LAPORAN PENELITIAN “Standar Instalasi Laboratorium Radiologi STIkes Widya Cipta Husada” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Radiofotografi II”
Disusun oleh : Faris Kristiawan Ika Nur Afni R Nuur Mauliddyah S Rio Arbiansyah Galih Hamdan
D3 RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI STIkes WIDYA CIPTA HUSADA KEPANJEN-MALANG TAHUN AJARAN 2014/2015
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Standart Instalasi Radiologi STIkes Widya Cipta Husada” dengan tepat waktu. Penyusunan laporan kasus ini digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Radiofotografi. Dalam penyusunan laporan kasus ini telah banyak pihak yang terlibat,sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan ini kami ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada : 1. Bapak Agus Wahyojatmiko, SST selaku dosen mata kuliah Radiofotografi 2. M. Alfi Rohman, Amd. Rad selaku pembimbing laboratorium Radiologi. 3. Teman – Teman – teman teman yang sudah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata – kata kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Malang, 28 Agustus 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI Halaman Judul ........................................... ................................................................. ............................................ ........................................... .....................
1
Kata Pengantar .......................................... ................................................................ ............................................ ............................ ......
2
Daftar Isi............................................ Isi................................................................... ............................................. ................................... .............
3
Bab I Pendahuluan 1.1
Latar Belakang ............................................. ................................................................... ................................... .............
4
1.2
Rumusan Masalah ........................................... ................................................................. ................................ ..........
4
1.3
Tujuan Penelitian ............................................ .................................................................. ................................ ..........
4
1.4
Manfaat Penelitian .......................................... ................................................................ ................................ ..........
5
Bab II Tinjauan Pustaka 2.1
Landasan teori .......................................... ................................................................ ....................................... .................
6
2.1.1 Pengertian Sinar – Sinar – x x ........................................... ................................................................. ................................ ..........
6
2.1.2 Proteksi Radiasi ........................................... ................................................................. ....................................... .................
7
2.1.3 Instalasi Radiologi........................................... ................................................................. ................................... .............
9
2.1.4 Standart Instalasi Radiologi .......................................... ............................................................... .....................
10
Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1
Hasil penelitian ............................................. ................................................................... ................................... .............
20
3.2
Denah Instalasi Radiologi STIKES WCH ...................................... ......................................
20
3.3
Bagian-bagian dari Instalasi Radiologi STIKes WCH ....................
21
BAB IV Penutup 4.1
Kesimpulan........................................... ................................................................. ........................................... .....................
26
4.2
Saran .......................................... ................................................................ ............................................ ................................ ..........
28
Daftar Pustaka ........................................... ................................................................. ............................................ ............................ ......
30
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Instalasi Radiologi adalah salah satu instalasi penunjang medis di suatu rumah sakit. Peranannya sangat penting dalam membantudiagnosa. Tak hanya itu, tata ruangan instalasi, ketersediaan prasarana dan peralatan diagnostik yang memadai, seperti pesawat sinar – X, film, kaset, alat processing dan kamar gelap, juga menjadi hal yang perlu diperhatikan demi kelancaran kinerja dan efektifnya pelayanan.Sarana dan prasarana itu perlu diperhatikan, terutama kamar gelap. Hingga kini, kamar gelap masih memegang peranan penting dalam instalasi radiologi di suatu rumah sakit yang ada di Indonesia, meskipun saat ini telah berkembang pula modalitas imaging seperti CR (computer radiography), DR (digital radiography) dan beberapa jenis modalitas imaging lainnya yang tidak lagi menggunakan kamar gelap sebagai bagian dari proses penghasilan radiograf. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi sebagian rumah sakit lainnya yang tidak memiliki modalitas imaging, sebagian besar masih ada yang memanfaatkan kamar gelap. Dalam perencanaan dan pengembangan tata ruang instalasi radiologi di suatu rumah sakit perlu memperhatikan penataannya terutama kamar gelap. Konstruksi dan penataan yang tepat akan menjadi faktor yang baik bagi kinerja petugas kamar gelap serta memberikan keamanan yang baik pula terhadap peralatan – peralatan dan bahan yang berada didalamnya. Di Indonesia sendiri, kamar gelap masih menjadi hal yang kurang diperhatikan, sehingga baik tidaknya bagian rontgen bisa kita lihat dari kamar gelapnya. Sebab itulah, kamar gelap harus selalu steril, sehingga bisa mencerminkan kualitas petugas didalamnya.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah instalasi ruang radiologi STIKes Widya Cipta Husada memenuhi standart?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui instalasi ruang radiologi yang sesuai dengan standart.
