LAPORAN FARMAKOLOGI SISTEM NEUROPSIKIATRI NEUROPSIKIATRI
Disusun oleh : KELOMPOK 11
Irfan Aziz Ferdian
2015730062
Fariz Indra Bagus W
2015730043 20157300 43
Imam Fahrizal
2015730059 20157300 59
Najwa Prischa Prischa Alen
2015730100
Andi Vannesya A
2015730007 20157300 07
Mahda Lathifa
2015730082 20157300 82
Utami Khairunnisa Khairunnis a
2015730130 20157301 30
Annisa Pratiwi
2015730010 20157300 10
Hisni Ardhi M
2015730055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2018
I. KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridhoNya disetiap langkah yang selalu memberikan kekuatan kepada kita semua sehingga kita dapat menuntut ilmu dalam keadaan sehat wal’afiat. Tak lupa sholawat serta salam kami cur ahkan cur ahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman terang benderang. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yakni dr. Eddy Multazam, Sp.FK dan dr. Rina Nurbani, M.Biomed yang telah telah mengajarkan mengajarkan ilmunya ilmunya kepada kepada kami kami dengan jelas jelas dan dapat dapat dimengerti dimengerti dengan baik, semoga ilmu yang kami pelajari dapat bermanfaat bagi kesuksesan di dunia dan keselamatan di akhirat kelak, aamiin. Laporan praktikum farmakologi ini kami buat untuk memenuhi tugas kelompok selain itu laporan ini dapat menjadi salah satu karya tulis yang bermanfaat untuk dipelajari kembali. Semoga dengan adanya laporan ini in i dapat menambah wawasan bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembacanya. Mohon maaf jika terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini mohon kritik dan saran dari Bapak/Ibu guna kemajuan kami bersama. Terimakasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Jakarta, 23 Maret 2018
Kelompok 11
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Anestesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes berasal dari bahasa Yunani anaisthēsia (dari
an-
‘tanpa’ + aisthēsis ‘sensasi’ ) yang berarti tidak ada rasa sakit. Anestesi
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1) Anestesia Lokal: hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan k esadaran (2) Anestesia Umum: hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Sejak jaman dahulu, anestesia dilakukan untuk mempermudah tindakan operasi, misalnya pada orang Mesir menggunakan narkotika, orang China menggunakan Cannabis indica, orang primitif menggunakan pemukulan kepala dengan kayu untuk menghilangkan kesadaran. Pada tahun 1776 ditemukan Anestesia Gas pertama, yaitu N2O, namun kurang efektif sehingga ada penelitian lebih lanjut pada tahun 1795 menghasilkan Ether sebagai seb agai anestesia inhalasi prototipe, yang kemudian berkembang hingga berbagai macam yang kita kenal saat ini. Pada praktikum ini, kami melihat pengaruh pemberian Ether terhadap perubahan kondisi kesadaran Kelinci yang dapat diamati dengan beberapa parameter penting. 1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan anestesi umum dengan menggunakan eter pada Kelinci percobaan. 2. Mahasiswa mampu mengamati stadium anestesi yang terjadi melalui parameter-parameter antara lain:
Pernapasan: Frekuensi, Jenis, Pernapasan Dalam, Terautur atau tidaknya pernapasan
Mata: Lebar pupil, Refleks cahaya, Refleks Kornea, Gerakan bola mata
Otot: Tonus, Gerakkan
Rasa Nyeri: Pada Kuping dan Kaki
Saliva
Auscultasi rochi 1
3. Mahasiswa mampu menjelaskan stadium-stadium anestesi. 1.3 Manfaat 1. Mampu melakukan anestesi umum dengan menggunakan eter pada kelinci percobaan. 2. Mampu mengamati stadium anestesi yang terjadi melalui parameter parameter anta ra lain: respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuensi jantung dan tonus otot. 3. Mampu menjelaskan stadium-stadium anestesi.
2
BAB II Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan:
1. Stetoskop
2. Pinset
3. Corong
4. Spuit 3 cc
5. Kapas
3
6. Penlight
7. Stopwatch/jam tangan
8. Hewan percobaan: Kelinci
9. Obat anastesi: Ether
4
2.2 Cara Kerja 1. Untuk percobaan ini digunakan kelinci yang besar, sehat, d an sebagai anastetik digunakan eter. 2. Sebelum melakukan percobaan, periksa dan catatlah: a.
