LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BAHAN MAKANAN ACARA 1 SUMBER KARBOHID RAT RAT
Disusun oleh : Nama
: Labiqotul Fatiyasani
NIM
: 12/33541 12/335419/KU 9/KU/152 /15231 31
Kelo Kelomp mpok ok : 12 Shif Shiftt
: III III
Tanggal anggal
: 26 Maret Maret 2013
Asisten
: 1. Fasty Arum Utami, S.gz 2. Ibtidau Niamilah
PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKART YOGYAKARTA A 2013
BAB I PENDAHULUAN
A. Acara
: Sumber Karbohidrat Karbohidrat ( serealia, serealia, tepung, umbu-umbian) umbu-umbian)
B. Hari, Hari, tanggal tanggal
: Selasa, Selasa, 26 Maret Maret 2013
C. Tujua ujuan n a. Sere Sereal alia ia 1. Mengetahui kriteria kriteria mutu secara fisik beras dan jagung, jagung, serta mengetahui mengetahui proses proses pengolahan serealia yang benar. 2. Mengetahui produk produk olahan serealia serealia dan mengetahui mengetahui nilai nilai gizi yang terkandung terkandung di dalamnya. b. Tepun epung g Mampu menyebutkan jenis tepung dan pati berdasarkan bahan dasar sifat fisik, serta pengaruh sifat granula pati dan tepung terhadap pemanasan (sifat gel) c. Umbi Umbi-u -umb mbia ian n 1. Mengetahui sifat fisik fisik berbagai berbagai macam macam umbi-umbian umbi-umbian 2. Mengetah Mengetahui ui kriteria kriteria mutu umbi-um umbi-umbian bian 3. Mengetahui macam macam pengolahan pengolahan dan dan jenis produk produk olahan umbi 4. Mengetah Mengetahui ui sifat sifat fisik produk produk olahan olahan umbi
2
BAB II METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan 1. Alat : a. Timbangan digital
1 buah
b. Timbangan analog
1 buah
c. Panci
2 buah
d. Wajan
1 buah
e. Sendok
2 buah
f. Garpu
1 buah
g. Piring besar
1 buah
h. Piring kecil
1 buah
i. Mangkuk kecil
1 buah
j. Gelass ukur
1 buah
k. Stopwatch
1 buah
l. Kompor gas
1 unit
2. Bahan : a. Ketan hitam
secukupnya
b. Bihun jagung
secukupnya
c. Sereal Koko Crunch
secukupnya
d. Oatmeal instan
1 bungkus
e. Tepung Sagu
secukupnya
f. Pati tapioka
secukupnya
g. Ubi cilembu
1 buah
h. Stick talas
secukupnya
i. Air
secukupnya
B. Cara Kerja 1. Serealia a. Pengamatan sifat fisik serealia Beras ketan putih Mengamati warna, bau, dan kekilapan serealia.
3
b. Pemasakan Beras ketan hitam Menimbang sebanyak 10 g Memasukkan dalam wajan Menuang 200 ml air Memanaskannya dengan api kecil (bahan dimasukkan dulu sebelumnya) Menuang 100 ml air Mencatat waktu
c. Pengamatan produk olahan Bihun jagung, oatmeal, sereal koko krunch Memasak dan menyajikannya Mengamati sifat organoleptiknya Mengamati nilai gizinya 2. Tepung Pengamatan sifat fisik tepung dan pati , tepung tapioka, tepung sagu Mengamati warna (membandingkan dengan BaSO 4), bau, dan tekstur 3. Umbi-umbian a. Pengamatan BDD ubi cilembu Membersihkan dan menimbang berat awal Mengupas dan membuang bagian yang rusak Mengupas dan membuang bagian yang rusak Menimbang berat sesudah di kupas Menghitung persen berat dapat dimakan (%BDD) b. Pengamatan Fisik Umbi 4
ubi cilembu Membersihkan dari tanah yang menutupi kulit Mengamati tekstur, kekompakan, warna, bau, dan kerusakan
c. Pemasakan ubi cilembu Mengupas dan memotong kubus 2 x 2 x 2 cm Mencuci Memasukkan ke dalam panci bersama 300 ml air Merebus dengan api kecil dan mengamati warna, bau, dan tekstur Mencatat waktu hingga umbi lunak d. Pengamatan Produk Olahan stik talas Mengamati sifat organoleptik (warna, bau, rasa, dan tekstur) produk olahan Mengamati dan mencatat nilai gizi
5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Serealia a. Pengamatan Sifat Fisik Serealia Tabel 1. Pengamatan Sifat Fisik Serealia Jenis serealia