4
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi penulis Dapat dijadikan sebagai sarana meningkatkan minat, bakat dan kreatifitas penulis serta informasi untuk mengetahui tentang instalasi ruang radiologi berikut dengan standart – standartnya. 1.4.2. Bagi mahasiswa Dapat dijadikan sebagia sumber informasi mengenai instalasi ruang radiologi.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Sinar – x Sinar X merupakan suatu gelombang elektromagnetik dengan rentang gelombang yang sangat pendek, akan tetapi memiliki energi yang sangat besar. Sinar X juga memiliki daya tembus yang sangat tinggi. Selain itu, sinar X juga memiliki kemampuan
mengionisasi
atom
dari
materi
yang
dilewati.,
selanjutnya
menjadikan sebagai salah satu bentuk radiasi elektromagnetik. (Anonimous, 2014) Sinar X bersifat heterogen, dimana sinar ini memiliki rentang gelombang berukuran mulai dari 0,01 sampai 10 nanometer dengan frekuensi mulai dari 30 petaHertz sampai 30 exaHertz dan mempunyai energy mulai dari 120 elektrovolt hingga 120 kilo elektrovolt. Kemampuan sinar X sering kali dimanfaatkan dalam bidang medis, seperti dalam ranah Radiologi Diagnostik. Proses terjadinya Sinar X 1.
Didalam rabung roentgen ada katoda dan anoda, katoda (filament)
dipanaskan
lebih
dari
20.000
derajat
Celcius
sampai
menyala
dengan
mengantarkan listrik dari transformator. 2.
Electron – electron yang berada pada katoda (filament) terlepas, ini
disebabkan karena panas katoda yang dipanaskan pada suhu tinggi. 3.
Dengan memberikan tegangan tinggi maka electron – electron dipercepat
gerakannya menuju anoda (target). 4.
Electron – electron mendadak dihentikan pada anoda (target) sehingga
terbentuk panas (99%) dan sinar X (1%). 5.
Sinar X akan keluar dan diarahkan dari tabung molekul jendela yang
disebut diafragma. 6.
Panas yang ditimbulkan ditiadakan oleh radiator pendingin. (Rasad, 2005)
6
Gambar 2.1 Tabung rontgen (Anonimous, 2014)
2.1.2 Proteksi Radiasi Radiasi merupakan perpindahan kalor tanpa zat perantara. Radiasi merupakan slah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan pengantar tertentu. (Anonimous, 2014) Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi yang kadang dikenal juga dengan protek radiologi ini memiliki beberapa pengertian, diantaranya yaitu : (Anominous, 2013) 1.
Proteksi radiasi adalah suatu sistem untuk mengendalikan bahaya radiasi
dengan menggunakan peralatan proteksi dan kerekayasaan yang canggih serta mengikuti peraturan proteksi yang sudah dibakukan. 2.
Menurut BAPETEN, proteksi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi pengaruh radias yang merusak akibat paparan radiasi Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa proteksi radiasi adalah ilmu yang mempelajari teknik yang digunakan oleh manusia untuk melindungi dirinya, orang sekitarnya maupun keturunannya dari paparan radiasi. Macam – macam Proteksi Radiasi yang dapat dibagi dalam beberapa macam : 1.
Proteksi radiasi kerja merupakan perlindungan kerja
2.
Proteksi radiasi medis merupakan perlindungan pasien dan radiographer
7
3.
Proteksi radiasi masyarakat merupakan perlindungan individu, anggota
masyarakat dan penduduk secara keseluruhan. Jenis – jenis eksposur serta peraturan pemerintah dan batas paparan hukum yang berbeda untuk masing – masing kelompok, sehingga masing – masing harus mempertimbangkan secara terpisah. Falsafah Proteksi Radiasi disebut juga dengan tujuan proteksi radiasi yang macamnya adalah sebagai berikut : 1.
Mencegah terjadinya efek non stokastik yang berbahaya.
2.
Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup
rendah, yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan disekitarnya. Pengalaman membuktikan bahwa dengan menggunakan sistem pembatasan dosis terhadap penyinaran tubuh, baik radiasi eksternal maupun internal. Kemungkinan resiko bahaya radiasi dapat diabaikan petugas proteksi radiasi dengan mengikuti peraturan proteksi radiasi dan menggunakan peralatan proteksi ynag canggih dapat juga menyelamatkan pekerja dan masyarakat pada umumnya. Asas – asas dalam proteksi radiasi terdiri atas beberapa macam yaitu : 1.
