BAB I PENDAHULUAN
Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin selain perdarahan dan infeksi. Menurut The National Centre for Health Statistics pada tahun 1998, hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor risiko medis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini ditemukan pada 146.320 wanita atau 3,7% diantara semua kehamilan yang berakhir dengan kelahiran hidup. Eklampsia didiagnosis pada 12.345 diantaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman.Di Indonesia hal ini disebabkan oleh perawatan dalam persalinan yang masih ditangani oleh petugas non medis dan system rujukan yang belum sempur na, selain juga diseba bkan oleh etiologi yang belum jelas. Hipertensi yang sering terjadi pada kehamilan beresiko terhadap kematian janin dan ibu. Deteksi dini untuk hipertensi pada ibu hamil diperlukan agar tidak menimbulkan kelainan serius dan mengganggu kehidupan serta kesehatan janin di dalam rahim, kelainan hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi 4 kategori, yakni : Hipertensi Kronis, Preeklampsia dan Eklampsia, Preeklampsia Imposed Preeklampsia Imposed Hipertensi Kronis dan Gestational Hypertension. Hypertension. Kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba setelah kehamilan 2 minggu inilah yang disebut dengan preeklampsia. Setiap Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal meninggal di dunia karena eklampsia. eklampsia. Insidens eklampsia eklamps ia di negara berkembang berkemban g berkisar dari 1:100 sampai 1:1700 karena itu kejadian kejang ini harus dihindarkan.
1
Di Sumatera Utara dilaporkan bahwa kasus preeklampsia terdapat 30 kasus khususnya di RSUP. H. Adam Malik Medan, Medan di Tahun 2005-2006 sementara di RSU. dr. Pirngadi Pirngad i Medan dilaporkan angka an gka kematian ibu pend pe nderita preeklampsia di tahun 1985-1989 adalah 3,45% dan pada tahun 1989-1999 adalah 2,1% dan di tahun 1999-1997 adalah 4,65%.
2
Di Sumatera Utara dilaporkan bahwa kasus preeklampsia terdapat 30 kasus khususnya di RSUP. H. Adam Malik Medan, Medan di Tahun 2005-2006 sementara di RSU. dr. Pirngadi Pirngad i Medan dilaporkan angka an gka kematian ibu pend pe nderita preeklampsia di tahun 1985-1989 adalah 3,45% dan pada tahun 1989-1999 adalah 2,1% dan di tahun 1999-1997 adalah 4,65%.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain.1,2Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma. Eklampsia merupakan kasus akut dari penderita preeklampsia (wanita hamil dan wanita dalam nifas, diserta dengan hipertensi, proteinuri dan dengan atau tanpa 3,4
oedem)yang disertai dengan kejang menyeluruh hingga koma. Kejang yang dialami bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kejang juga dapat timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara sehingga sampai 10 hari postpartum. 1
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam.
1,2
Biasanya proteinuria
timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus 1,2
dianggap sebagai tanda yang serius.
Pengukuran proteinuria dengan disptik :
1. +1 = 0.3 ± 0.45 g/L (95% + prediktif value untuk preeklampsia berat) 2. +2 = 0.45 ± 1 g/L 3. +3 = 1 - 3 g/L (36% + prediktif value untuk preeklampsia berat) 4. +4 = > 3 g/L (36% + prediktif value untuk preeklampsia berat) 5. Negatif atau trace (34% negatif prediktive prediktive value untuk preeklampsia berat)
Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, diketahuinya dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan wajah. Kenaikan berat badan ½ kg/minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg/minggu beberapa kali, hal ini
3
1,2
perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia.
Edema
tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria hipertensi dalam kehamilan, kecuali 2
edema anasarka.
2.2 Etiologi Dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya dimengerti, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit
ini
sering
disebut ³the
disease
of
theories´. Namun
pada
prinsipnyasemua teori yang memuaskan tentang preeklampsia harus dapat menjelaskan pengamatan bahwa hipertensi dalam kehamilan jauh lebih besar kemungkinannya timbul pada wanita yang:1 1. Terpajan ke vilus korion untuk pertama kali 2. Terpajan ke vilus korion dalam jumlah sangat besar seperti pada kehamilan kembar atau mola hidatidosa 3. Sudah mengidap penyakit vaskular 4. Secara genetis rentan terhadap hipertensi yang timbul saat hamil Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : 1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblast kedalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Infasi trofoblast juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
4
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan ³remodeling arteri spiralis´. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan ³remodeling
arteri spiralis´ sehingga aliran darah utero plasenta menurun
dan terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta. Dampak iskemik plasenta akan
menimbulkan
perubahan-perubahan
yang
patogenesis Hipertensi dalam Kehamilan selanjutnya.