Warna
Bau
Ketan hitam
Hitam kecoklatan
Seperti beras
Kekilapan Tidak mengkilap
b. Pengamatan Proses Pemasakan Serealia Tabel 2. Pemasakan Serealia Jenis Beras Ketan hitam
Waktu Pemasakan 47’ 52’’
c. Pengamatan Produk Olahan Serealia Tabel 3. Pengamatan Produk Olahan Serealia Nama Produk Oatmeal
Warna Putih kecoklatan ada bintikbintik kuning
Aroma Aroma susu, ada bau nasi
Sereal Koko Krunch
Aroma Coklat pudar coklat, tidak rata agak tengik
Bihun Jagung
Putih agak bening
Bau jagung
Rasa Hambar tapi ada sedikit gurih Manis, rasa coklat, sedikit gurih hambar
Tekstur Lengket agak kasar Kasar, ada rongga-rongga, seperti ada serat-seratnya Kenyal elastis
Tabel 4. Nilai Gizi Produk Olahan Serealia Nama Produk Nilai Gizi Oatmeal
Nilai Gizi Sereal Koko Krunch
Nilai Gizi Bihun Jagung
Nilai Gizi (%AKG) Takaran saji: 36 gram Karbohidrat 8% Energi 140 kkal Natrium 1% Lemak 5% Kalium 3% Protein 9% Zat besi 8% Magnesium 10% Takaran saji: 30 gram Natrium 2% Energi 110 kkal Vitamin B1 35% Lemak 2% Vitamin B2 35% Protein 3% Vitamin B3 30% Karbohidrat 8% Vitamin B5 20% Takaran saji: 150 gram Lemak 1%Protein 1% Energi 524 kkal Karbihidrat 44%
6
2. Tepung Pengamatan Sifat Tepung Tabel 5. Pengamatan Sifat Fisik Tepung Jenis Tepung
Warna
Bau
Tidak lebih putih dari Ba SO4 dan tapioka, warnanya putih kekuningan, Tidak lebih putih dari BaSO4 tetapi lebih putih dari tepung sagu, putih kapur, agak abuabu
Sagu
Tapioka
Tekstur
Bau fermentasi (masam tape)
Kesat, lembut, ringan
Harum seperti kue, agak seperti vanili
Lebih kesat, lebih terasa berat, lebih terasa basah
3. Umbi-umbian a. Pengamatan Berat Dapat Dimakan (BDD) pada Umbi Tabel 5. Pengamatan BDD pada Umbi Brat (gram) Sebelum dikupas Sesudah dikupas 120 109
Jenis Umbi Ubi Cilembu
%BDD 91%
b. Pengamatan Fisik Umbi Tabel 6. Pengamatan terhadap Mutu Umbi Jenis Umbi
Tekstur Berserat, kaku, sangat keras
Ubi cilembu
Kekompakkan
Warna
Kerusakan
Padat, sehingga tidak mudah patah
Krem kekuningan
Banyak mata tunas
Bau Segar, bau khas ubi cilembu
c. Pengamatan Pemasakan Umbi Tabel 7. Pengamatan Pemasakan Umbi-Umbian Jenis Umbi Ubi cilembu
Waktu Pemasakan (lunak) 13’ 45’’
Warna Kuning kecoklatan
Tekstur
Bau
Rasa
lunak
Bau umbi
Sedikit manis
d. Pengamatan Produk Olahan Umbi Tabel 8. Pengamatan Produk Olahan Bahan Talas
Warna Kuning Kecoklata n
Tekstur renyah
Bau Bau talas, bau minyak
Rasa Gurih khas talas, manis asin
7
Nilai gizi talas : Takaran saji: 100 gram BDD: 85 gram Energi 98 kkal Protein 1,9 gram Lemak 0,2 gram Karbohidrat 23,7 gram
Kalsium 28 mg Fosfor Besi 61 mg Besi 1 mg Vitamin A 20 mg Vitamin B1 0,13 mg Vitamin C 4 mg
B. Pembahasan 1.
Serealia Penyusun terbanyak dari serealia adalah karbohidrat. Karbohidrat yang ada dalam serealia terutama terdiri dari pati, dan sebagiannya mengandung pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula beras. Dalam beras pecah kulit terkandung 85-90% pati, 2-2,5% pentosan, dan 0,6-1,1% gula (Muchtadi, 2011). Komponen gizi mikro tertinggi pada serealia adalah kandungan fosfornya yang berkisar antara 150-540 mg tiap 100 gram sajian. Terdapat pula beberapa vitamin, namun selama penggilingan serealia, banyak vitamin hilang, karena kandungan vitamin banyak terdapat pada bagian aleuron. (Muchtadi, 2011) Struktur umum biji serealia terdiri dari kulit luar, lapisan pericarp, butir biji (endosperm), dan lembaga (embrio). (Sediaoetama, 2009).
Keterangan : A.
Kulit luar
B.
Lapisan Pericarp
C.
Endosperm
D.
