A. Komposisi dan Struktur Kelompok 1. Pengertian dan Arti Penting Komposisi dan Struktur Kelompok 1.1 Komposisi Kelompok Komposisi adalah tata susunan yang menyangkut keseimbangan, kesatuan, irama, dan keselarasan. a. Keseimbangan (balance) Keseimbangan adalah penggambaran objek benda yang memberikan adanya kesan keseimbangan antarbagian-bagianya, artinya tidak terkesan berat di salah satu sisi dan ringan di sisi yang lain. b. Kesatuan (unity) Kesatuan adalah suatu penggambaran objek yang memberikan kesan adanya kesatuan unsur-unsur yang terpadu. Kesatuan artinya keterpaduan dari bagianbagian gambar, tidak terkesan terbelah atau terpisah. c. Irama (rhytm) Irama adalah suatu penggambaran objek yang memberikan kesan pergerakan dengan alur yang teratur. Gambar yang terkesan ritmisnya akan terasa enak dipandang mata, lain dengan gambar yang acak-acakan dan tidak jelas pengaturan objeknya. d. Keselarasan (harmony) Keselarasan adalah suatu penggambaran objek yang memberikan kesan kesesuaian antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam suatu benda, atau benda yang satu dengan benda yang lain dipadukan.
1|Page
Orang-orang yang membentuk kelompok bisa saja mirip atau berbeda satu sama lain dalam berbagai hal. Individu beragam dalam hal kepribadian, sikap, gaya berperilaku, kemampuan, dan sebagainya. Pendekatan paling umum terhadap homogenitasheterogenitas komposisi kelompok adalah suatu perbandingan sederhana terhadap kelompok homogen dan heterogen, dimana homogeny diartikan dalam kaitannya dengan karakteristik tunggal. Contohnya kelompok yang terdiri dari orang yang berjenis kelamin sama dibandingkan dengan kelompok mixed-sex, dan sebagainya. Homogenitasheterogenitas dapat muncul dalam hal: trait, kemampuan, jenis kelamin, ras, sistem konseptual, dan profil (Shaw, 1981). Beberapa peneliti telah mempelajari taraf homogenitas-heterogenitas anggota kelompok dalam hal: (1) karakteristik personal; (2) kemampuan dan keterampilan. Haythorn (dalam Johnson dan Johnson, 1997) menemukan bukti yang menghubungkan keanekaragaman antar anggota kelompok dalam hal karakteristik kepribadian dengan cohesion. Ia menyimpulkan bahwa efek homogenitas-heterogenitas terhadap cohesion tergantung pada sejumlah faktor, termasuk karakteristik kepribadian dan keluasan kontak interpersonal. Bukti juga menunjukan bahwa anggota-anggota kelompok cenderung menjadi mirip dalam sikap mereka sejalan dengan interaksi yang terjadi di antara mereka (Newcomb, dalam Johnson dan Johnson, 1997). Heterogenitas anggota kelompok dapat meningkatkan argumentasi dan konflik, meskipun demikian hal ini menguntungkan dalam kondisi masyarakat seperti sekarang. Homogenitas anggota kelompok juga tidak selalu menguntungkan. Terdapat sejumlah kerugian pada kelompok yang anggotanya homogeny. Menurut Bantel dan Jackson (dalam Johnson dan Johnson, 1997), kelompok yang homogeny cenderung risk-avoidant. Janis (dalam Johnson
2|Page
dan Johnson, 1997) menyatakan bahwa kelompok homogen lebih sering terlibat dalam group think. Dan kelompok yang homogen cenderung bermasalah dalam beradaptasi dengan perubahan kondisi (Johnson dan Johnson, 1997). Peter Blau (dalam Macionis, 1997) menyatakan bahwa semakin heterogen suatu kelompok maka semakin besar kecenderungan anggota kelompok untuk berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Contohnya, perguruan tinggi yang menerima mahasiswa dari etnis beragam, dan dari latar belakang geografis yang beragam akan meningkatkan kontak intergroup daripada perguruan tinggi yang menerima mahasiswa hanya dari satu tipe sosial tertentu (Macionis, 1997). Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa suatu kelompok dikatakan homogen jika anggota-anggotanya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang sama atau mirip, sedangkan suatu kelompok dikatakan heterogen jika anggota-anggotanya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda. Karakteristik
atau
ciri-ciri
yang
sama,
mirip,
atau
berbeda
dapat
berupa
karakteristik/personal (seperti karakteristik demografi, yaitu usia, jenis kelamin, etnis, agama, bahasa, dan sebagainya) ataupun berupa kemampuan atau keterampilan. Suatu kelompok dapat dikatakan homogeny atau heterogen tergantung dari karakteristik apa yang digunakan untuk menilainya.
3|Page
1.2 Struktur Kelompok Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; yang disusun dengan pola tertentu; pengaturan unsur atau bagian suatu benda; ketentuan unsurunsur dari suatu benda (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Struktur menurut S.P. Varma menunjuk pada susunan-susunan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi. Struktur dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau person) yang terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam infrastruktur politik, sementara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik. Struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ada struktur atas dan struktur bawah. Struktur mempunyai sifat: Totalitas, Transformatif, dan Otoregul—Prof. Benny H. Hoed. Struktur secara umum adalah sekumpulan variabel yang masing-masing dapat berbeda tipe, dan dikelompokkan ke dalam satu nama (menurut Pascal, struktur juga dikenal sebagai record). Struktur membantu mengatur data-data yang rumit, khususnya dalam program yang besar, karena struktur membiarkan sekelompok variabel di perlakukan sebagai satu unit daripada sebagai entitas yang terpisah. Struktur kelompok adalah pola interaksi yang stabil antara anggota kelompok, yang berkaitan dengan bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan kedudukan antaranggota, pembagian tugas dan sebagainya. 4|Page
Struktur kelompok adalah bentuk hubungan antara individu-individu dalam kelompok sesuai posisi dan peranan masing-masing. Struktur kelompok harus sesuai/mendukung tercapainya tujuan kelompok. Yang berhubungan dengan struktur kelompok yaitu:
a. Struktur Komunikasi Sistem komunikasi dalam kelompok harus lancar agar pesan sampai kepada seluruh anggota, komunikasi yang tidak lancar akan menimbulkan ketidakpuasan anggota, pada gilirannya kelompok menjadi tidak kompak.
b. Struktur Tugas atau Pengambilan Keputusan Pembagian tugas harus merata dengan memperhatikan kemampuan, peranan, dan posisi masing-masing anggota. Dengan demikian seluruh anggota kelompok ikut berpartisipasi dan terlibat, sehingga dinamika kelompok harus semakin kuat.
c. Struktur Kekuasaan atau Pengambilan Keputusan Kedinamisan kelompok sangat erat dengan kecepatan pengambilan keputusan selain harus jelas siapa yang mengambil keputusan dan ketidak cepatan (kelambatan) pengambilan keputusan menunjukkan lemahnya struktur kelompok
d. Sarana Terjadinya Interaksi Interaksi di dalam kelompok sangat diperlukan sedangkan dalam struktur kelompok harus menjamin kelancaran interaksi, kelancaran interaksi memerlukan sarana (contoh
5|Page
ketersediaan ruang pertemuan kelompok) dapat menjamin kelancaran interaksi antar anggota.
Struktur yang membentuk perilaku anggota kelompo dan memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan sebagian besar perilaku individu di dalam kelompok mapupun kinerja kelompok itu sendiri. Yang termasuk ke dalam struktur kelompok: 1) Kepemimpinan formal: orang yang memiliki jabatan dalam kelompok. 2) Peran: seperangkat pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam unit sosial tertentu. 3) Norma: standar perilaku yang dapat diterima yang digunakan bersama oleh para anggota kelompok. 4) Status kelompok: posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan ke kelompok atau anggota kelompok lain. 5) Ukuran kelompok: besar-kecilnya kelompok 6) Kepaduan (kohesivitas) kelompok: sampai tingkat mana para anggota tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap di dalam kelompok. Unsur-unsur dalam struktur kelompok tersebut akan dijelaskan setelah ini.
