Abatisasi Selektif ( Pemantauan Jentik ) Filed under: Uncategorized Uncategorized — — noviakl10jambi noviakl10jambi @ 5:17 pm BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Aedes Aegypti merupakan faktor utama penyakit demam berdarah dengeu (DBD) dan Chikungunya. Di Indonesia telah dilaporkan semua daerah perkotaan telah ditemukan adanya nyamuk tersebut. Faktor penting bagi penyebaran nyamuk tersebut adalah transportasi dan banyaknya perpindahan penduduk. Spesies Aedes Aegypti merupakan nyamuk yang mempunyai habitat di pemukiman dan habitat stadium pradewasanya pada bejana buatan yang berada di dalam ataupun di luar rumah yang airnya relatif jernih. Di Jakarta, jentik Aedes jentik Aedes Aegypti ditemukan di tempat penampungan air seperti vas bunga, tempayan, drum yang terbuat dari plastik ataupun besi, bak mandi bahkan tanah padat yang terdapat pada pot tanaman yang mengeras, dan tempat minum burung. Berbagai cara pengendalian vektor telah dilakukan, yaitu nyamuk dewasa dengan pengasapan (fogging) dan stadium pradewasa dengan menggunakan bubuk Abate serta pemberantasan nyamuk yang dikenal dengan PSN. PSN merupakan cara yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan pemerinytah dalam pengendalian vektor DBD menitik bertakan pada program PSN ini, walaupun cara tersebut sangat tergantung pada peran serta masyarakat. Demam berdarah merupakan salah satu penyakit menular yang kini telah menyebar luas dengan angka kesakitan berkisar 14% per 100 penduduk dan CFR 4% sehingga berpotensi untuk menimbulkan kegelisahan dan membuat pamik masyarakat banyak karena menyerang anak-anak golongan umur <15 tahun Banyak usaha pemberantasan nyamuk telah dilakukan oleh pemerintah seperti pengasapan (fogging), penebaran abate (abatisasi) dan PSN. Meskipun demikian angka indeks jentik dan jumlah kasus terus meningkat dan tanpa dukungan dari masyarakat usaha tersebut tidak akan berhasil. Hal ini manarik untuk diteliti, apakah ada perbedaan kepadatan larva pad kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi. Untuk itu perlu diteliti nilai kepadatan larva n yamuk Aedes pada masing-masing kelompok penelitian dengan memeriksa kontainer yang berisi air. setelah data hasil penelitian diolah dan dianalisa, ternyata diperoleh nilai rata-rata indeks jentik pada kelompok abatisasi yaitu HI 6,015%, CI 4,015% dan BI 7,75% per 100 rumah sedangkan kelompok tanpa abatisasi yaitu HI 22%, CI 12,995% dan BI 26,25% per 100 rumah. Untuk membuktikan apakah ada perbedaan kepadatan larva nyamuk Aedes pada kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi, perlu diuji secara statistik. Hasil uji statistik membuktikan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kepadatan lerba nyamuk kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memantau jentik nyamuk dengan cara abatisasi selektif. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup pelaksanaan pelaksanaan pelaksan aan abatisasi selektif ( pemantauan jentik )ini hanya mencakup wilayah RT.16 kelurahan pematang sulur kecamatan simpang IV sipin. BAB II Tinjauan Teori 2.1 Perilaku Aedes Perilaku Aedes Aegypti
edes sp. mempunyai habitat pada tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, Di drum air, tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, botol bekas, potongan bambu, Indon aksila daun dan lubang-lubang yang berisi air jernih. esia, Menurut hasil pengamatan yang dilakukan di Kelurahan Papanggo, Kodya Jakarta Utara nyam khususnya tempat penampungan air (TPA) rumah tangga menunjukkan bahwa TPA yang uk paling banyak ditemukan jentik dan pupa nyamuk Aedes Aeg ypti adalah jenis tempayan Aedes yang terbuat dari tanah dan drum besar . Kemungkinan penyebabnya adalah karena TPA aegypt seperti tempayan mempunyai resiko pecah bila dikuras,selain karena volumenya besar i