1. Klasifikasi PJK
LO 2. Penyakit Jantung Koroner
A. SKA ( Sindroma Koroner Akut) Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (STelevation myocardial infarction /STEMI). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Epidemiologi
Angka mortalitas penyakit kardiovaskular (KV) di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, mencapai angka 30% pada tahun 2004 dibandingkan sebelumnya hanya sekitar 5 % pada tahun 1975. Data terakhir dari National Heart Survey, menunjukkan bahwa penyakit serebro - kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Studi kohort selama 13 tahun di tiga daerah di provinsi Jakarta menunjukkan bahwa PJK merupakan penyebab utama kematian di Jakarta. Data registri dari Jakarta Acute Coronary Syndrome (JAC) dari tahun 2008-2009 mencatat sebanyak 2013 orang menderita SKA, dimana sebanyak 654 orang mengalami STEMI. Faktor Resiko A. Rokok Pada seorang yang merokok, asap rokok akan merusak dinding pembuluh darah. Kemudian nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan merangsang hormon adrenalin yang akibatnya akan mengubah metabolisme lemak dimana kadar HDL akan menurun. Adrenalin juga akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh darah (spasme). Disamping itu adrenalin akan menyebabkan terjadinya pengelompokan trombosit. Sehingga semua proses penyempitan akan terjadi. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen, sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang diangkut adalah CO dan bukan O2 (oksigen). Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). B. Pola makan dan angina pectoris Pola makan pak jebo yang mengandung banyak lemak, dapat menyebabkan peningkatan kolesterol bebas di dalam darah, sehingga lebih mudah terjadi pembentukan plak di pembuluh, apalagi dikombinasikan dengan kebiasaaan merokok dari pak jebo, apabila terbentuk plak, maka aliran darah m enuju jantung akan terganggu C. Hipertensi Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada endotel yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku dan hipertensi juga dapat menyebabkan artherosklerosis yang disebabkan oleh kekakuan dari pembuluh darah tadi
D. Kombinasi antara lemak dan gangguan endotel Dapat menimbulkan terjadinya agregasi platelet, sebab lemak itu sendiri merupakan salah satu bahan terpenting dalam pembentukan trombosit, apabila terjadi kadar lemak yang berlebih dalam darah akan menimbulkan plak yang dikombinasikan dengan gangguan dari endotel akan menyebabkan sekresi factor jaringan (tromboplastin) yang tidak stabil sehingga menstimulasi dari pembentukan kompleks platelet yang akan memperparah sumbatan
Patofisiologi Plak aterosklerosis yang terganggu akan menyebabkan terjadinya agregasi thrombus dan platelet.
A. Rupture Arterosklerosis
Lesi awal ditandai dengan infiltrasi sel foam (lesi tipe I), kemudian berkembang dan menjadi matang dengan infiltrasi otot polos dan lipid (lesi tipe II “FattyStreak”) serta deposisi jaringan ikat (Lesi tipe III).
Lesi awal berkembang dalam kurun waktu tiga dekade awal kehidupan pada daerah dengan aliran turbulen yang terlokalisir pada arteri koroner. Perkembangan lesi ini dipercepat oleh beberapa keadaan , seperti hipertensi, DM, hiperkolesterolemia, dan merokok. Seiring dengan pertumbuhan plak yang menjadi lebih lunak dengan kandungan lipid ekstraselular yang tinggi dan cholesteryl ester serta capfibrosa yang lebih tipis secara progresif (lesi tipe IV -Va “atheroma”) maka plak akan menjadi semakinrentan mengalami gangguan. Plak yang ruptur dilapisi oleh trombus (lesi tipe VI) dikenal sebagai lesi kompleks. Ketika lesi ini menyebabkan derajat stenosis koroner yang signifikan tanpa asupan kolateral yang adekuat maka akan terjadi SKA. Setelah terjadinya serangan, trombus pada lesi yang kompleks ini akan terorganisasi dan mengalami kalsifikasi (lesi tipe Vb) atau fibrosis (lesi tipe Vc) dan pada akhirnya akan mejadi lesi stenosis kronik Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar(50% dari keseluruhan Volume plak) ,
fibrous cups tipis dengan struktur kolagen tidak teratur dan sedikit jaringan otot polos,dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas selsel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain.
Kerusakan dari Capsul fibrosa disebabkan oleh beberapa hal : Makrofag akan melepaskan metalloprotein yang mana memiliki aktivitas yang melawan komponen kolagen plak sehingga merapuhkan capfibrosa. Makrofag yang berasal dari sel foam juga telah menunjukkan akan mengaktifkan matrix metalloproteinases (MMPs) dengan menguraikan spesies reaktif oksigen
Agen infeksi dapat mempengaruhi fungsi endotel dan mengaktifkan monosit serta makrofag untuk mengeluarkan sitokin inflamasi. Sitokin ini akan merangsang produksi spesies reaktif oksigen dan enzim proteolitik yang akan mempengaruhi stabilitas plak.
Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan pers entase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.