6|Page
2. Ukuran Kelompok Ukuran kelompok mempunyai konsekuensi penting terhadap hasil pembuatan keputusan. Semakin besar ukuran kelompok, semakin sulit komunikasi yang terjadi. Kesempatan setiap anggota untuk ikut berperan semakin menurun, dan kemungkinan diskusi akan dikuasai oleh beberapa individu semakin meningkat ( Hackman dan Vidmar, 1970 ). Kemungkinan terbentuknya subkelompok dengan tujuan yang berbeda akan semakin meningkat dengan semakin membesarnya ukuran kelompok, terutama jika anggota kelompok genap. Ada dua peribahasa Inggris yang saling bertentangan: Two heads are better than one dan Two many cooks spoil the broth. Mana yang betul, ―lebih banyak anggota kelompok, lebih baik‖ atau ―makin banyak anggota makin kacau‖? Jawaban para psikolog sosial ternyata tidak sederhana. Hubungan antara ukuran kelompok dengan prrestasi kerja kolompok (performance) bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan konvergen (mencapai suatu 7|Page
pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Lebih banyak kepala, lebih baik (McDavid dan Harari, 1974: 320). Hubungan ini pun umumnya bersifat kurnlinear; artinya, sampai jumlah tertentu, makin banyak makin baik. Akan tetapi, lewat jumlah tersebut, pertambahan anggota hanya akan merugikan produktivitas kelompok. Lewat tingkatan tertentu, terjadi Deminishing returns (hasil yang makin berkurang). Hasil kelompok juga ditentukan oleh distribusi partisipasi anggota-anggotanya. Dari segi komunikasi, makin besar kelompok, makin besar kemungkinan sebagian besar anggota tidak mendapat kesempatan berpartisipasi. Dalam kelompok yang besar, partisipasi akan makin memusat pada orang yang memberikan kontribusi terbanyak. Komunikasi akan lebih tersentralkan pada orang-orang tertentu. Jumlah orang yang tidak memberikan kontribusinya, akan makin bertambah dengan bertambahnya jumlah anggota. Dalam kelompok kecil, kelompok adalah sekumpulan perorangan, jumahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima. Yang penting untuk diingat adalah bahwa setiap anggota harus berfungsi sebagai sumber maupun penerima dengan relatif mudah. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat alur transaksional. Bila ada tiga orang berkomunikasi, akan terjadi tiga alur transaksional: (AB,BA), (BC,CB), dan (AC,CA). Berapa kemungkinan alur transaksional satu kelompok yang terdiri atas 9 anggota, kita dapat menghitungnya dengan rumus:
8|Page
N/2 (N-1) N = jumlah anggota Bila N = 9, maka kita akan memperoleh 9/2 (9-1) atau 36 alur transaksional. Pada 20 orang, kemungkinan alur transaksional melonjak menjadi 190. Apa artinya angka angka itu ? Makin banyak jumlah angota, makin sedikit tersedia peluang untuk berinteraksi dengan anggota lainnya dalam jarak waktu tertentu. Akibatnya, sejumlah orang tidak mendapat kesempatan berinteraksi. Pada kelompok besar ada beberapa orang yang dominan, sebagian besar membisu. Pada kelompok kecil, tingkat partisipasi setiap anggota relative sama. Kelly dan Thibault (1954: 762) menyimpulkan brebagai penelitian tentang masalah ini: Secara singkat, penelitian yang ada tentang hubunan ukuran kelompok dengan partisipasi menunjukkan bagwa makin besar ukuran kelompok, anggota yang paling aktif akan makin terpisah dari anggota-anggota kelompok lain, yang makin menyerupai satu sama lain dalam keluaran partisipasinya. Di samping itu, dari kisaran dua sampai tujuh, tampaknya ada pertambahan proporsi kelompok yang menjadi undercontributor (kurang menyumbang) dalam arti bahwa mereka kurang memberikan sumbangan dibandingkan dengan jumlah volume total interaksi mereka. Hasil terakhir ini mungkin menunjukkan hambatan partisipasi yang mengakibatkan makin banyaknya proporsi kelompok yang kehilangan minat untuk menyampaikan kontribusi yang berbeda. Dalam hubungannya dengan kepuasan , Hare dan Slater menunjukkan bahwa semakin besar ukuran kelompok, makin berkurang kepuasan anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih 9|Page
dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghamburhamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. Hare menemukan bahwa kelompok lima orang memiliki tingkat consensus yang lebih tinggi daripada kelompok 12 orang. Kalau begitu, dapatkah kita dengan yakin menyatakan bahwa ukuran kelompok yang paling baik untuk meyelesaikan tugas dan memberikan kepuasan adalah lima orang? Peneliti memang menununjukkan begitu. Akan tetapi, perlu dicatat, ukuran kelompok bukan satu-satunya faktor yang menentukan efektivitas kelompok.
10 | P a g e
3. Kohesivitas Kelompok Kohesivitas berasal dari kata kohesi yang berarti keserasisan hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Kohesivitas adalah merupakan keinginan setiap anggota untuk mempertahankan keanggotaan mereka dalam kelompok, yang didukung oleh sejumlah kekuatan independen, tetapi banyak yang lebih berfokus pada ketertarikan antar anggota (Festinger, Schater, & Back, 1950). Kohesivitas menurut George & jones (2002) adalah anggota kelompok yang memiliki daya tarik satu sama lain. Menurut Meshane & Glinow, Kohesivitas merupakan perasaan daya tarik individu terhadap kelompok dan motivasi mereka untuk tetap bersama kelompok dimana hal tersebut menjadi faktor penting dalam keberhasilan kelompok. Kohesivitas, menurut Greenberg (2005),
adalah perasaan dalam kebersamaan antar anggota
kelompok. Menurut Robbins (2001), Kohesivitas adalah sejauh mana anggota merasa tertarik satu sama
lain
dan
termotivasi
untuk
tetap
berada
dalam
kelompok
tersebut.
Menurut Gibson (2003), Kohesivitas adalah kekuatan ketertarikan anggota yang tetap pada kelompoknya
dari
pada
terhadap
kelompok
lain.
Certo, s (2003), Kohesivitas adalah memiliki anggota yang ingin tetap tinggal dalam kelompok selama mengalami tekanan dalam kelompok. Forsyth (1999), Kohesivitas adalah Kesatuan yang terjalin dalam kelompok, menikmati interaksi satu sama lain, dan memiliki waktu tertentu untuk bersama dan didalamnya terdapat semangat yang tinggi. Jadi, Kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok. Kohesivitas ditunjukkan dalam bentuk keramahtamahan antar anggota kelompok, mereka biasanya senang
11 | P a g e
untuk bersama-sama. Masing-masing anggota merasa bebas untuk mengemukakan pendapat dan sarannya. Anggota kelompok biasanya juga antusias terhadap apa yang ia kerjakan dan mau mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya. Merasa rela menerima tanggung jawab atas aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kewajibannya. Semua itu menunjukan adanya kesatuan, kereratan, dan saling menarik dari anggota kelompok.
