KONSEP EKOLOGI TUMBUHAN
1.1 Konsep Ekologi Ekologi berasal dari kata Yunani “oikos” yang berarti rumah tangga dan “logos” yang berarti ilmu. Secarah harfiah, ekologi adalah pengkajian hubungan organisme – organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya. Di bawah ini merupakan beberapa definisi mengenai konsep ekologi diantaranya: a. Ilmu pengetahuan yang bersangkut – paut dengan ekonomi alam, yakni yang meneliti antar hubungan total hewan baik dengan lingkungan anorganik dan organiknya (Ernst Haeckel, 1989). b. Ilmu yang mengkaji peri kehidupan alam (natural history) secara ilmuah (Charles Elton, 1927). c. Ilmu pengetahuan yang membahas penyebaran (distribusi) dan kelimpahan organism (Andrewartha, 1961). d. Ilmu pengetahuan tentang struktur dan fungsi alam (Eugene P. Odum, 1963). Struktur dalam hal ini mencakup distribusi (sebaran) dan kelimpahan mahluk hidup, sedangkan fungsi meliputi bagaimana populasi tumbuh dan berinteraksi. e. Studi dari adaptasi organisme dengan lingkungannya (Emle, 1973). f. Ilmu pengetahuan yang mengkaji interaksi – interaksi yang menentukan penyebaran (distribusi) dan kelimpahan organisme – organisme (Charles J. Krebs, 1978). g. Studi ilmiah dari antar hubungan organism dengan lingkungan (Mc Naughton dan Wolfe, 1979). h. Studi organisme dengan lingkungannya dan hubungan timbal balik antar keduanya (Putman dan Wratten, 1984). i. Studi dari hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan fisik dan biologinya (Enrich dan Roughgarden, 1987). Dari beberapa pengertian ekologi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ekologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang persebaran, hubungan dan interaksi timbal balik organisme dengan organisme lainnya serta organisme dengan lingkungan sekitarnya. 1.2 Konsep Ekologi Tumbuhan Secara sederhana, ekologi tumbuhan diartikan sebagai sebuah ilmu yang fokus pada pembelajaran mengenai hubungan timbal dan balik antara tumbuhan dengan habitat 1
tumbuhnya. Kajian pokok ekologi tumbuhan ini adalah melihat pengaruh tumbuhan terhadap lingkungan dan juga pengaruh lingkungan terhadap perkembangan tumbuhan tersebut. Ekologi tumbuhan mengandung dua pengertian, yaitu ekologi sebagai ilmu dan tanaman sebagai obyek. Tanaman mengandung arti tumbuhan yang telah dibudidayakan untuk maksud tertentu, sehingga hasilnya dijadikan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang memiliki nilai ekonomi Secara etimologis, ekologi tanaman berarti ilmu tentang tanaman di rumah (lingkungan) sendiri. Ekologi tumbuhan yaitu ilmu yang membicarakan tentang spektrum hubungan timbal balik yang terdapat antara tumbuhan dan lingkungannya serta antara kelompok-kelompok tanaman. Dalam hal ini penting disadari bahwa tanaman tidak terdapat sebagai individu atau kelompok individu yang terisolasi. Semua tanaman berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan sejenisnya, dengan tanaman lain dan dengan lingkungan fisik tempat hidupnya. Dalam proses interaksi ini, tanaman saling mempengaruhi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan sekitarnya, begitu pula berbagai faktor lingkungan mempengaruhi kegiatan hidup tanaman. Ciri khas ekologi tanaman (plant ecology) adalah tanaman dapat mengubah energi kimia menjadi energi potensial dan mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. 