1
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
I.2
Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat pengkompleks. I.2.2 Tujuan Percobaan Menetapkan kelarutan kafein dalam larutan dengan penambahan sulfonamide menggunakan metode spektofotometer. I.3
Prinsip Percobaan Percobaan
Penetapan kelarutan kafein dalam larutan dengan adanya penambahan sulfonamide dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks yang terjadi antara kafein dengan sulfonamide yang diukur dengan menggunakan spektofotometer UV.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kompleksaasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat pengkompleks (Agustin, 2013). Kompleks
atau
senyawa
koordinasi,
menurut
definisi
klasik
diakibatkan oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion logam apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron dapat bertindak sebagai donor. Akseptor atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron , seringkali berupa ion logam walaupun dapat juga berupa atom netral (Martin, 1990) Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion atau molekul kompleks terdiri dari satu ion pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi klasik (Roth, 1994) Metode-metode analisis pembentukan kompleks ada beberapa macam, antara lain (Day, 1995) : 1. Metode variasi berkesinambungan Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa apabila 2 senyawa membentuk kompleks maka terjadi perubahan sifat fisika dan kimia. 2. Metode titrasi Metode ini diterapkan pada pembentukan kompleks glisin dan Cu yang dititrasi dengan NaOH. 3. Metode distribusi
3
Metode ini diterapkan pada pembentukan kompleks iodium dan KI. Iodium dilarutkan dalam CS2 dan KI dilarutkan dalam air. Kelarutan iodium dalam air karena terbentuk kompleks. 4. Metode kelarutan Kelarutan pada amino benzoate akan menambah kelarutan kafein, dimana kadar kafein diukur dengan spektrofotometer. Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah van der waals dari disperse, dipolar dan tipe dipolar induksi. Ikatan hydrogen memberikan gaya yang bermakna dalam beberapak kompleks molekuler dan kovalen koordinat sangat penting dalam kompleks logam. Perpindahan muatan dan interaksi hidrofobis pun terjadi (Martin, 1990). Satu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Atom pusat ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat yang menunjukkan jumlah ligan yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat. Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (Svehla, 1990) G.N Lewis menerangkan bahwa pembentukan komleks terjadi karena pentumbangan atau pasangan elektron seluruhnya oleh satu ligan kepada atom pusat, inilah yang disebut dengan ikatan datif. Teori medan ligan menjelaskan bahwa pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang diciptakan oleh ligan-ligan dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian tingkatan energi orbital-orbital atom pusat yang lalu menghasilkan energy untuk menstabilkan kompleks i tu (Svehla, 1990). Pada pembagian besar logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar dan untuk membuat kation tidak dapat bereaksi. Untuk analisi s kuantitatif yang penting adalah
tetapan
stabilitas
(kestabilan)
dan
tetapan
disosiasi.
Pada
pembentukan dan penguraian senyawa kompleks dibedakan antara disosiasi pertama dan kedua. Disosiasi pertama merupakan disosiasi menjadi kation
4
dan anion kompleks atau menjadi anion dan kation kompleks yang biasanya terjadi secara sempurna (Roth, 1994). Makin besar tetapan disosiasi makin banyak ion dalam larutan dan makin tidak stabil kompleks yang terjadi. Selain itu diketahui juga bahwa banyak senyawa kompleks yang terdisosiasi secara bertahap. Ion kompleks tunggal hanya terdapat pada larutan senyawa kompleks yang sangat kuat (Day, 1995). Pembentukan kompleks dalam analisa kualitatif sering terlihat dan dipakai untuk pemisahan atau identifikasi. Salah satu fenomena yang paling umum yang muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna larutan dan kenaikan larutan (Svehla, 1990). Kompleks terbentuk dari suatu reaksi ion logam yaitu kation dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam di dalam kompleks disebut atom pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam, salah satu contoh reaksi kompleks adalah reaksi dari ion perak dengan ion sianida untuk membentuk kompleks Ag(CN) 2 yang sangat stabil. Higuchi dan kawan-kawannya telah menyelidiki kompleksasi kafein dengan sejumlah obat yang bersifat asam. Mereka menemukan interaksi antara kafein dengan obat misalnya sulfonamide atau barbiturate disebabkan oleh gaya dipol-dipol atau ikatan hydrogen antara gugus karbonil yang terpolarisasi dari kafein dan atom hydrogen dari asam. Interaksi sekunder mungkin terjadi antara bagian-bagian molekul nonpolar dan kompleks ‘ditekan keluar’ dari fase air karena tekanan internal air yang besar. Kedua efek ini menyebabkan derajat interaksi yang tinggi (Martin,1990). II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Aquadest (Badan POM, 1979; Badan POM, 1995) Nama resmi