Sebuah kelompok, seperti makhluk hidup yang lain, terus berkembang dari waktu ke waktu. Dalam satu kelompok mungkin dimulai dari sekumpulan orang asing yang tidak saling mengenal, tetapi seiring waktu, secara tiba-tiba kelompok tersebut memberikan sebuah kohesifitas sehingga anggota-anggotanya menjadi sebuah kelompok sosial yang erat. Secara intuitif kita dapat membedakan antara kelompok yang kohesif dan kelompok yang tidak kohesif. Kelompok yang kohesif merupakan satu kesatuan. Anggota-anggotanya menikmati interaksi antar mereka, dan mereka tetap bersatu dan bertahan dalam waktu yang lama. Kohesivitas adalah mengenai penyatuan kekuatan. Kebanyakan para sarjana mencari konsep tentang kohesifitas, kembali pada teori Kurt Lewin, Leon Festinger, dan kolega-kolega mereka di Research Center of Group Dynamics. Lewin, pada tahun 1943, menggunakan istilah cohesive untuk menggambarkan sebuah kekuatan yang menjaga kelompok agar tetap utuh dengan cara menjaga kesatuan anggota-aggotanya. Festinger mendefinisikan kohesivitas sebagai total dari sebuah kekuatan yang berada pada anggota-anggota kelompok yang tetap bertahan pada kelompok tersebut (Festinger, Schachter, & Back, 1950, p.164). Konsep ini menggambarkan konsep kohesivitas secara fisik, dimana didefinisikan sebagai kekuatan dari ―daya tarik molekul‖ yang menjaga agar partikel-partikel tetap bersatu. Aplikasinya pada sebuah kelompok, kohesivitas adalah kekuatan dari pemersatu yang
12 | P a g e
menghubungkan anggota kelompok secara individual dengan anggota yang lain dalam satu kelompok secara keseluruhan. Kohesivitas adalah sebuah kesatuan kelompok. Orang-orang yang bekerja dalam film Snow White merasa bahwa mereka merupakan orang-orang yang terbaik di dunia, dan mereka yakin mereka dapat meraih tujuannya. Mereka menggambarkan kelompok sebagai keluarga, tim, dan komunitas. Banyak teori-teori yang menjelaskan hal tersebut sebagai ―belongingness‖ atau ―we-ness‖, yang merupakan esensi dari kohesivitas kelompok. Anggota-anggota dalam kelompok yang kohesif memberikan rasa kebersamaan yang tinggi kepada kelompoknya, dan mereka sadar bahwa terdapat persamaan antar anggota dalam kelompok. Individu dalam kelompok yang kohesif—dimana kohesivitas diartikan sebagai perasaan kuat dari sebuah keberadaan komunitas yang terintregasi – akan lebih efektif dalam kelompok, lebih bersemangat, dalam menghadapi masalah-masalah sosial maupun interpersonal. Kohesivitas merupakan sebuah ketertarikan. Beberapa teori mempertimbangkan kohesivitas sebagai sebuah ketertarikan personal (Lott & Lott, 1965). Pada level individu, anggota dalam kelompok yang kohesif saling menyukai satu sama lain. Contohnya, pada para pegawai di studio Disney, anggota-anggota kelompok tersebut menjadi teman dekat, dalam beberapa waktu kemudian mereka mendapatkan beberapa koneksi di luar kelompok mereka. Dalam level kelompok, anggota-anggota kelompok tertarik pada kelompok itu sendiri. Anggota kelompok mungkin bukan merupakan teman, tetapi mereka mempunyai pandangan positif terhadap kelompoknya. Michael Hogg membedakan antara ketertarikan personal dan ketertarikan sosial. Jika antar anggota menyukai satu sama lain, maka disebut sebagai ketertarikan personal, bukan kohesivitas kelompok. Sedangkan, kohesivitas kelompok 13 | P a g e
mengarah pada ketertarikan sosial, yaitu saling menyukai antar anggota dalam satu kelompok berdasar pada status sebagai anggota kelompok tersebut Kohesivitas adalah teamwork. Banyak teori menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. Sehingga, kelompok yang dikatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependence of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan (Widmeyer, Brawley, & Carron, 1992). Kenneth Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruksi multidimensional. Membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. Sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. Suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain, dan berbeda dengan kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok. Kohesivitas kelompok adalah istilah yang disebut oleh para psikolog yang di kalangan militer disebut sebagai esprit des corpses. Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompoknya untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collings dan Raven, 1964). Kohesi diukur dari (McDavid dan Harari, 1968:280): 1) ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain
14 | P a g e
2) ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok 3) sejauhmana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan
kebutuhan personalnya. Kohesivitas kelompok erat hubungannya dengan kepuasan. Marquis, GuetAow, dan Heyrts (1951) mengamati anggota-anggota yang menghadiri berbagai konferensi. Ia menemukan makin kohesif kelompok yang diikuti, makin besar tingkat kepuasan anggota. Rensis Likert, konsultan manajemen di University of Michigan, menemukan bahwa kohesi kelompok berkaitan erat dengan produktivitas, moral, dan efisiensi komunikasi. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aan dan terlindung. Oleh karena itu, komunikasi menjadi lebih bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Karena pada kelompok kohesif para anggota terikat kuar dengan kelompoknya, maka mereka menjadi mudah melakukan koformitas. Min kohesif sebuah kelompok, dan main tidak toleran pada anggota yang devian. Dalam penelitian Schachter (1951), seorang konfederat disuruh mnejadi devian pada kelompok kohesif. Semua anggota kelompok yang lain berusaha menekannya. Kalau ia tunduk, mereka menerima kehadirannya. Kalau ia tetap menolak, mereka menyampakkannya. Bettinghaus (1973) menunjukkan beberapa implikasi komunikasi dalam kelompok yang kohesif: 1) Karena pada kelompok kohesif, devian akan ditentang dengan keras, komunikator akan dengan mudah berhasil memeroleh dukungan kelompok jika gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok. Sebaliknya, ia akan gagal jika ia menjadi satu-satunya devian dalam kelompok.
15 | P a g e
2) Pada umumnya, kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi persuasi. Ada tekanan kea rah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan. 3) Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan distribusi komunikasi di antara anggota-anggota kelompok. Anggota biasanya bersedia berdiskusi dengan bebas sehingga saling pengertian akan mudah diperoleh. Saling pengertian membantu tercapainya perubahan sikap. 4) Dalam situasi pesan tampak merupakan ancaman kepada kelompok, kelompok yang lebih kohesif akan lebih cenderung enolak pesan dibandingkan dengan kelompok yang tingkat kohesinya rendah. 5) Dalam hubungannya dengan pernyataan di atas, komunikator dapat meningkatkan kohesi kelompok agar kelompok mampu menolak pesan yang bertentangan.
16 | P a g e
4. Heterogenitas dan Homogenitas Anggota Komposisi kelompok adalah suatu perbandingan sederhana terhadap kelompok homogen dan heterogen, dimana homogen dikaitkan dengan karakteristik tunggal. Contohnya kelompok yang terdiri dari orang yang berjenis kelamin sama dibandingan dengan kelompok mixed sex, dan sebagainya. Homogenitas-heterogenitas dapat muncul dalam hal; trait, kemampuan jenis kelamin, ras, sistem konseptual, dan profil. (Shaw,1981). Beberapa peneliti telah mempelajari taraf homogenitas-heterogenitas anggota kelompok dalam hal: 1) karakteristik personal; 2) kemampuan dan keterampilan. Haythorn (dalam Johnson dan Johnson, 1997) menemukan bukti yang menghubungkan keanekaragaman antar anggota kelompok dalam hal karakteristik kepribadian dengan cohesion. Ia menyimpulkan bahwa efek homogenitas-heterogenitas terhadap cohesion tergantung pada sejumlah faktor, termasuk karakteristik kepribadian dan keluasan kontak interpersonal. Bukti juga menunjukan bahwa anggota-anggota kelompok cenderung menjadi mirip dalam sikap mereka sejalan dengan interaksi yang terjadi di antara mereka (Newcomb, dalam Johnson dan Johnson, 1997). Heterogenitas anggota kelompok dapat meningkatkan argumentasi dan konflik, meskipun demikian hal ini menguntungkan dalam kondisi masyarakat seperti sekarang. Homogenitas anggota kelompok juga tidak selalu menguntungkan. Terdapat sejumlah kerugian pada kelompok yang anggotanya homogeny. Menurut Bantel dan Jackson (dalam Johnson dan Johnson, 1997), kelompok yang homogeny cenderung risk-avoidant. Janis (dalam Johnson 17 | P a g e
dan Johnson, 1997) menyatakan bahwa kelompok homogen lebih sering terlibat dalam group think. Dan kelompok yang homogen cenderung bermasalah dalam beradaptasi dengan perubahan kondisi (Johnson dan Johnson, 1997). Peter Blau (dalam Macionis, 1997) menyatakan bahwa semakin heterogen suatu kelompok maka semakin besar kecenderungan anggota kelompok untuk berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Contohnya, perguruan tinggi yang menerima mahasiswa dari etnis beragam, dan dari latar belakang geografis yang beragam akan meningkatkan kontak intergroup daripada perguruan tinggi yang menerima mahasiswa hanya dari satu tipe sosial tertentu (Macionis, 1997). Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa suatu kelompok dikatakan homogen jika anggota-anggotanya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang sama atau mirip, sedangkan suatu kelompok dikatakan heterogen jika anggota-anggotanya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda. Karakteristik
atau
ciri-ciri
yang
sama,
mirip,
atau
berbeda
dapat
berupa
karakteristik/personal (seperti karakteristik demografi, yaitu usia, jenis kelamin, etnis, agama, bahasa, dan sebagainya) ataupun berupa kemampuan atau keterampilan. Suatu kelompok dapat dikatakan homogeny atau heterogen tergantung dari karakteristik apa yang digunakan untuk menilainya.
