1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Emergency. Laporan terbaru WHO 2008, yang menggambarkan situasi dunia tahun 2006, menunjukkan bahwa setiap tahun diperkirakan ada 9,2 juta kasus TB baru (139/100.000 penduduk), 4,1 juta diantaranya (44%) adalah pasien dengan basil tahan asam (BTA) positif dan 0,7 juta pasien TB yang juga terinfeksi virus HIV (Human Immunodefficiency Virus) (8%).1, 2 Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.1 Penderita penyakit tuberkulosis di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 tercatat sebanyak 15.614 orang. Dari jumlah tersebut terdapat kasus tuberkulosis paru sebanyak 12.145 orang dengan angka kesembuhan 67,07% (8.145 orang). Kabupaten/kota dengan penderita penyakit tuberkulosis paru terbanyak berada di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 5.303 orang. Kasus tuberkulosis paru di Kota Medan tahun 2010 tercatat sebanyak 918 orang dengan prevalensi 45,9 % per 100.000 penduduk. Dibandingkan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penderita tuberkulosis paru di Kota Medan cukup tinggi, hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti perilaku masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rum ah.3 Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan: 1. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia, 2. Kemiskinan
2
pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju, 3. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup, 4. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di negara-negara miskin, dan 5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana k asus yang tidak adekuat.4, 5 Robert Koch, dokter yang menemukan Mycobacterium tuberculosis tuberculosis sebagai penyebab tuberkulosis paru pada tahun 1882. Mycobacterium tuberculosis tuberculosis ini merupakan bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 µm, tidak berspora, bersifat aerob dan memiliki selubung berlilin. Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam lemak (lipid), protein dan polisakarida. Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.2, 4, 6 Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan bakteriologis dan pemeriksaan radiologis. Untuk menemukan TB pada pemeriksaan bakteriologis adalah dengan cara pemeriksaan dahak pada sediaan langsung. Pemeriksaan dilakukan dengan metode pengecatan Ziehl pengecatan Ziehl Neelsen. Neelsen. Pengecatan ini disebut pengecatan disebut pengecatan tahan asam, asam , karena sekali dapat tercat tidak mudah untuk dilunturkan meskipun dengan menggunakan zat peluntur (decolorizing agent) asam. Untuk dapat melakukan pemeriksaan sputum BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan kuman baru yang jumlahnya paling sedikit 5000 kuman kuman dalam satu mililiter dahak. 7, 8 Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17 % penderita TB paru memiliki hasil sputum BTA (-). ( -). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru pa ru ditegakkan hanya hanya semata-mata berdasarkan pemeriksaan sputum BTA (+), akan banyak penderita TB paru yang tidak terdiagnosis dan menambah jumlah TB paru yang menular, karena TB paru dengan sputum BTA yang negatif bisa juga menjadi sumber penularan, apalagi jika disertai gejala klinis batuk dan kavitas pada foto toraks.9
3
Pada pemeriksaan radiologis yang paling sering digunakan dalam membantu mendiagnosis TB adalah foto toraks. Kelainan foto toraks biasanya baru terlihat setelah 10 minggu terinfeksi oleh kuman TB. Bila secara klinis ada gejala TB paru, hampir pasti ada kelainan pada foto toraks. Bila secara klinis ada gejala TB paru, tetapi foto toraks tidak memperlihatkan kelainan, hal ini merupakan tanda kuat bukan TB. Lesi-lesi berukuran 2 mm sudah dapat dilihat dengan foto toraks walaupun secara klinis belum ada gejala. Disamping membantu menegakkan diagnosis, foto toraks berperan penting untuk menilai tindakan yang dilakukan serta mengontrol keberhasilan terapi.9 Pemeriksaan radiologis dapat memprediksi penderita TB paru dikarenakan pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi. Walaupun demikian sebagai konfirmasinya harus dilakukan pemeriksaan sediaan langsung bakteri tahan asam dikarenakan pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi. Hasil positif dari pemeriksaan ini juga bermakna penderita tersebut berada dalam virulensi yang tinggi sehingga dapat menularkan penyakit. Faktor pra analitik dan jumlah kuman juga mempengaruhi hasil pemeriksaan terutama pewarnaan BTA. Gomes dari penelitian terhadap 153 penderita TB paru pa ru dengan BTA (-) mendapati lesi infiltrat lebih banyak dijumpai daripada lesi kavitas. Sedangkan BTA (+) lebih banyak dijumpai penderita dengan kavitas daripada dengan lesi infiltrat. 10
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana gambaran pemeriksaan basil tahan asam (BTA) dan foto roentgen pada penderita tuberkulosis paru di RSUD Pirngadi Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan foto roentgen pada penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) di RSUD Pirngadi Medan.