Manifestasi Klinis
Pada angina tidak stabil, nyeri dada muncul saat istirahat atau aktivitas berat sehingga menghambat aktivitas. Nyeri dapat muncul dan menjalar ke lengan, leher, dan punggung atau area epigastrium. Sebagai tambahan dari angina, pasien SKA dapat muncul disertai sesak nafas, keringat dingin, mual, atau kepala berkunang-kunang. Selain itu dapat terjadi perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipneu, hipertensi ataupun hipotensi, penurunan saturasi oksigen (SaO2) dan abnormalitas irama jantung. Tatalaksana
1. Aktifitas fisik : lakukan 30-45 menit/hari, 7 hari/minggu (minimal 5 hari/minggu). Rehabilitasi pasien berisiko (pasien dengan infark miokard atau gagal jantung sebelumnya) 2. Sesuaikan berat badan : usahakan mencapai indeks massa tubuh (body mass index, BMI) 18.5-24.9 kg/m2 dan ukuran lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita dan < 90 cm untuk pria. 3. Berhenti merokok dan hindari paparan asap rokok. 4. Kendalikan tekanan darah (TD): upayakan modifikasi pola hidup (kendalikan berat badan, aktifitas fisik, konsumsi alkohol seperlunya, batasi asupan garam tidak melebihi satu sendok teh perhari, konsumsi buah-buahan dan sayuran 5 porsi perhari, dan produk susu rendah lemak). Kendalikan TD sesuai paduan Joint National Conference (JNC) VIII. Awali pengobatan dengan beta blocker dan/ atau ACE inhibitor, dengan menambahkan obat-obat lain sesuai kebutuhan pencapaian target Tekanan Darah. 5. Manajemen lipid : diet rendah lemak jenuh (< 7% dari kalori total), asam lemak trans, dan kolestrol (< 200 mg/hari). Aktivitas fisik harian dan pengaturan b erat badan. Konsumsi plant stanol/ sterol (2 g/hari) serta viscous (> 10 g/ hari), untuk me nurunkan kadar kolestrol LDL; serta konsumsi asam lemak Omega-3 (1 g/hari) untuk menurunkan
risiko. Terapi dengan obat penurun lipid (pilihan pertama: statin) harus diberikan bila kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl dengan tujuan penurunan 30-40 % sampai target < 70 mg/dl. Bila kadar awal kolestrol LDL antara 70-100 mg/dl, maka cukup beralasan untuk mengobati sampai tercapai kadar kolestrol LDL < 70 mg/dl. Bila kadar trigliserida > 200 mg/dl, maka kadar kolestrol non HDL harus <130 mg/dl (dan penurunan lebih lanjut sampai < 100 mg/dl cukup beralasan) dengan obat niacin atau fibrate. 6. Manajemen diabetes : ditunjukan pada target HBA1c <7% dengan pola hidup dan terapi obat. 7. Obat antiplatelet : mulai dengan aspirin (75-162 mg/hari) seumur hidup kecuali kontraindikasi. Clopidogrel (75 mg/hari) sebagai pengganti asipirin bila ada kontraindikasi mutlak pada asipirin. Pasca Non-ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) akut, clopidogrel 75 mg/hari harus diberikan selama 1 tahun. Pasca CABG, asipirin (162 – 325 mg/hari) harus diberikan selama 1 tahun, d an selanjutnya asipirin (75-162 mg/ hari) diteruskan untuk selamanya. Bagi pasien yang dilakukan PCI dan mendapat Drug Eluting Stent (DES), clopidogrel (75mg/hari) harus diberikan untuk sekurang -kurangnya 12 bulan kecuali bila pasien berisiko tinggi mengalami pendarahan . untuk pasien yang mendapat Bare Metal Stent (BMS), clopidrogel harus diberikan minimal 1 bulan dan idealnya sampai 12 bulan. 8. Beta-blockers dimulai dan dilanjutkan untuk selamanya pada penderita pasca infark miokard, sindroma koroner akut, atau penderita dengan disfungsi ventrikel kiri, kecuali ada kontraindikasi. Berikan penyekat beta pada pasien angina, hipertensi dan gangguan irama. Kontraindikasi pada: bradikardia berat, blok-AV derajat dua atau derajat tinggi, sindrom sick sinus dan asma berat. 9. Inhibitor ACE dan Angiotensin-receptor blocker (ARB): mulai dengan inhibator ACE dan teruskan selamanya pada semua pasien dengan fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) ventrikel kiri ≤ 40%, pasien dengan hipertensi, diab etes, atau penyakit ginjal kronis, atau pada pasien yang berisiko tinggi, kecuali ada kontraindikasi. Pertimbangkan inhibitor – ACE pada semua pasien PJK kecuali ada kontraindikasi. ARB dapat dipakai pada pasien yang tidak cocok inhibator-ACE. Antagonis aldosteron direkomendasikan pada pasien pasca infark miokard tanpa disfungsi ginjal berat atau hiperkalemia, dan telah mendapat dosis terapi inhibator-ACE , beta blockers , EF ventrikel kiri ≤ 40 % dan dengan diabetes atau gagal jantung. 10. Nitrat- nitroglycerin sublingual atau spray dipakai untuk mengatasi angina dengan cepat, dapat diberikan sebelum latihan fisik untuk mencegah angina. Nitrat khasiat jangka panjangn diberikan bila pengobatan dengan beta blocker saja tidak dapat mengatasi angina atau menjadi kontraindikasi. 11. Antagonis- Calcium : diberikan bila pengobatan dengan penyekat beta saja tidak dapat mengatasi angina atau menjadi kontraindikasi; sebagai obat pilihan pada kasus spasme koroner.
2. Angina Stabil