dapat
menjelaskan
2
2. Teori Iskemik Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblast, pada Hipertensi dalam Kehamilan terjadi kegagalan ³remodeling arteri spiralis´ dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel juga akan merusak nukleus dari protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah yang akan merusak membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
5
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel yangdisebut dengan ³disfungsi endotel´, yang akan mengakibatkan terjadinya :
Gangguan
endotel
metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
adalah
memproduksi
prostaglandin,
yaitu
menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan, Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempattempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam
keadaan
normal
perbandingan
kadar
prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, (glonmerular endotheliosis)
Peningkatan permeabilitas kapiler,
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor seperti endotelin. Kadar
NO
(vasodilator)
menurun,
sedangkan
endothelin 2
(vasokonstriktor) meningkat serta peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin Pada perempuan hamil normal, respon imunologik tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein
G
(HLA-G) yang berperan penting dalam
modulasi respon imun sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblast janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu. Selain itu adanya HLA- G akan mempermudah infasi sel trofoblast kedalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA- G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi Natural Killer . Pada plasenta hipertensi
6
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA- G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblast ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri 2
spiralis.
4. Teori adaptasi kardiovaskular genetik Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal, terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan menghilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor. Prostaglandin ini di kemudian hari tenyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan, kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata kepekaan terhadap bahan vasopressor. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam 2
kehamilan.
5. Teori Defisiensi Gizi Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko preeklampsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan 2
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7
6. Teori Stimulus Inflamasi. Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblast, akibat reaksi stress oksdatif, dimana jumlahnya masih dalam batas wajar sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia dimana terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblast meningkat. Hal ini menyebabkan reaksi inflamasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pada hamil normal. Respon inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel, dan sel-sel makrofag, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia.
2
2.3Faktor Predisposisi
Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut:2 1. Primigravida, primipaternitas 2. Hiperplasentosis misalnya pada mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar 3. Umur yang ekstrem 4. Riwayat keluarga yang pernah pre-eklampsia ataupun eklampsia 5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
2.4Gambaran Klinis
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia yang disertai dengan kejang menyuluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan post partum. Eklampsia postpartum 2
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya member gejalagejaa atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodorma
8
akan terjadinya kejang. Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperreflexia. Preeklamsia yang diikuti dengan tanda-tanda ini disebut dengan 2
impending eklampsia.
Tekanan darah Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis. Tekanan diastolic
menggambarkan
resistensi
perifer,
sedangkan
tekanan
sistolik
menggambarkan besaran curah jantung. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari pascapersalinan, kecuali pada beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pasca persalinan. Timbulnya hipertensi akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah 140 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara Korotkoff phase V .
Edema Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai banyak interpretasi,misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada hipertensi dalam kehamilan dengan proteinuria. Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologik adalah edma nondependent pada muka dan tangan atau edema generalisata yang disertai kenaikan berat badan > 0.57 kg/minggu.
Proteinuria Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria karena janin sudah lebih dahulu lahir. Penguluran proteinuria dapat dilakukan dengan urin dipstick : 100mg/L atau +1, sekurang-
9
kurangnya diperiksa dua kali urin secara acak selang 6 jam. Secara pengumpulan urin dalam 24 jam dianggap patologis bila besaran proteinuria 300 mg/24 jam.
Nyeri kepala Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan 1,4
mendahului serangan kejang pertama.
Nyeri epigastrium Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan preeklampsia berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga dibawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menyebabkan ruptur hepar sehingga perlu pembedahan.
1,2
Gangguan penglihatan Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan
visus dapat berupa : pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu
kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retina.
2
Nyeri Kepala Disebabkan oleh hiperperfusi otak sehinnga menimbulkan vasogenik edema. 2
Kejang Hampir tanpa kecuali, kejang eklampsia didahuluioleh preeklampsia. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan manjadi semakin sering pada saat mendekati aterm. Pada 254 wanita pendertita eklampsia yang dirawat di the
10
University of Mississippi Medical Center, sekitar 3% mengalami kejang pertama kali 48 jam setelah melahirkan. Pada wanita dengan awitan kejang lebih dari 48 jam postpartum, perlu dipertimbangkan diagnosis lain.