Keadaan pernapasan : frekuensi, dalamnya pernapasan, teratur atau tidak jenis pernapasan (dada atau perut)
b.
Keadaan mata : lebar pupil, reflek kornea, konjungtiva, pergerakan mata
c.
Keadaan otot/pergerakan : keadaan gerakan, tonus otot bergaris
d.
Keadaan saliva : saliva banyak atau sedikit
e.
Rasa nyeri : keadaan rasa nyeri (dengan mencubit telinga)
f.
Lain-lain : muntah, ronkhi, warna telinga
3. Setelah hal tersebut dicatat, percobaan dapat dimulai. 4. Pasanglah sungkup corong anestesi pada moncong kelinci dengan baik kemudian mulailah meneteskan eter dengan kecepatan kira-kira 60 tetes per menit. 5. Penetesan diteruskan sampai melewati stadium I, II, dan seterusnya. 6. Capailah stadium operasi – stage of anestesi dan perhatikan stadium ini kurang lebih 15 menit. Perhatikanlah dan periksa keadaan-keadaan, seperti refleks yang tersebut diatas, tanpa menambah ether lagi. 7. Setelah itu bukalah sungkup dan biarkanlah binatang percobaan sadar atau siuman kembali. 8. Hitung dan catatlah jumlah ether yang digunakan.
2.3 Hasil Percobaan Inspeksi sebelum diberikan anastesi ether KETERANGAN PERNAPASAN
Frekuensi
60x/menit
Jenis Pernapasan
Torakoabdominal
Teratur atau tidak
Tidak teratur
MATA
Lebar Pupil
10
5
mm
Reflex Cahaya
Ada
Reflex Kornea
Ada
Gerakan Bola Mata
Normal
Tonus
Ada tahanan
Gerakan
Ada
OTOT
RASA NYERI
Pada Kuping
Ada
Pada Kaki
Ada
Saliva
Normal
Auskultasi Ronchi
99x/menit
KEADAAN LAIN
Keadaan Stress karena dipegangi
Catatam Waktu
Mulai Meneteskan Ether
0
Tercapainya Stadium I
1.00
Tercapainya Stadium II
4.48
Tercapainya Stadium III
7.58 (9 cc Tetes Ether)
Mulai Penetesan STADIUM I
SATDIUM II
STADIUM III
1’31”
2’
5’
17 kali/menit
75 kali/menit
73 kali/menit
Torakoabdominal
Abdominal
Abdominal
Teratur
Tidak teratur
Tidak teratur
10
7
4
Ether PERNAPASAN
• Frekuensi
• Jenis
60x/menit
Torakoabdominal
• Teratur atau Teratur tidak teratur MATA
Lebar Pupil
10
mm
mm
6
mm
mm
Reflex
Ada
Ada
Kedip sedikit
Tidak berkedip mulai terlihat
Cahaya
menutup mata
Reflex
Ada
Ada
Kedip sedikit
Tidak berkedip mulai terlihat
Kornea
menutup mata
Gerakan
Normal
Normal
Lemah
Lemah 8’ Lakrimasi
Bola Mata
dan
Dilatasi
Pupil OTOT
• Tonus
Ada Tahanan
Ada Tahanan
Tidak Tahanan
ada 8’ Tidak
ada
tahanan •Gerakan
Ada
Ada
Mulai
Menghilang
menghilang RASA NYERI • Kuping
Ada
Ada
6’20”
8’30”
Melemah
Tidak ada
• Kaki
Ada
Ada
Melemah
Tidak ada
SALIVA
Ada
Tidak
Tidak
10’ saliva meningkat
AUSKULTASI
99x/menit
105x/menit
73x/menit
68x/menit
Stress
Stress
Melemah
Tidak
RONCHI KEADAAN LAIN
respon
ada seperti
tidur
Setelah selesai dengan 9 cc sampai pada stadium III, kelinci kembali bangun dan bereaksi kembali pada menit ke 3’ 30”.