Asas legislasi atau justifikasi
yang artinya pembenaran, dalam
pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar sebelumnya tenaga nuklir dimanfaatkan, terlebih dahulu harus dilakukan analisis resiko manfaat. Apabila pemanfaatan tenaga nuklir menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan resiko akibat kerugian radiasi yang mungkin ditimbulkannya, maka kegiatan tersebut boleh dilaksanakan. Sebaliknya, apabila manfaatnya kecilb dari resiko yang ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. 2.
Asas Optimalisasi, penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir
menuntut agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan terus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini yang dikenal dengan istilah ALARA ( As Low As Reasonably Achievable) dalam kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi, asas optimalisasi sendiri mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara seksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau.
8
Suatu program proteksi dapat dikatakan memenuhi asa optimalisasi jikka semua komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi. Tujuan dari asas ini adalah untuk mendapatkan hasil optimum yang meliputi kombinasi penerimaan dosis yang rendah, baik individu maupun kolektif, minimnya resiko dan pemaparan yang tidak dikehendaki, dan biaya yang murah. Asas ini sangat ditekankan oleh ICRP. Setiap kegiatan yang memerlukan tindakan proteksi, terlebih dahulu harus dilakukan analisis optimalisasi proteksi, dimana penekanan ini bermaksud untuk meluruskan kesalahpahaman tentang sistem pembatasan dosis yang sebelumnya dikenal dengan konsep ALARA ( As Low As Reasonably Achievable). Baik asas optimalisasi maupun ALARA, keduanya sangat menekankan pada pertimbangan faktor – faktor ekonomi dan sosial, seta tidak semata – mata menekankan pada rendahnya penerimaan dosis oleh pekerja maupun masyarakat. 3.
Asas Litimasi, penerapannya dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut
agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Batas dosis (NBD) yang dimaksud adalah dosis radiasi yang diterima penyinaran eksterna dan interna selama satu tahun dan tidak tergantung pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medic dan yang berasal dari radiasi alam, NBD yang berlaku saat ini adalah 50 mSv (5000 mrem) pertahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500 mrem) pertahun anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem) pertahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan pertahun tidak boleh melebihi 50 mSv) dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100 mrem) pertahun, maka tentunya kita harus berhati – hati dalam mengadopsinya.dengan menggunakan program proteksi yang disusun secara baik, segala kegiatan yang mengandung resiko ppaparan radiasi dapat ditangani sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak terlampaui.
9
2.1.3 Instalasi Radiologi Definisi dari instalasi radiologi adalah suatu instalasi penunjang medis di suatu rumah sakit. Karena keberadaannya yang memiliki peranan penting dalam membantu menegakkan diagnose, maka perencanaan dan pengembangannya memerlukan perhatian yang baik dan tepat. Isntalasi radiologi terbagi dalam 3 bagian yaitu ruang control panel, ruang expose dan kamar gelap. Persyaratan ruangan : 1.
Letak unit/instalasi radiologi hendaknya mudah dijangkau dari ruangan
gawat darurat, perawatan intensive care, kamar bedah dan ruangan lainnya. 2.
Di setiap instalasi radiologi dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran
dan alarm sesuai dengan kebutuhan. 3.
Suhu ruang pemeriksaan 20-24 °C dan kelembaban 40 - 60 %.
4.
Suhu untuk alat sesuai dengan kebutuhan alat tersebut.
2.1.4 Standart Instalasi Radiologi 2.1.4.1
Ruang Operator
2.1.4.1.1
Ukuran ruang
Ukuran minimum ruangan untuk pesawat dinar X diagnostic adalah panjang 4 meter, lebar 3 meter dan tingg 2,8 meter, tidak termasuk ruang operator dan kabin pasien (BAPETEN 2002). Hal ini untuk menjamin keleluasaan bagi petugas dalam melakukan pemeriksaan.