18 | P a g e
5. Peran anggota Kelompok Pengertian peran dalam kelompok ialah rangkaian perilaku yang mengkarakteristikkan individu dalam suatu konteks sosial tertentu. Struktur formal yang ada dalam suatu kelompok yang membedakan antara satu posisi dengan posisi lain. Harapan-harapan yang mendfinisikan perilaku-perilaku yang harus dilakukan oleh suatu jabatan atau posisi dalam hubungannya dengan posisi lain yang berhubungan. Peran di dalam sebuah kelompok akan membentuk struktur perilaku seseorang dengan cara mendektekan ―bagian‖ dari perilaku tersebut yang kemudian mereka gunakan dalam berinteraksi. Penggunaan suatu peran dalam anggota kelompok membuat mereka cenderung untuk berperilaku dan berinteraksi dengan anggota kelompok yang lainnya. Anggota kelompok mempunyai banyak kesempatan untuk berunding ketika mereka menggunakan peran yang berbeda. Anggota kelompok yang ingin memberikan pengaruhnya terhadap anggota kelompok yang lain, mungkin akan mencari peran sebagai pimpinan dalam kelompok, sedangkan anggota yang lebih ‖low profile‖ biasanya akan mencari peran sebagai ‖pengikut‖(Callero,1994). Di dalam kelompok sosial, peran tidak sepenuhnya dapat membentuk perilaku anggota kelompok. Seseorang dapat melakukan peran dengan cara yang dia miliki sendiri, selama hal itu tidak menyimpang dari persyaratan dasar peran, maka kelompok itu masih memberikan toleransi. Ketika seseorang secara berulang kali menjalankan perannya dalam kelompok maka kelompok akan menggantikannya. Dan ketika pemegang peran itu pergi, peran itu akan tetap ada dan akan diisi oleh anggota baru (Hare, 1994; Stryker & Statham, 1985). Suatu kelompok akan meningkatkan peran baru untuk meningkatkan efisiensi kelompoknya. Saat sebuah kelompok tidak dapat menciptakan struktur kelompok yang formal, mungkin
19 | P a g e
kelompok
tersebut
akan
menciptakan
struktur
kelompok
informal
dalam
meningkatkanefisiensi kelompoknya. Proses diferensiasi seringkali muncul pada kelompokkelompok yang sedang menghadapi masalah-masalah sulit daripada kelompok-kelompok yang jarang menghadapi situasi yang sulit seperti itu. Diferensiasi peran merupakan suatu perkembangan dari peran-peran yang berbeda dari setiap anggota kelompok tertentu. Kecenderungan untuk menggolongkan dan mengembangkan peran-peran kelompok dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, selain itu juga harus memastikan apakah kebutuhan sosialemosional dan kebutuhan interpersonal anggota kelompoknya telah terpenuhi. Hal ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Kenneth D. Benne dan Paul Sheats (1948) di National Training Laboratories (NTL). Benne dan Sheats menyimpulkan bahwa sebuah kelompok untuk dapat bertahan harus memenuhi 2 permintaan dasar diantaranya : 1) Setiap kelompok harus memenuhi tugas-tugasnya. 2) Harus menjaga hubungan antar anggota Hasil studi Benne dan Sheats menyimpulakan ada tiga tipe peran, yaitu: 1) Task Suatu posisi dalam kelompok, dimana individu yang memiliki peran ini akan menampilkan performan yang berorientasi pada tujuan, fokus kepada tugas (misal : coordinator, initiator, contributor, information and opinion giver, evaluator). 2) Socioemotioanal Suatu posisi dalam kelompok, dimana individu menampilkan performan yang supportif dan membangun (misal : conflict mediator, compromizer, encourager).
20 | P a g e
3) Individualistic Posisi dimana individu memberikan kontribusi yang sedikit dan bergantung pada individu lain dalam kelompok (misal : aggressor, blocker, dominator,helpseeker). Setiap anggota kelompok memliki peran dan fungsi masing-masing sesai dengan tipenya. Misalnya: 1) Task Role a. Inisiator / Kontributor Menawarkan ide-ide baru dalam penyelesaian masalah, pendekatan baru untuk masalah atau solusi-solusi yang belum dipertimbangkan b. Pencari Informasi Mendapatkan fakta-fakta dengan mencari informasi mengenai latar belakang orang lain c. Pencari Opini Mencari lebih banyak data tipe kualitatif, seperti sikap, nilai dan perasaan d. Pemberi Informasi Membentuk keputusan untuk menghasilkan sebuah data, termasuk fakta-fakta yang datang dari para ahli e. Pemberi Opini Menghasilkan opini-opini, nilai-nilai, perasaan f. Elaborator Memberikan informasi tambahan, contoh : pernyataan, implikasi tentang inti yang dibuat oleh orang lain g. Koordinator Menunjukkan relevansi tiap-tiap ide dan hubungannya dengan keseluruhan masalah h. Orienter Memfokuskan kembali diskusi pada topik yang dibutuhkan i. Evaluator / Kritik Menilai kualitas dari metode-metode, logika dan hasil dari kelompok
21 | P a g e
j. Energizer Menstimulasi kelompok untuk melanjutkan pekerjaan saat diskusi terhenti k. Teknisi Prosedural Mempertahankan detil-detil operasional, seperti materialmaterial dan permesinan l. Perekam Mencatat dan merekam 2)
Socioemotional Rolesi a. Encourager Memberi penghargaan pada orang lain melalui persetujuan, keramahan dan pujian b. Harmonizer Sebagai penengah konflik antar anggota kelompok c. Compromiser Mengubah posisi isu mengurangi koflik dalam kelompok d. Gatekeeper & Expediter Komunikasi yang halus dengan cara mengatur proesedur dan memastikan adanya partisipasi dari para anggota e. Standart Setter Menyatakan standar untuk evaluasi kualitas dalam kelompok f. Pengamat Kelompok/Komentator Menunjukkan aspek-aspek negatif dan positif dari dinamika kelompok dan diminta untuk mengubahnya jika perlu g. Pengikut, menerima ide-ide yang ditawarkan oleh orang lain dan menjadi pendengar untuk kelompoknya
3) Individualistic Roles Aggresor Menyatakan penolakan atas tindakan, ide-ide, perasaan-perasaan orang lain; menyerang kelompok. a. Block Negativistik, menahan diri dari pengaruh kelompok; menentang kelompok b. Dominator , mempertahankan otoritas/superioritas; manipulative
22 | P a g e
c. Evader & Self-Confessor, menunjukkan ketertarikan personal, perasaanperasaan, opini-opini yang berhubungan dengan tujuan kelompok. d. Help Seeker menunjukkan rasa tidak aman, kebingungan dan self-deprecation e. Recognition Seeker Meminta perhatian untuk dirinya sendiri; self-aggrandizing f. Playboy/Girl Tidak terlibat dalam kelompok; sinis, bersikap masa bodoh g. Special Interest Pleader Menjauhkan diri dari kelompok dengan bertindak sebagai perwakilan dari kelompok atau kategori sosial h. lainnya.
23 | P a g e
6. Status Kelompok Status adalah posisi yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota oleh orang lain. Status ada yang formal dan informal. Status mempengaruhi kekuatan norma dan tekanan di dalam kelompok. 1) Status dan norma Status mempunyai beberapa pengaruh yang menarik terhadap kekuatan norma dan tekanan untuk penyesuaian. Misalnya anggota berstatus tinggi pada kelompok sering diberi lebih banyak kebebasan untuk menyimpang dari norma dibandingkan anggota kelompok yang lain. 2) Kesetaraan Status Penting bagi anggota kelompok untuk menyakini bahwa hierarki status itu setara. Jika dipersepsikan adanya kesetaraan terciptalah ketidakseimbangan yang terjadi dalam berbagai jenis perilaku korektif. 3) Status dan Budaya Perbedaan budaya akan mempengaruhi status, oleh sebab itu penting adanya status yang bervariasi di antara berbagai budaya. 4) Ukuran Ukuran kelompok dapat mempengaruhi perilaku keseluruhan kelompok tetapi efeknya tergantung pada variable yang diperhatikan.