1.3 Sejarah Ekologi Tumbuhan Ekologi informal ditinjau dari aspek sejarah sudah ada pada ratusan tahun yang lalu, yaitu pada zaman ahli taksonomi tumbuhan, geografi tumbuhan, ahli evolusi dan biologi. Sedangkan ekologi formal baru berkembang kurang dari seratus tahun yang lalu tetapi mempunyai perkembangan yang lebih ringkas dan cepat. Dalam periode pendek tersebut, tokoh – tokoh enerjik dan berpandangan luas telah mempunyai pengaruh utama pada perkembangan ilmu ekologi pada umumnya, dan banyak riset sekarang sesungguhnya hanya merupakan perkembangan dari karya mereka. Ahli-ahli ekologi tumbuhan mencoba menemukan faktor-faktor yang mendukung dan berperanan dalam kehidupan vegetasi. Mereka terus menerus mencoba melakukan penelitian ke arah yang lebih baik, sebagaimana ahli biologi lainnya dengan mengikuti perkembangan kemajuan bidang kimia dan fisika, seperti ditemukannya DNA, ikatan hidrogen dan partikel sub atom dan lain-lain. Manusia selalu berusaha untuk mengetahui hasil penemuan yang sudah ada, dan dalam rangka untuk menggali penemuan yang akan datang. Ahli ekologi tumbuhan sangat berkeinginan untuk mengetahui hubungan yang lengkap antara tumbuhan yang satu dengan yang lainnya dan dengan lingkungannya. Secara lebih mendasar, ekologiwan tumbuhan ingin menjawab beberapa pertanyaan seperti; Bagaimana tumbuhan mengatasi masalah dispersal, perkecambahan pada tempat yang 2
cocok, kompetisi, nutrien dan pembebasan energi Bagaimana tumbuhan dapat bertahan terhadap keadaan yang kurang baik atau yang membahayakan, seperti api, banjir, kemarau panjang dan lain-lain. Bagaimana tumbuhan dapat menjelaskan keberadaannya, kekuatan tumbuh dan jumlahnya pada masa yang lalu, sekarang dan masa yang akan datang pada habitat mereka. Dengan mengembangkan pertanyaan tersebut di atas, maka banyak sekali informasi yang bisa digali dari hubungan sesama tumbuhan dan dengan lingkungannnya. Ada ekologiwan yang tertarik kepada masalah-masalah yang bersifat mendasar dalam melakukan deskripsi vegetasi, tetapi ada juga ekologiwan yang yang tertarik pada masalah penerapan informasi dasar tersebut, sehingga memunculkan ekologi terapan. Ekologiwan tumbuhan terapan banyak dikenal sebagai manejer penggembalaan ternak, rimbawan atau agronomiwan. Mereka berusaha untuk mengetahui bagaimana tumbuhan beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga tumbuhan tersebut dapat tetap berada pada habitatnya. Peletak dasar ekologi tumbuhan adalah Friedrich Heinrich Alexander von Humboldt (1769 – 1859) ahli botani. Ia banyak meneliti tentang botani, dan memperkenalkan term assosiasi, fisiognomi, hubungan antara distribusi tipe vegetasi dengan faktor-faktor lingkungan seperti elevasi, ketinggian, dan temperatur. Humbolt juga dikenal sebagai tokoh geografi tumbuhan. Anton Kerner von Marilaun (1831 – 1898) dikenal setelah dia menerbitkan hasil penelitiannya yang berjudul Plant Life of the Danube Basin (1863), dengan tuntas ia menjelaskan pengertian dari suksesi. August Grisebach (1814 – 1879) telah melakukan perjalanan yang luas dan telah mendeskripsikan lebih dari 50 tipe-tipe vegetasi utama dalam term fisiognomi modern. Ia menjelaskan hubungan distribusi tumbuhan dengan faktor-faktor lingkungan. Tokoh biologi lain yang mempunyai kontribusi dalam perkembangan ekologi tumbuhan adalah Oscar Drude (1890 dan 1896), Adolf Engler (1903), George Marsh (1864), Asa Gray (1889) dan Charles Darwin yang terkenal dengan bukunya Origin of Species. 1.4 Perkembangan Ekologi Tumbuhan Ahli-ahli ekologi tumbuhan mencoba menemukan faktor-faktor yang mendukung dan berperanan dalam kehidupan vegetasi. Mereka terus menerus mencoba melakukan penelitian ke arah yang lebih baik, sebagaimana ahli biologi lainnya dengan mengikuti perkembangan kemajuan bidang kimia dan fisika, seperti ditemukannya DNA, ikatan hidrogen dan partikel sub atom dan lain-lain. Manusia selalu berusaha untuk mengetahui hasil penemuan yang sudah ada, dan dalam rangka untuk menggali penemuan yang akan datang. Ahli ekologi tumbuhan 3
