Klasifikasi asma
Dalam GINA 2006 asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat penyakit asma, serta pola obstruksi aliran udara di saluran napas. Walaupun berbagai usaha telah dilakukan, klasifikasi berdasarkan etiologi sulit digunaka n karena terdapat kesulitan kesulitan dalam da lam penentuan etiologi spesifik dari sekitar pasien. Derajat penyakit asama ditentukan berdasarkan gabungan penilaian gambaran klinis, jumlah penggunaan agonis 2 untuk mengatasi gejala, dan pemeriksaan fungsi paru pada evaluasi awal pasien . Pembagian derajat penyakit asma menurut GINA adalah sebagai berikut : 1. Intermitten Gejala kurang dari 1 kali/minggu Serangan singkat Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( 2 kali) y
FEV180%
predicted atau P
y
Variabilitas
EF
80% nilai terbaik individu
PEF atau FEV1 < 20%
2. Persisten ringan Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tisur Geajala nokturnal >2 kali/bulan y
FEV180%
predicted atau P
y
Variabilitas
EF
80% nilai terbaik individu
PEF atau FEV1 20-30%
3. Persisten sedanga Gejala terjadi setiap hari
Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu Menggunakan agonis 2 kerja pendek setiap hari y
FEV1
60-80% predicted atau P EF 60-80% nilai terbaik
individu y
Variabilitas
PEF atau FEV1 > 30%
4. Persisten berat Gejala terjadi setiap hari Serangan sering terjadi Gejala asma nokturnal sering terjadi y
FEV1
predicted atau P
y
Variabilitas
EF
60% nilai terbaik individu
PEF atau FEV1 > 30%
Pembagian lain derajat penyakit asma dibuat oleh Phelan dkk. (dikutip dari Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut: 1. Asma episodik jarang Merupakan 75% populasi asma pada anak. Ditandai oleh adanya episode <1x tiap 4-6 minggu, mengi setelah aktivitas berat, tidak terdapat gejala di antar episode serangan, dan fungsi paru normal di antar tangan. Terapi profilaksis tidak dibutuhkan pada kelompok ini. 2. Asma episodik sering Merupakan 20% populasi asma. Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering dan timbulnya mengi pada aktivitas sedang, tetapi dapat
dicegah dengan pemberian agonis 2
.
Geala terjadi kurang dari 1x/
minggu dan fungsi paru di antara sera ngan normal atau hampir normal. Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan. 3. Asma persisten Terjadi pada sekitar 5% anak asma. Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada aktivitas ringan, dan di antara interval gejala dibutuhkan agonis 2 lebih dari 3 kali/minggu Arena anak terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari. Terapi profilaksis sangat dibutuhkan. Pedoman Nasional Anak Indonesia membagi asma menjadi 3 derajat penyakit ( Tabel 3.4.1) Tabel 3.4.1 Pembagian derajat penyakit as ma pada anak menurut PNAA 2004 NO
Parameter klinis,kebutuhan obat,
1.
Asma
Asma
episodik
sering
episodik Asma (asma persisiten
dan jarang (asma sedang)
faalparu
ringan)
Frekuensi
< 1 x/bulan
>1 x/bulan
< 1minggu
1 minggu
(asma berat) Sering
serangan 2.
Lama serangan
Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi
3.
Di
antara Tanpa gejala
Sering ada gejala
Gejala
serangan
siang
dan
malam 4.
5.
Tidur
dan Tidak
Sering terganggu
aktivitas
terganggu
terganggu
Pemeriksaan
normal (tidak Munggkin
Tidak
fisik
di
luar ada kelainan)
serangan 6.
Sangat
Obat pengendali
Tidak perlu
(anti inflamasi)
terganggu
(ada pernah
kelainan)
normal
nonsteroid/steroid
Steroid
hirupan
hirupan/oral
dosis
rendah 7.
Uji faal paru (di PEF/FEV1
PEF/FEV1
luar serangan)*
80%
>80%
60-
PEF/FEV1 <60 Variabilitas
20-30% 8.
Variabilitas
faal(bila
Variabilitas
da 15%
>
Variabilitas
30%
>
Variabilitas
> 50%
seranagn)* *Jika fasilitas tersedia Jika terdapat keraguan antara derajat penyakit yang satu deanagn yang lain maka tatalaksana diberikan sesuai dengan derajat yang lebih erat.
Tahapan tatalaksana serangan asma GINA membagi tatalaksana serangan asma menjadi dua, yaitu tatalaksan adi rumah dan di Rumah sakit. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi awal adalah inhalasi Beta-agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit. Bila belum ada perbaikan, segera mencari pertolongan ke dokter atau sarana kesehatan. Tatalaksana di klinik atau Gawat Darurat Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan ke Unit Gawat Darurat (UGD) langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Pada pedoman GINA, ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau peak flow meter ) merupakan bagian integral dalam penilaian tatalaksana serangan asma, bukan hanya evaluasi klinis. Namun, di Indonesia penggunaan alat tersebut belum memasyarakat. Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian 2 -agonis kerja cepat dengan penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat di ulang dua kali dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan cepat dan jelas.
Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam keadaan serangan berat, langsung diberikan nebulisasi -agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Pasien dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi -agonis. Pasien seperti ini cukup dinebulisasi satu kali, kemudian secepatnya dirawat agar dapat diberikan obat intravena serta diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.
Serangan asma ringan Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik (complete response) berarti derajat serangannya ringan. Pasien di observasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan, pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan control ke klinik rawat jalandalam waktu 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana. Selain itu jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga reevaluasi dilakukan di klinik rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan asam sedang. Serangan asma sedang Jika dengan pemberian nebulisasi dua kali hanya menunjukkan respons parsial (incomplete respon s), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu,
derajat serangan harus dinilai ulang sesuai pedoman. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang, inhalasi langsung dengan 2 agonis dan ipratropium bromide (antikolinergik), pasien perlu di observasi dan ditangani di ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan asma sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kg/BB/hari selama 3-5 hari. Walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat, pasien yang akan diobservasi di RRS langsung dipasangi jalur parenteral sejak di UGD.
Serangan asama berat Bla dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respons (poor response) yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman),
pasien
harus
di
rawat
di
ruang
rawat
inap.
Bila
pasien
diduga/diperkirakan serangan berat, maka langsung diberikan nebulisasi 2 agonis dan antikolinergik. Oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Kemudian dipasang jalur parenteral da n dilakukan foto thorax. Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien dengan serangan berat dan ancaman henti napas, foto thorax harus langsung dibuat untuk mendeteksi komplikasi pneumothorax dan/atau penumomediatinum. Tatalaksan di Ruang Rawat Sehari
Pemberia oksigen sejak dari UGD dilanjutkan. Setelah di UGD menjalani nebulisasi 2 kali dalam 1 jam dengan respons parsial, di RRS diteruskan pemberian nebulisasi -agonis + antikolinergik bila perlu setiap 2 ja m. Kemudian, diberikan steroid sistemik oral (metilprednisolon, prednisone, atau triamsinolon). Pemberian kortikosteroid dilanjutkan sampai 3-5 hari. Jika dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila dalam 12 jam responnya tetap tidak baik, pasien dialihkan ke ruang rawat inap dengan tatalaksana serangan asma berat. Tatalaksana di ruang rawat inap
y
Pemberian oksigen diteruskan
y
Jika ada dehidrasi dan asidosis, atasi dehidrasi dengan pemberian cairan IV dan lakukan koreksi terhadap asidosis.
y
Steroid I V diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam dengan dosis 0,5-1 mg/kgbb/hari.
y
Nebulisasi 2-agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
y
Aminofilin diberikan secara I V dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6-8 jam mg/kgBB dilarutkan
dalam dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20-30 menit.
Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 4 jam), dosis yang diberikan adalah s etengan dosis inisial
Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar 10-20µg/ml.
Empat
jam kemudian diberikan aminofilindan rumatan sebesar 0,5-
1 mg/kgBB/jam.
y
Jika telah terjadi perbaikan klinis, nebuilsasi diteruskan setiap 6 jam, sampai dengan 24 jam. Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian per oral.
y
Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Sealin itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Kriteria Rawat di Ruang Intensif
Pasien yang sejak awal masuk ke UGD sudah menunjukkan tanda ancaman henti napas. Lanngsung dirawat di ruang intensif (ICU). Kriteria pasien yang memerlukan perwatan di ICU adalah sebagai berikut: y
Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan/atau perburukan serangan asma yang cepat
Adanya kebingunagan, disorientasi, dan tanda lain anacaman henti napas,
y
atau hilangnya kesadaran y
Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di rua ng rawat inap
y
Ancaman henti napas, hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO2< 6/ mmHg dan/atau PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).
Pasien dengan serangan berat yang terindikasi menggunakan ventilais mekanis adalah sebagai berikut : - Pulsus paradoksus yang ceoat meningkat - Penurunan pulsus paradoksus pada pasien yang kelelahan (exhausted) - Perburukan status mental (letargi/agitasi) - Aritmia jantung atau henti jantung - Henti napas - Tidak bisa bicara - Asidosis laktat yang tidak bisa membaik - Diaforesis pada posisi berbaring -
S ilent chest walaupun
sudah terjadi usaha napas yang hebat
Sedangkan indikasi relatif: - Hipoksemia (PaO2< 60 mmHg) tidak membaik dengan oksigen 100%, serta - PaCO2 > 60 mmHg dan meningkat lebih dari 5 mmHg/jam