Lembaga
Gambar 1. Anatomi Beras ( Sediaoetama, 2009) Kulit luar terdiri dari selulosa yang keras dan merupakan 20% dari butir, lapisan pericarp padi terutama mengandung selulosa, protein, fosfor, besi, vitamin B1, vitamin B2, dan niacin, endosperm merupakan bagian utama dari butir, terdiri dari zat tepung dan memiliki sedikit sekali selulosa, protein, mineral, dan vitamin, sedangkan lembaga merupakan bakal bibit tanaman, terdiri terutama dari protein, fosfor, besi, vitamin B1, Vitamin B2, dan niacin. (Sediaoetama, 2009) a. Pengamatan Sifat Fisik Serealia Dalam pengamatan sifat fisik serealia dilakukan dengan cara mengamati warna, bau, keutuhan biji dan kekilapannya. Serealia yang diamati pada saat praktikum adalah jenis beras ketan hitam. Ketan hitam yang diamati menunjukkan warna hitam kecoklatan, bau beras, dan tidak mengkilap. Warna 8
hitam kecoklatan disebabkan oleh sel-sel pada kulit ari yang mengandung antosianin (Nailufar. 2012). Pada beras terdapat bagian yang bening (transpatrant) dan bagian yang kelam (opaque). Perbedaan tersebut merupakan perbedaan struktural. Bagian yang kelam menyebabkan beras pecah selama penggilingan. Namun berbeda pada ketan, beras ketan seluruh bagiannya kelam, tetapi granulanya memiliki struktur yang rapat sehingga tidak mudah pecah selama penggilingan. (Muchtadi,2011) Dengan pengamatan secara fisik, serealia akan dapat diketahui mutunya. Menurut Muchtadi (2011), mutu gabah dapat ditentukan dengan mengambil sejumlah sampel yang cukup mewakili dengan menggunakan probe. Untuk menentukan mutu gabah, dilakukan : a) Proses segregasi yaitu menentukan jumlah benda asing seperti debu, tanah, sekam, batu dan sebagainya dengan menggunakan alat dockage tester atau penguji kemurnian gabah. b) Proses giling yaitu untuk menentukan % sekam, % beras patah dan % beras kepala serta % penyosohan. Persyaratan umum mutu beras giling berdasarkan SNI 01-6128-1999 adalah: bebas dari hama dan penyakit, bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, bebas dari campuran bekatul dan bebas dari tanda-tanda terkontaminasinya bahan kimia berbahaya. Mutu serealia akan semakin menurun akibat lamanya penyimpanan, terutama pada penyimpanan yang kurang baik. Kerusakan serealia secara fisik yang dapat diamati adalah dengan adanya binatang serangga dan sejenisnya atau potongan-potongan tubuhnya dan adanya kotoran binatang pengerat. Selain itu,
kerusakan
secara
fisik
juga
merupakan
akibat
dari
kegiatan
mikroorganisme, antara lain : adanya perubahan warna biji, terbentuknya bau asam atau apek dan cita rasa yang buruk. (Buckle,2010) Tingginya
kadar
air
dapat
memicu
timbulnya
jasad
renik
karena
pertumbuhannya yang memerlukan kadar air yang cukup. Selain itu, adanya butiran biji yang patah akan mudah diserang hama, jasad renik dan serangga. (Sediaoetama, 2009) Karena biji-bijian adalah organisme yang hidup, maka biji akan tetap bernafas sesudah dipanen. Proses ini akan mengakibatkan proses metabolisme karbohidrat dan lemak yang menghasilkan CO 2, air dan panas. Kadar air yang tinggi, serta suhu yang tinggi hingga hilangnya aktivitas enzim, cenderung 9
mempercepat pernafasan. Air dan panas yang ditimbulkan karena pernafasan, akan memudahkan tumbuhnya organisme. (Buckle,2010) Selama penyimpanan, menurut Buckle (2010), serealia dapat menurun kualitasnya sehinga mengakibatkan perubahan komponen zat gizi di dalamnya, antara lain: a) Perubahan karbohidrat dengan adanya hidrolisa pati karena kegiatan enzim amilase, serta kurangnya gula karena adanya prosses pernafasan, dan adanya reaksi yang menimbulkan warna kecoklatan. b) Perubahan protein terjadi dengan menurunnya kadar nitrogen dan adanya perubahan pada jumlah total asam amino bebas. c) Perubahan lemak terjadi dengan adanya perubahan hidrolitik dan oksidatif akibat
kegiatan enzim lipase karena suhu dan kadar air yang tinggi.