sangat berkeinginan untuk mengetahui hubungan yang lengkap antara tumbuhan yang satu dengan yang lainnya dan dengan lingkungannya. Secara lebih mendasar, ekologiwan tumbuhan ingin menjawab beberapa pertanyaan seperti; Bagaimana tumbuhan mengatasi masalah dispersal, perkecambahan pada tempat yang cocok, kompetisi, nutrien dan pembebasan energi? Bagaimana tumbuhan dapat bertahan terhadap keadaan yang kurang baik atau yang membahayakan, seperti api, banjir, kemarau panjang dan lain-lain? Bagaimana tumbuhan dapat menjelaskan keberadaannya, kekuatan tumbuh dan jumlahnya pada masa yang lalu, sekarang dan masa yang akan datang pada habitat mereka?. Dengan mengembangkan pertanyaan tersebut di atas, maka banyak sekali informasi yang bisa digali dari hubungan sesama tumbuhan dan dengan lingkungannnya. Ada ekologiwan yang tertarik kepada masalah-masalah yang bersifat mendasar dalam melakukan deskripsi vegetasi, tetapi ada juga ekologiwan yang yang tertarik pada masalah penerapan informasi dasar tersebut, sehingga memunculkan ekologi terapan. Ekologiwan tumbuhan terapan banyak dikenal sebagai manajer penggembalaan ternak, rimbawan atau agronomiwan. Mereka berusaha untuk mengetahui bagaimana tumbuhan beradaptasi dengan lingkungannya, Sehingga tumbuhan tersebut dapat tetap berada pada habitatnya. Peletak dasar ekologi tumbuhan adalah Friedrich Heinrich Alexander von Humbolt (1769-1859) ahli botani. Ia banyak meneliti tentang botani, dan memperkenalkan term assosiasi, fisiognomi, hubungan antara distribusi tipe vegetasi dengan faktor-¬faktor lingkungan seperti elevasi, ketinggian, dan temperatur. Humbolt juga dikenal sebagai tokoh geografi tumbuhan. Anton Kerner von Marilaun (1831-1898) dikenal setelah dia menerbitkan hasil penelitiannya yang berjudul Plant Life of the Danube Basin (1863), dengan tuntas ia menjelaskan pengertian dari suksesi. August Grisebach (1814-1879) telah melakukan perjalanan yang luas dan telah mendeskripsikan lebih dari 50 tipe-tipe vegetasi utama dalam term fisiognomi modern. Ia menjelaskan hubungan distribusi tumbuhan dengan faktor-faktor lingkungan. Tokoh biologi lain yang mempunyai kontribusi dalam perkembangan ekologi tumbuhan adalah Oscar Drude (1890 dan 1896), Adolf Engler (1903), George Marsh (1864), Asa Gray (1889) dan Charles Darwin yang terkenal dengan bukunya Origin of Species. Ekologi tumbuhan berkembang dengan cepat setelah beberapa ahli botani juga tertarik meneliti ekologi tumbuhan. Johannes Warming (1841-1924) berhasil mengidentikasi 2600 spesimen tumbuhan dan menulis sebuah buku tentang vegetasi (1982), dimana di dalamnya diuraikan tentang geologi, tanah dan iklim, tipe-tipe vegetasi dan komunitas, dominan dan subdominan, nilai adaptasi bermacam-macam life form, pengaruh api terhadap komposisi 4
komunitas dari suksesi serta fenologi dari komunitas dan taxa. Andreas Franz Wilhelm Shimper (1856-1901) ahli botani Jerman, ia menerbitkan buku yang berjudul Plant Geography on a Physiological Basis (1898 dan 1903), sebagai pemula ekofisiologi. Selanjutnya Jozep Paczoski (1864-1941) dan Leonid Ramensky (1884-1953) telah menulis hal-hal yang berkenaan dengan fito-sosiologi dan fitocoenocis. Clinton Hart Merriam (1855-1942) dari Universitas Columbia, juga telah melakukan ekspedisi yang panjang dalam melakukan penelitian vegetasi dalam hubungannya dengan zona elepasi. Ahli ekologiwan yang sangat terkenal Frederick Edward Clements (1874-1945) besar sekali sumbangannya terhadap kemajuan Ekologi Tumbuhan. Pada tahun 1898 ia telah menerbitkan sebuah karya yang berjudul The Phytogeography of Nebraska. Ia juga banyak menulis keadaan vegetasi di Amerika Utara, tentang formasi dan suksesi, varian lokal dan lain-lain. Sejak tahun 1925, ekologi tumbuhan terus berkembang dengan pesat, hal ini ter-jadi karena sumbangan yang sangat besar dari para ekologiwan dari Eropa dan Amerika. Di antara ekologiwan tersebut adalah Henry Gleason yang tahun 1926 dengan panjang lebar menulis tentang asosiasi dan komunitas tumbuhan. Ekofisiologi telah dikembangkan sekitar tahun 1940 dan 1950 an. Dari tahun 1940 an sampai 1970 an telah pula mengembangkan sinekologi. Di Eropa, Christen Raunkier telah mengembangkan klasifikasi life form dan metode sampling vegetasi. Tokoh yang juga besar andilnya dalam pengembangan ekologi tumbuhan adalah Josias BraunnBlanquet (1884-1980) yang mengembangkan metode sampling komunitas, reduksi data, dan nomenklatur asosiasi. 