7
8
BAB III DISKUSI
3.1 Diskusi Hasil
Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Anestesi umum ini dapat dihasilkan dengan pemberian obat sesuai dengan bentuk fisiknya, yaitu anestetik menguap, anestetik gas dan anestetik yang diberi secara IV (intravena). Praktikum pemberian anestesi umum pada kelinci ini menggunakan obat anestetik menguap, yaitu ether. Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama, yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempun yai sifat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlewatinya induksi. Namun hal ini dapat diatasi dengan memberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai, kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap. Ether merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau, mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Ether juga merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anastesi. Ether dapat menghasilkan efek analgesik dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % walaupun penderita masih sadar sehingga eter mempunyai sifat analgesik yang kuat sekali. Ether dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus dan mengiritasi saluran napas. Pada induksi dan waktu pemulihan, ether menimbulkan salivasi, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat dan terjadi depresi nafas. Ether menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah atau meninggi sedikit. Ether tidak menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Pada anestesi ringan, ether dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit sehingga timbul kemerahan terutama di daerah muka dan pada anestesi yang lebih dalam kulit akan menjadi lembek , pucat, dingin dan basah. Ether juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal 9
sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomelurus dan produksi
urine secara berlebihan.
Sedangkan pada pembuluh darah otak, ether menyebabkan vasodilatasi. Ether menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu pemulihan, tetapi dapat pula pada waktu induksi. Ini disebabkan oleh efek sentral ether atau akibat iritasi lambung oleh ether yang tertelan. Aktivitas saluran cerna dihambat selama dan sesudah anesthesia. Jumlah ether yang dibutuhkan tergantung berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Ether diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urine, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh. Semua zat anestesi umum bekerja dengan menghambat SSP secara bertahap. Penghambatan pertama dilakukan pada fungsi kompleks kemudian dilanjutkan sampai medula oblongata (tempat pusat vasomotor dan pernafasan). Guedel (1920) membagi anestesi umum menjadi 4 stadium. Praktikum yang dilakukan pada kelinci dengan obat anestetik ether ini hanya sampai pada stadium ketiga. Sebelum percobaan dimulai, dilakukan pengamatan pada keadaan kelinci yang nantinya akan digunakan sebagai kontrol. Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan kelinci adalah 60 kali/menit, iramanya teratur, dan jenis pernapasan adalah thorako-abdominal. Selain itu, masih terdapat gerakan reflek dari kelinci ketika telinga kelinci disentuh menggunakan pinset penjepit. Hal ini juga menunjukkan masih adanya rasa nyeri yang dapat dirasakan kelinci tersebut. Tonus otot juga masih ada saat kaki kelinci dipegang dan kaki tersebut menghasilkan tahanan otot. Keadaan mata kelinci saat keadaan normal menunjukkan lebar pupil 10 mm, terdapat refleks cahaya, refleks kornea dan pergerakan mata. Kelinci tidak mengalami hipersalivasi dan ronchi pada auskultasi tidak ada. Stadium I anestesi umum dicapai setelah 2 menit 31 detik. Hal ini ditandai dengan terjadinya bradikardi. Tahap ini dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Kesadaran kelinci masih tampak namun ukuran pupil mengecil dari keadaan awal. Pada tahap ini, rasa sakit telah hilang (efek analgesia telah muncu l). Stadium II, yang disebut juga dengan stadium eksitasi atau delirium, dimulai dari hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium pembedahan. Kelinci memasuki stadium ini pada setelah 4 menit 50 detik, yang ditandai dengan pernapasan cepat dan tidak teratur. Pada stadium ini terlihat
10
jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti refleks bulu mata, pelebaran pupil mata (midriasis), tonus muskulus skeletal meningkat, takikardia. Eksitasi dapat disebabkan karena adanya depresi atau hambatan pada pusat inhibisi. Pernafasan torakal – abdominal yang cepat dan tidak teratur diakibatkan oleh depresi pernafasan sehingga terjadi retensi
CO2 dan menuju pada Sympatho Adrenal Discharged (SAD) yaitu