24 | P a g e
Manusia menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan posisi dalam kelompoknya. Secara manusiawi manusia lebih cenderung untuk mendapatkan status yang tinggi di dalam kelompoknya. Cara-cara tersebut diantaranya : a. Status Hierarchies (Hirarki Status) Dalam hubungan antar anggota terdapat hirarki status. Terdapat didalam hirarki status, hubungan antar status (hubungan kewibawaan/kekuasaan) yaitu pembagian kekuasaan yang stabil dalam kelompok. b. Claiming Manusia jarang secara terang-terangan satu sama lain dalam mengisyaratkan status mereka, tetapi mereka menggunakan semacam isyarat nonverbal seperti berjabat tangan, menatap mata tanpa ragu, bersikap rileks namun tenang, atau memasang muka tanpa senyum untuk membuat orang lain tahu bahwa mereka harus respek / menghormati (Leffler, Gillespie, & Conaty, 1982). Dalam instansi, orang bersaing satu sama lain untuk mendapatkan status dalam kelompok. Individu yang berbicara lancar tanpa ragu-ragu, memberi saran pada orang,dan mengkonfirmasikan pernyataan orang seringkali lebih berpengaruh daripada individu yang menampakkan tanda-tanda submisif. Orang-orang juga menggunakan bahasa verbal untuk menunjukkan status dan otoritas mereka. Orang yang menginginkan orang lain respek terhadapnya tidak jarang berinisiatif untuk membuka perbincangan dan mengarahkan topik diskusi menuju area dari kompetensi mereka. Dalam suatu kelompok belajar, sebagai contoh; anggota kelompok yang memiliki status tinggi dalam berpendapat mugkin akan berkata ‖aku sudah belajar teori ini
25 | P a g e
sebelumnya,‖. ‖ aku bisa memperlihatkan keahlian itu secara keseluruhan‖ , atau ‖ aku berpikir lebih penting kita belajar melalui catatan saat ceramah kuliah daripada belajar dari buku bacaan‖. Anggota yang berstatus rendah, mereka cenderung meratap/merendah misalnya berkata ‖ aku selalu kesulitan dalam mengerti materi ini‖ atau ‖ aku tidak yakin aku sudah memahami materi itu‖. c. Perceiving Status Individu mencoba berusaha akan menjadi nihil jika kelompoknya menolak klaimnya. Expectation-states theory, dikembangkan oleh Joseph Berger dan koleganya, memberi suatu detil analisis dari benturan dari pengharapan anggota kelompok dalam proses mengorganisir status. Teori ini berasumsi bahwa perbedaan status adalah lebih seperti untuk dikembangkan ketika anggota bekerja secara kolektif dalam suatu hal dimana mereka merasa sangat penting karena kelompok berharap hal tersebut dapat berhasil menyelesaikan proyek, anggota kelompok secara intuitif membuat catatan karakteristik status antara satu dengan yang lainnya (kualitas personal yang mereka pikirkan adalah indikasi dari kecakapan / kepandaian dan pengaruh seseorang). Hal tersebut memiliki urutan karakteristik status yang identifikasinya implisit dan kemudian diizinkan untuk menunjukkan urutan yang lebih dan aksi kelompok yang berganti-ganti untuk memperoleh hasil terbaik dan panduan bagi kelompok untuk mempengaruhi anggotanya dengan mengevaluasi ide mereka, dan sebagai usaha untuk menolak pengaruh dari anggota lainnya. Peneliti memiliki banyak penjelasan atas prediktor individual dari expectations-states theory dengan evaluasi yang positif mengenai karakteristik status yang spesifik dan
26 | P a g e
status yang tidak jelas biasanya memberikan memberikan otoritas lebih daripada mereka yang tidak mempunyai status kualifikasi jaringan (Berger & Zelditch, 1985; Ridgeway & Walker, 1995; Wagner & Berger, 1993; Wilke, 1996). Orang yang membayar lebih diizinkan untuk memakai lebih banyak pengaruhnya daripada orang yang hanya dapat membayar sedikit (Harrod, 1980; Steward & Moore, 1992). d. Ketidaksetaraan Alokasi Status Individu yang patut mendapatkan status tidak selalu memperoleh status dari kelompoknya sendiri (Schneider & Cook, 1995). Ketika generalisasi status muncul, anggota kelompok membiarkan karakteristik yang tidak relevan seperti ras, usia, atau latar belakang etnik mempengaruhi alokasi prestice (nilai sseorang/kebanggaan). Generalisasi status menjelaskan kenapa wanita dan orang Afrika-Amerika memperoleh status dan otoritas yang minim, dalam kelompok daripada kelompok Anglo-Amerika dan laki-laki. Walaupun perubahan berkembang pada jenis kelamin dan tingkah laku rasis dalam pergaulan masyarakat, stereotipikal bias tetap ada dalam masyarakat (Nielsen, 1990).
27 | P a g e
7. Norma Kelompok Kata bahasa Indonesia ‖norma‖ secara kebetulan persis sama bentuknya seperti bahasa Latin. Konon, dalam bahasa Latin arti yang pertama adalah : siku-siku yang dipakai oleh tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakannya sungguh-sungguh lurus. Dengan demikian norma dapat kita artikan sebagai kaidah atau tolok ukur yang kita gunakan dalam menilai sesuatu (Bertens, 2002). Norma juga diartikan sebagai sebuah elemen fundamental dari sebuah struktur grup, untuk mereka memberikan petunjuk dan motivasi, mengorganisir interaksi sosial, dan membuat respon orang lain bisa diprediksi dan berharga. Selain itu norma dapat pula diartikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur perilaku manusia supaya tertib. Norma kelompok merupakan salah satu bentuk norma sosial. Dimana norma merupakan peraturan, baik implisit maupun eksplisit, yang disusun atau dibentuk kelompok untuk mengatur perilaku anggotanya. Norma mengatur bagaimana anggota kelompok harus berperilaku dan apa yang tidak boleh dilakukan pada situasi tertentu. Norma suatu kelompok adalah kepercayaan kelompok mengenai perilaku yang baik, persepsi dan perilaku anggotanya. Norma memiliki beragam bentuk atau jenis, misalnya norma yang digunakan untuk menilai benda dan norma sosial atau norma yang menyangkut tingkah laku manusia. Norma yang digunakan untuk menilai benda misalnya adalah kaidah-kaidah yang dipakai oleh seorang teknisi untuk mengukur kelayakan suatu alat. Sedangkan norma mengenai tingkah laku manusia, dibagi menjadi dua macam, yaitu : norma khusus dan norma umum (Bertens, 2002).
28 | P a g e
Beberapa norma dideskripsikan sebagai perilaku yang biasa ditampilkan atau adat kebiasaan. Norma dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Norma Deskriptif Norma Deskriptif diartikan sebagai hal-hal yang dilakukan, dirasakan atau dipikirkan sebagian besar orang dalam situasi tertentu. 2. Norma Injungtif atau Norma Preskriptif Norma preskriptif menjelaskan tentang serangkaian perilaku yang harus dilakukan seseorang. Orang yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma ini bisa dianggap tidak normal, dan bagi mereka yang melanggar akan dicap ‖bersalah‖ dan akan mendapatkan hukuman dari anggota yang lain. Norma ini bersifat lebih evaluatif. Dalam struktur kelompok norma merupakan elemen yang fundamental. Norma digunakan untuk memberi tujuan dan motivasi, mengatur interaksi sosial, dam membuat respon orang lain lebih mudah diperkirakan dan lebih memiliki arti. Norma juga menentukan respon sosial yang tepat dalam suatu kelompok, dan sekali lagi, menentukan macam-macam tindakan yang sebisa mungkin harus dihindari. Pada norma kelompok, untuk mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang harus menyadari bahwa mereka ada, bahwa anggota kelompok dapat mengikuti norma kelompok ataupun mengikuti normanya sendiri. Pada awalnya anggota kelompok cenderung mengikuti norma yang ada karena ada sugesti bahwa anggota yang tidak mengikuti norma akan mendapatkan hukuman. Biasanya sebuah kelompok membuat sendiri atau mengadopsi norma untuk kemudian dijadikan aturan dalam kelompok tersebut, tetapi kebanyakan norma-norma tersebut
29 | P a g e
cenderung berubah-ubah dikemudian hari, sejalan dengan penyesuaian perilaku dalam kelompok, dan akan terus berubah sampai mereka atau kelompok tersebut menemukan standar yang tepat bagi kelompok tersebut. Walaupun kelompok menghadapi permasalahan yang membingungkan atau menghadapi situasi yang dengan variabilitas perilaku yang besar, segera setelah itu anggota kelompok akan
menyesuaikan
diri
dengan
standar
yang
dibangun
dalam
kelompok.
Kelompok dapat mengambil otoritas dari luar atau tradisi dari masyarakat luas sebagai norma mereka, tapi norma kelompok seringkali berkembang karena adanya proses saling mempengaruhi sesama anggota. Di dalam kelompok dapat dibentuk norma baru, walaupun sifatnya hanya memberikan tambahan informasi untuk memandu perilaku atau untuk memungkinkan anggota kelompok untuk memformulasikan kepercayaan mereka kepada norma kelompoknya. Orang dalam situasi autokinetik tidak mudah merubah batasan umum jarak mereka, tapi mereka lebih menginternalisasi konsensus kelompok. Setelah itu, meletakkan batasan mereka sebagai dasar pada norma yang ada dalam kelompok dimana mereka menjadi anggota. Selain itu, mereka mematuhi norma kelompok mereka tanpa ada paksaan, hal ini menunjukkan bahwa anggota kelompok menerima standar norma kelompok mereka sebagai standar norma mereka (Kelman, 1961). Kelompok juga menginternalisasi norma dengan menerima sebuah norma sebagai standar resmi perilaku mereka. Sebuah norma, sekali dibuat kemudian menjadi bagian dari struktur kelompok yang stabil. Walaupun individu yang membuat norma tersebut sudah tidak ada lagi, norma hasil inovasi tersebut tetap dilihat sebagai bagian dari tradisi organisasi, dan para pendatang baru harus
30 | P a g e
berusaha untuk beradaptasi dengan tradisi tersebut. Perilaku para pendatang baru juga terkadang memberikan pengaruh terhadap norma kelompok mereka, tapi yang biasa terjadi adalah individu yang mengasimilasi norma, nilai dan perspektif kelompok mereka bukan sebaliknya, walaupun tidak menutup kemungkinan individu memberi pengaruh terhadap kelompoknya.