1
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutankedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15-20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudia semua otot melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian secara cepat.
Gerakan
otot
sedemikian kuatnya sehingga wanita yang besangkutan dapat terlempar dari tempat tidur, dan apabila tidak dilindungi lidahnya dapat tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya, seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih. Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan 1,2
pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati.1 Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Laju pernafasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai
11
°
pada kasus yang parah. Demam 39 C atau lebih adalah tanda yang buruk karena 1,2
dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat dua mekanisme penyebab : 1). Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang disertai oleh muntah. 2).
Gagal
jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat dan
pemberian cairan intravena yang berlebihan. Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif. Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar kemungkinannya pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan juga dapat timbul spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua kausa : 1). Ablasio retina dengan derajat bervariasi 2). Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik dan biasanya tuntas dalam seminggu.
1,2 4
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni: 1).Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)
Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakangerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik. 2). Stadium kejang tonik Tanda - tanda kejang tonik ialah seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.
12
3). Stadium kejang klonik Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianotik. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur. 4). Stadium koma Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara perlahanlahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. Selama o
seranga tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40 C
2.5Diagnosis 3
Diagnosis ditegakkan dengan:
1. Melakukan anamnesis pada pasien dan keluarganya mengenai riwayat penyakit. Adanya gejala-gejala seperti nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas di muka, dyspnoe, mual muntah, nyeri dada, kejang. Mencari adanya penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, penyakit ginjal, dan infeksi saluran kencing. Mencari adanya riwayat penyakit keluarga dengan menanyakan riwayat kehamilan dan penyulitnya pada ibu dan saudara perempuannya. 2. Pemeriksaan Fisik a. Kardiovaskuler: evaluasi desakan darah, suara jantung, pulsasi perifer b. Paru: auskultasi paru untuk mendiagnosis edema c. Abdomen: palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar d. Reflex untuk melihat ada tidaknya klonus e. Funduskopi untuk menentukan adanya retinopati grade I-III 3. Pada pelayanan kesehatan primer, dokter umum dan bidan dapat melakukan pemeriksaan dasar seperti pengukuran desakan darah dengan cara yang standard, mengukur proteinuria, menentukan edema anasarka, menentukan
13
tinggi fundus uteri untuk mendeteksi dini IU GR dan pemeriksaan funduskopi.
3
14
Diagnosis
Tekanan Darah
Tanda Lain
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi
Tekanan diastolik 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam
Preeklampsia ringan
Sama dengan hipertensi
Proteinuria (-) Kehamilan >20 minggu Proteinuria +1 Proteinuria +2 Oliguria
Preeklampsia berat
Tekanan diastolik > 110 mmHg
Hiperrefleksia Gangguan
penglihatan
Nyeri epigastrium Eklampsia
Hipertensi
Kejang
HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi kronik Superimposed preeklampsia
Hipertensi Hipertensi kronik
Kehamilan < 20 minggu Proteinuria dan tanda lain dari preeklampsia
2.6 Diagnosa Banding
Umumnya eklampsia lebih besar kemungkinannya overdiagnosis daripada underdiagnosis karena karena epilepsy, ensefalitis, meningitis, tumor serebri, sistiserkosis, dan rupture aneurisma serebri pada kehamilan tahap lanjut dan masa nifas dapat menyerupai eklampsia. Namun, kausa-kausa lain ini disingkirkan, semua wanita hamil dengan kejang harus dianggap menderita eklampsia. Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia. Sering dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi 4
adanya preeklampsia sebelumnya.
15
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada 4,6
eklampsia. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
4
Semua kasus preeklampsia berat harus ditangani
secara aktif.
Perawatan dasar: Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang selalu harus diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegahdan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai
16
stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan 2
dengan cara yang tepat. Penanganan konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti hiperrefleksia dan gangguan penglihatan sering tidak sah.
6
4
Prinsip penatalaksanaan:
1. Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit 2. Pengangkutan ke rumah sakit. Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejangkejang selama perjalanan, yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg. 3. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah untuk menghentikan konvulsi, mengurangi
vasospasme,
meningkatkan
diuresis,
mencegah
infeksi,
memberikan pengobatan yang tepat dan cepat, serta untuk melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak memperhitungkan tuanya kehamilan.4 4. Sesampainya di rumah sakit, pertolongan pertama adalah4 a. Membersihkan dan melapangkan jalan pernafasan b. Menghindarkan lidah tergigit c. Pemberian oksigen d. Pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10%, 20% atau 40% e. Menjaga agar jangan sampai terjadi trauma serta dipasang kateter tetap (dauer catheter ).