pelepasan adrenalin dari kelenjar medula adrenalin dan noradrenalin dari ujung saraf simpatis. Bola mata bergerak-gerak karena terjadi paralisa otot ekstrinsik bola mata sehingga kontraksinya tak terkoordinir 6. Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya pernafasan spontan. Stadium ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadium III ini dibagi dalam 4 plane, yaitu : 1. Plane 1
Kelinci memasuki plane ini setelah 4 menit 50 detik, ditandai dengan pernafasan teratur, pernafasan torakal sama kuat dgn pernafasan abdominal, pergerakan bola mata tak teratur, kadangkadang letaknya
eksentrik,
pupil
mengecil
lagi (miosis) dan refleks cahaya masih ada,
lakrimasi akan meningkat, refleks farings dan muntah menghilang, tonus otot menurun. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. 2. Plane 2
Kelinci memasuki plane ini setelah 6 menit 40 detik, ditandai dengan pernafasan yang teratur tetapi kurang dalam bila dibanding plane 1 , volume tidal menurun dan frekwensi pernafasan naik. Mulai terjadi depresi pernafasan torakal, bola mata terfiksir ditengah, pupil mulai midriasis dengan refleks cahaya menurun dan refleks kornea menghilang 3. Plane 3
Kelinci memasuki plane ini setelah 7 menit 55 detik, ditandai dengan pernafasan abdominal yang lebih dominan daripada torakal karena paralisis otot interkostal yang makin bertambah sehingga pada akhir plane 3 terjadi paralisis total otot interkostal, juga mulai terjadi paralisis otot-otot 11
diafragma, relaksasi otot lurik sempurna , pupil melebar tetapi belum maksimal dan refleks cahaya akan menghilang pada akhir plane 3 ini, lakrimasi refleks farings & peritoneal menghilang, tonus otot-otot makin menurun. 4. Plane 4
Kelinci memasuki plane ini setelah 8 menit 25 detik, ditandai dengan pernafasan tidak adekuat, pernafasan dengan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna,irreguler,‘jerky’ karena paralisis otot diafragma yang makin nyata, pada akhir plane 4, paralisis total diafragma, tonus otot makin menurun dan akhirnya flaccid, pupil melebar maksimal dan refleks cahaya menghilang. Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dengan melemahnya pernafasan perut dibanding stadium III plana 4, tekanan darah tak terukur karena pembuluh darah kolaps, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita meninggal.Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan. Pada percobaan kali ini kelinci tidak diberi anestesi hingga mencapai stadium IV karena stadium ini sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Dalamnya anastesi yang berjalan bergantung pada kadar anastetik di dalam sistem saraf pusat, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anastetik dari alveoli paru darah dan dari darah ke jaringan otak, yaitu : (1) Kelarutan zat anastetik (2) Kadar anastetik dalam udara yang dihirup pasien (tekanan parsial) (3) Ventilasi paru (4) Aliran darah paru (5) Perbedaan antara tekanan parsial anastetik di darah arteri dan darah vena. Hasil praktikum membuktikan bahwa semakin banyak kadar anastesi yang diterima oleh tubuh pasien, dalam hal ini binatang coba (Kelinci) maka kelinci akan merasakan anastesi yang lebih dalam.
12
3.2 Jawaban Pertanyaan
1. Apakah semua stadium pada anastesi umum dengan Ether dapat terlihat pad a percobaa ini? Ya, semua stadium pada anastesi umum dengan ether dapat terlihat dengan jelas.
2. Apakah sebabnya terjadi kelainan bunyi paru-paru? SUARA NAPAS TAMBAHAN/ABNORMAL 1. Crackles Adalah bunyi yang berlainan, non kontinu akibat penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup. Terdengar selama : inspirasi.
Fine crackles / krekels halus Terdengar selama : akhir inspirasi. Karakter suara : m eletup, terpatah-patah. Penyebab : udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchioles / penutupan jalan napas kecil. Suara seperti rambut yang digesekkan.
Krekels kasar Terdengar selama : ekspirasi. Karakter suara : parau, basah, lemah, kasar, suara gesekan terpotong. Penyebab : terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.
2. Wheezing (mengi) Adalah bunyi seperti bersiul, kontinu, yang durasinya lebih lama dari krekels. Terdengar selama : inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi. Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat sebagian. Dapat dihilangkan dengan batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit (seperti pada asma dan bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh karena perubahan temperature, allergen, latihan jasmani, dan bahan iritan terhadap bronkus. 3. Ronchi 13
Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama : ekspirasi. Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor. Contoh : suara ngorok.
Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch (menciut) misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.
Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.