Kerusakan ini dapat dipercepat oleh jamur karena aktivitas lipotiknya tinggi. d) Hilangnya beberapa kandungan vitamin selama penyimpanan. Kerusakan serealia selama penyimpanan
dapat diperlambat melalui
pengendalian dua perubah utama yaitu suhu dan kadar air, kondisi penyimpanan bebas oksigen juga berguna dalam hal ini. (Buckle,2010) b. Pengamatan Proses Pemasakan Serealia Pengolahan beras dimulai dengan pemanenan dan dilanjutkan dengan pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan peniupan udara yang dipanaskan atau dengan cara tradisional menggunakan sinar matahari dan angin. Kemudian dilakukan proses penggilingan untuk memnghilangkan kulit. Biji padi dimasukkan diantara dua cakram batu yang terpisah dengan jarak sedkit lebih panjang dari biji padi dan cakram batu yang sebelah atas dapat berputar. Selama tahap ini kulit dipecah dan terjatuh, sehingga biji dan kulit dapat dengan mudah terpisah dengan arus udara. Langkah selanjutnya adalah menghilangkan dedak dengan cara menyikat dan terakhir, menggosok biji dengan proses penyikatan untuk menghilangkan aleuron dan partikel apapun yang melekat pada biji. (Buckle, 2010) Derajat giling beras dinyatakan dengan efisiensi hasil gilingannya. Bila hasil beras giling adalah 72% dari berat gabahnya, maka dikatakan derajat giling atau derajat ekstraksi beras tersebut adalah 72%. Secara teoritis derajat giling beras maksimal adalah 80% karena kulit gabah merupakan 20% dari berat keseluruhan biji. Semakin tinggi derajat ekstraksi beras maka semakin tinggi akan zat-zat gizi terutama berbagai jenis vitamin. Namun, beras akan semakin mudah rusak, karena zat-zat gizi yang tersedia merupakan tempat tumbuh yang subur dengan adanya zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan 10
perkembangan hama. Penggilingan padi di Indonesia pada umumnya menghasilkan beras dengan derajat ekstraksi 72%, tetapi pabrik beras yang menggunakan mesin-mesin baru dapat mencapai derajat ekstraksi lebih tinggi. ( Sediaoetama, 2009) Setelah menjadi beras, pemasakan beras dimulai dengan pencucian untuk menghilangkan kotoran. Pencucian dengan pengadukan yang keras dan berulangkali hingga air pencuci bening, tidak dianjurkan, karena banyak zat gizi yang terbuang percuma terutama kelompok vitamin B. (Sediaoetama, 2009).
Beras Pecah Kulit
Gambar 2. Alur Perlakuan dalam Proses Penggilingan Gabah Sumber : web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/ Pemasakan beras yang biasa dilakukan adalah memasak nasi liwet dan mengukus nasi. Cara memasak nasi liwet adalah dengan memasak nasi 11
dengan air yang banyaknya sesuai dengan beras yang dimasak, sehingga nasi yang dihasilkan lunaknya sedang. Pada cara meliwet, zat gizi yang larut air akan ikut termakan dengan nasinya, karena air tidak terbuang. Pada pemasakan dengan cara dikukus, beras direbus dalam wadah (dandang) yang memiliki bejana tapisan dan diberi air hingga beras terendam, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan uap air (pengukusan) hingga matang. Pemasakan dengan cara seperti ini memungkinkan zat-zat gizi larut air akan terbawa oleh air yang ada dibawah nasi dan meninggalkan berasnya. Pengukusan yang baik dapat dilakukan dengan proses meliwet terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan proses pengukusan, agar tidak ada air perebusan yang tertinggal.( Sediaoetama, 2009) Untuk mengetahui lama pematangan beras ketan hitam, beras ketan sebanyak 10 gram direbus dengan menggunakan air 200 ml. Perebusan dilakukan di atas wajan untuk memudahkan pengamatan. Pada saat praktikum, air yang digunakan telah habis terserap oleh beras dan sebagian menguap, oleh karena itu ditambahkan air lagi sebanyak 100 gram untuk melanjutkan perebusan. Beras ketan yang matang ditandai dengan perubahan tekstur menjadi lebih berkilau dan terlihat lengket. Untuk memastikan pematangan, harus dipastikan bahwa beras telah menjadi lunak. Oleh karena itu digunakan sendok untuk mengambil
sebagian
ketan
kemudian
memijitnya
dan
memastikan
kelunakannya. Waktu perebusan hingga matang tercatat 47 menit 52 detik. Waktu yang dibutuhkan cukup lama karena struktur granula ketan yang padat (Winarno,2004). Setelah beras masak, dapat diamati bahwa antara beras yang memiliki amilopektin dan amilosa yang tinggi
atau rendah memiliki perbedaan.
