Konsep Holistik
Betty Neuman (dalam, Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, 2006) mengubah istilah holistik menjadi wholistik yang makna dan pengertiannya sama, yaitu memandang manusia (klien) sebagai suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi dan berinteraksi secara dinamis. Bagianbagian tersebut meliputi fisiologis, psikologis, sosiokultural dan spiritual. Perubahan istilah tersebut untuk meningkatkan pemahaman terhadap manusia secara keseluruhan. Kozier (dalam, Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, 2006), mengemukakan bahwa dalam holistik, memandang semua kehidupan organisme organisme sebagai interaksi. Gangguan pada satu bagian akan mengganggu mengganggu sistem secara keseluruhan. keseluruhan. Dengan kata lain adanya gangguan pada salah satu bagian akan menimbulkan dampak pada keseluruhan. Erikson, Tomlin dan Swain (dalam, Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, 2006) juga mengemukakan tentang holism, yang memandang bahwa manusia adalah individu secara keseluruhan yang terdiri dari banyak subsistem yang saling ketergantungan dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini terkait dengan pembawaan yang berhubungan dengan keturunan dan pengendalian pengendalian spiritual. Tubuh, Tubuh, pikiran, emosi dan semangat semangat merupakan merupakan unit unit keseluruhan keseluruhan yang sifatnya dinamis. Bersifat saling mempengaruhi mempengaruhi dan mengendalikan satu sama lain. Interaksi dari berbagai subsistem ini tidak dapat dipisahkan, yang akhirnya menghasilkan holism. Holistik berkaitan dengan kesejahteraan (wellness) yang diyakini mempunyai dampak terhadap status kesehatan manusia. Anspaugh (dalam, Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, 2006) menyatakan bahwa untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan, ada lima dimensi yang saling terkait dan ketergantungan dan dimiliki oleh tiap individu, yaitu: 1. Dimensi fisik Kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari, pencapaian kehehatan, kehehatan, memelihara nutrisi secara adekuat dan berat badan ideal, terhindar dari ketergantungan obat dan alkohol atau rokok serta secara umum melakukan kebiasan hidup positif. 2. Dimensi sosial Terkait dengan kemampuan seseorang berinteraksi secara baik dengan orang lain dan lingkungan, membina dan memelihara keakraban dengan orang lain serta menghargai dan toleransi terhadap kepercayaan yang berbeda. 3. Dimensi emosional Menekankan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menghadapi stres dan mengekspresikan emosi dengan baik. Kesejahteraan emosional,
Commented [IH1]: Salbiah. 2006. Konsep Holistik Dalam Keperawatan Melalui Pendekatan Model Adaptasi Sister Callista Roy. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1. Universitas Sumatera Utara
bila dapat mengenal, menerima dan mengekspresikan perasaan dan kekurangan orang lain. 4. Dimensi intelektual Terkait dengan kemampuan seseorang untuk belajar dan menggunakan
karier.
Kesejahteraan
intelektual
meliputi
usaha
meneruskan
pertumbuhan dan belajar menghadapi masalah baru secara efektif. 5. Dimensi spiritual Terkait dengan keyakinan dalam beberapa hal seperti: alam, ilmu, agama atau kekuatan yang lebih tinggi yang membantu manusia mencapai tujuan kehidupan. Meliputi moral, nilai, dan etik yang dimiliki seseorang. Berdasarkan konsep di atas, dapat dijelaskan bahwa seorang perawat dalam merawat pasien harus berpedoman dalam satu kesatuan yang utuh. Semuanya saling berinteraksi dan saat terjadi gangguan akan mempengaruhi keseimbangan dan keutuhan kesatuan tersebut.
KONSEP KEPERAWATAN HOLISTIK
Dossey, Keegan, & Guzzetta (dalam, Ibrahim, 2012), mengungkapkan k ata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang berarti satu kesatuan yang utuh. Hal ini berarti manusia holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya merupakan gabungan dari beberapa komponen penyusunnya. Asosiasi Perawat Holistik Amerika (dalam, Ibrahim, 2012), mendefinisikan “keperawatan holistik” sebagai praktik keperawatan yang menekankan pada penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh yang meliputi aspek badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan holistik didedikasikan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu, masyarakat, dan lingkungan. Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada orang dengan menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan transpersonal caring sebagai konsep inti. Hess, Bark, & Southhard (dalam, Ibrahim, 2012), mengatakan bahwa praktik keperawatan holistik lebih menekankan pada perawatan mandiri (self-care), itikad kuat (intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence), kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai landasan bagi praktik keperawatan professional. Frisch (dalam, Ibrahim, 2012), menyebutkan Terdapat lima nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan pendidikan, 2) etika holistik dan riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi holistik, lingkungan terapetik dan mampu budaya, dan 5) proses caring holistik.
Commented [IH2]: Ibrahim, Kusman. 2012. Aplikasi Keperawatan Holistik Di Area Keperawatan Kritis. Symposium Himpunan Perawat Critical Care Indonesia (HIPERCCI) Ke-X. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran: Bandung
Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan kesehatan. Asosiasi Perawat Holistik Amerika (dalam, Ibrahim, 2012), mengemukakan agar Perawat holistik menyadari akan pentingnya perawatan mandiri, mereka menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat dirinya sendiri. Perawatan mandiri dalam konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan optimal melalui caracara saling melengkapi, mendukung, dan memberdayakan. Perawat holistik berkomitmen untuk belajar terus menerus, mengembangkan peribadi dan professional dalam rentang yang berkelanjutan