31 | P a g e
8. Jaringan Komunikasi Keefektifan sebuah kelompok dapat dianalisis melalui faktor situasionalnya. Salah satu faktor situasional yang memengaruhi adalah karakteristik kelompok yang salah satunya adalah jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi dibagi menjadi lima yaitu bentuk roda, rantai, Y, lingkaran dan bintang seperti pada gambar diatas. 1) Jaringan komunikasi roda
Seorang pemimpin menjadi fokus perhatian dalam jaringan komunikasi ini. Ia dapat berhubungan dengan seluruh anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya dapat berhubungan dengan pemimpinnya. Jadi, pemimpin sebagai komunikator dan anggota kelompok sebagai komunikan yang dapat melakukan feedback pada pemimpinnya namun tidak dapat berinteraksi dengan sesama anggota kelompoknya karena yang menjadi fokus hanya pemimpin tersebut. 2) Jaringan komunikasi rantai
Satu anggota hanya dapat berkomunikasi dengan satu anggota lain, lalu anggota lain tersebut dapat menyampaikan pesan tersebut pada anggota lainnya, lagi begitu seterusnya. Sebagai contoh, si A dapat berkomunikasi dengan B, B dengan C, C dengan D, dan begitu seterusnya.
32 | P a g e
3) Jaringan komunikasi Y
Tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orang-orang disampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan seseorang disampingnya. 4) Jaringan komunikasi lingkaran
Setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang disamping kiri dan kanannya. Dengan perkataan lain, disini tidak ada pemimpin. 5) Jaringan komunikasi bintang
Jaringan ini disebut juga jaringan komunikasi semua saluran(all channel) sehingga setiap anggota dapat berkomunikasi dan melakukan timbal balik dengan semua anggota kelompok yang lain. Leavitt (1951: 46) menemukan bahwa dalam hubungannya dengan prestasi kelompok, roda—yang paling memusat dari seluruh jaringan komunikasi—menghasilkan produk
33 | P a g e
kelompok yang tercepat dan terorganisasi. Kelompok lingkaran—yang paling tidak memusat—adalah yang paling lambat dalam memecahkan soal. Lingkaran cenderung melahirkan sejumlah besar kesalahan. Shaw (1954) memperkuat kesimpulan Leavitt, tetapi dengan catatan: Kelompok roda hanya efektif bila mereka memecahkan persoalan yang mudah. Bila masalahnya kompleks, kelompok lingkaran yang lebih cepat. Penelitian-penelitian berikutnya menemukan bahwa pola komunikasi yang paling efektif: yaitu, pola semua saluran. Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu orang pemimpin, pola ini juga paling memberikan kepuasa kepada anggota-anggotana, dan yang paling cepat meyelesaikan tugas bila tugas itu berkenaan dengan masalah yang sukar. Pola roda adalah pola komunikasi yang memberikan kepuasan paling rendah.
34 | P a g e
B. Pesan-pesan Verbal dalam Komunikasi Kelompok 1. Hakikat Bahasa Verbal Bahasa Verbal adalah bahasa yang terdiri dari kata-kata dan dapat disampaikan baik melalui lisan ataupun tulisan. Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi ―nasi‖ melambangkan konsep atau makna ‗sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok‘. 1) Bahasa Bersifat Abritrer Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan ―kuda‖ melambangkan ‗sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai‘ adalah tidak bisa dijelaskan.
35 | P a g e
Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‗buku‘ hanya digunakan untuk menyatakan ‗tumpukan kertas bercetak yang dijilid‘, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
2) Bahasa Bersifat Produktif Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
3) Bahasa Bersifat Dinamis Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
4) Bahasa Bersifat Beragam Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan
36 | P a g e
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
5) Bahasa Bersifat Manusiawi Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi. Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah ―who speak what language to whom, when and to what end‖. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan.
37 | P a g e
1) Fungsi Personal atau Pribadi Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira. 2) Fungsi Direktif Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara. 3) Fungsi Fatik Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapanungkapan tersebut jika tidak disertai unsure paralinguistik tidak mempunyai makna. 4) Fungsi Referensial Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa
38 | P a g e
bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya. 5) Fungsi Metalingual atau Metalinguistik Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lainlain. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa. 6) Fungsi Imajinatif Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.
39 | P a g e
2. Memahami Pesan Verbal dalam Komunikasi Kelompok Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang ada dalam kehidupan manusia dalam hubungan atau interaksi sosialnya pengertian komunikasi verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan (oral) atau tulisan (written). Komunikasi kelompok lebih banyak mengandalkan pesan verbal, karena dengan bahasa verbal, pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan menjadi lebih jelas dibandingkan jika hanya disampaikan dengan bahasa nonverbal. Komunikasi kelompok juga melibatkan lebih dari dua orang, karena itu bahasa verbal lebih efektif untuk disampaikan dalam kelompok. Penggunaan verbal lebih banyak menggunakan kata-kata opini atau lisan dan juga menggunkan simbol-simbol, atau kode yang berupa tulisan. 1) Komunikasi lisan (oral communication) menjadikan bahasa sebagai penyampai pesan. Pikiran dan perasaan seseorang disampaikan melaui kata-kata yang dianggapnya tepat dan mewakili apa yan ada dalam dirinya 2) Komunikasi tulisan (written communication) menjadikan simbol yang dituliskan pada kertas atau tempat lain sebagi alat penyampai ide atau perasaan. Komunikasi tulisan akan sangat penting jika kita ingin mengetahui secara keseluruhan gagasan pernyataan atan perasaan seseorang. Pesan tulisan memiliki sistematis yang jelas. Pilihan kata dan 40 | P a g e
tanda baca yang dapat membantu pihak lain untuk dapat memahami apa yang ingin kita sampaikan. Komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan secara langsung bertatap muka antara komunikator dengan komunikan, seperti berpidato atau ceramah. Selain itu juga, komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui telepon. Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian informasi dilakukan dengan menggunakan berupa media surat, lukisan, gambar, grafik dan lain-lain.
41 | P a g e
3. Fungsi Komunikasi Verbal dalam Kelompok Komunikasi verbal memiliki fungsi yang sangat penting dalam komunikasi kelompok. Suatu pesan akan lebih jelas tersampaikan melalui bahasa verbal. Dengan bahasa verbal pesan lebih terstruktur dan jelas maksudnya, sehingga dalam kelompok yang melibatkan banyak orang, hal ini jauh lebih efektif dibandingkan komunikasi nonverbal. Dalam kelompok sendiri, komunikasi verbal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) Pengawasan lingkungan 2) Korelasi antarbagian kelompok terhadap lingkungannya. 3) Sosialisasi. 4) Memperkokoh norma-norma kelompok 5) Pengawasan atas pencarian informasi. 6) Mengembangkan konsep diri. 7) Fasilitas dalam hubungan kelompok. 8) Substitusi dalam hubungan kelompok. 9) Pelarian dari ketegangan dan keterasingan. 10) Sebagai bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi.
42 | P a g e
4. Hambatan terhadap Keefektifan Komunikasi Verbal Kebanyakan hambatan terhadap komunikasi verbal berkaitan dengan keterbatasan bahasa verbal. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain: Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek. Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak. Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual. Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata-kata mengandung bias budaya. Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Percampuradukkan fakta, penafsiran, dan penilaian. Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi.
43 | P a g e
Selain itu, komunikasi verbal juga memiliki hambatan-hambatan sebagai berikut:
Pesan yang disampaikan bersifat buruk
Pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan level
Pengetahuan yang tidak memadai
Pendengar tidak mendengarkan dengan baik
Perbedaan umur, bahasa, budaya, status dan persepsi
Adanya gangguan saat berkomunikasi
Adapun cara mengatasi hambatan komunikasi tersebut, antara lain :
Gunakan feedback
Konsentrasi dengan penuh
Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
Pilih waktu yang tepat untuk menyampaikan pesan.
Jadi pendengar yang baik.
Hambatan yang terjadi dalam komunikasi verbal, selain karena keterbatasan bahasa, juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
Hambatan Psikologis Hambatan psikologis yakni hambatan-hambatan yang merupakan unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.sedangkan yang termasuk dalam hambatan komunikasi psikologis yakni: (1) Hambatan Psikologis Kepentingan (Interest)
44 | P a g e
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati pesan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa komunikan dalam komunikasi massa sangat heterogen (usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dll). Hal ini memungkinkan setiap individu komunikan memiliki kepentingan yang berbeda
Atas dasar kepentingan yang berbeda, maka setiap individu komunikan akan melakukan seleksi terhadap pesan yang diinginkannya (manfaat/kegunaan).
(2) Hambatan Psikologis Prasangka (Prejudice)
Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau sekelompok orang lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
Persepsi ditentukan oleh faktor personal (fungsional): kebutuhan, pengalaman masa lalu, peran dan status.