Semakin tinggi amilopektinnya semakin lekat nasi yang dihasilkan. Misalnya beras ketan yang lengket, menunjukkan tingginya kandungan amilopektin, serta dalam ketan hampir tidak memiliki kandungan amilosa (hanya sekitar 12%) (Winarno,2004). Sedangkan pada beras, kadar amilosa kurang lebih berkisar antara 18-30% (Muchtadi, 2011). c. Pengamatan Produk Olahan Serealia Pengamatan produk olahan serealia dilakukan pada produk sereal Koko Krunch, oatmeal instan, dan bihun jagung. Pengamatan meliputi pengamatan fisik dan pengamatan kandungan zat gizi. Pengamatan fisik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur, pada produk sebelum dan sesudah siap saji. Produk 12
di sajikan sesuai dengan saran penyajian produk dan kemudian diamati keadaan fisiknya. Sedangkan
pengamatan kandungan zat gizi, dilakukan dengan membaca
tabel nilai gizi yang tertera pada kemasan. Nilai gizi dalam produk menunjukkan kandungan karbohidrat yang dominan. Hal ini dikarenakan bahan pokok yang digunakan dalam pembuatan produk adalah dari jenis serealia yang biasa digunakan sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Sedangkan nilai gizi mikro produk olahan serealia yang diamati secara keseluruhan hanya mengandung mineral dan tidak terdapat vitamin, kecuali pada produk Koko Krunch. Meskipun pada umumnya kandungan vitamin pada hasil olahan serealia telah banyak hilang, namun pada industri pangan seringkali dilakukan fortifikasi berbagai zat gizi untuk melengkapi nilai gizi produk yang buat. d. Pemanfaatan Serealia Beras ketan biasa dikonsumsi dengan cara memasaknya biasa, dibuat tape dan dibuat bubur. Dalam beras ketan hitam mengandung pigmen antosianin. Beberapa fungsi antosianin, antara lain: sebagai antioksidan di dalam tubuh, melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan
penglihatan
mata,
sebagai
senyawa
anti-inflamasi
yang
melindungi otak dari kerusakan, serta mampu mencegah obesitas dan diabetes (Nailufar. 2012). 2.
Tepung Pengamatan sifat fisik tepung dilakukan pada tepung tapioka dan tepung sagu. Tepung sagu adalah hasil ekstraksi bagian inti batang pohon sagu,
yang
kemudian diambil ekstraknya. Sehingga tepung sagu digolongkan dalam kelompok fekula atau pati (Sediaoetama, 2009). Demikian halnya dengan tepung tapioka, tepung ini juga merupakan hasil ekstraksi dari singkong. Namun di masyarakat lebih lazim disebut tepung daripada pati. Karena bahan makanan berbentuk serbuk lebih dikenal sebagai tepung, meski pembuatannya dilakukan dengan ekstraksi pati. Perbedaan tepung dan pati sendiri belum terlalu dikenal masyarakat. Secara proses tepung di dapatkan dengan cara menumbuk bahan yang sudah kering menggunakan
alu
atau
penggiling
mekanik.
Tepungnya
disaring
untuk
memperoleh partikel yang seragam. Atau dapat di lakukan dengan cara membersihkan dan mengupas bahan kemudian di cuci lalu diparut, sehingga sebagian air keluar. Lalu hasil parutan dijemur sampai kering. Lalu di tumbuk 13
dengan alu atau penggiling mekanik, baru kemudian disaring untuk memperoleh partikel yang seragam (Muchtadi, 2011). Sedangkan untuk mendapatkan pati dilakukan dengan ekstraksi terhadap patinya dengan cara merendamnya dengan larutan garam 3 % selama 1 jam, kemudian di parut dan di tambahkan air sebanyak sembilan kali dari berat bahan, kemudian diperas menggunakan kain saring. Lalu filtrat dibiarkan menegndap hingga supernata jernih, kemudian supernata dibuang, endapan dicuci dan cara ini diulang sebanyak tiga kali. Terakhir, endapan ini kemudian dijemur lalu digiling dan disaring (Muchtadi, 2011). Penetapan mutu tepung sagu, berdasarkan SNI 01-3729-1995, warnanya normal, bau normal, rasa normal, tidak terdapat serangga ataupun benda asing, dan kadar air maksimal 13%. Sedangkan standar mutu tepung tapioka SNI 013451-1994, yaitu adanya serat dan benda asing maksimal 0,6%, kadar air maksimal 15%, dan derajat putihnya minimal 92% berdasarkan derajat putih BaSO4=100%. Dalam praktikum, pengamatan tepung yang dilakukan meliputi pengamatan warna, bau dan tekstur. Tepung tapioka menunjukkan warna lebih putih dibandingkan dengan tepung sagu, namun tidak lebih putih dari BaSO 4 yang dijadikan sebagai standar putih 100% oleh SNI. Teksturnya kesat dan terasa dingin seperti basah, sedangkan tepung sagu memiliki tekstur lembut dan tidak terlalu kesat. Pengamatan bau pada tapioka menunjukkan bau seperti kebanyakan tepung yang memiliki harum kue. Sedangkan tepung sagu yang diamati memiliki bau sedikit masam seperti fermentasi tape. Dalam penelitian Gunaedi (2011) Tepung sagu yang tengah mengalami kemasaman, memiliki pH sekitar4,2-6,8 dan mengandung berbagai jenis asam organik yang merupakan fermentasi oleh mikroorganisme. Meskipun secara kasat mata butiran semua tepung sama, namun pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop, berbagai macam pati terdiri atas bentuk granula (butir) yang tidak sama. Hal inilah yang menyebabkan tekstur setiap tepung berbeda. Pengamatan dilakukan dengan mengambil sejumlah pati, kemudian diletakkan pada kaca pengamatan dan diberi beberapa tetes air kemudian ditutup dengan kaca, selanjutnya diamati di dawah mikroskop (Winarno, 2004).