4
1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui seberapa besar peranan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dalam menegakkan diagnosa Tuberkulosis Paru (TB Par u).
2.
Untuk mengetahui seberapa besar peranan pemeriksaan foto thoraks dalam menegakkan diagnosa Tuberkulosis Paru (TB Paru).
1.4. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Klinisi Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi klinisi terhadap informasi mengenai sejauh mana pemeriksaan BTA dan pemeriksaan radiologis dapat menunjang diagnosis tuberkulosis paru (TB paru).
2.
Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan RSUD Dr. Pirngadi Medan Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan penyusunan perencanaan promosi kesehatan, evaluasi program, dan upaya peningkatan pelayanan kesehatan, khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru).
3.
Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan masyarakat tentang tuberkulosis paru dan bagaimana cara pengobatannya.
4.
Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat dalam memperluas wawasan peneliti tentang penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, 85 % dari seluruh kasus TB adalah TB paru, sisanya (15 %) menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak dan lainnya.9 Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis). Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah dan sebagian besar basil TB ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya. 11
2.1.2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru adalah mycobacterium tuberculosis. Dimana dalam jaringan, basil tuberkel adalah bakteri batang lurus dengan ukuran sekitar 0,4 – 3 µm. Ciri-ciri bakteri ini adalah tidak bergerak, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Bakteri merupakan bakteri Gram-positif yang bersifat tahan asam karena memiliki asam mikolat. Pertumbuhan bakteri ini berlangsung cukup lambat dengan waktu generasi 12-18 jam. Permukaan sel mycobacterium tuberculosis bersifat hidrofobik dan dinding sel mempunyai kandungan lemak yang tinggi.6, 12 Mycobacterium tuberculosis tipe humanus adalah mikobakterium yang paling banyak menimbulkan penyakit tuberkulosis pada manusia. Basil tersebut
6
mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80 oC dan mudah mati apabila terkena sinar ultraviolet (sinar matahari). Identifikasi basil dapat dilakukan dengan cara hapusan langsung dan bahan untuk identifikasi dapat diambil dari dahak secara langsung, kerokan laring dengan bantuan alat bronkoskopi dan dari cairan pleura. Kemudian bahan hapusan tersebut di cat dengan cara Ziehl Neelsen.11
2.1.3. Cara Penularan Melalui udara (inhalasi):
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. 2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. 3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. 4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari
parunya.
Makin
tinggi
derajat
kepositifan
hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. 5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 5
2.1.4. Patogenesis Tuberkulosis Primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infektif ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, bergantung pada keberadaan sinar UV, ventilasi yang baik, dan kelembapan. Apabila terhirup oleh seseorang, partikel infektif ini akan menempel pada saluran napas atau paru-paru. Apabila menetap pada jaringan paru, bakteri akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag, yang kemudian akan terbawa masuk ke organ-
7
organ tubuh lain. Bakteri yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil, yang disebut sarang primer atau sarang Ghon. Peradangan saluran getah bening akan timbul dari sarang primer menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dan limfadenitis regional dapat membentuk komplek primer. Proses ini dapat berlangsung sekitar 3-8 minggu. Dan selanjutnya dapat berkembang menjadi:
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, dan menyebabkan lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5 mm. Sebanyak 10 % diantaranya dapat mengalami reaktivasi. 1, 4, 12
Tuberkulosis Post Primer (TB Sekunder)
TB post primer dimulai dari sarang dini yang berlokasi di segmen apikal lobus superior maupun inferior dan berinvasi ke daerah parenkim paru. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil. Sarang pneumonia ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut: 1. Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang mula-mula meluas, tetapi segera membaik dengan meninggalkan jaringan fibrosis. Ada juga yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat disekitarnya. Bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju. Kavitas akan terbentuk apabila jaringan keju dibatukkan keluar. Kavitas ini kemudian dapat mengalami:
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. TB milier akan terjadi apabila isi kavitas tersebut masuk ke dalam peredaran darah arteri.