sehingga sulit dikuras. Alasan semacam ini juga berlaku di wilayah lain. Di Singapura umum pada tahun 1996 telah dilakukan penelitian habitat breeding places Aedes dengan hasil nya dteksi sebagai berikut : memil iki Habitat di rumah tangga sebesar 21,9% yang terdiri dari ember, drum, tempayan, habita t di baskom lingku Barang bekas yang berisi air 18,7% ngan Tempat air untuk tanaman hias antara lain vas bunga dan pot tanaman 17% perum Lekukan lantai 8,7% ahan, Terpal/plastik 8,3% di mana Di daerah perkotaan habitat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sangat terdap bervariasi, tetapi 90% ditemukan pada wadah-wadah buatan manusia. Fay. dkk at menyatakan bahwa ovitrap rancangannya dapat dipergunakan sebagai alat pemantau populasi Aedes aegypti yang bersifat sederhana, murah, cepat dan mudah, terutama bagi banya k daerah yang padat genan gan Populasi vektornya rendah. air Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Aedes aegyti meletakkan telurnya antara lain bersih dalam enis dan warna penampungan air, airnya sendiri, suhu kelembaban dan kondisi bak lingkungan setempat. Maka berdasarkan kepada sifat dan perilaku nyamuk Aedes aegypti tersebut diatas, ovitrap memenuhi persyaratan habitat dan perilaku nyamuk agar mandi ataupu dapat dipakai sebagai perangkap telur yang baik sehingga berfungsi secara optimal. n Perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti tidak tergantung pada musim hujan, tempa walaupun jumlah kasus Demam Berdarah di Indoensia kelihatannya bertambah selama yan. musim penghujan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan Aedes albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun ( sylvan areas).
Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan Aedes albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun ( sylvan areas). Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar . Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas men jadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuknyamuk.
2.2 Morfololgi Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan d an nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumn ya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang. 2.3 Perilaku dan Siklus Hidup Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini. Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor , yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan Aedes albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun ( sylvan areas). Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar . Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas men jadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuknyamuk. 2.4 Pengendalian Vektor Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan pen yebaran vektor. 2.4.1 Gerakan 3M
Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.
Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi. Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur. Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.
Selain itu, kita hendaknya menutup lubang-lubang pagar (pagar bambu) dengan tanah atau adukan semen agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Melipat pakaian yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap dan b ersembunyi di tempat tersebut. Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan di kemudian hari. 2.4.2 Abatisasi Pencegahan demam berdarah yang paling ampuh adalah dengan memberantas nyamuk Aedes Aegypty. Hal ini dapat dilakukan dengan meniadakan genangan-genangan air, terutama air bersih. Di samping itu, cara lain yang juga tidak kalah ampuh ialah abatisasi, yaitu menaburkan bubuk Abate pada tempat-tempat penampungan air. Dokter Spesialis Patologi Klinik, dr. Willy Anthony Ignatius Wullur, Sp.PK mengungk ap, abatisasi termasuk salah satu cara yang ampuh unt uk memutuskan siklus kehidupan atau mata rantai dari nyamuk Aedes Aegypty. “Seperti kita ketahui penyakit demam berdarah itu ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Nyamuk ini biasanya bertelur digenangan air bersih seperti bak mandi atau tempat penampungan air lainnya. Dengan menaburkan bubuk Abate ke tempattempat tersebut, akan bisa membunuh jentik- jentik nyamuk “ katanya Dokter Willy juga mengatakan, abatisasi sangat efektif membasmi jentik nyamuk A edes Aegypty. Caranya, Abate 1% yang ditaburkan ke dalam penampungan air dengan takaran 1 gram untuk 10 liter air. “Abate ini dijual bebas dan bisa dibeli di apotik atau toko abat. Biasanya pihak Dinas Kesehatan juga menyediakan bubuk Abate ini “ tambahnya Untuk abatisasi kata Dokter yang praktek di Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK) Batam ini, bisa diulang setiap 2 sampai 3 bulan. Keampuhan Abate ini bisa efektif sampai dua bulan dalam bak yang tidak dikuras. “Sedangkan Abate ini sendiri adalah suatu larvasida (pembunuh larva) yang efektif untuk memberantas jentik segala macam nyamuk. Walaupun beracun untuk jentik nyamuk, namun Abate tidak berbahaya untuk manusia dan ikan. Karena itu tidak perlu khawatir menggunakannya walaupun memilki balita “ paparnya. Tapi yang harus diketahui, abatisasi hanya perlu dilakukan pada tempat-tempat air tergenang, seperti bak mandi, jambangan bunga, dan selokan kecil yang airnya tergenang. Jadi Abate hanya efektif digunakan untuk wadah-wadah air yang lebih kecil volumenya, seperti bak mandi dan tempat penampungan air lainnya.Abate tidak bermanfaat ditaburkan pada air mengalir. Selain itu Abate tidak cocok digunakan untuk sumur. Juga perlu diketahui, pengertian bahwa Abate dapat membunuh virus penyakit demam berdarah adalah salah. Karena Abate hanya membunuh jentik nyamuk, bukan virus penyebab penyakit demam berdarah. “Tindakan abatisasi ini sendiri, sebenarnya juga bukan ditujukan untuk membunuh nyamuk dewasa tetapi membunuh jentik-jentiknya. Tindakan ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai perkembangbiakan nyamuk tersebut “ jelasnya Agar usaha dapat mencapai hasil maksimal abatisasi sebaiknya dilakukan secara serempak oleh warga dari suatu wilayah atau daerah. 2.5 Istilah Dalam Pengamatan Vektor
Index-index larva Penentuan Index Larva dapat dilakukan dengan cara : 1. Hause Index :% rumah dimana ditemukan sarang-sarang Aedes Aegyti di suatu Hourse index inilah yang di maksud sebagai Aedes Aegypti index di dalam International Health Regulation. 2. Container Index
:% Container yang menjadi sarang Aedes Aegypti di suatu
Daerah. 3. Bretiau Index yang menjadi sarang Aedes Aegypti per 100 rumah di suatu daerah
:Jumlah container
Menurut departemen kesehatan (Tahun 2003) persentase bebas jentik dari 100 rumah harus lah 95 %. BAB III Langkah Kerja 3.1 Alat dan Bahan
Senter Bubuk ABATE Blanko Abatisasi Alat tulis
3.2 Langkah Kerja 1. Periksa setiap container yang ada di setiap rumah yang ada di dalam lingkungan RT yang tela dientukan oleh puskesmas 2. Amati setiap container yang ditemukan ( bila perlu menggunakan senter ), apakah di dalam container tersebut terdapat jentik nyamuk 3. Catat setiap container yang ada di setiap rumah pada blanko, serta catat container yang di dalamnya di temukan jenik nyamuk 4. Bila terdapat jentik nyamuk , berikan bubuk ABATE kepada pemilik rumah unutk di letakkan pada wadah penampungan air BAB IV Hasil Kegiatan 4.1 Waktu Pelaksanaan Hari
: Senin
Tanggal
: 21 Desember 2010
Pukul
: 10.00 WIB sampai dengan selesai
4.2 Lokasi Kegiatan Kegiaan praktikum clinical Instrucure ini di laksanakan di wila yah kerja puskesmas simpang IV sipin tepatnya di RT. 16 kelurahan pematang sulur kecamatan simpang IV sipin Jambi 4.3 Hasil Kegiatan Hasil kegiatan pemantauan jentik nyamuk di rumah warga terdapat diblanko sebagai berikut