1.5 Pendekatan Ekologi Tumbuhan Ada beberapa pendekatan pada ekologi tumbuhan, tetapi ternyata masing-masing pendekatan berusaha menjawab pertanyaan dasar yang sama, yaitu : Bagaimana cara tumbuhan dapat menguasai dan menempati lingkunanya? Pendekatan ekologi tumbuhan dibagi menjadi 2 yaitu: a. Sinekologi (Ekologi komunitas) Sinekologi berkembangan dari Geografi Tumbuhan, yang mengkaji pada tingkat komunitas. Sinonim dari Sinekologi adalah Ekologi komunitas, Fitososiologi, Geobotani, Ilmu Vegetasi dan Ekologi Vegetasi. Sinekologi mengkaji komunitas tumbuhan dalam hal: 1. Sosiologi Tumbuhan, yaitu deskripsi dan pemetaan tipe vegetasi dan komunitas. 2. Komposisi dan struktur komunitas
5
3. Pengamatan dinamika komunitas, yang mencakup proses seperti transfer nutrien dan energi antar anggota, hubungan antagonistis dan simbiotis antara anggota, dan proses, dan suksesi (perubahan komunitas menurut waktu). 4. Mencoba untuk mendeduksi tema evolusioner yang menentukan bentuk komunitas secara evolusioner. Contoh kajian sinekologi: Mempelajari kelompok organisme yang tergabung dalam satu kesatuan dan saling berinteraksi dalam daerah tertentu. Misalnya mempelajari struktur dan komposisi spesies tumbuhan di hutan rawa, hutan gambut, atau di hutan payau, mempelajari pola distribusi binatang liar di hutan alam, hutan wisata, suaka margasatwa, atau di taman nasional, dan lain sebagainya. b. Autekologi (Ekologi Spesies) Bagian dari ekologi tumbuhan yang mengkaji masalah adaptasi dan tingkah laku spesies atau populasi dalam kaitannya dengan lingkungannya. Sub divisi dari autekolgi meliputi: demekologi (spesiasi), ekologi populasi dan demografi (pengaturan ukuran populasi), ekologi fisiologi atau ekofisiologi, dan genekologi (genetika).Autekologi mencoba untuk menjelaskan mengapa suatu spesies dapat terdistribusi. Bagaimana sifat fenologi, fisiologi, morfologi dan tingkah laku atau genetik dari suatu spesies yang sukses terus pada suatu habitat. Mereka mencoba menggambarkan bagaimana pengaruh lingkungan pada tingkat populasi, organismik dan sub organismik. Autekologi dapat bergerak ke dalam spesialisasi lain di luar ekologi, seperti fisiologi, genetika, evolusi dan biosistematik. Contoh kajian autekologi: 1. Mempelajari pertumbuhan jenis shorea leprosula dengan pengaruh intensitas cahaya. 2. Mempelajari pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan jenis Pinus merkusi 3. Selain itu mempelajari sejarah hidup suatu spesies organisme, perilaku, dan adaptasinya terhadap lingkungan. Misalnya mempelajari hubungan antara pohon Pinus merkusii dengan lingkungannya. 4. mempelajari kemampuan adaptasi pohon merbau (Intsia palembanica) di padang alang-alang, dan lain sebagainya 1.6 Manfaat dan aspek terapan ekologi tumbuhan Beberapa peneliti lebih tertarik pada masalah membangkitkan informasi dasar yang bekerja dengan membuat deskripsi secara rinci vegetasi atau biologi spesies penyusun. Sedang 6
yang lain, lebih tertarik pada masalah pengetrapan informasi basik tersebut untuk persoalan pengelolaan. Yang terakhir ini disebut sebagai ekologiwan tumbuhan terapan kemungkinan dapat disebut sebagai manager padang penggembalaan ternak (range manager), rimbawan, atau agronomian. Berikut ini beberapa manfaat ekologi tumbuhan yaitu: a. Manfaat dan aspek terapan di bidang pertanian Definisi pertanian organik yang dikenal pada saat ini dikeluarkan oleh IFOAM dan Departemen Pertanian Amerika Serikat. Menurut IFOAM (FAO,1998) tujuan, prinsip dari pertanian organik dan prosesnya berdasarkan sejumlah prinsip penting dan ide-ide, yaitu:
Memproduksi makanan dengan gizi berkualitas tinggi.