4
5. Observasi penderita, dilakukan di kamar isolasi yang tenang, dengan lampu redup (tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan. Kemudian dibuat catatan setiap 30 menit tentang tensi, nadi, respirasi, suhu, refleks, dan diuresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran dan jumlah kejang yang terjadi. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam. 4
Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantitatif.
17
6. Pengobatan Medikamentosa Pada prinsipnya pengobatan medikamentosa mencakup : 2,7
A. MgSO4 untuk pengobatan kejang
Initial dose atau Loading dose : 4 gr MgSO4 40% IV (4-5 menit). Lanjutkan dengan maintenace dose : MgSO4 40% (12gr) dalam IVFD RL 500 cc 14 gtt/i. Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan. cvHal-hal yang harus diperhatiakan dalam pemberian MgSO4 adalah: 2
a. Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 : y
Dosis terapeutik 4-7 mEq/L (4.8-8.4 mg/dL)
y
Hilangnya refleks tendon 10 mEq/L (12 mg/dL)
y
Terhentinya pernapasan 15 mEq/L (18 mg/dL)
y
Terhentinya jantung >30 mEq/L (>36 mg/dL)
b. Syarat pemberian Magnesium Sulfat: y
Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium
Glukonas
10%, diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda ± tanda intoksikasi MgSO4 y
Refleks patella (+)
y
Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.
y
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ). Pemberian
Magnesium
Sulfat
sampai
20
gr
tidak
perlu
mempertimbangkan diurese c. Bila terjadi refrakter terhadap magnesium sulfat maka diberikan salah satu obat berikut : tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya boleh dilakukan oleh mereka yang berpengalaman.2 Jika MgS04 tidak tersedia dapat diberikan diazepam dengan resiko terjadinya
18
depresi
pernafasan
neonatal.
Dosis
tunggal
diazepam
jarang
menimbulkan depresi pernafasan neonatal. Pemberian terus menerus secara intravena meningkatkan resiko depresi pernafasan pada bayi 6
yang sudah mengalami iskemi uteroplasental dan persalinan prematur.
B. Pemberian obat antihipertensi oral atau intravena intermitten untuk menurunkan tekanan darah apabila tekanan diastolik dianggap terlalu tinggi dan berbahaya. Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg.
1
Di Indonesia, cut off yang
digunakan adalah jika tekanan darah 180/110 mmHg atau MAP 126 mmHg. Antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak adalah 3
diazokside, ketanserin, dan nimodipin. Antihipertensi lini pertama yang dipilih adalah nifedipin dengan dosis 10-20 mg/per oral diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Antihipertensi lini kedua adalah sodium nitropuside 0.25 µg i.v./kg/menit, infus ditingkatkan 0.25 µg i.v./kg/5menit. Jenis antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah nifedipin dengan dosis awal 10-20 mg diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120mg/24jam. Nifedipin tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasinya cepat sehingga hanya diberikan per oral. Tekanan darah diturunkan secara bertahap yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 mmHg dan MAP < 125 mmHg.
2,3
C. Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena
dapat
memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi
edema
paru,
payah
jantung
kongestif,
dan
edema
3
anasarka. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada : - Edema paru - Gagal jantung kongestif - Edema anasarka
19
D. Pemberian glukokortikoid untuk pematangan aru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam.
2
E.Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.
F. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP . 7
7. Perawatan pada serangan kejang:
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang b. Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita c. Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna menghindari fraktur e. Pemberian oksigen f. Dipasang kateter menetap ( foley kateter) 7
8. Perawatan pada penderita koma:
a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai ³Glasgow ± Pitts burg Coma Scale³. b. Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. c. Pada koma yang lama (> 24 jam), makanan melalui hidung (N GT = Naso Gastric
Tube : Neus Sonde Voeding).
9. Pengobatan obstetrik yaitu mengambil sikap ter hadap kehamilan yang mana semua kehamilan dengan eklampsia harus diterminasi tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai 2,3
stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu.