4.1 Permasalahan Dari praktek Pelaksanaan Abatisasi Selektif ( Pemantauan Jentik ) yang dilaksanakan di RT.16 kelurahan pematang sulur kecamatan simpang IV sipin Jambi, ditemukan masalah antara lain : 1. Dari praktek Clinical Instructure (CI) yang telah dilaksanakan di RT.16 kelu rahan pematang sulur kecamatan simpang IV sipin Jambi dari 250 KK, yang bersedia di pantau jentik nyamuknya sebanyak 47 KK. Sehingga data yang diambil kurang mewakili keadaan jentik nyamuk yang sebenarnya di wilayah RT tersebut. Hal ini di karenakan sebagian penduduk tidak bersedia di pantau jentiknya dengan alasan tempat mereka sudah bersih. Penyebab lainnya karena penghuni rumah sedang tidak berada di rumah. 2. Dari hasil pemantauan jentik nyamuk yang telah dilaksanakan di dapatkan data sebesar 27,66% dari jumlah data rumah yang berhasil kami datangi terdapat jentik nyamuk. D ari data ini menunjukan populasi nyamuk tinggi, karena menurut departemen kesehatan angka persentase bebas jentik dari 100 rumah harus lah 95 %. Sedangkan dari data yang berhasil di ambil persentase bebas jentik sebesar 72,34 %. Sehingga potensi di daerah tersebut untuk terjangkit demam berdarah cukup tinggi. 4.2 Pemecahan Masalah Dari masalah-masalah yang ditemukan solusi yang dapat dilakukan adalah : 1. Masyarakat hendaknya sadar bahwa pemantauan jentik secara berkala sangat penting. Karena hal ini bertujuan untuk memutus mata rantai perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti. Sehingga potensi kasus demam berdarah dapat diminimalisir. 2. Masyarakat hendaknya meningkatkan PSN disetiap rumah dan melaksanakan gerakan 3 M (menguras, menutup, dan mengubur ) sehingga container yang ada di rumah warga tidak menjadi sarang jentik nyamuk. Hal lain yang dapat dilakukan untuk memutuskan mata rantai perkembang biakan nyamuk aedes aegyph adalah dengan pemberian bubuk abate BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan Pemantauan jentik dilakukan untuk mengetahui populasi perkembangan nyamuk Aedes Aegypti. Sehingga dapat dilakukan upaya untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dengan ABATISASI. Dari hasil pemantauan jentik yang telah dilaksanakan di RT.16 kelurahan pematang sulur kecamatan simpang IV sipin Jambi , didapatkan hasil bahwa 27,66 % dari data yang berhasil didapatkan terdapat jentik nyamuk. Hal ini menunjukan bahwa populasi jentik nyamuk tinggi.Persentase hasil tersebut masih menunjukan kerentanan terhadap merebaknya kasus demam berdarah di RT. 16. 5.2 Saran A. Untuk Masyarakat
Ketua RT beserta perangkatnyya bersama masyarakat membudayakan gotong-royong setiap minggunya, untuk membersikan got-got serta tempat-tempat yang memungkinkan jentik nyamuk dan nyamuk bersarang. Sehingga lingkungan dapat bersih Budaya 3M mulai dibudidayakan oleh masyarakat, sehingga populasi nyamuk dapat diminimalisir dan kasus demam berdarah dapat dicegah Bila perlu gunakan bubuk ABATE secara berkala
B. Untuk Tenaga Kesehatan
Pemantauan jentik secara berkala serta pelaksanaan ABATISASI selektif terus dilakukan dengan begitu jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat diminimalisir. Sehingga kasus demam berdarah dapat di cegah.
Daftar Pustaka Irawati-indiani retno,dyah” PELAKSANAAN ABATISASI KAI TANNYA DENGAN KE PADATAN LARVA NYAMUK AE DES (VEK TOR DBD) ” http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=214( diakses tanggal 31 Desember 2010) Ensiklopedia bebas “ Aedes Aegypti “http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti ( diakses tanggal 31 desember 2010 ) Fahmi,febri“ pemeriksaan jentik “http://www.docstoc.com/docs/20753000/Pemeriksaan-JentikBerkala ( diakses tanggal 31 desember 2010 ) Sudjain,Chasan.1985. Pemberantasan Serangga & Binatang Pengganggu . Jakarta.Departemen Kesehatan RI