Memadat dan membungkus diri sehingga terbentuk tuberkuloma yang dapat mengapur dan menyembuh atau aktif kembali menjadi cair dan menjadi kavitas kembali.
8
Bersih dan menyembuh, yang disebut juga open healed cavity. Kavitas kadang kala berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbentuk seperti bintang (stellate shaped).1, 4, 12
2.1.5. Klasifikasi Tuberkulosis A. Tuberkulosis Paru
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis (BTA) a. Tuberkulosis paru BTA (+):
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) menunjukkan hasil BTA positif.
Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-):
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan mycobacterium tuberculosis positif.
2. Berdasarkan tipe pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien, yaitu: a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
9
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif atau perburukan dan gejala klinis, maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll).
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan beturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.1, 5, 13 B. Tuberkulosis Ekstra Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal maupun saluran kencing. 1
2.1.6. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Gejala respiratori:
Batuk ≥ 2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
2. Gejala sistemik:
Demam
Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.1, 13
2.1.7. Diagnosis 2.1.7.1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien TB sering tidak menunjukkan suatu kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
10
asimtomatik. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Beberapa kelainan yang didapat pada pemeriksaan fisik: 1. Bila dicurigai adanya infitrat yang agak luas, maka didapatkan:
Palpasi: fremitus akan teraba mengeras.
Perkusi: redup.
Auskultasi: suara napas bronkial dan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronkhi basah, kasar dan nyaring.
2. Bila dicurigai adanya infiltrat yang diliputi oleh penebalan pleura:
Palpasi: fremitus akan teraba mengeras.
Perkusi: redup.
Auskultasi: suara napasnya menjadi vesikuler melemah.
3. Bila terdapat kavitas yang cukup besar:
Perkusi: memberikan suara hipersonor atau timpani.
Auskultasi: memberikan suara amforik.4
2.1.7.2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pemeriksaan darah tidak spesifik sebagai pegangan untuk menyokong diagnosa TB paru. Ketika tuberkulosis baru mulai aktif, jumlah leukosit dan monosit akan ditemukan sedikit meninggi. Jumlah limfosit masih dibawah normal dan laju endap darah mulai meningkat. Namun, ketika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal. 1
Sputum
Pemeriksaan sputum merupakan cara yang paling penting karena diagnosis tuberkulosis sudah dapat ditegakkan jika ditemukan bakteri BTA. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 5000 kuman dalam 1 mililiter sputum.