Mengedepankan siklus biologis di dalam sistem pertanian, meliputi mikroorganisme, flora dan fauna tanah, ternak dan tanaman.
Menginteraksikan suatu kehidupan yang konstruktif dengan sistem dan siklus yang alami.
Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Memproduksi dan menggunkan air yang sehat dan menjaga air, sumber air dan kehidupannya.
Membantu konservasi tanah dan air.
Menggunakan sejauh mungkin, sumber daya lokal yang dapat diperbaharui yang dikelola dalam sistem pertanian.
Bekerja sejauh yang bisa dilakukan, dalam sistem tertutup yang menyediakan bahan organik dan unsur hara bagi tanaman.
Bekerja sejauh yang mungkin menggunakan bahan-bahan yang dapat didaur ulang yang berasal dari dalam maupun luar sisitem pertanian.
Meminimalkan semua bentuk polutan yang dihasilkan dari kegiatan pertanian yang dilakukan.
Mempertahankan keragaman genetik di dalam sistem pertanian dan disekitarnya, termasuk melindungi tanaman dan habitat liarnya.
Memberikan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman bagi pekerja.
Memperhatikan pengaruh sosial dan ekologis dari sistem yang diterapkan.
Menghasilkan produk non-pangan dari bahan-bahan yang dapat di daur ulang yang sepenuhnya dapat dihancurkan secara alami.
Memperkuat fungsi asosiasi pertanian organic. 7
Memajukan keseluruhan rantai pertanian yang bertanggung jawab secara sosial maupun ekologis
Keuntungan yang diperoleh dari diterapkannya diversifikasi tanaman pada pertanian organik adalah :
Meningkatkan jumlah dan komposisi tanaman yang dipanen
Meningkatkan stabilitas panen
Mengurangi serangan penyakit
Mengurangi pemakaian pestisida
Mengontrol gulma
Mengurangi erosi tanah
Dengan sistem pertanian organik contohnya biofertilizer untuk membantu penyediaan unsur hara bagi tanaman yakni dengan bantuan mikroba yang membantu dalam ketersediaan hara dan mempercepat dekomposisi bahan organik (Rahmawati,2005). b. Penerapan ekologi dalam bidang kehutanan Ovington (1974) melaporkan bahwa lebih kurang setengah dari seluruh luas hutan didunia (1.800 juta hektar) terletak dikawasan tropika. Dari seluruh kawasan hutan di daerah tropika kira-kira seperempatnya (400 juta hektar) terletak diwilayah AsiaPasifik. Hampir seluruh hutan yang terdapat di kawasan Asia-Pasifik adalah hutan alam, artinya, hutan yang tidak ditanam. Oleh karena itu, eksploitasi hutan untuk keperluan perdagangan mula-mula terhalang oleh kesukaran menempuh hutan tropika dan pengetahuan yang masih terbatas mengenai kekayaan hutan tropika. Dinegara yang padat penduduknya seperti di negara kita ini, masa depan wilayah hutan itu memang jelas dapat diramalkan. Hutan akan semakin habis, kecuali kalau ada usaha untuk melakukannya. Maka dari itu, pelestarian atau pengawetan hutan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Memperbaiki klasifikasi lahan hutan melalui klasifikasi ulang beberapa daerah seperti hutan lindung, dengan tujuan untuk menetapkan kawasan lindung yang mewakili semua jenis habitat di Indonesia dan melindungi daerah unik yang kerusakannya relatif rendah, sedemikian rupa sehingga regenerasi alami dapat berlangsung. 2. Melakukan pengelolaan hutan secara berkelanjutan merupakan proses mengelola lahan hutan permanen untuk mencapai satu atau beberapa tujuan, yang dikaitkan dengan produksi hasil dan jasa hutan secara terus menerus dengan mengurangi 8
dampak lingkungan fisik dan sosial yang tidak diinginkan.Pengelolaan hutan berkelanjutan sebagai bentuk pengelolaan hutan yang memiliki sifat ‘hasil yang lestari’, ditunjukkan oleh terjaminnya keberlangsungan fungsi produksi hutan, fungsi ekologis hutan dan fungsi sosial-ekonomi-budaya hutan bagi masyarakat lokal. Keuntungan dari pengelolaan hutan berkelanjutan adalah : 1. Hasil yang terus mengalir dan berkelanjutan dalam bentuk kayu dan hasil serta hasil hutan lainnya. 2. Mempertahankan keanekaragaman hayati yang tinggi dalam konteks perencanaan tata guna lahan terpadu yan meliputi jaringan kawasan lindung dan kawasan konservasi. 