Stabilisasi dicapai selambat-
lambatnya dalam 4-8 jam setelah salah satu dari keadaan di bawah ini:
3
a. Pemberian obat anti kejang terakhir b. Kejang terakhir
20
c. Pemberian obat-obata anti hipertensi terakhir d. Penderita mulai sadar (dinilai dari Skala koma Glasgow yang semakin meningkat) Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, 2
monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya. Pemeriksaan 3
laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan.
2.8Prognosis
Prognosis untuk eklampsia selalu serius, penyakit ini adalah salah satu penyakit 1
berbahaya yang dapat mengenai ibu dan janinnya. Kriteria Eden adalah kriteria 4
yang dipakai untuk menentukan prognosis eklampsia, yang terdiri dari: 1. Koma yang lama 2. Frekuensi nadi diatas 120 kali per menit o
3. Suhu tubuh diatas 39.4 C 4. Tekanan darah sistolik lebih dari 200 mmHg 5. Konvulsi lebih dari 10 kali 6. Proteinuria 10 gram atau lebih 7. Tidak ada edema, edema menghilang Bila tidak ada atau hanya memenuhi satu kriteria di atas maka eklampsia tergolong ringan. Bila dijumpai 2 atau lebih dari kriteria di atas maka tergolong 4
eklampsia berat dengan prognosis yang jelek.
Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognostik yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali menjadi normal dalam beberapa jam kemudian. Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi janin yang sudah 2
sangat inferior.
21
Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal, penderita eklampsia sering dating terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni 4
tidak menyebabkan hipertensi menahun.
2.9 Pencegahan
Yang dimaksud dengan pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya 2,3
preeklampsia. Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal. Pencegahan
dengan
nonmedikal
ialah
pencegahan
dengan tidak
memberikan obat. Cara yang paling sederhana adalah dengan melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan kelahiran preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia. Sebaiknya diet ditambah dengan suplemen yang mengandung miyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh misalnya Omega 3 dan PUFA ( Poly Unsaturated Fatty Acid ); antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, beta karoten, CoQ10 , N-Asetilsistein, 2,3
dan asam lipoik; elemen logam berat seperti zinc, magnesium, dan kalsium.
Pencegahan dengan medikal dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan sahih. Pemberian diuretic tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan dapat memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia. Pemberian kalsium 1500 - 2000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat juga diberikan Zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia adalah aspirin dosis rendah yaitu dibawah 100 mg/hari atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan lain seperti Vitamin C, Vitamin E, beta karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, dan asam lipoik.
2
22
Terapi magnesium sulfat lebih baik daripada fenitoin dalam mencegah kejang eklampsia. Sepuluh diantara 1089 wanita yang secara acak mendapatkan fenitoin mengalami kejang eklampsia. Tidak terjadi kejang pada 1049 wanita yang mendapat magnesium sulfat. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam semua faktor risiko untuk eklampsia antara kedua kelompok wanita yang doteliti tersebut. Wanita yang mendapat fenitoin mengalami eklampsia walaupun kadar obat dalam serum sudah dalam rentang terapeutik (10-25 µg/mL). 1
2.10Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang ± kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis. Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan. Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masif. Apabilaperdarahan otak tersebut tidak fatal
maka penderita dapat
mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation. Pada kira ± kira10 % kasus, kejang eklampsia dapatdiikuti dengan kebutaandengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat
23
melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu. Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian padakasus eklampsiadapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial. Padakasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat ± obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
24
BAB III LAPORAN KASUS
IDENTITAS PRIBADI
Nama
: Ny. N
MR
: 47.22.90
Umur
: 18 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status perkawinan
: Kawin
Suku
: Karo
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Desa Lepar Samura, Kabanjahe, Kab. Karo
Tanggal masuk
: 17 Mei 2011
IDENTITAS SUAMI
Nama
: Tn. M
Umur
: 32 tahun
Suku
: Karo
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Petani
Alamat
:Desa Lepar Samura, Kabanjahe, Kab. Karo
ANAMNESA PENYAKIT :
Ny. N, 18 tahun, G1P0A0,Kristen, Karo, ibu rumah tangga, istri dari Tn. M, Kristen, Karo, wiraswata, datang ke IGD RSHAM Medan tanggal 17 Mei 2011 pukul 07.00 WIB dengan : Keluhan utama
: Ingin mengedan
Telaah
: Hal ini dialami os sejak tanggal 17 Mei 2011 pukul 03.00
pagi. Os sebelumnya sudah dipimpin mengedan di RS Berastagi oleh bidan, namun os kejang 1x saat mengedan sehingga dirujuk ke RSHAM. Nyeri kepala
25
(+), pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (-), mual muntah (-), riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya (-). RPT
: (-)
RPO
: (-)
HPHT :10 Agustus 2010 TTP
: 17 Mei 2011
ANC : Bidan
Riwayat Persalinan :
1. Hamil ini
Status Presens
Sensorium
: CM
Anemis
: (-)
Tekanan Darah
: 180/100mmHg
Ikterik
: (-)
Nadi
: 88x/i
Dispnoe
Pernafasan
: 24x/i
Edema
: (-)
Temperatur
: 36,7oC
Sianosis
: (-)
: (-)
Status Obstetri
Abdomen
: membesar asimetris
TFU
:2 jari BPX
Teregang
: Kanan
Terbawah
:Kepala
Gerak
: (+)
His
: (+) 4x 40´/ 10 menit
DJJ
: (+) 150x/i
Setelah pemberian loading dose MgSo4 VT
: Cx pembukaan lengkap, selaput ketuban (-), SRM ?? jam, Kepala H III, caput (+) ukuran 2x2 cm, uuk sulit dinilai.