Perbedaan ronchi dan mengi. Mengi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar bersuara tinggi dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma. Ronchi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya, mempunyai suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar jelas pada orang ngorok. 4. Pleural friction rub Adalah suara tambahan yang timbul akibat terjadinya peradangan pada pleu ra sehingga permukaan pleura menjadi kasar. Karakter suara : kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura. Terdengar selama : akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar sangat baik pada permukaan anterior lateral bawah toraks. Terdengar seperti bunyi gesekan jari tangan dengan kuat di dekat telinga, jelas terdengar pada akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi, dan biasanya disertai juga dengan keluhan nyeri pleura. Bunyi ini dapat menghilang ketika nafas ditahan. Sering didapatkan pada pneumonia, infark paru, dan tuberculosis. 14
3. Pada saat manakah Operasi besar dan Operasi kecil dapat dilaksanakan? Operasi Kecil: Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium
pembedahan. Tanda yang paling dapat diandalkan untuk mencapai stadium operasi adalah hilangnya refleks kelopak mata dan adanya pernapasan yang dalam dan teratur. Operasi Besar: Stadium III (surgical) yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga
hilangnya pernafasan spontan. Stadium ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadium ini dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu a. Tingkat I : pernafasan teratur, spontan, gerakan bola mata tak teratur, miosis, pernafasan dada dan perut seimbang. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna b. Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat I, bola mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang. c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal d. Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya menghilang. 4. Apakah bedanya hasil anestesi yang diberikan Pramedikasi dengan yang tanpa Premedikasi? Tujuan utama dari pemberian obat premedikasi ialah untuk memberikan sedasi psikis, mengurangi rasa cemas dan melindungi keadaan basal fisiologis dalam melawan bahaya stress mental atau faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan anestesi yang spesifik . Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premedikasi yaitu
induksi anestesi yang lancar. Sehingga dapat disimpulkan secara singkat, bahwa tujuan dari premedikasi dan anestesi ialah untuk melindungi pasien terhadap akibat segera dari trauma pembedahan (misalnya rasa takut, sakit, aktivitas saraf simpatis, ketegangan otot).Oleh 15
karena itu premedikasi ini harus memenuhi kebutuhan masing-masing pasien yang untuk setiap pasien dapat berbeda-beda. Tujuan pemberian premedikasi antara lain :
Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien , yang meliputi bebas dari rasa takut,
cemas, bebas nyeri, dan mencegah mual-muntah. Kunjungan preanestesi dan pemberian simpati serta sedikit pengertian dalam masalah yang dihadapi pasien seringkali membantu pasien dalam mengatasi rasa sakit dan khawatir dalam menghadapi operasi.
Memperlancar induksi anestesi ; Pemberian obat sedasi dapat menurunkan
aktifitas mental sehingga imajinasi menjadi tumpul dan reaksi terhadap 9 rangsangan berkurang. Obat sedasi dan ansiolisis dapat membebaskan rasa takut dan kecemasan pasien.
Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus ; Sekresi dapat terjadi selama
tindakan pembedahan dan anestesi, dapat dirangsang oleh suctioning atau pemasangan pipa endotrakthea. Obat golongan antikholinergik seperti atropin dan scopolamin dapat mengurangi sekresi saluran nafas.
Mengurangi
kebutuhan/dosis
obat
anestesi ;
tujuan
premedikasi
untuk
mengurangi metabolisme basal sehingga induksi dan pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan diperlukan obat-obatan lebih sedikit sehingga pasien akan sadar lebih cepat.
Mengurangi mual dan muntah paska operasi , tindakan pembedahan dan
pemberian obat opioid dapat merangsang terjadinya mual dan muntah, sehingga diperlukan pemberian obat yang dapat menekan respon mual, muntah seperti golongan antihistamine, kortikosteroid, agonis dopamine atau alpha-2 agonis.
Menimbulkan amnesia ; obat golongan benzodiazepin banyak digunakan karena
efeknya di sistem saraf pusat pada sistem limbik dan ARAS sehingga mempunyai efek sedasi, anti cemas dan menimbulkan amnesia anterograde.
Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan PH asam lambung ; puasa
dan kecemasan dapat meningkatkan sekresi asam lambung, hal ini akan 10 sangat berbahaya apabila terjadi aspirasi dari asam lambung yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonitis aspirasi atau sindrom mendelson, oleh karena itu pemberian 16
obat yang dapat mengurangi isi cairan lambung serta menurunkan PH lambung dapat dipertimbangan pada pasien.
Mengurangi refleks yang tidak diinginkan ; trauma pembedahan dapat
menyebabkan bagian tubuh bergerak, bila anestesi tidak adekuat sehingga pemberian obat analgesia dapat ditambahkan sebelum pembedahan
5. Sebutkan pembagian dari obat-obat General Anestesi dan contohnya masing-masing! Anestesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. a.
Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose. Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
Dinitrogen Monoksida (N 2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi. 17
Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan
siklopropan. Siklopropan tidak menghambat
kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10 -20% oksigen.
