Korosi Selektif Korosi selektif merupakan terlarutnya logam pada paduan logam karena logam tersebut lebih rentan terhadap korosi daripada logam lain dalam paduan. Korosi selektif terjadi pada suatu logam paduan, karena dalam paduan tersebut ada komponen logam yang lebih anodik ketimbang logam lain dalam paduan yang lebih bersifat noble (terjadi kontak galvanik). Dalam paparan lingkungan korosif dalam waktu yang lama, maka terjadilah korosi selektif. Akibat korosi selektif, permukaan logam paduan tereduksi dan membuat bagian yang terkorosi menjadi spongy material yang memiliki kekuatan mekanis yang lemah dan akan pecah jika dikenai tekanan (getas).
Gambar korosi selektif pada kuningan Pada korosi selektif logam paduan mengalami perusakan paduan atau dealloying. Selektif leaching nama lain dari korosi selektif bisa terjadi dari sepasang paduan logam suatu fasa dan juga dua fasa, dalam paduan dua fasa, fasa yang kurang mulia akan meluruh terlebih dahulu. Bentuk fasa korosi ini juga disebut pemisahan atau dealloying. Pemadu yang biasanya terlarut dalam paduan logamnya adalah seng (Zn), aluminium (Al), kobalt (Co), nikel (Ni) dan krom (Cr). Beberapa contoh korosi selektif dari paduan logam Cu dapat dilihat pada table berikut b erikut ini. Tabel Contoh Korosi Selektif Bentuk Korosi Selektif Paduan Logam yang terlarut
Berikut adalah dealloying beberapa logam dan kondisi lingkungannya. Paduan
Lingkungan
Kuningan
Berair, stagnan
Besi cor kelabu
Tanah, berair Uap temperatur tinggi dan berasam
Perunggu aluminium Perunggu timah
Uap
Nikel tembaga
Fluks panas tinggi dan air
Elemen Yang dihilangkan Seng (dezincification dezincification)) Besi (korosi grafitik)
Silikon (desiliconification desiliconification)) Timah (destannification destannification)) Nikel (denickelification denickelification))
Baja karbon tinggi dan medium
berkecepatan rendah Atmosfer teroksidasi, H2temperatur tinggi
Carbon (decarburization)
Tembaga secara khusus ika dikombinasikan dengan unsure-unsur ini membentuk suatu bagian dari paduan logam yang sensitif terhadap leaching. Bentuk korosi ini biasanya dinamani sesuai dengan elemen-elemen yang meluruh, seperti ditulis pada tabel di atas. Pada paduan logam tembaga perak fenomena dealloying yang terjadi adalah peluruhan selektif tembaga yang disebut decuprifikasi. Pada paduan logam perak-emas, peluruhan selektif terjadi pada perak, meninggalkan emas. Tembaga secara khusus ika dikombinasikan dengan unsure-unsur ini membentuk suatu bagian dari paduan logam yang sensitif terhadap leaching. Bentuk korosi ini biasanya dinamani sesuai dengan elemen-elemen yang meluruh, seperti ditulis pada tabel di atas. Pada paduan logam tembaga perak fenomena dealloying yang terjadi adalah peluruhan selektif tembaga yang disebut decuprifikasi. Pada paduan logam perak-emas, peluruhan selektif terjadi pada perak, meninggalkan emas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa korosi selektif terjadi akibat dari pengaruh galvanic antara unsur-unsur berlainan yang membentuk paduan (walaupun faktor-faktor lain seperti kandungan udara dan temperatur yang berbeda-beda juga sangat penting). Dari contoh terlihat bahwa logam paduan yang memiliki Esel lebih rendah akan mengalami korosi karena berperan sebagai anoda dan yang lebih murni sebagai katoda.
4.5. Korosi Intercrystalin 4.5.1. Pengertian Korosi intercrystalin atau dapat juga dikatakan intergranular adalah suatu jenis korosi yang berkaitan dengan struktur dan sifat metalurgi dari paduan. Elemen pemadu yang tersegresi pada batas butir apabila muka antar butiran sangat reaktif, akan terjadi korosi intergranular karena terjadi korosi setempat berupa endapan-endapan pada daerah yang berbatasan dengan batas butir. Butir-butir logam akan terlepas dan kekuatan logam akan hilang. Sebagian besar paduan logam rentan terserang korosi batas butir ketika dihadapkan pada lingkungan agresif Hal ini disebabkan batas butir merupakan tempat pengendapan (precipitation) dan pemisahan (segregation). dimana membuat mereka secara fisik dan kimia berbeda dengan butirnya. Presipitasi dan segregasi terjadi oleh adanya migrasi impuriti atau unsur pemadu
(alloying elemen) menuju batas butir. Apabila kadar unsur tersebut cukup besar, maka akan terbentuk fasa yang berbeda dengan yang ada di bulk. Misalnya fasa intermetalik Mg5Al8 dan MgZn2 pada paduan aluminum dan Fe4 N pada paduan besi. Pada paduan nikel dan austenitic stainless steel, kromium sengaja ditambahkan untuk memberikan sifat ketahanan korosi. Sekitar minimal 12% kromium dibutuhkan untuk membentuk lapisan pasif yang tidak nampak pada permukaan stainless steel. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi logam dari lingkungan korosif. Apabila stainless steel mengalami pemanasan pada 550-850 0C (misalnya selama produksi, fabrikasi, perlakuan panas. Dan pengelasan), maka kromium karbida (terutama Cr 23C6) akan tumbuh dan mengendap pada batas butir saat terjadi pendinginan. Sebagai konsekuensinya, wilayah yang berdekatan dengan batas butir akan kekurangan kromium. Daerah yang kekurangan kromium itu menjadi lebih rentan terserang korosi dalam lingkungan agresif dibandingkan daerah yang jauh dari batas butir Contoh logam Paduan Alluminium Paduan-paduan aluminium bias terserang korosi intercrystalin dengan parah. Pada kkorosi ini endapan yang umum terjadi adalah CuAl2 dan FeAl3 yang bersifat katodik atau Mg5A18 dan MgZn3 bersifat anodik terhadap logam di sekitarnya. Kumpulan paduan biasanya berupa endapan keras Al-Cu dan Al-Mg-Zn paduan basa dan paduan aktif Al-Mg yang mengandung lebih dari 3% Mg dan campuran logam Al bergantung pada struktur metalnya sehingga akan lebih rentan mengalami korosi intercrystalin. Baja Tahan karat Austenitik Endapan kromium karbida dapat terbentuk dalam selang temperatur 425-815°C. Apabila temperatur di bawah 425°C maka difusi karbon terlalu lambat untuk membentuk karbida di batas butir sehingga korosi intercrystalin tidak terjadi. Apabila temperatur diatas 815°C karbida akan larut ke dalam matriks sehingga korosi intercrystalin tidak terjadi. Jadi pada kasus ini endapan kromium karbida hanya dapat terbentuk pada rentang suhu 425- 815°C. Apabila karbida ada di sepanjang batas butir dan menyebabkan kadar kromium 11% pada daerah yang berbatasan pada batas butir dan berada dalam lingkungan korosif, maka tidak akan terbentuk selaput pasif protektif yang kemudian menyebabkan korosi intercrystalin.
Intergranular corrosion shows up as the dark black lines around the grain boundaries.