26
Hasil urinalisa :
Proteinuria
: (+) 3
Diagnosa Sementara
Eklampsia + PG + KDR (38-40 minggu) + PK + AH + Kala II
Terapi y
MgSO4 40% 4 gr (10 cc) IV loading dose perlahan
y
IVFD RL + MgSO4 40% 12 gr (15 cc) 14 gtt/I (maintanance dose)
Rencana
Ekstraksi vakum persingkat kala II
Laporan Partus
Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi litotomi dan infus terpasang baik.
Dilakukan vulva toilet dan pengosongan kandung kemih.
Pada his yang adekuat tampak kepala maju mundur di introitus vagina.
Dilakukan pemasangan cup vakum sedekat mungkin dengan uuk. Evaluasi cup vakum tidak ada bagian ibu yang terjepit vakum.
Tekanan vakum dinaikkan menjadi -0,2 , -0,4 , -0,6 kg/cm 2 dengan selang waktu 2 menit sambil dilakukan evaluasi untuk melihat jepitan pada jalan lahir.
Dilakukan episiotomi mediolateral setelah kepala crowning dan perineum telah tipis.
Berturut-turut lahir uuk, uub, dahi dan muka, cup vakum dilepas. Dilakukan pembersihan mulut dan hidung bayi dengan kasa steril.
Dengan pegangan biparietal dilakukan tarikan ke bawah untuk melahirkan bahu depan, lalu ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
Aksilla dikait, lahir badan dan kedua ekstremitas.
Tali pusat diklem di 2 tempat dan digunting diantaranya.
27
Lahir bayi perempuan, BB 2900 gr, PB 49 cm, AS 7/8
Dilakukan pengosongan kandung kemih
Setelah menunggu 10-15 menit plasenta dilahirkan, kesan :lengkap
Dilakukan inspekulo untuk evaluasi laserasi jalan lahir, laserasi : (-)
Keadaan umum post partum : baik
Terapi : Bed rest IVFD RL 500 cc + MgSO4 40% 12 gr 14 gtt/i Ciprofloxacin tablet 3x1 Asam mefenamat tablet 3x1 Vitamin B complex 2x1
Follow up 18Mei 2011
Follow up 19 Mei2011
KU : nyeri luka (+)
KU :nyeri luka (+)
SP :
SP :
Sens : CM
Sens : CM
TD
TD
: 120/80mmHg
: 130/80mmHg
Nadi : 84x/i
Nadi : 88x/i
RR
: 20x/i
RR
: 18x/i
T
: 36,7 ºC
T
: 36,9 ºC
Anemis : (-)
Anemis : (-)
Ikterik
Ikterik
: (-)
: (-)
Dispnoe : (-)
Dispnoe : (-)
Edema : (-)
Edema : (-)
Sianosis : (-)
Sianosis : (-)
28
SL :
SL :
Abd: soepel, peristaltik (+)
Abd : soepel, peristaltik (+)
TFU: 1 jari di bawah pusat, kontraksi
TFU : 1 jari bawah pusat P/V : (-)Lochia : (+) rubra
(+) baik P/V : (-)Lochia: (+) rubra
ASI : (-)
ASI: (-)
BAK : (+)Normal
BAK: (+) terpasang kateter, UOP
BAB : (-)
300cc/jam , proteinuria (+1) BAB: (-) Hasil lab post EV:
Hb: 10,4 gr/dl Leukosit: 28.06 x 103/mm3 Hematokrit: 29.8 % 3
3
Trombosit: 148 x 10 /mm
Dx : Post Ekstrkasi vakum a/i
Dx Post Ekstrkasi vakum a/i
eklampsia + NH1
eklampsia + NH2
Th/
Th/
- Bed rest
- Diet MB
- Mobilisasi
- Mobilisasi
- Diet MB 1500 kkal/hr
- Diet MB 1500 kkal/hr
- IVFD RL 20gtt/i
- IVFD RL 20gtt/i
- Ciprofloxacin tablet 3x1
- Ciprofloxacin tablet 3x1
- Asam mefenamat tablet 3x1
