi epiluminesken. Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem mikroskop video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta mempunyai angka positif palsu yang rendah. Kendati demikian, metode-metode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang mahal. VIII.
Diagnosis Banding
Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great imitator karena dapat mencakup hampir semua dermatosis pruritik berbagai penyakit kulit dengan keluhan gatal. Adapun diagnosis banding yang biasanya mendekati adalah prurigo, pedikulosis corporis, dermatitis dan lain-lain.2,3
IX.
Penatalaksanaan Pilihan obat scabisida harus memperhitungkan efektivitas dan toksisitas.
Penatalaksanaan juga harus melibatkan orang-orang yang berhubungan dekat atau pasangan seksual. Adapun syarat obat yang ideal adalah yang efektif terhadap semua tungau, tidak menimbulkan iritasi, tidak bersifat toksik, tidak berbau, tidak kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya pun relatif murah.2,3 Pengobatan standar skabies pada manusia yang sering diberikan adalah bensil bensoat, crotamiton, lindan, permetrin, dan ivermectin . Wendel dan Rampalo (2002) melakukan tinjauan tingkat kesembuhan penderita skabies dengan berbagai macam obat seperti yang ditunjukkan pada table berikut.1,8
Tabel 1. Tinjauan Tingkat Kesembuhan Skabies dengan Berbagai Macam Obat.1
Kombinasi antara bensil bensoat memberikan tingkat kesembuhan mencapai 100%. Bensil bensoat 25% dikenal juga dengan nama "Balsem Peru" dan telah digunakan sekitar 65 tahun yang lalu. Obat ini diaplikasikan dengan cara dioles pada kulit yang terserang skabies dan dibiarkan hingga 24 jam. Efek samping bensil bensoat yang dilaporkan adalah timbulnya diare dan iritasi kulit pada menit pertama pasca pengolesan. Bensil bensoat dianjurkan untuk diencerkan apabila digunakan oleh penderita skabies pada anak dan dewasa yang kulitnya sensitif.1,3
Crotamiton 10% (Eurax) adalah obat scabies yang cukup aman bagi anak dengan efek samping yang minimal. Obat ini mempunyai dua efek yaitu sebagai antiskabies dan antupruritik. Obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.1,3 Gamma benzene hexachloride 1% adalah insektisida organofosfat untuk pengobatan skabies dengan tingkat kesembuhan mencapai 96 - 98%. Obat ini mempengaruhi sistem saraf dan terbukti berbahaya bagi janin dan anak bahkan dapat menyebabkan terjadinya idiosyncratic aplastic anemia. Oleh karena itu, lindan tidak dianjurkan untuk digunakan ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah umur dua tahun dan penderita dengan dermatitis yang luas termasuk penderita dengan gangguan syaraf. Lindan tidak dianjurkan setelah mandi dengan air hangat karena kulit masih mengalami vasodilatasi sehingga penyerapan berjalan cepat dan sangat membahayakan. Resistensi S. scabiei secara in vitro dan in vivo terhadap lindan telah dilaporkan oleh Hernandez (1983) dan Chosidow (2000). Lindan dilarang beredar di beberapa negara termasuk Australia karena efek samping yang membahayakan bagi pengguna.1 Adanya efek samping terhadap lindan, pengobatan diarahkan pada penggunaan permetrin 5% (Lyclear). Obat ini terbilang lebih mahal dari obat skabies di atas dan banyak digunakan di Australia, United Kingdom dan Amerika selama lebih dari dua puluh tahun. Dosis tunggal yang digunakan mempunyai efek yang mirip dengan lindan, yaitu memberikan kesembuhan sekitar 97,8%. Efek permetrin dilaporkan lebih balk daripada crotamiton dan sebaiknya dibiarkan selama delapan sampai sepuluh jam berada di kulit, kemudian dapat dicuci. Pengobatan dapat diulang dalam waktu satu minggu. Obat ini dilaporkan lebih aman khususnya bagi anak-anak, tidak menyebabkan reaksi silang dengan kulit, tetapi dapat menyebabkan diare dan kejang-kejang.1,3,8 Ivermectin adalah antibiotik lakton makrosiklik dari kelompok avermectin yang diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan spektrum yang luas untuk parasit baik arthropoda maupun nematoda dan telah banyak digunakan untuk pengobatan skabies pada hewan serta manusia. Dosis tunggal ivermectin 200 tg/kg mampu menyembuhkan skabies pada penderita HIV dan skabies krustasi. Selain khasiatnya sebagai anti skabies, ivermectin juga
dilaporkan efektif untuk mengurangi kejadian infeksi sekunder karena bakteri Streptococcus pyoderma yang menyertai skabies. Efek samping yang ditimbulkan setelah pengobatan adalah sakit perut dan muntah serta hipotensi (tekanan darah menurun). Ruam-ruam merah akan meningkat pada tiga hari pertama pascapengobatan juga sering dialami penderita scabies. Ivermectin tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dengan bobot badan kurang dari lima belas kilogram.1 Obat alternatif lainnya adalah presipitasi sulfur 6% di dalam petrolatum . Obat ini dilaporkan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak yang berumur kurang dari dua tahun . Penggunaan sulfur 6% setiap malam selama tiga kali berturut-turut dan membilasnya setelah 24 jam, memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikan, obat ini kurang diminati karena meninggalkan noda dan kotor serta bau yang menyengat.1,3
X.
Pencegahan Diagnosis dini dan penatalaksanaan dengan scabisida yang efektif untuk
penderita dan kontak seksual/ rumah tangga merupakan kunci pencegahan. Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita secara bersama-sama. Pakaian, handuk dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas . Pakaian dan barang-barang asal kain dianjurkan untuk disetrika sebelum digunakan . Sprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali . Bendabenda yang tidak dapat dicuci dengan air (bantal, guling, selimut) disarankan dimasukkan ke dalam kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah sinar matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit sekali.1,2 Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei. Umumnya, penderita masih merasakan gatal selama dua minggu pascapengobatan. Kondisi ini diduga karena masih adanya reaksi hipersensitivitas yang berjalan
relatif lambat. Apabila lebih dari dua minggu masih menunjukkan gejala yang sama, maka dianjurkan untuk kembali berobat karena kemungkinan telah terjadi resistensi atau berkurangnya khasiat obat tersebut. Kegagalan pengobatan pada skabies krustasi secara topikal diduga karena obat tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit akibat tebalnya kerak.1
XI.
Prognosis Keberhasilan pengobatan skabies dan pemberantasan penyakit tersebut
tergantung pada pemilihan efektif, pemakaian obat yang benar, serta menghilangkan faktor predisposisi.3
Daftar Pustaka 1. Wardhana, AH. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini dan Masa
Datang. 2006. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. 2. Herman, MJ. Cermin Dunia Kedokteran: Penyakit Hubungan Seksual
Akibat Jamur, Protozoa dan Parasit. 2001. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi - Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Rl. 3. Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 4. Tim Penyusun Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2005. Surabaya: Airlangga University Press. 5. Speare, Richard. Advice on Scabies Diagnosis and Management. The SA
Department of Health: James Cook University
6. Cordoro, KM. Dermatologic Manifestations of Scabies. 2009. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article. Last Updated: 25 November 2011.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites Scabies. 2010.
Available at: http://www.cdc.gov/. Last updated: 25 November 2011.
8. Chosidow,O. Scabies, New England Journal of Medicine. 2006. Available
from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/354/16/1718. Last Updated: 25 November 2011.