: Aqua destilata
Sinonim
: Aqua purificata, Aqua demineralisata
RM/BM
: H2O/18,02
5
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Kelarutan
: -
Khasiat
: -
Kegunaan
: Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik II.2.2 Kafein (Badan POM, 1979; Badan POM, 1995) Nama resmi
: Coffeinum
Sinonim
: Kafein; 1,3,7-trimetil xantin
RM/BM
: C8H10 N4O2/194,19
Pemerian
: Serbuk
atau
hablur
bentuk
jarum
mengkilat
biasanya menggumpal, putih, tidak berbau, rasa pahit. Kelarutan
: Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter
Khasiat
: Stimulan syaraf pusat, kardiotonikum
Kegunaan
: Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik II.2.3 Sulfanilamida (Badan POM, 1979) Nama resmi
: Sulfanilamidum
Sinonim
: Sulfanilamid; p-aminobenzosulfonamid
RM/BM
: C6H8 N2O2S/172,21
Pemerian
: Hablur, serbuk hablur atau butiran, putih, tidak berbau, rasa agak pahit kemudian manis
Kelarutan
: Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, sangat sukar larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzene P, mudah larut dalam aseton P, larut dalam gliserol P, dalam asam klorida P dan dalam alkil hidroksida
Khasiat
: Antibakteri
6
Kegunaan
: Sebagai zat pengkompleks
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya
7
BAB III METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat 1. Batang pengaduk 2. Beker gelas 250 mL 3. Botol semprot 4. Labu ukur 50 mL dan 100 mL 5. Pipet volume 1,0 mL 5,0 mL dan 10,0 mL 6. Rak tabung 7. Sendok tanduk 8. Spektrofotometer UV 9. Tabung reaksi 10. Timbangan III.1.2 Bahan 1. Aquadest 2. Kertas saring 3. Kertas timbang 4. Koffein 5. Sulfanilamid 6. Tissu rol III.2 Cara Kerja
III.2.1 Larutan Standar 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Ditimbang 2,5 g kafein. 3. Dilarutkan kafein dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volume air sulingnya hingga 100 mL. 4. Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume 1 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
8
5. Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL. 6. Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. 7. Larutan
tersebut
kemudian
diukur
serapannya
pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai. III.2.2 Larutan Sampel 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Ditimbang 2,5 g kafein. 3. Dibuat larutan, dimana 2,5 g kafein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volume air sulingnya hingga 100 mL. 4. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL. 5. Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL. 6. Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. 7. Dibuat larutan dengan cara yang sama dengan menggunakan kafein 2,5 g dengan penambahan sulfanilamid sebanyak 0,5 g, 1 g, 1,5 g dan 2 g. 8. Larutan sampel tersebut kamudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai. III.2.3 Larutan Blangko 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Dibuat larutan dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volume air sulingnya hingga 100 mL.
9
3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL. 4. Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL. 5. Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. 6. Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1 g, 1,5 g dan 2 g. 7. Semua larutan yang telah dibuat tersebut kemudian diukur serapannya
pada
spektrofotometer
gelombang yang sesuai.
UV
dengan
panjang
10
BAB IV HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
λ = 290 nm No
Sampel
Absorban
1.
Kafein 2,5 g
0,4377
2.
Kafein + Sulfanilamid 0,5 g
1,1151
3.
Kafein + Sulfanilamid 1 g
1,1408
4.
Kafein + Sulfanilamid 1,5 g
1,2273
5.
Kafein + Sulfanilamid 2 g
1,2041
No
Blangko
Absorban
1.
Blangko Air
0,2495
2.
Sulfanilamid 0,5 g
1,2133
3.
Sulfanilamid 1 g
1,2885
4.
Sulfanilamid 1,5 g
1,3411
5.
Sulfanilamid 2 g
1,3761
IV.2 Perhitungan
1. Kafein 2,5 g
100 mL (25.000 ppm)
1 mL
100 mL (250 ppm)
1 mL 100 x 100 x 50 = 5 x 10 5 fp = 2500/5 x 10 5 = 0,005 mg/L 2. Konsentrasi sampel Cx
= Ax/As x Cs x fp = 1,1151/0,4377 x 5 x 0,005
50 mL (5 ppm)
11
= 0,063 Cx
= Ax/As x Cs x fp = 1,1408/0,4377 x 5 x 0,005 = 0,065
Cx
= Ax/As x Cs x fp = 1,2273/0,4377 x 5 x 0,005 = 0,07
Cx
= Ax/As x Cs x fp = 1,2041/0,4377 x 5 x 0,005 = 0,068
IV.3 Reaksi Kimia
CH3 N
N
CH3 O
N N H3 C
+ CH3
O
O
O
N
N
S
O N
NH2
N H3 C
O + CH3-NH2 S
O
O
12
BAB V PEMBAHASAN BAB VI PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa kelarutan kafein pada sulfanilamid 0,5 g yaitu 1,1151, pada sulfanilamid 1 g yaitu 1,1408, pada sulfanilamid 1,5 g yaitu 1,2273, dan pada sulf anilamid 2 g yaitu 1,2041. VI.2 Saran
Saran saya adalah tolong dilengkapi alat-alat dan bahan yang ada di dalam laboratorium.