14
Pati Sagu
Tapioka
Gambar 3. Granula Pati Sagu dan Tapioka (Muchtadi, 2011) Ketika energi kinetik air lebih kuat daripada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal ini dapat menyebabkan granula membengkak. Maka jika pati mentah dimasukkan kedalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak, air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Namun dengan air panas, granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi (Winarno, 2004).
Tepung Beras
Tepung Jagung
Pati Beras
Pati Jagung
Gambar 4. Granula Tepung dan Pati dari Beras dan Jagung (Winarno, 2004 cit. Martin, 1979) Meskipun berasal dari bahan yang sama, granula pada tepung dan pati memiliki bentuk yang berbeda (Winarno,2004). Perbedaan ini terjadi karena proses pembuatan tepung dan pati tidak sama. Tepung merupakan bahan yang dikeringkan dan dihaluskan sedangkan pati merupakan hasil dari proses
15
ekstraksi bahan yang kemudian dihaluskan (Muchtadi, 2011), sehingga pati memungkinkan untuk memiliki struktur yang lebih seragam. Penyusun pati yang utama merupakan rangkaian unit glukosa yang terdiri dari fraksi rantai bercabang, amilopektin, dan fraksi lurus, amilosa. Ikatan pada amilosa adalah 1,4 D-glukopiranosida sedangkan amilopektin ada tambahan rantai cabang dengan ikatan 1,6 D- glukopiranosida (Muchtadi, 2011). Amilosa tepung tapioka adalah sekitar 17% dan pada tepung sagu sekitar 25% (Harianie A.R, 2009). Tingginya kadar amilopektin yang terkandung dalam tepung merupakan salah satu kendala pemanfaatan tepung dalam berbagai olahan pangan. Karena, kadar amilopektin yang tinggi cenderung menyebabkan produk olahan yang bersifat keras (Supriyadi, 2012). Oleh karena itu Harianie A.R (2009) melakukan penelitian untuk meningkatkan kadar amilosa dalam tepung dengan memodifikasi pati secara enzimatis menggunakan debranching enzymes pullulanase sehingga mampu menghidrolisis ikatan
α
-1,6 pada pati. Dengan demikian tepung tinggi
amilopektin (rendah amilosa) akan memiliki aplikasi yang lebih luas. Dalam penelitian lain, oleh Supriyadi (2012), menunjukkan bahwa dalam produk makanan
gorengan
yang
memiliki
kandungan
amilopektin
tinggi
dapat
memberikan tingkat kerenyahan yang tinggi dan kekerasan yang rendah. Akan tetapi ketika bahan pangan dengan amilopektin tinggi disimpan pada jangka waktu tertentu maka bahan pangan tersebut akan mudah menyerap air sehingga terjadi penurunan kerenyahan dan peningkatan kekerasan yang lebih tinggi daripada bahan pangan dengan amilosa tinggi.
3.
Umbi-umbian Kandungan tertinggi pada
umbi-umbian
adalah
karbohidrat.