11
Untuk pewarnaan sediaan yang dianjurkan menggunakan cara Ziehl Neelsen dengan hasil bakteri tahan asam (BTA) memberi gambaran berwarna merah dan bakteri tidak tahan asam berwarna biru. 14, 15
Uji tuberkulin
Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan basil tuberkulosis. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji Mantoux, yaitu dengan menyuntikkan 1 ml tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) secara intrakutan dan mengamati reaksi yang terjadi setelah 48-72 jam.11, 12
2.1.8. Pengobatan Tabel 2.1. Berikut jenis-jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan di
Indonesia:
Dosis yang direkomendasikan (mg/kg) Jenis OAT
Isoniazid (H)
Rifampicin (R)
Pyrazinamide (Z)
Streptomycin (S)
Ethambutol (E)
Sifat
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakteriostatik
Lanjutan (3x Harian
seminggu)
5
10
(4-6)
(8-12)
10
10
(8-12)
(8-12)
25
35
(20-30)
(30-40)
15
15
(12-18)
(12-18)
30
30
(20-35)
(20-35)
12
Tahap awal (intensif)
Pada tahap ini, pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA (+) menjadi BTA (-) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
Pada tahap ini, pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Dan pada tahap ini juga penting untuk membunuh kuman persister , sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. 5, 13
2.1.9. Pencegahan
Pemberian vaksin BCG ( Bacille Calmette Guerin) segera setelah bayi lahir (0-1 bulan) dapat memberikan kekebalan aktif terhadap tuberkulosis. Tingkat efektivitas vaksin BCG berkisar 70-80%. Oleh karena itu, harus tetap waspada terhadap serangan bakteri penyebab tuberkulosis. 12
2.2. Pemeriksaan Bakteriologik (pengecatan BTA metode
Zi ehl Neel sen )
Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1 mikron = 10 -3 mm). Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan ini disebut pengecatan bakteri.7 Pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak permulaan berkembangnya mikrobiologi di pertengahan abad ke-19 oleh Loius Pasteur dan Robert Koch. Pada umumnya, ada 2 macam zat warna (bahan cat) yang sering dipakai, yaitu: 1. Zat warna yang bersifat asam, dengan komponen warna anion, biasanya dalam bentuk garam natrium. 2. Zat warna yang bersifat alkalis, dengan komponen warna kation, biasanya dalam bentuk klorida. Setelah dilakukan pengecatan,
13
dalam tubuh bakteri akan terjadi proses pertukaran ion-ion zat warna dengan ionion protoplasma (misalnya asam nukleat) bakteri.7 Walaupun urin dari kateter, cairan otak dan isi lambung dapat diperiksa secara mikroskopis, tetapi pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis TB paru adalah pemeriksaan sputum dengan metode pengecatan Ziehl Neelsen. Sputum terbaik untuk diperiksa adalah sputum pagi hari, karena paling banyak mengandung mikobakteria dibandingkan dengan sputum pada saat-saat lain.14, 16 Pengecatan metode Ziehl Neelsen ini disebut pengecatan tahan asam, karena
dapat
tercat
tidak
mudah
untuk
dilunturkan
meskipun
dengan
menggunakan zat peluntur (decolorizing agent) asam. 7 Keuntungan dari pengecatan tahan asam ini adalah basil tahan asam (BTA) dapat segera ditemukan bila memang ada didalam bahan hapusan. Tetapi cara ini kurang peka sebab untuk mendapatkan hasil positif paling sedikit didalam 1 cc dahak harus mengandung 10.000 sampai 100.000 basil. 11 Berbagai teori telah dikemukakan untuk menerangkan sifat tahan asam ini, antara lain dinyatakan bahwa sifat tahan asam ini ditentukan oleh adanya sifat permeabilitas yang selektif dari membran sitoplasma. Menonjolnya warna merah disebabkan oleh penyerapan warna karbolfuksin yang larut dalam sel. Bila sel ini rusak, maka sifat tahan asam itu pun akan hilang. Bakteri tahan asam sangat banyak
mengandung
lipida,
asam
lemak ,
dan
kandungan
inilah
yang
mencerminkan sifat tahan asam pada golongan bakteri tersebut. 7
2.3. Gambaran Radiologis TB Paru
Pemeriksaan roentgen adalah sangat penting untuk diagnosis TB paru: 1. Bila klinis ada gejala-gejala TB paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada foto roentgen. 2. Bila klinis ada persangkaan terhadap penyakit TB paru, tetapi pada foto roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bahwa penyakit yang diderita bukannlah tuberkulosis. 1
14
Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis: 9 1. TB primer
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus dan paru kanan lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, lobus tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks yang dominan adalah berupa limfadenopati hilus dan mediastinum. Gambaran abnormal pada foto toraks dapat disembuhkan dengan terapi adekuat, tetapi dapat pula meninggalkan gambaran fibrosis, kalsifikasi serta nodul residual, serta penebalan pleura.
2. TB paru post primer (Sinonim TB reaktif atau TB sekunder)
Biasanya terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Selama infeksi primer kuman terbawa aliran darah ke daerah apeks dan segmen posterior lobus atas dan ke segmen superior lobus bawah, untuk selanjutnya terjadi reaktivasi infeksi didaerah ini karena tekanan oksigen di lobus atas tinggi. Infeksi ini dapat menimbulkan suatu gejala TB bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang laten dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis.