3. Mempertahankan ekosistem hutan yang stabil. c. Penerapan ekologi dalam bidang perkembangan wilayah perkotaan Kota mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap lingkungan fisik. Duckworth dan sandberg (1954) mencatat adanya penelitian yang sudah lama mengenai kesan suhu udara kota yang lebih panas dari lingkungan disekelilingnya, seolah-olah sebuah “pulau panas” yang terapung diatas media yang lebih dingin. Penelitian selanjutnya menunjukkan, bahwa suhu udara maksimum di sebuah kota biasanya dicapai didaerah padat penduduk yang merupakan pusat kota yang terpanas. Yang terendah suhunya dicapai di tepi kota yaitu di pinggir “pulau panas” tadi. Kesan “pulau panas” terhadap wilayah di tepi kota bergantung pada berapa besar dan luasnya kota itu. Kota merupakan salah satu lingkungan hidup yang perlu ditata pola penyebaran tamanya. Penataan taman diperkotaan tidak asal jadi, tetapi tujuan penyebaran tamannya harus jelas. Hal ini dimaksudkan bahwa penempatan lokasi luas taman, keelengkapan sarana dan prasarana taman sesuai dengan kebutuhan standart kota. Apabila luas taman kota dan jumlah taman seimbang maka tercipta kota yang asri dan berwawasan lingkungan. Suatu kota dapat dipandang dari paham biologisme atau suatu jaringan utuh yang terdiri atas dua subsistem yaitu city’s hardware atau jasmani kota dan city’s soft ware atau rohani kota. Untuk membentuk kota yang asri dan mengurangi suhu panas dalam kota maka diperlukan peranan sebagai berikut: 1. Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan 9
kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. 2. Hutan Kota Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya. Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan di perkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar. Kehadiran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya diperkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik yang diam-tenang maupun yang bergerakmengalir) dan aneka tanaman (mulai dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993). Dalam pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya, ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu :
10
a) Hutan Kota Pemukiman, yaitu pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat dan lain sebagainya di wilayah pemukiman. b) Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal darilimbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain limbah padat, cair, maupun gas. c) Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi oksigen. d) Hutan Kota Konservasi, hutan kota ini mengandung arti penting untuk mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya di alam. e) Hutan Kota Pusat Kegiatan, hutan kota ini berperan untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan seperti pasar, terminal, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya. Di samping itu hutan kota juga berperan sebagai jalur hijau di pinggir jalan yang berlalulintas padat. Mengenai luasan dan persentase adalah bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar (pasal 8 ayat 2), sedangkan mengenai persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (pasal 8 ayat 3) (PP No. 63 tahun 2002). Adapun bentuk hutan kota yaitu sebagai berikut: a) Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan. b) Taman Kota. Taman Kota diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian
rupa,
baik
sebagian
maupun
semuanya
hasil
rekayasa
manusia,untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. c) Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah. d) Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. 11
Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri. e) Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dirdjosoemaro, Soendojo. 1983. Materi Pokok Ekologi. Jakarta : Universitas Terbuka. Ganter, Phil. 2007. Lecture 1 Ecology as a Science. (http://ww2.tnstate.edu/ganter/B412%20Ch%201%20EcoIntro.html, diakses 9 Februari 2014) Hadjosuwarno, Synarti. Dasar – Dasar Ekologi Tumbuhan. 1990. Jogjakarta : Universitas Gajah Mada. McNaughton, S.J. dan Larry L. 1998. Ekologi Umum. Jogjakarta : Gajah Mada University. MISRA, K. C. 1980. Manual of Plant Ecology. New Delhi : Oxford & IBH Publishing CO. Somarwoto, O. 2001. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jogjakarta : Universitas Gajah Mada. Syafe’i, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
13