Kandungan
proteinnya, dibandingkan dengan serealia, secara umum lebih rendah, namun kandungan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok ekstrak tepung (sagu dan tapioka) ( Sediaoetama, 2009). Sedangkan zat gizi mikro pada umbiumbian berdasarkan Tabel Komposisi Pangan Indonsia (2008), secara umum yang tertinggi adalah kandungan kalsium dan fosfor. Ubi cilembu merupakan jenis ubi jalar. Sebagaian orang menyebutnya sebagai ubi madu. Ubi ini merupakan komoditi pertanian yang mempunyai kandungan gizi tinggi yang beragam antara lain karbohidrat tinggi dengan kadar glisemik rendah, sumber vitamin A, sumber unsur hara mikro Zn, Fe, Ca, dan K, serta sumber
16
antioksidan berkualitas tinggi pada bagian akar ubi dan daun (Waluyo, 2011 cit. Jung, 2011; Burri, 2011) a. Pengamatan Berat Dapat Dimakan Pengamatan berat dapat dimakan pada prinsipnya adalah menimbang berat dari bagian makanan yang dapat dimakan. Persentase dapat dihitung berdasarkan berat
keseluruhan
sebelum
bagian yang tidak
dimakan
dihilangkan, sehingga dapat di rumuskan : Berat sebelum dikupas % BDD =
X 100% Berat setelah dikupas
Bagian umbi yang dianggap tidak dapat dimakan adalah kulit dan bagianbagian yang rusak dan cacat. Berdasarkan hasil pengamatan berat ubi cilembu yang diamati adalah 120 gram dan setelah dikupas dan dihilangkan bagian yang rusak, berat ubi menjadi 109. Maka diperoleh bahwa persentase Berat Dapat Dimakan (BDD) ubi cilembu adalah sebesar 91 %. Dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan, disebutkan bahwa BDD ubi berkisar antara 85-93%. Perbedaan ini dimungkinkan oleh adanya ketebalan kulit yang tidak sama dan ada tidaknya kerusakan. b. Pengamatan Fisik Umbi Mutu umbi diamati dari tekstur, warna, bau dan ada tidaknya kerusakan. Pada ubi cilembu yang diamati, warna ubi krem kekuningan, teksturnya padat berserat, kaku dan keras, baunya segar khas ubi cilembu, dan terdapat kerusakan dengan banyaknya mata tunas pada ubi yang diamati. Dalam SNI 01-4493-1998, standar mutu umbi ditandai dengan adanya kekompakan warna, kadar air kurang lebih berkisar antara 60-65%, dan tidak ada kecacatan. Kecacatan pada umbi ditandai dengan adanya kerusakan mekanis dan fisik seperti teriris, tergores, memar, dan secara fisiologis karena bertunaas, lunak, keriput, serta secara biologis karena hama dan penyakit sehingga busuk. c. Pengamatan Pemasakan Pemasakan secara umum seringkali mengandung pengertian pengolahan dengan menggunakan panas, atau disebut pengolahan thermal. Pengaruh akibat pemanasan dapat memberikan pengaruh baik dan buruk terhadap bahan makanan, menurut Sediaoetama (2009) pemanasan dapat mengubah sifat fisika-kimiawi bahan, diantaranya : 17
a) Pecahnya dinding sel tumbuhan. Dengan pemanasan dinding sel rusak dan pecah, sehingga terbuka. Jadi pengolahan thermal dapat meninggikan digestibilitas makanan, terutama makanan yang berasal dari nabati. b) Mebunuh mikroba. Panas yang cukup tinggi dan lama akan membunuh berbagai mikroba yang mungkin bersifat pathogen dan menyebabkan penyakit. c) Meniadakan zat toksik. Dengan pemasakan dapat menetralkan beberapa zat toksik yang terdapat secara alamiah dalam berbagai bagan makanan. d) Mengubah zat gizi secara posistif. Misalkan karbohidrat dalam makanan nabati yang memiliki struktur berkantung. Dengan pengaruh thermal, kantung ini mengembang dan menjadi pecah sehingga bijih tepung terlepas keluar, sehingga dengan pemasakan dapat memudahkan proses metabolik tubuh kita. e) Memberikan pengaruh negatif pada perubahan kimiawi zat gizi akibat pemanasan yang terlalu tinggi. Hal ini terjadi karena nilai gizi zat tersebut menurun bahkan tidak berguna samasekali bagi fisiologi tubuh. f) Pemasakan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan zat karsinogenik. Dalam bahan makanan yang hangus, dapat terjadi ikatan polycyclic yang bersifat karsinogenik, yaitu merangsang terjadinya kanker. Jadi dalam pengolahan bahan makanan dengan menggunakan panas, harus diperhatikan suhu dan lama pemanasannya agar mendapatkan efek positif. Pengamatan terhadap pemasakan umbi dilakukan dengan memotong ubi menjadi bentuk kubus berukuran 2 x 2 x 2 cm dan merebusnya di dalam panci berisi air 300 ml diatas api kecil agar pemanasan dan pematangan merata. Ubi ditunggu hingga daging umbinya melunak. Untuk memastikan bahwa daging ubi telah lunak, digunakan garpu untuk menusuknya, setelah dipastikan lunak, waktu pemasakan dicatat. Waktu yang tercatat untuk merebus ubi hingga lunak adalah 13 menit 45 detik. Selain itu dilakukan juga pengamatan dengan membandingkan warna dan tekstur antara sebelum dan sesudah matang. Setelah pemasakan, ternyata ubi menjadi kuning kecoklatan dan lebih lunak, serta rasanya menjadi manis. Menurut Onggo (2005), rasa manis tersebut timbul akibat perubahan dari pati menjadi gula. Seperti sifat ubi pada umumnya, karbohidrat dalam ubi jalar berpotensi mengalami perubahan selama penyimpanan dan pemasakan. Perubahan ini merupakan perubahan pati menjadi gula glukosa, sukrosa dan fruktosa sehingga memengaruhi rasa ubi dan sifat kecernaannya. d. Pengamatan Produk Olahan Umbi 18
Produk olahan umbi yang diamati pada waktu praktikum adalah stik talas goreng. Pengamatan yang dilakukan meliputi warna, bau, tekstur dan rasa. Warna stik talas adalah kuning kecoklatan, berbau seperti minyak, teksturnya kasar dan rasanya gurih. Warna daging talas mentah adalah putih keruh (Muchtadi, 2011), warna kuning dan bau minyak pada stik talas goreng mungkin timbul karena proses pengolahannya yang digoreng. e. Pemanfaatan Umbi Pemanfaatan ubi akhir-akhir ini sangat bervariasi. Pemanfaatannya sebagai makanan pokok diwujudkan berupa diversifikasi ubi jalar sebagai pengganti beras. Menurut Hasyim (2008), serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk
pangan
olahan.