Gambaran foto toraks yang dicurigai lesi aktif: 1. Bayangan berawan atau nodular di segmen apikoposterior atas dan superior lobus bawah. 2. Kavitas terutama lebih dari satu dan dikelilingi konsolidasi atau nodul. 3. Bercak milier. 4. Efusi pleura bilateral.
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tidak aktif: 1. Fibrosis. 2. Kalsifikasi. 3. Penebalan pleura.
15
Klasifikasi TB post primer (TB sekunder): 1. Lesi minimal
Luas lesi yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, lesi soliter dapat berada dimana saja, tidak ditemukan adanya kavitas. 2. Lesi lanjut sedang
Luas sarang-sarang yang berupa bercak tidak melebihi luas satu paru, bila ada kavitas ukurannya tidak lebih 4 cm, bila ada konsolidasi tidak lebih dari satu lobus. 3. Lesi sangat lanjut
Luas lesi melebihi lesi minimal dan lesi lanjut sedang, tetapi bila ada kavitas ukuran lebih dari 4 cm.
16
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional . Artinya, pengamatan atau pengukuran dilakukan secara bersamaan, yaitu pengukuran dilakukan dengan 1 kali pengamatan. 18
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada tersangka penderita TB paru yang berobat di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama kurun waktu pada bulan September 2012 sampai Desember 2012.
3.3. Populasi dan Besar Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian
Pasien yang datang ke RSUD Dr. Pirngadi Medan yang mempunyai sarana pemeriksaan BTA dan pemeriksaan roentgen. 3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari penderita TB paru yang datang ke RSUD Dr. Pirngadi Medan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4. Jumlah Sampel
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus: 18, 19 Zα . P (1-P) n= d2 Keterangan: n
= Besar sampel
Zα2
= Batas kepercayaan (10 % = 1,64)
17
P
= Proporsi penderita TB paru 45,9 %
d
= Ketepatan penelitian (20 % = 0,20)
sehingga: 1,64 . 0,459 (1 – 0,459) n=
0,22 2,6896 . 0,459 (0,541)
=
0,02
= 33, 39
digenapkan
menjadi 33 sampel.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi:
a)
Penderita TB paru kasus baru dengan pemeriksaan BTA dan pemeriksaan roentgen.
b)
Penderita TB paru kasus baru yang berusia > 14 tahun.
c)
Bersedia mengikuti penelitian.
3.5.2. Kriteria Eksklusi:
a)
TB paru ekstra pulmonal.
b)
Tidak bersedia mengikuti penelitian.
3.6. Kerangka Konsep
Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA):
Penderita Tuberkulosis
Sputum
Pewarnaan Ziehl Neelsen Analisa
Paru (TB Paru)
Variabel terikat
Pemeriksaan Radiologis Variabel bebas
18
3.7. Definisi Operasional
1. Penderita TB paru adalah pasien yang menderita TB paru yang didapat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) adalah pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan basil atau kuman pada penderita TB paru dengan menggunakan metode Ziehl Neelsen.
3. Sputum adalah dahak yang diambil pada penderita TB paru, dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen sputum atau dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan, berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S (Sewaktu): dahak sewaktu saat kujungan.
P (Pagi): keesokan harinya.
S (Sewaktu): pada saat mengantarkan dahak pagi.
- 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif - 1 kali positif, 2 kali negatif kali positif, 2 kali negatif
ulang
BTA
BTA
positif.
BTA 3 kali, kemudian apabila tetap 1
positif.
- Bila 3 kali negatif BTA negatif.1
4. Pewarnaan Ziehl Neelsen adalah metode pewarnaan yang dipakai pada pemeriksaan bakteriologik dalam menemukan basil tahan asam pada penderita TB paru. Prinsipnya adalah kuman micobacterium tuberculosis tahan terhadap pelunturan atau alkohol. Bahan reagensia yang dipergunakan pada pengecatan Ziehl Neelsen:
Fuksin karbol: zat warna ini dilarutkan dengan 5% fenol sehingga mudah larut dalam bahan yang mengandung lipoid seperti dinding sel bakteri mycobacterium.