2.1.4.1.2
Dinding
Dinding terbuat dari beton yang tebalnya 20 cm atau batu bata dengan plester yang tebalnya 25 cm, kira – kira setara dengan timbale yang tebalnya 2 mm (BAPETEN 2002)
2.1.4.1.3
Lantai
Bila ruangan berada dibawah maka ketebalan lantai tidak begitu diperhatikan, namun bila letaknya berada diatas maka tebalnya setara dengan 2 mm timbale,
10
begitu pula dengan langit – langit ruangan tebalnya setara 2 mm timbale jika di atasnya dipergunakan (Batan II, 2001)
2.1.4.1.4
Pintu
Pintu dan kusen pintu harus meliputi ketebalan ekuivalen timbal untuk dinding di sebelahnya dan timbal pelindung yang melapisi daun pintu harus menutupi kusen pintu selebar sekurang – kurangnya 1,5 cm, demikian juga timbale yang melapisi kusen pintu harus menutupi beton yang lebar minimumnya sama dengantebal tembok.
2.1.4.1.5
Jendela
Memiliki ketinggian sekurang – kurangnya dua meter dari lantai luar kamar sinar X dan sedikitnya 1,6 meter dari lantai dalam kamar sinar X dan harus ditempatkan sedemikian sehingga radiasi hambur tidak dapat secara langsung melalui jendela tersebut masu ke jendela lainnya yang berdekatan.
2.1.4.2
Ruang Penyinaran
2.1.4.2.1
Ruangan pesawat X-ray
Penempatan pesawat sinar X diberbagai ruangan harus diperhatikan, serta harus dibuat beban kerja untuk tiap – tiap kamar. Penataan peralatan dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan petugas bekerja. adapun komponen dari ruangan pesawat sinar X : 2.1.4.2.1..1
Pakaian pasien
2.1.4.2.1..2
Kapas
2.1.4.2.1..3
Kain chas
2.1.4.2.1..4
Alkohol
2.1.4.2.1..5
Plester
2.1.4.2.1..6
Aguadest steril
2.1.4.2.1..7
Mercurochrom / bethadine
2.1.4.2.1..8
Spiut loc ; 2cc; 10 cc; 20cc; berikut jarum suntik no. 21, 19
2.1.4.2.1..9
Kateter
2.1.4.2.1..10 Nier bekken (bengkok)
11
2.1.4.2.1..11
Korentang
2.1.4.2.1..12
Pispot
2.1.4.2.1..13
Lampu pemeriksaan
2.1.4.2.1..14
Cairan infus dengan infus set
2.1.4.2.2
Lemari obat yang berisi
2.1.4.2.2..1
Golongan antihistamin
2.1.4.2.2..2
Adrenalin
2.1.4.2.2..3
Corticosteroid
2.1.4.2.2..4
Contras media
2.1.4.2.2..5
Masker
2.1.4.2.3
Alat – alat lain
2.1.4.2.3..1
Masker
2.1.4.2.3..2
Tabung oksigen
2.1.4.2.3..3
Alat resutisasi
2.1.4.2.4
Arah Sinar X
Berkas sinar X tidak boleh diarahlan ke jendela atau panel kontrol dan dinding kamar gelap. Selama dilakukan penyinaran, semua petugas harus berada dibelakang panel kontrol dengan bahan pelindung radiasi dan mengawasi pasien melalui jendela gelas timbale. Luas serta bentuk ruang tergantung pada jenis peralatan yang dipasang didalamnya. Disini dilakukan pekerjaan penyinaran terhadap pasien untuk pemeriksaan diagnostik maupun pelayanan radioterapi. Dinding ruang, termasuk pintu – pintunya harus memberikan perlindungan yang memadai terhadap radiasi, sehingga tidak membahayakan mereka yang berada diluar ruangan.
12
2.1.4.3
Kamar Gelap
2.1.4.3.1
Definisi Kamar Gelap
Processing Room atau lebih dikenal dengan kamar gelap adalah suatu area /ruang khusus yang digunakan sebagai tempat pengolahan film dimana proses pengolahan film tersebut terjadi proses pembangkitan sampai terbentuknya radiograf secara kimiawi. (Anonimous, 2013)
2.1.4.3.2
Fungsi Kamar Gelap
Menurut Jenkins (1980) kamar gelap dalam pelayanan radiologi berfungsi sebagai berikut : 2.1.4.3.2..1
Tempat
untuk
mengeluarkan
film
dari
dalam
kaset
dan
memasukkan ke dalam kaset. 2.1.4.3.2..2
Tempat untuk memberikan identitas pada film
2.1.4.3.2..3
Tempat untuk proses film rontgen, baik secara manual maupun
otomatis. 2.1.4.3.2..4
Tempat untuk perawatan mesin pengolahan otomatis.