Selain
mencegah
sembelit,
oligosakarida
memudahkan buang angin. Hanya pada orang yang sangat sensitif oligosakarida mengakibatkan kembung. Kandungan serat berfungsi sebagai komponen nongizi, juga bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan prebiotik, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih. Langkah awal pemanfaatan ubi, sebaiknya dimulai dari mengembangkan industri tepung atau industri pasta dari ubi jalar. Setelah ubi jalar menjadi tepung atau pasta maka akan lebih banyak produk yang dapat dikembangkan. Produk-produk berbasis tepung yang bisa dikembangkan, antara lain : mie, french fries, sweet potato flake (SPF) dan produk bakery . Sedangkan produk yang berbasis pasta ubi jalar yang dapat dikembangkan seperti nasi, jus, es krim dan produk-produk lainnya dari ubi jalar (Hasyim, 2008). Negara-negara maju telah lama memanfaatkan ubi jalar sebagai produk olahan bernilai gizi tinggi. Secara ekonomis, ubi jalar memiliki peluang pasar yang besar untuk dikomersialkan (Hasyim, 2008).
19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional. (1994) Tapioka. Jakarta. Badan Standar Nasional. (1995) Tepung sagu. Jakarta. Badan Standar Nasional. (1998) Ubi jalar . Jakarta. Badan Standar Nasional. (1999) Beras giling . Jakarta. Buckle, K.A., Edward, R.A., Fleet, G.H., Wootton, M. (2010) Ilmu pangan. Jakarta : UI press. Burri, B.J.(2011) Evaluating sweet potato as an intervention food to prevent vitamin A deficiency. In : Waluyo, Budi., Kurniawan, Agung. (2011) Potensi genetik ubi jalar di jawa barat . Tersedia dalam : [diakses 30 Maret 2013]. Fajrin, Fifteen Aprilia. (2010) Aktivitas ekstrak etanol ketan hitam untuk menurunkan kadar kolesterol. Jurnal Farmasi Indonesia, 5 (2) pp.63-69. Gunaedi, Tri. (2011) Kajian mikroorganisme penyebab kemasaman pada tepung sagu basah hasil penyediaan secara tradisional. Disertasi, Universitas Gadjah Mada. Harianie A.R, Liliek., Yunianta., Argo, Bambang Dwi. (2009) Pembuatan pati tinggi amilosa secara enzimatis dari pati ubi kayu dan aplikasinya untuk pembuatan maltosa. ElHaya,1(1) pp.14-24. Hasyim, Ashol., Yusuf,M. (2008) Diversifikasi produk ubi jalar sebagai bahan pangan substitusi beras. Sinar Tani, 30 Juli. Jung, J., S. Lee, N., Kozukue, C.E., Levin., Friedman. (2011) Distribution of phenolic compounds and antioxidative activities in parts of sweet potato plants and in home processed roots. In : Waluyo, Budi., Kurniawan, Agung. (2011) Potensi genetik ubi jalar di jawa barat . Tersedia dalam : [diakses 30 Maret 2013]. Mahmud, Mien K., Zulfianto, Nilis Aria.ed. (2008) Tabel komposisi pangan Indonesia. Jakarta : Elex Media Komputindo Muchtadi,Tien R., Sugiyono., Ayustaningwarno, Fitriyono. (2011) Ilmu pengetahuan bahan pangan. Bandung : Alfabeta. Nailufar, Aini Amalia., Basito., Anam, Choirul. (2012) Kajian karakteristik ketan hitam pada beberapa jenis pengemas selama penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan [Internet], Oktober 1 (1). Tersedia dalam : http://www.ilmupangan.fp.uns.ac.id [diakses 30 Maret 2013]. Onggo, Tino Mutiarawati. (2005) Perubahan komposisi pati dan gula dua jenis ubi jalar “cilembu”selama penyimpanan [Internet]. Tersedia dalam : http://www.pustaka.unpad.ac.id . [Diakses 31 Maret 2013] Sediaoetama, Achmad Djaeni. (2009) Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid II . Jakarta : Dian Rakyat. Supriyadi, Dimas. (2012) Studi pengaruh rasio amilosa-amilopektin dan kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan model produk gorengan . Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. (2004) Kimia pangan dan gizi . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
20