Asam alkohol (HCL 3% + alkohol 95%) yang berfungsi sebagai dekolorisasi.
Methylene blue merupakan zat warna terakhir yang dipergunakan dalam pengecatan Ziehl Neelsen.
19
Cara kerja pengecatan Ziehl Neelsen: a. Sediakan sputum yang telah difiksasi, dituangkan larutan fuchsin karbol selama 5 menit sambil dipanasi dengan api kecil sampai keluar uap (tidak boleh mendidih). b. Cuci dengan air. c. Tuangi larutan Asam Alkohol (HCL 3% + alkohol 95%) sampai tidak ada lagi warna merah yang mengalir dari sediaan. d. Cuci dengan air, kemudian tuangi larutan Methylene Blue selama 2 menit. e. Cuci dengan air. f. Keringkan dengan kertas saring, lihat sediaan yang telah diwarnai dibawah mikroskop dengan minyak emersi dan pembesaran lensa objektif 100 kali dalam 100 lapangan pandang.
Interpretasi hasil melalui pewarnaan bakteri tahan asam (BTA) menurut skala International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD):
Bila tidak ditemukan BTA dalam 100 LP
negatif
Bila ditemukan 1-9 BTA dalam 100 LP
.
ditulis
jumlah BTA
yang ditemukan.
Bila ditemukan 10-99 BTA dalam 100 LP 1 + atau +.
Bila ditemukan 1-10 BTA dalam 1 LP 2 + atau ++.
Bila ditemukan lebih dari 10 BTA dalam 1 LP
3
+ atau +++. 15
5. Pemeriksaan radiologis adalah pemeriksaan dengan foto toraks yang dibuat pada penderita TB paru dengan posisi PA. Hasil foto toraks dapat dijumpai: 9
Infiltrat
Kavitas
Bercak milier
20
3.8. Cara Kerja
1. Sebelum penelitian dimulai, diminta persetujuan dan kesediaan penderita untuk mengikuti penelitian. 2. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi, dilakukan anamnesis, bila terdapat gejala klinis seperti gejala respiratori dan gejala sistemik. Maka dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan sputum BTA dan bila hasil pemeriksaan menunjukkan positif TB paru dicatat nama, umur, alamat, lama keluhan, dan riwayat pengobatan. 3. Dilakukan pemeriksaan radiologis foto dada. 4. Hasil pemeriksaan foto dada dinilai, bila terdapat lesi atau kelainan, maka pasien termasuk kriteria penderita TB paru.
3.9. Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1. Pengolahan Data
Pengolahan data hasil penelitian ini diformulasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut: 1. Penyuntingan Data (editing): untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian. 2. Pengkodean (coding): untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer. 3. Memasukkan Data (entry): data yang telah terkumpul dan tersusun secara tepat sesuai variabel penelitian kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk diolah. 4. Pembersihan Data (cleaning): pemeriksaan data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.18, 19
21
3.9.2. Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer menggunakan perangkat lunak Statistical Product and Service Silutiont (SPSS).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika, 2006; 1-40. 2. Aditama TY. Tuberkulosis, Masalah dan Perkembangannya. Dalam: Putra AD, Multazam E, et al eds. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest . Jakarta: Etika Media Utama, 2008; 61-72. 3. Masdalena. Pengaruh Faktor Higiene dan Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Blok D Rumah Tahanan Negara Klas I Medan, Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan. 2012. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31317.pdf , diakses pada tanggal 29 Juni 2012. 4. Amin Zulkifli, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, et al eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing, 2009; 2230-2239. 5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. 2011. Available from: http://www.tbindonesia.or.id, diakses pada tanggal 17 Mei 2012. 6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikobakteria. Dalam: Mudihardi E, Kuntaman, Wasito EB, et al eds. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: . Salemba Medika, 2005; 453-469. 7. Irianto K. Pengecatan Bakteri. Dalam: Nurhayati N, eds. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. 1th ed. Bandung: Yrama Widya, 2006; 5972. 8. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis Klinis. 2nd ed. Jakarta: Widya Medika, 2002; 1-120.