2.1.4.3.2..5
Tempat untuk penyimpanana film yang belum tersinari.
2.1.4.3.2..6
Tempat perawatan lembar penguat.
2.1.4.3.2..7
Tempat untuk mempersiapkan larutan kimia yang digunakan dalam
proses pengolahan secara manual maupun otomatis.
2.1.4.3.3
Lokasi Kamar Gelap
2.1.4.3.3..1
Mudah diakses jika dibutuhkan.
2.1.4.3.3..2
Terlindungi dari sinar langsung atau sinar hambur.
2.1.4.3.3..3
Bersebelahan dengan ruang pemeriksaan dan dihubungkan dengan
kaset heatch. 2.1.4.3.3..4
Dianjurkan untuk 2 kamar pemotretan tersedia 1 kamar gelap
2.1.4.3.4
Ventilasi
Berfungsi sebagai pertukaran udara dalam kamar gelap dan menjaga kestabilan dari cairan processing.
13
2.1.4.3.4..1
Diatur agar udara berotasi 6 – 10 kali/jam
2.1.4.3.4..2
Suhu dalam ruangan 18° - 22° C
2.1.4.3.4..3
Kelembapan 40% - 60%
2.1.4.3.4..4
Ventilasi dibuat diatas loteng dengan bentuk cerobong asap atau
bisa menggunakan AC, kipas angin, dan lainnya. 2.1.4.3.4..5
Jika tidak pakai AC atau kipas angin, pertukaran udara diharapkan
minimal 10 kali dalam 1 jam dengan cara membuka jendela atau pintu, untuk menghindari bahaya uap cairan pencuci film.
2.1.4.3.5
Pintu
2.1.4.3.5..1
Kedap cahaya
2.1.4.3.5..2
Petugas mudah masuk tanpa mengganggu jalannya processing
2.1.4.3.5..3
Harus memenuhi syarat processing
2.1.4.3.5..4
Dapat menghasilkan processing
2.1.4.3.5..5
Ringan
2.1.4.3.5..6
Dapat dikunci dari dalam
Macam – macam pintu kamar gelap 1.
Sistem 1 pintu a. Lebih ekonomis b. Menghemat ruangan c. Menggunakan pengunci otomatis untuk menghindari cahaya tampak masuk kedalam kamar gelap
14
Gambar 2.2 Sistem 1 pintu (Anonimous, 2014)
2.
Sistem dua pintu a. Menghemat tempat b. Kunci otomatis c. Dapat terhindar dari cahaya masuk meskipun salah satu pintu ter buka d. Memerlukan ruang yang lebih luas
Gambar 2.3 Sistem 2 pintu (Anonimous, 2014)
3.
Sistem Labirin a. Tidak memerlukan daun pintu b. Dapat berfungsi sebagai ventilasi c. Petugas dapat masuk dan keluar tanpa mengganggu aktivitas didalamnya d. Sistem dinding penyekat e. Praktis dan efisien
15
Gambar 2.4 Sistem Labirin (Anonimous, 2014)
4.
Sistem Putar a. Cahaya masuk dapat terhindar b. Menggunakan metal yang berbentuk silinder dengan bagian terbuka pada sisi untuk masuk
c. Hemat waktu d. Memerlukan daun pintu yang luas dan rumit. Gambar 2.5 Sistem putar (Anonimous, 2014)
2.1.4.3.6
Lantai
2.1.4.3.6..1
Tidak mudah rapuh dan kropos
2.1.4.3.6..2
Tahan terhadap cairan processing
2.1.4.3.6..3
Tidak licin
2.1.4.3.6..4
Mudah dibersihkan
2.1.4.3.6..5
Dapat menyerap cairan kimia
2.1.4.3.6..6
Berwarna cerah
2.1.4.3.6..7
Bahannya terbuat dari bitumen (turunan aspal), kearmik, porselin
2.1.4.3.6..8
Luas lantai minimal 3m x 2m
2.1.4.3.7
Sarana dan Peralatan
2.1.4.3.7..1
Meja kering (dry side )
Istilah dari tempat menyimpan peralatan
16
2.1.4.3.7..2
Meja basah(wet side)
Istilah tempat menyimpan cairan processing. 2.1.4.3.7..3
Alat pencetak Identitas
Alat yang digunakan untuk mencetak identitas pasien dengan cara fotografis yang menggunakan cahaya lampu. 2.1.4.3.7..4
Casette Hatch
Alat bantu transport kaset yang dipasang pada pembatas kamar gelap dan kamar pemeriksaan. 2.1.4.3.7..5
Film Hopper
Tempat penyimpanan film yang belum terkena expose 2.1.4.3.7..6
Cupboard