- Asam mefenamat tablet 3x1
- Vit. B comp 1x1
- Vit. B comp 1x1
R/ : aff kateter
R/ :PBJ
29
Pada tanggal 19 Mei 2011 pasien diperbolehkan pulang dengan anjuran kontrol ke poli ibu hamil pada tanggal23 Mei 2011untuk melihat penyembuhan luka episiotomi. Pasien pulang dengan pengobatan oral yang diberikan yaitu: -
Ciprofloxacin tablet 2x500 mg
-
Asam Mefenamat tablet 3x500 mg
-
Vit B comp 1x1
30
ANALISA KASUS
Telah dilaporkan Ny. N, 18 tahun, G1PoA0 datang ke IGD RSHAM tanggal 17 Mei 2011 pukul 07.00 WIB dengan keluhan ingin mengedan dialami sejak tanggal 17 Mei pukul 03.00 pagi. Os sebelumnya sudah dipimpin mengedan di RS Berastagi oleh bidan, namun os kejang 1x saat mengedan sehingga dirujuk ke RSHAM. Nyeri kepala dan pandangan kabur dijumpai. Pada pemeriksaan tanda vital dijumpai tekanan darah 180/100 mmHg, dengan proteinuria (+) 3. Pada pemeriksaan obstetrikus dijumpai His 4x 40´/ 10 menit, dari pemeriksaan dalam setelah pemberian MgSO4 40% 4gr dalam larutan 10 cc iv/ bolus dijumpai Cx pembukaan lengkap, selaput ketuban (-), SRM ?? jam, Kepala H III, uuk sulit dinilai. Pasien didiagnosa dengan Eklampsia + PG + KDR (38-40 minggu) + PK + AH + Kala II dan direncanakan untuk ekstraksi vakum persingkat kala II. Pasien juga diberikan MgSO4 40% 12gr iv (maintanance dose)
Berdasarkan pemeriksaan, os datang pada pembukaan lengkap dan riwayat kejang sebelumnya, maka pasien segera dilakukan terminasi kehamilan. Adapun menurut literatur pilihan terminasi untuk pasien eklampsia adalah persalinan per vaginam dengan ekstraksi vakum persingkat kala II. Dimana diketahui bahwa salah satu indikasi ekstraksi vakum adalah ibu-ibu dengan kontraindikasi mengedan.
Pemberian MgSO4 sesuai dengan literatur yaitu pemberian loading dose 4 gr 40% dalam larutan 10 cc iv/bolus selama 5-10 menit dan maintanance dose berupa IVFD RL + MgSO4 40% (12 gr) sebanyak 14 tetes. Dan bila dijumpai kejang berulang diberikan MgSO4 20% 2 gr iv diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan phenobarbital 3-5 mg/kgBB iv perlahan-lahan, antibiotik dengan dosis cukup dan diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat oedema paru, gagal jantung dan oedema anasarka.
31
Pada tanggal 18 Mei 2011 pukul 10.00 WIB pada pemeriksaan tanda vitaldijumpai kesadaran kompos mentis dan tekanan darah 120/80 mmHg dan frekuensi nadi 84x/i. Pada pemeriksaan urin dijumpai protein (+) 1. Sesuai dengan literatur, pasien tidak perlu diberikan obat antihipertensi karena obat a ntihipertensi hanya diberikan bila tekanan sistol 180 mmHg atau diastol 120 mmHg.
OS dirawat selama tiga hari di ruangan dengan kondisi semakin membaik dan PBJ pada tanggal 19 Mei 2011 dan dianjurkan untuk kontrol kembali ke poli ibu hamil.
32