23
9. Icksan A, Luhur R. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru. Jakarta: Sagung Seto, 2008; 1-35. 10. Gomes
M. Pulmonary
Tuberculosis:
Relationship
Between
Sputum
Bacilloscopy and Radiological Lesions. Rev. inst. Med. Trop. Sao Paulo: 2003, 45 (5); 275-281. 11. Alsagaff H, Mukty A. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 7th ed. Surabaya: Airlangga University Press, 2010; 73-109. 12. Radji M. Mycobacterium Tuberculosis. Dalam: Manurung J. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC, 2010; 165-173. 13. Algoritma. Tuberkulosis Pada Dewasa. Dalam: Putra AD, Multazam E, et al eds. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest . Jakarta: Etika Media Utama, 2011; 72-76. 14. Misnadiarly. Pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis dan Mikobakterium Atipik . Jakarta: Dian Rakyat, 2006; 52-57. 15. Kumala
W. Diagnosis
Laboratorium
Mikrobiologi
Klinik ..
Jakarta:
Universitas Trisakti, 2006; 15-18. 16. Price SA, Standridge MP. Tuberkulosis Paru. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 th ed. Jakarta: EGC, 2005, vol. 2; 852-864. 17. Rasad S. Tuberkulosis Paru. Dalam: Ekayuda I, eds. Radiologi Diagnostik . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 131-144. 18. Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010; 24-187. 19. Sopiyudin MD. Besar Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT. ARKANS, 2006.
24
Lampiran 1 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth. Calon Responden
Dengan Hormat, Saya yang bertanda tanda tangan dibawah ini: Nama
: Muchrizal
Nim
: 091001187
Pendidikan
: Mahasiswa Fakultas Kedokteran UISU
Akan mengadakan penelitian dengan judul
“ Gambaran
Pemeriksaan Basil
Tahan Asam (BTA) dan Foto Roentgen Pada Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD Pirngadi Medan ”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara sebagai responden, kerahasian informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk penelitian. Apabila saudara menyetujui menjadi responden dan menjawab pertanyaan dan pernyataan yang peneliti ajukan saya ucapkan terima kasih.
Medan, 06 Agustus 2012 Peneliti,
(Muchrizal)
25
Lampiran 2 FORMAT PERSETUJUAN (Informed Consent)
Setelah membaca penjelasan yang dijelaskan oleh peneliti, saya bersedia ikut berpatisipasi sebagai responden penelitian yang berjudul Gambaran Pemeriksaan “
Basil Tahan Asam (BTA) dan Foto Roentgen Pada Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD Pirngadi Medan
”
Yang dilakukan oleh: Nama
: Muchrizal
Nim
: 091001187
Pendidikan
: Mahasiswa Fakultas Kedokteran UISU
Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap saya dan keluarga. Saya dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian ini. Bila sewaktu-waktu saya sebagai pihak yang diteliti (responden) merasa dirugikan oleh pihak peneliti, maka berhak membatalkan persetujuan ini tanpa menuntut kerugian.
Medan, 06 Agustus 2012 Peneliti,
Responden,
(Muchrizal)
(...................................)
26
Lampiran 3 Formulir Isian / Data Penelitian (Subyek)
1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Jenis Kelamin
: a. Laki-laki b. Perempuan
4. Umur
: a. 15 – 25 tahun b. 26 – 35 tahun c. 36 – 45 tahun d. 46 – 55 tahun e. > 55 tahun
5. Apa keluhan / gejala yang pertama sekali pada penyakit anda? a. Batuk-batuk b. Sesak napas c. Batuk berdahak d. Batuk darah e. Nyeri dada f. Lain-lain, sebutkan...........