18
b. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap. Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen. Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru d an sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. 19
Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mu dah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang 20
ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas. c.
Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi p engaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah: Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah: Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 21
2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB. Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%. Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan
kadang-kadang
tonusnya
sedikit
meninggi.
Ketamin
akan
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit. Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O 22
atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna. Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia
terutama
pada
penderita
dengan
penyakit
kardiovascular.
Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihann ya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal. Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin. Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi 23
jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
6. Cara Pemberian anestesi ini menurut metode apa? Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung
penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara terbuka. Sebutkan pula cara-cara yang lain ! a. Anestesi
inhalasi :
halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan
methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran napas. Cara pemberian anestesi inhalasi: • Semiopen drop method : cara ini hamper sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker. • Semiclosed method : udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2. • Closed method : hamper sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal. Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform).
24
b. Anestesi Intravena . Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri atau
dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya menggunakan propofol. 7. Apa kerugian / keuntungan Ether sebagai general anesthesia? Eter merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, berbau, mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter juga merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anestetik. Eter dapat menghasilkan efek analgesic dengan kadar dalam darah arteri 10 – 15 mg % walaupun penderita masih sadar sehingga eter mempunyai sifat analgesic yang kuat sekali. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus dan mengiritasi saluran napas. Pada induksi dan waktu pemulihan, eter menimbulkan salivasi, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat dan terjadi depresi nafas. Eter menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah atau meninggi sedikit. Pada anastesi ringan, eter dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit sehingga timbul kemerahan terutama di daerah muka dan pada anastesi lebih dalam kulit akan menjadi lembek, pucat, dingin dan basah. Eter juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal sehinggga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan produksi urin secara berlebihan. Sedangkan pada pembuluh darah otak, eter menyebabkan vasodilatasi. Eter menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu pemulihan, tetapi dapat pula pada waktu induksi, ini disebabkan oleh efek sentral eter atau akibat iritasi lambung oleh eter yang tertelan. Aktivitas saluran cerna dihambat selama dan sesudah anastesia. Kerugian dan keuntungan eter sebagai anastesi umum? Kerugian :
Kemungkinan aspirasi besar
Waktu operasi terburu-buru/ diteruskan dengan insuflasi
Tidak dapat menggunakan diathermy
Keuntungan : 25
Cocok untuk prosedur yang singkat
Trauma laring kurang
Dapat memasuki setiap tingkat anastesi
8. Anestesia manakah yang sebaiknya digunakan pada penderita Koch, Pulmonum duplex yang aktif? Anasthesi yang baik / dapat digunakan pada penderita Koch Pulmonum dupleks yang aktif adalah anasthesi yang tidak mengiritasi saluran napas dan tidak merangsang sekresi kelenjar bronkus, yaitu Ketamin, karena hanya menganasthesia area spesifik saja di otak, dan tidak menyebabkan depresi pernafasan, sehingga nafas tetap normal.
9. Apa keuntungan dan kerugian anestesia umum yang lain KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN BERBAGAI ANESTESIA
A. Anestesi local lebih disukai dalam beberapa hal oleh karena alasan sebagai berikut: a. Tekniknya sederhana dan membutuhkaan peralatan minimal. b. Obat ini tidak menyebabkan inflamasi. c. Pendarahan lebih sedikit. d. Kemungkinan mual dan muntah lebih sedikit. e. Gangguan fungsi tubuh lebih sedikit f.
Dapat digunakan bila anestesi umum tidak dapat figunakan, berhubung oleh karena penderita baru makan makanan.
g. Tidak terjadinya pencemaran lingkungan. h. Memerlukan sedikit perawatan post operatif. i.
Komplikasi ke paru-paru minimal.
j.
Lebih murah.
B. Anestesi regional menyebabkan hantaran sensoris komplit, yang akan menghalangi impus yang buruk dari lapangan operasi. Ini bukanlah kasus dengan anestesi umum, yang sesunguhnya tidak menghalangi impuls yang disebabkan bedah dari jangkauan CNS dan menghasilkan respons stress dan kadang-kadang reflex yang abnormal. 26
C. Anestesi regional merupakan indikasi pada keadaan khusus dibawah ini, dimana kerja sama pasien dibutuhkan. a. Pengenalan tendon yang mengalami laserasi. b. Thalamotomy. c. Cordotomy.