Persepsi ditentukan oleh faktor situasional (struktural): Jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat menilai fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan
Apabila suatu proses komunikasi sudah diawali oleh kecurigaan (prasangka) maka tidak akan efektif.
(3) Hambatan Psikologis StereotifÓ (Stereotype)
45 | P a g e
Prasangka sosial bergandengan dengan stereotif yang merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif.
Stereotif misalnya tercermiun pada: orang Batak itu berwatak keras, orang Sunda manja, dll.
Apabila dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotif tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apapun tidak akan bisa diterima oleh komunikan.
Hambatan Sosiokultural (1) Hambatan Sosiokultural Aneka Etnik
Untuk kasus Indonesia, terdapat ribuan pula dari Sabang sampai Merauke.
Satu sisi kenyataan tersebut menjadi kekayaan yang tak terhingga nilainya. Namun di sisi lain realitas tersebut menjadi salah satu faktor penghambat dalam kegiatan komunikasi massa.
(2) Hambatan Sosiokultural PerbedaanÓ Norma Sosial
Perbedaan budaya sekaligus juga menimbulkan perbedaan norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Pada konteks seperti itu, komunikator komunikasi massa harus bersikap hati-hati, terutama dalam menyusun pesan. Dalam arti apakah pesan yang akan disampaikan tidak akan melanggar norma sosial tertentu. 46 | P a g e
Komunikator perlu membekali dirinya dengan beragam pengetahuan mengenai norma sosial yang berlaku di masyarakat luas.
(3) Hambatan Sosiokultural Kurang MampuÓ Berbahasa Indonesia
Keragaman etnik menyebabkan keragaman bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
Pada gilirannya dapat menyulitkan penyebarluasan kebijakan program-program pemerintah yang dikomunikasikan melalui media massa.
(4) Hambatan Sosiokultural Faktor Semantik
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata yang sebenarnya. Hambatan semantik adalah hambatan mengani bahasa.
Hambatan semantik dapat diakibatkan oleh tiga hal: komunikator terlalu cepat dalam berbicara, adanya perbedaan makna kata, dan adanya pengertian yang konotatif.
(5) Hambatan Sosiokultural Faktor Pendidikan
Khalayak dalam komunikasi massa bersifat heterogen, salah satunya pada aspek pendidikan.
Masalah akan timbul manakala komuniian yang berpendidikan rendah tidak dapat mencerna pesan komunikasi massa secara benar karena keterbatasan daya nalar dan daya tangkapnya.
(6) Hambatan Sosiokultural Faktor Mekanis
Faktor mekanis merujuk kepada berbagai hambatan pada komunikasi massa yang disebabkan oleh terganggunya peralatan.
47 | P a g e
Pada TV misalnya, antena kurang dapat menangkap sinyal gelombang elektromagnetik, warna tidak jelas, layar banyak “semutnya―, dll.
Pada radio, misalnya suara yangtidak jelas (putus-putus, dll).
Pada surat kabar dan majalah, misalnya huruf tidak jelas, salah pemotongan kata, sambungan berita yang tidak akurat, dll.
Hambatan Interaksi Verbal (1) Hambatan Interaksi Verbal Polarisasi
Polarization adalah kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam bentuk ekstrem, seperti baik atau buruk, positif atau negatif, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dll.
Kita mempunyai kecendeungan kuat untuk melihat titik-tritik ekstrem dan mengelompokkan manusia, objek, dan kejadian dalam bentuk lawan kata yang ekstrem. Sementara banyak juga orang-orang berada pada titik tengah-tengah dari keekstriman tersebut.
Seandainya komunikator maupun komunikan melihat seperti itu maka sudah dapat dipastikan di antara keduanya selalu akan terjadi sikap apriori. Padahal pada konteks tersebut dibutuhkan komunikator dan komunikan harus bersikap netral.
(2) Hambatan Interaksi Verbal Orientasi Intensional
Intensional orientation mengacu kepada kecenderungan kita untuk melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri yang melekat pada mereka.
48 | P a g e
Intensional orientation terjadi bila kita bertindak seakan-akan label adalah lebih penting daripada orangnya sendiri.
Dalam proses komunikasi massa, orientasi intensional biasanya dilakukan oleh komunikan terhadap komunikator, bukan sebaliknya.
Misalnya, seorang presenter yang berbicara di layar tv, dan kebetulan wajah presenter tersebut kurang menarik, maka biasanya komunikan akan intensional menilainya sebagai tidak menarik sebelum mendengar apa yang dikatakannya.
Cara mengatasinya yaitu dengan cara ekstensionalisasi, yaitu dengan memberikan perhatian utama kita pada manusia, benda atau kejadian-kejadian di dunia ini sesuai dengan apa yang kita lihat.
(3) Hambatan Interaksi Verbal Evaluasi Statis
Pada suatu ketika kita melihat seorang komunikator X berbicara melalui pesawat tv. Menurut persepsi kita, cara berkomunikasi dan materinya tidak baik, sehingga kita membat abstraksi tentang komunikator tersebut tidak baik.
Evaluasi kita tentang komunikator tersebut bersifat statis (tidak berubah). Akibatnya, mungkin selamanya kita tidak akan mau menonton atau mendengar komunikator tersebut. Padahal sangat mungkin gaya komunikator tersebut berubah menjadi lebih baik dan menarik.
(4) Hambatan Interaksi Verbal Indiskriminasi
Indiscrimination terjadi bila komunikan memusatkan perhatian kepada kelompok orang, benda atau kejadian dan tidak mampu melihat bahwa masingmasing bersifat unik atau khas dan perlu diamati secara individual.
Indiscrimination merupakan bagian dari stereotif (sikap generalisasi).
49 | P a g e
Dalam indiskriminasi, jika komunikan dihadapkan dengan seorang komunikator, reaksi pertama komunikan itu adalah memasukan komunikator ke dalam kategori tertentu, mungkin menurut suku, agama, dll. Misalnya orang Batak cenderung berwatak keras.
Cara untuk menghilangkan indiskriminasi yaitu dengan cara memandang seseorang secara individual.
Komunikasi verbal paling sering dilakukan masyarakat ketika menyapa, bertemu dan mengobrol. Bisa dibilang pergaulan masyarakat hampir seluruhnya melalui bicara. Berkomunikasi melalui simbol-simbol verbal atau bahasa melalui tulisan atau lisan dikenal dengan komunikasi verbal. Komunikasi ini erat kaitannya dengan bahasa yaitu kata-kata yang digunakan untuk bergaul dengan orang lain yang berfungsi untuk: -
Memberi nama. Ini adalah fungsi bahasa pada dasarnya untuk mengenal orang, perilaku, objek, dengan menyebut namanya maka terjadilah komunikasi.
-
Bergaul dengan orang lain, berkaitan dengan mengekspresikan preasaan-perasaan manusiawi (emosional) dalam pergaulan dengan kata-kata katika bingung, marah, bahagia, dan perasaan lainnya.
-
Menyampaikan berita/informasi menceritakn semua hal yang terjadi, masa lalu, masa kini, masa yang akan datang sehingga menciptakan kebudayaan.
Ketika banyak terjadi tokoh politik, ekonomi, budayawan, pejabat, yang ketika berbicara di hadapan masyarakat atau pada acara lain kurang komunikatif dalam hal bahasa yang di gunakan sehingga masyarakat menjadi kurang paham dan bertanya-tanya. Ini menunjukan komunikasi verbal sebagai ilmu pengetahuan, ada bukan tanpa manfaat, justru manfaatnya
50 | P a g e
harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari supaya kesalah pahaman bisa diminimalisir. Oleh karena itu baik sekali mengetahui hal-hal yang dapat menghambat komunikasi verbal, supaya dapat menghindarinya, yaitu: -
Intelegensi, tinggi rendahnya intelegensi akan menentukan sedikit banyaknya perbendaharaan penggunaan kata dan bahasa. Artinya, orang yang intelegensinya tinggi tentu lebih lancar berbicara kerena perbendaharaan kata dan bahasanya relatif lebih banyak. Begitu sebaliknya dengan orang yang intelegensinya rendah.
-
Budaya,. Tiap negara memiliki bahasa nasional sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan. Salah satu manfaatnya untuk menjambatani ketika dua orang atau lebih mengobrol. Tapi tiap orang menggunakan bahsa lokalnya, sunda, batak atau jawa. Tentu yang terjadi bukannya mengobrol tetapi tidak menyambung. Lain halnya jika menggunkan bahasa yang bisa di mengerti oleh setiap orang.
-
Pengetahuan. Selain intelegnesi yang dapat membuat seseorang lancar adalah luas pengetahuannya. Disamping lancar, ia dapat memehami berbagai topik lawan pembicaraannya.