27
6. Disamping keluhan atau gejal diatas, keluhan atau gejala apalagi yang anda rasakan? a. Penurunan berat badan b. Keringat malam c. Demam
7. Pemeriksaan BTA I. II. III.
8. Gambaran foto roentgen:
:
28
KARYA TULIS ILMIAH
GAMBARAN PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM (BTA) DAN FOTO ROENTGEN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
Oleh : MUCHRIZAL 09.1001.187
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN 2013
i 29
LEMBAR PENGESAHAN
GAMBARAN PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM (BTA) DAN FOTO ROENTGEN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
Nama
: MUCHRIZAL
NIM
: 091001187
Pembimbing
Penguji
( dr. Budi Dermawan, Sp. PK )
( dr. Bilkes Harris, Sp. KK )
Medan, 06 Agustus 2012 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
(dr. H. Rahmat Nasution DTM & H, M. Sc, Sp. ParK, DK)
ii 30
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal Penelitian dengan Judul : GAMBARAN PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM (BTA) DAN FOTO ROENTGEN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
Yang dipersiapkan oleh : MUCHRIZAL 09.1001.187
Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian Medan, 06 Agustus 2012
Disetujui,
Dosen Pembimbing
(dr. Budi Dermawan, Sp. PK)
iii 31
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia- Nya Proposal Karya Tulis Ilmiah ( KTI ) yang berjudul “Gambaran Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dan Foto Roentgen Pada Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD Dr. Pirngadi Medan”. Walaupun banyak kesulitan Penulis harus hadapi ketika penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya Proposal ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak dr. Rahmat Nasution, DTM & K, MSc, Sp. (Park), selaku Dekan FK-UISU. 2. Bapak Prof. dr. Gusbakti, Msc, PKK, AIFM, selaku Pembantu Dekan I (PD I) Tim Penyusun Karya Tulis Ilmiah FK – UISU. 3. Bapak dr. Jensen Lautan, M.Kes, selaku ketua Karya Tulis Ilmiah FKUISU. 4. Bapak dr. Budi Dermawan, Sp. PK, selaku Dosen Pembimbing Karya Tulis Ilmiah. 5. Ibu dr. Bilkes Harris, Sp. KK, selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah. 6. Terima kasih penulis persembahkan kepada kedua Orang Tua Tercinta, H. Muchtar Hasan dan Hj. Sri Mulyati dan keluarga yang tiada bosan bosannya mendo’akan serta memberikan semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu Penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Medan, 06 Agustus 2012
Muchrizal
iv 32
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ........................................................................................... i Halaman Persetujuan ....................................................................................... ii Kata Pengantar ................................................................................................. iii Daftar Isi ........................................................................................................... iv Daftar Tabel....................................................................................................... vi BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 1.4. ManfaatPenelitian ....................................................................... 4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1. Tuberkulosis Paru ....................................................................... 5 2.1.1. Pengertian ........................................................................... 5 2.1.2. Etiologi................................................................................ 5 2.1.3. Cara Penularan .................................................................... 6 2.1.4. Patogenesis.......................................................................... 6 2.1.5. Klasifikasi Tuberkulosis ..................................................... 8 2.1.6. Gejala Klinis ....................................................................... 9 2.1.7. Diagnosis ........................................................................... 10 2.1.7.1. Pemeriksaan Fisik .................................................... 10 2.1.7.2. Pemeriksaan Laboratorium ...................................... 10 2.1.8. Pengobatan. ........................................................................ 11 2.1.9. Pencegahan. ....................................................................... 12 2.2. Pemeriksaan Bakteriologik (Pengecatan BTA) ......................... 12 2.3. Gambaran Radiologis TB Paru .................................................. 13 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 16
3.1. Jenis Penelitian .......................................................................... 16
iv 33
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................... 16 3.3. Populasi dan Besar Sampel Penelitian ...................................... 16 3.3.1. Populasi Penelitian ............................................................. 16 3.3.2. Sampel Penelitian .............................................................. 16 3.4. Jumlah Sampel........................................................................... 16 3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..................................................... 17 3.5.1. Kriteria Inklusi ................................................................... 17 3.5.2. Kriteria Eksklusi ................................................................ 17 3.6. Kerangka Konsep ...................................................................... 17 3.7. Definisi Operasional .................................................................. 18 3.8. Cara Kerja .................................................................................. 20 3.9. Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 20 3.9.1. Pengolahan Data ................................................................ 20 3.9.2. Analisis Data ...................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22 LAMPIRAN