D. Intravenous anestesi a. Ultra short acting barbiturate i. Keuntungan: 1. Induksi anestesi yang cepat dan menyenangkan. 2. Sebagai obat tambahan, cocok untuk maintenance anestesi. 3. Tidak menimbulkan sekresi kelenjar. 4. Tidak menyebabkan muntah. 5. Tidak mempunyai sifat meledak atau menguap. ii. Kerugian: 1. Dapat menyebabkan depresi pernafasan hingga apnoe. 2. Analgesianya hanya sedikit sekali. 3. Relaksasi otot yang disebabkannya juga sedikit sekali. 4. Mempertinggi bahaya laryngo-spasme. 5. Depresi kardio-vaskular, terutama pada keadaan hipovolemik atau pada pasien debil. 6. Dapat terjadi “shivering” (menggigil). 7. Efek farmakologinya para simpatomi-metik, misalnya dapat menyebabkan bradikardi. 8. Dapat memperlama depresi kardio vascular atau pernafasan. 9. Tidak ada obat?zat antagonis nya (anti dotumnya).
b. Neurolept Analgesia i. Keuntungan
27
1. Menyebabkan suatu ketenangan yang mendalam untuk beberapa jam. 2. Berfungsi juga sebagai anti muntah. 3. Mempunyai efek blok yang lemah. ii. Kerugian: 1. Tidak ada antidotumnya. 2. Mempunyai kerja vasodilator periphere yang dapat menyebabkan pasien hipotensi. 3. Dosis yang besar dapat menyebabkan gejala extra pyramidal (parkinsonisme). Namun dapat diobati dengan anti Parkinson drugs. 4. Metabollismenya terbanyak di hepar, sekresinya 10% melalui urine.
c. Neurolept anesthesia i. Keuntungan 1. Tidak dijumpai sekresi lender. 2. Tidak terjadi iritasi vena atau jaringan. 3. System kardio-vaskular stabil. 4. Tidak ada gangguan pada konduksi otot-otot jantung disebabkan oleh katekolamin (catecholaminess) seperti adrenaline. 5. Tidak menyebabkan toksis pada hati atau ginjal. 6. Tekanan cairan otak (CSF) dan bola mata berkurang. 7. Tidak menyebabkan muntah. 8. Tidak meledak (explosive). 9. Recovery (bebas bius) cepat. 10. Menyebabkan periode ketenangan dan kehilangan rasa sakit yang lebih lama. ii. Kerugian 1. Depresi pernafasan atau apnoe bisa terjadi karena efek Fentanyl/pelemas otot. 28
2. Perlu dilakukan control ventilation. 3. Efek pelemas otot harus di “reversed” (dengan antidotum).
d. Dissociative Anesthesia i. Keuntungan 1. Cairan/ obat tidak menyebabkan iritasi pada pembuluh darah atau jaringan. 2. Induksi anestesi dengan cepat. 3. Reflex larynx dan pliarynx tidak pernah terjadi sehingga jalan nafas dapat dipelihara tanpa pemasangan endotrakheal tube. 4. Tonus otot dapat dipertahankan. ii. Kerugian 1. Nadi, tekanan darah, dan tekanan bola mata meninggi. 2. Diplopia, gerakan-gerakan bola mata dan nystagmus mugnkin terjadi. Itulah sebabnya pada operasi mata dimana dihindarkan ketinggian tekana bola mata dan ketamin merupakan kontra indikasi. 3. Halusinasi dan mimpi yang tidak enak dapat terjadi post operatif (recovery period). Pada anak-anak, hal ini lebih sedikit didapati. 4. Tidak ada antagonis nya (antidotum). E. Obat Inhalasi i. Ether 1. Keuntungan a. Dapat dipakai pada semua jenis operasi b. Cukup aman c. Dapat digunakan dengan teknik sederhana d. Harganya relative murah. e. Mudah diperoleh. 2. Kerugian a. Merangsang, bau tidak enak, sekresi banyak, menyabkan mual muntah. 29
b. Recovery lama c. Mudah terbakar. d. Mempengaruhi metabolism hati. ii. Flouthane 1. Keuntungan a. Induksi cepat dan halus b. Tidak merangsang tractus respiratorius c. Bronchodilatasi d. Cepat pulih 2. Kerugian a. Over dosis cepat terjadi bila tidak diteliti b. Sifat analgetic ringan c. Hipotensi dan aritmia d. Tremor post operatif e. Harga mahal
30