-
Kepribadian. Malu berbuat salah itu baik. Tapi malu bergaul justru tidak baik karena akan menghambatnya komunikasi, bertambahnya pengetahuan, dan bisa menjadi benar sendiri sebab jarang mendengarkan pendapat orang lain.
-
Biologis. Kelainan fisik separti bibir sumbing, kelainan pada gigi, bibir, rahang sebagai alat ucap bisa menjadi kendala saat berbicara .
-
Pengalaman. Ini berkaitan dengan pengetahuan dan kepribadia. Sebagai banyak bergaul, mengobrol, semakin mudah pola dalam komunikasi.
51 | P a g e
Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu: • Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini. • Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita. • Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita
52 | P a g e
5. Meningkatkan keefektian komunikasi verbal
Komunikasi efektif seperti dinyatakan Ashley Montagu, kita belajar menjadi manusia melalui komunikasi. Anak kecil hanyalah seonggok daging sampai ia belajar mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya melalui tangisan, tendangan, atau senuman. Segera setelah ia berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, terbentuklah perlahan0lahan apa yang kita sebut kepribadian. Bagaimana ia menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia menyampaikan perasaannya kepada orang lain, menentukan kepribadiannya. Manusia bukan dibentuk oleh lingkungan, tetapi
oleh caranya
menerjemahkan pesan-pesan lingkungan yang diterimanya. Wajah ramah seorang ibu akan menimbulkan kehangatan bila diartikan si anak sebagai ungkapan kasih sayang. Wajah yang sama akan melahirkan kebencian bila anak memahaminya sebagai usaha ibu tiri untuk menarik simpati anak yang ayahnya telah ia rebut.
Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan kita dengan dunia di sekita kita. Hubngan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita.
Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974:9-13) paling tidak menimbulkan lima hal berikut:
(4) Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimulus seperti yang dimaksud oleh komunikator. Menurut cerita, seorang pimpinan pasukan VOC bermaksud menghormati seorang pangeran Madura. Untuk itu, dipegangnya tangan sang permaisuri dan diciumnya. Sang pangeran marah. Ia mencabut
53 | P a g e
kerisnya, menusuk Belanda itu dan terjadilah bertahun-tahun perang VOC dengan penduduk Madura, sehingga ribuan korban jatuh. Kita tidak tahu apakah cerita itu benar atau tidak, tetapi betapa sering kita bertengkar hanya karena pesan kita diartikan lain oleh orag yang kita ajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer. Untuk menghindari hal ini kita perlu memahami paling tidak psikologi pesan dan psikologi komunikator. (5) Kesenangan. Tidak semua komunikasi diajukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika kita menyapa seseorang, kita tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut Analisis Transaksional sebagai ―Saya okekamu Oke‖. Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis, dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan. Ini memerlukan psikologi tentang sistem komunikasi interpersonal. (6) Memengaruhi
sikap.
Paling
sering
kita
melakukan
komunikasi
untuk
memengaruhi orang lain. Khatib ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong Jemaah beribadah lebih baik. Politisi ingin menciptakan citra yang baik pada pemilihnya, bukan untuk masuk surge, tetapi untuk masuk DPR dan menghindari masuk kotak. Guru ingin mengajak muridnya lebih mencintai ilm pengetahuan. Semua ini adalah komunikasi persuasive. Komunikasi persuasive memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikastor, dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikan. Persuasi didefinisikan sebagai proses memengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan
54 | P a g e
manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. (7) Hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memusatkan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian, dan kekuasaan, dan cinta, serta kasih sayang. (8) Tindakan. Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yan gdilakukan komunikan. Menimbulkan tindakan nyata memang indicator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentu, dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah asil kumulati fseluruh proses komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi juga faktorfaktor yang memengaruhi perilaku manusia.
Kita dapat mengetahui cara-cara meningkatkan keefektifan komunikasi verbal dengan mengetahui syarat-syarat
komunikasi
yang efektif. Dengan mengerti
bagaimana
berkomunikasi secara verbal yang efektif, kita dapat pula meningkatkan kepercayaan diri kita dalam berkomunikasi di kelompok.
Belajar untuk berbicara dengan otoritas dan kepercayaan diri bisa membuat kita lebih sukses dalam kehidupan. Berkomunikasi dengan suara gemetar dan monoton dapat mengirim pesan bahwa kita kurang percaya diri dan kurang keterampilan sosial yang memadai. Meskipun
55 | P a g e
mungkin sulit untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang kuat, melakukan hal itu dapat memiliki dampak positif pada interaksi bisnis dan interaksi pribadi.
(9) Berpikirlah sebelum berbicara. Mengorganisir pikiran sebelum berbicara dapat mengurangi jumlah jeda yang canggung dan ―cegukan‖ verbal. Juga dapat menghilangkan kebutuhan untuk membuat jumlah pernyataan klarifikasi yang berlebihan . Meskipun tidak mungkin untuk membuat garis besar untuk dialog dadakan, tuliskan pikiran-pikiran Anda sebelum diskusi dapat meningkatkan kecakapan berbicara Anda. (10)
Gunakan bahasa langsung dan ringkas. Tidak perlu menggunakan terminologi
yang kompleks untuk mendorong poin penting. Kadang-kadang menggunakan katakata dan struktur kalimat yang rumit dapat menyebabkan kebingungan daripada kejelasan. Hindari menggunakan ―kata-kata besar‖ agar terdengar lebih berpendidikan, karena ini dapat dengan cepat menjadi bumerang, kecuali kita yakin penggunaan dan pengucapannya. (11)
Variasikan nada suara. Ekspresikan ketertarikan dalam apa yang Anda katakan
sehingga orang lain akan memperhatikan Anda. Gunakan pembelokan untuk menambahkan penekanan pada frase kunci. Menaikkan dan menurunkan nada suara Anda untuk mengekspresikan emosi aktif. Hindari tatapan kosong yang berasal dari kebosanan. (12)
Mengucapkan kata-kata dengan lengkap dan benar. Hindari memotong ujung-
ujung kata atau mengucapkan seluruh kata-kata bersama-sama. Melambat ketika mengucapkan kata-kata sulit untuk meminimalkan kesalahan pengucapan. Latihkan artikulasi Anda dengan merekam diri sendiri dan menganalisis hasil. Jangan 56 | P a g e
menggunakan dialek daerah sebagai alasan untuk terus membuat kesalahan pengucapan. Mengambil waktu untuk memperbaiki kekurangan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan komunikasi Anda. (13)
Kuasai keterampilan nonverbal komunikasi Anda. Memahami bahwa bahasa
tubuh Anda juga memiliki efek pada bagaimana komunikasi verbal Anda ditafsirkan. Berbicara dengan isyarat nonverbal yang kurang baik seperti menurunkan bahu atau cemberut dapat mengurangi efektivitas kata-kata Anda. Tetap kontrol bahasa tubuh Anda secara positif untuk memastikan kata-kata Anda tersampaikan dengan benar.
Secara sederhana, kita dapat meningkatkan keefektifan dalam komunikasi verbal juga dengan cara berikut:
1) Pahami sistem di tempat kerja Anda 2) Tahu kapan harus bertahan atau mengalah 3) Yakin akan situasi menang-menang 4) Bermain secara adil 5) Jangan biarkan emosi menentukan tindakan
57 | P a g e
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/struktur/mirip#ixzz3E3i3BSOZ https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=444534428944037&id=44452971894450 8 http://dwimarlianti.blogspot.com/2010/03/komunikasi-verbal.html http://kamusbahasaindonesia.org/struktur/mirip http://handikap60.blogspot.com/2013/10/pengertian-proporsi-komposisi.html http://id.wikipedia.org/wiki/Struktur http://informatikaku-informatika.blogspot.com/p/pengertian-struktur.html http://harismasterpsikology.wordpress.com/2010/10/03/struktur-kelompok-fungsi-tugaskelompok/ http://dinkelpsiunair07.wordpress.com/2007/10/09/kelompok-2-struktur-kelompok/ http://ionetwo.blogspot.com/2012/12/pengertian-kohesi-dan-koherensi.html http://farhandarctic.blogspot.com/2010/11/pengertian-kohesivitas.html http://ochapsikologikelompok.blogspot.com/2010/11/pengertian-kohesivitas-kelompok.html http://dinamikakelompok7.blogspot.com/2012/12/pembentukan-kelompok-peran-normadan.html http://nengnurlailah.blogspot.com/2013/04/jaringan-komunikasi.html http://dibustom.wordpress.com/2011/05/07/pengertian-bahasa-karakteristik-bahasa-dan-fungsibahasa-kajian-sosiolinguistik/ http://adiprakosa.blogspot.com/2008/07/pesan-verbal-nonverbal.html
58 | P a g e