Tempat penyimpanan film dalam jumlah kecil untuk mengganti apabila persediaan film pada hopper habis, letaknya didalam loading bench 2.1.4.3.7..7
Hanger film
Tempat menggantung film rontgen pada saat melakukan pencucian manual maupun pengeringan. Pemakaian hanger ini harus disesuaikan dengan ukuran film yang digunakan 2.1.4.3.7..8
Timer
2.1.4.3.7..9
Termometer
Pengukur suhu. 2.1.4.3.7..10
Tower dispencer
Untuk mengeringkan tangan 2.1.4.3.7..11
Manual processing
Sebaiknya memanjang dengan luas panjang 10m² dan tinggi 3m dengan maksud memudahkan pengaturan bahan – bahan dalam kamar gelap 2.1.4.3.7..12
Automatic processing
Sebaiknya bujur sangkar dengan luas 7m² dan tinggi 3m
2.1.4.3.8
Penerangan
2.1.4.3.8..1
Lampu penerangan umum (dalam keadaan tidak ada kegiatan
proses pencucian film)
Perawatan kaset dan screen
17
Membersihkan lantai dan dinding
Service peralatan
2.1.4.3.8..2
Lampu pengamanan (dalam keadaan dilakukannya kegiatan proses
pencucian film)
Gambar 2.6 Safe Light
Syarat Lampu Safe Light
Tidak boleh melebihi batas aman kepekaan film, kepekaan film dipengaruhi oleh warna, intesitas bdan waktu pencahayaan, maksimal 10 watt.
Warna filter tidak memberikan efek pada film yang digunakan (blue sensitive, green sensitive)
Gambar 2.7
Safe lighting dengan menggunakan filter : (Anonimous, 2015)
Yellow filter
18
Red filter
2.1.4.3.9
Sirkulasi Air
Sirkulasi air dalam kamar gelap harus selalu mengalir supaya kebersihan air dalam kamar gelap terus terjaga kebersihannya dan pada film tidak menimbulkan artefak. Tujuannya adalah untuk membersihkan film dari sisa – sisa developer dan fixer, dengan demikian cairan yang terbawa air akan mengalir serta mendukung kualitas gambar dengan baik. (Anonimous, 2010)
19
BAB III Hasil dan PEMBAHASAN 3.1.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian laboratorium instalasi radiologi STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen – Malang yang kami peroleh, didapatkan bahwa laboratorium instalasi radiologi ini memiliki 1 buah ruang control, 1 buah ruang pemeriksaan, dan 1 buah kamar gelap.
3.2
Denah Ruang Radiologi STIKes Widya Cipta Husada
Kepanjen – Malang :
Gambar 3.1 Denah Ruang Radiologi STIKes Widya Cipta Husada
20
Keterangan : A.
Pintu ruang instalasi radiologi
1.
94 X 217 cm (pintu masuk)
2.
73 X 187 cm (pintu meja control)
3.
75 X 108 cm ( pintu masuk kamar gelap 1)
4.
75 X 108 cm (pintu masuk kamar gelap 2)
B.
Tembok luar sebelah kamar gelap
C.
Lebar lorong (120 cm)
D.
Panjang lorong kamar gelap 324 cm
E.
Kamar gelap
1.
Daerah basah (5,6,7,8)
2.
Daerah kering (9)
3.3
Bagian-bagian
dari
Laboratorium
Instalasi
Radiologi
STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen - Malang 3.3.1 Pada ruang meja kontrol didapat sebuah gambar sebagai berikut
Gambar 3.2 Ruang meja kontrol
1.
Letak unit ruangan letak meja control mudah dijangkau dari ruang pemeriksaan.
21
2.
Ruangan letak meja control dilapisi dengan timah hitam dengan ketebalan tertentu sehingga tingkat radiasi disekitar ruangan pesawat sinar-X tidak melampaui Nilai Batas Dosis 1 mSv/tahun (satu milisilvert per tahun).
3.
Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai dengan kebutuhan
4.
Dilengkapi dengan meja control
5.
Dilengkapi dengan kaca Pb : Panjang Lebar
6.
