Laporan Praktikum Farmakologi, FKG UNAIR. Topik: Pengaruh cara pemberian obat terhadap mula kerja obat [mencit]. Semester III
laporan modul 3 blok 4
ISK pada kehamilanFull description
Deskripsi lengkap
farmako
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya semua bagian dari fraktus gastrointestinal dapar digunaka untuk percobaan organ terpisah (esofagus, gaster, ileum, kolon, dan bahkan rectum). Percobaan ini digunakan untuk mengetahui efek obat terhadap organ yang secara tidak langsung menunjukkan kerja obat di reseptornya. Apabila jumlah reseptor obat pada organ adalah N total, konsentrasi obat yang diberikan XAmaka reseptor yang ditempati oleh obat ini adalah NA. Reaksi ini dapat digambarkan sebagai berikut:
AR
Keterangan : A = Obat (XA) B = Reseptor Bebas (Ntot - NA) AR = Kompleks NA Ada dua macam metode organ terpisah, yaitu yang disertai saraf dan tidak disertai saraf. Dengan metode ini dapat diamati respon organ terhadap pemberian obat. Respon organ terhadap obat dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat digunakan untuk menghitung afinitas obat terhadap reseptor. Pada praktikum ini digunakan beberapa konsentrasi obat untuk melihat efeknya terhadap organ terpisah (usus).
1.2 Tujuan Praktikum 1.2.1
Memahami
prinsip-prinsip
percobaan
farmakologi
dengan
menggunakan sediaan jaringan usus terpisah. 1.2.2
Memahami efek farmakologis obat agonis dan antagonis pada jaringan usus terpisah.
1.2.3
Menghitung afinitas dan selektifitas obat terhadap reseptor pada sediaan usus terpisah
1.3 Manfaat Praktikum 1.3.1
Membuat
mahasiswa
mengetahui
prinsip-prinsip
percobaan
farmakologi dengan menggunakan sediaan jaringan usus terpisah. 1.3.2
Membuat mahasiswa mengetahui efek farmakologis obat agonis dan antagonis pada jaringan usus terpisah.
1.3.3
Membuat mahasiswa mengetahuiafinitas dan selektifitas obat terhadap reseptor pada sediaan usus terpisah
BAB II DASAR TEORI
2.1 Teori Pendudukan (Occupancy) Teori ini menjelaskan bahwa intensitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki atau diikatnya. Baik pada hewan atau manusia, efek yang ditimbulkan oleh suatu obat dalam dosis yang rendah akan meningkat berbanding lurus dengan peningkatan dosis. Namun seiring dengan bertambahnya obat, peningkatan respon tubuh atu efek yang ditimbulkan akan berkurang, sehingga meskipun dosisnya ditambah maka tidak akan terjadi efek lagi. Inilah yang disebut efikasi. Efikasi adalah besar efek maksimal yang bisa ditimbulkan oleh suatu obat waktu sekali obat itu berikatan dengan reseptor. Efikasi terjadi jika seluruh reseptor diduduki oleh obat. Efikasi suatu obat tidak selalu 100% karena setiap obat mempunyai efikasi yang berbeda. Obat juga mempunyai potensi yang berbeda. Potensi menunjukan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek. Besarnya ditentukan oleh kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung dari sifat farmakokinetik obat dan afinitas obat terhadap reseptornya, yaitu : seberapa kuat suatu obat bisa berikatan dengan reseptornya. Afinitas bisa ditentukan dengan cara mencari efek setengah maksimalnya terlebih dahulu. Reseptor bisa diduduki oleh agonis maupun antagonis, agonis umumnya mempunyai afinitas sekaligus efikasi (aktivitas intriksik). Sedangkan antagonis hanya mempunyai afinitas tanpa adanya aktivitas intriksik sehingga tidak dapat meneruskan sinyal transduksi. Antagonis merupakan obat yang menghambat kerja suatu agonis. Antagonis dibedakan menjadi dua yaitu antagonis kompetitif dan antagonis non kompetitif. Antagonis kompetitif adalah antagonis yang berikatan dengan reseptor di tempat ikatan agonis secara reversibel sehingga dapat digeser oleh agonis kadar tinggi. Hambatan antagonis dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis sampai akhir dicapai efek maksimal yang sama. Sementara antagonis non kompetitif tidak bisa digeser karena merupakan ikatan kovalen sehingga efek yang dihasilkan tidak akan maksimal. Jika terdapat antagonis kompetitif dalam
konsentrasi tertentu, antagonis tersebut lebih dahulu yang menempati reseptor maka untuk menggesernya dibutuhkan dosis agonis yang lebih besar sehingga bisa menimbulkan efek yang sama jika dibandingkan ketika tanpa antagonis.
BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Persiapan 1. Tikus yang sudah dibunuh, diambil ileumnya sepanjang 3-4 cm. 2. Ileum dimasukkan ke dalam organ bath yang berisi larutan thyrode dengan temperatur 370C dan di aerasi dengan udara dipompa udara 3. Perubahan pada ileum (kontraksi) diteruskan melalui lever yang diujungnya dipasang jarum penulis. Besar konsentrasi dicatat pada kertas kymograph melalui jarum penulis. 4. Respon organ terhadap organ dapat dilihat dengan pemberian obat ke dalam larutan di dalam organ bath. 3.2 Pengamatan Respon Pada praktikum ini dapat dilihat :
Perubahan tonus
Perubahan kontraksi
Mula kerja obat dan masa kerja obat
a. Respon obat terhadap pemberian metakolin (agonis muskarinik)
Diinjeksikan obat agonist ke dalam larutan di dalam organ bath. Gantilah larutan dengan volume yang sama setelah kontraksi usus mulai turun (lebih kurang 1 menit). Tunggu aktivitas ileum kembali normal sebelum memberikan obat berikutnya (lebih kurang 3 menit)
b. Respon obat terhadap pemberian atropin (antagonis muskarinik)
Sipkan usus terpisah dalam organ bath dengan larutan baru (dari percobaan diatas)
Berikan atropine pada larutan dalam organ bath sebesar 0,2 ul dengan konsentrasi 3x10-6 M. konsentrasi atropine dalam organ bath 3x10-8 M. (volume larutan 25 ml) tunggu 1 menit.
Berikan metakolin sesuai dengan ukuran konsentrasi pada a dengan cara seperti pada A.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Semakin besar dosis pada agonis maka semakin besar efek yang ditimbulkan. Efek akan mencapai efek maksimal apabila obat menempati semua reseptor. 2. Pemberian antagonis kompetitif sebelum pemberian agonis akan menyebabkan peningkatan dosis agonis sampai menimbulkan efek . 3. Terjadi perbedaan effikasi antara pemberian obat agonis saja dengan pemberian antagonis baru agonis. Kesalahan ini mungkin terjadi karena avaibilitas usus, durasi pemberian dan perlakuan yang salah.
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Grafik dan Tabel 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5