= 37 cm = 36 cm
Ukuran Ruang Control :
-
Panjang
= 2,88 m
-
Lebar
= 0,97 m
-
Tebal dinding
= 35 cm
-
Tinggi ruangan
=3m
22
3.3.2
Pada ruang pemeriksaan didapat gambar sebagai berikut
Gambar 3.3 Ruang pemeriksaan
1. Letak ruangan berada pada pusat laboratorium instalasi radiologi STIKes Widya CIpta Husada 2. Dilengkapi dengan : -
Tempat tidur / tempat pemeriksaan
-
AC
-
Tabung rontgen
-
Tempat evaluasi hasil pemeriksaan/viewing box
3. Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu merah yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang dilakukan penyinaran (lampu peringatan tanda bahaya radiasi) 4. Ventilasi cukup
23
5. Ukuran ruang pemeriksaan -
Panjang
= 7,44 m
-
Lebar
= 2,88 m
-
Tebal dinding
= 35 cm
-
Tinggi ruangan
=3m
3.3.3
Kamar gelap
24
Gambar 3.4 Kamar Gelap
1. 2. 3. 4. 5. -
6. 7.
Kamar gelap cukup terlindung dari sinar-X, sinar matahari dan cahaya dari ruang sebelahnya Ventilasi yang cukup dalam kamar gelap Persediaan air yang cukup dan system pembuangan air yang baik Safetylight aman / tidak bocor Perlengkapan kamar gelap yang memadai, seperti : Cairan developer yang cukup Cairan fixer yang cukup Transfer box Ray printer Hanger Kaset Film rontgen Adanya pembeda / jarak antara daerah kerja basah dan daerah kerja kering yang memadai Lantai kamar gelap dilapisi ubin sampai setinggi 1,5 m – 2 m
25
8. Sela-sela ubin ditutupi dengan semen murni agar tidak mudah meresap 9. Serta dinding dicat dengan warna cerah 10. Ukuran ruang kamar gelap : - Panjang = 2,77 m = 2,6 m - Lebar =3m - Tinggi = 35 cm - Ketebalan dinding 11. Pintu kamar gelap menggunakan kain yang tidak tembus cahaya
26
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan Dari laporan kasus yang berjudul “Standar Instalasi Laboratorium
Radiologi STIkes Widya Cipta Husada”, saya sebagai penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut Daftar perbandingan kamar gelap Laboratorium Radiologi STIkes Widya
Cipta Husada dengan ketentuan standar instalasi radiologi
NO.
1
Nama
Ketentuan
Ukuran
ruang
kamar gelap 2
Lantai
Lab . Radiologi
Memenuhi
STIkes WCH
Standart
Luas 2,77 x 2,6 m tinggi 3 m
TIDAK
- Tidak mudah rapuh dan
-Bahan tidak mudah
YA
keropos
keropos serta tahan terhadap
Luas 3 x 4 m2 tinggi 2,75 m
ruang
instalasi lab.radiologi
cairan prosessin - Tahan terhadap cairan
-
cairan
YA
prosessing
pencuci film
- Tidak licin
-
mudah
TIDAK
- Mudah dibersihkan
dibersihkan
- Dapat menyerap cairan
- Dapat menyerap cairan
TIDAK
kimia
kimia
- Berwarnah cerah
- Berwarna cerah
-
Bahan
dari
Tahan
terhadap
Licin
dan
YA
bitumen
(turunan aspal) - Luas lantai minimal 3m x 2m 3
Dinding
instalasi
lab.radiologi
Syarat-syaratnya
:
- Harus terjamin proteksi
-Tidak
terjamin
proteksi
TIDAK
27
radiasi
radiasi
Syarat
ketebalan
:
- Barium plaster 25cm campuran
Ba2SO4
dengan -
semen
Batu
bata
yang
ekuivalen dengan 2 mm Pb tebalnya 25cm disusun
-Kurang tebal
TIDAK
-Menggunakan cat minyak
YA
miring - Kombinasi antara batu bata dengan ½ bata yang dilapisi setebal
4
Barium 1
½
plester cm
Langit-langit
- Dicat dengan cat yang
instalasi
tidak mudah mengelupas
lab.radiologi
/ cat minyak - Tinggi kurang lebih 2,73m
5
YA -Tinggi kurang lebih 3m
Ventilasi instalasi
- Diatur agar suhu berotasi -Memakai AC
lab.radiologi
6 – 10 kali/jam - Suhu dalam ruangan 18°
-Suhu sudah sesuai
YA
YA
- 22° C - Kelembapan 40% - 60%
-Pintu juga berfungsi sebagai YA ventilasi
6
Pintu
instalasi
-Pintu harus di lapisi Pb
-Pintu tidak di lapisi Pb
- Warna merah
- Warna merah
instalasi
- Tidak lebih dari 5watt
- Tidak lebih dari 5watt
lab.radiologi
- Minimal 2
- Hanya satu
Hanger
- Berada didaerah kering
TIDAK
lab.radiologi 7
8
Safety
light
instalasi
lab.radiologi
-
Menyediakan
hanger
- Dikamar gelap tersedia
TIDAK
YA
sesuai dengan ukuran film yang ada
28
9
10
Kaset
instalasi
- Harus mempunyai setiap
lab.radiologi
ukuran
Film
-
Rontgen
Jika
dengan
- Mempunyai setiap ukuran
YA
jumlah
instalasi
banyak
film
harus -
lab.radiologi
disimpan
sebagian
Tidak
ada
gudang
di penyimpanan film
TIDAK
gudang penyimpanan, dan di
kamar
gelap
sesuai
kebutuhan 11
Print
Radiograf
instalasi
- Setiap kamar gelap harus
- Ada ID print
YA
- Ada 2 meja
YA
- Ada 2 kursi
YA
- Ada 1 almari
YA
ada ID print
lab.radiologi 12
13
Meja
instalasi
- Harus terdapat minimal
lab.radiologi
2 meja
Kursi
- Minimal harus ada 2 kursi
14
Almari
- Minimal harus ada 1 almari, untuk menyimpan berkas
15
Kamar mandi
- Harus ada kamar mandi
- Ada tetapi tidak digunakan
TIDAK
16
Kamar ganti
- Harus ada kamar ganti
- Ada tetapi tidak digunakan
TIDAK
17
Pesawat sinar x
- Harus dapat digunakan
- Ada tetapi tidak dapat
TIDAK
digunakan
4.2
Saran Dari daftar perbandingan kamar gelap yang telah dibuat, standar kamar
gelap daripada laboratorium radiologidi STIkes Widya Cipta Husada masih belum memenuhi syarat. Dilihat dari beberapa komponen yang masih kurang atau belum terpenuhi, maka perlu adanya peningkatan dan perhatian akan hal tersebut, sehingga dapat menunjang kualitas kinerja dan pembelajaran, berikut dengan keamanannya, yang lebih baik.
29
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Ridha. “Dunia Radiology”. 2013 http://duniaradiology.blogspot.co.id/2013/10/proteksi-radiasi.html http://id.scribd.com/doc/122290015/Instalasi-Radiologi-adalah-salah-satuinstalasi-penunjang-medis-di-suatu-rumah-sakit-docx#scribd http://www.academia.edu/6391766/bab_1_proradv Nugraha “Ruang Radiologi” . 2012 http://nugrahaelektromedik.blogspot.co.id/2012/06/ruang-radiologi.html http://cafe-radiologi.blogspot.co.id/2011/10/standar-operational-proseduresop.html jtrr.poltekkes-smg.ac.id/wp-content/.../e.-PERKA-8-TAHUN-2011.pdf http://radiologynet.blogspot.co.id/2014/11/standar-pelayanan-administrasidan.html Anonimous “Perencanaan dan Tataletak Ruang di Instalasi Radiologi Menggunakan Designer Suite 6.0” . 2010 http://quantumskuad.blogspot.com/2010/06/perencanaan-dan-tataletak-ruang-di.html?m=1 Anonimous “Keselamatan Kerja di Ruang Instalasi Radiologi http://atrobali.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=78:keselam atan-kerja-di-instalasi-radiologi&catid=37:article&Itemid=1 Rizal Mashudi, Akhmad “Kamar Gelap (Darkroom)” . 2014 http://radiologykr.blogspot.co.id/2014/01/kamar-gelap-darkroom.html MYE, Prayoga “Kamar Gelap Radiologi” . 2013 http://sahabatafterego.blogspot.co.id/2013/10/kamar-gelap-radiologi.html Anonimous “Kamar Gelap/Dark Room” . 2012 http://radiasii.blogspot.co.id/2012/05/kamar-gelapdark-room.html Anonimous “Processing Room (Kamar Gelap)” . 2010 http://caferadiologi.blogspot.co.id/2010/10/processing-room-kamar-gelap.html Dewi, Niimala “Kamar Gelap” . 2012 http://niimaladewii.blogspot.co.id/2012/05/kamar-gelap.html
30