KIMIA FISIKA
"PERANAN RADIOISOTOP DALAM DUNIA FARMASI"
OLEH:
ARENSI BELO
15.01.351
Dosen Pengampu: MEGAWATI, S.Pd., M.Si
TRANSFER B 2015
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Radiasi dan radioisotop telah lama dikenal manusia, yaitu sejak ditemukanya teknik perunut oleh Hevesy pada tahun 1923, sehingga menambah kemajuan teknik nuklir untuk di gunakan dibidang kedokteran dan industri. Ada beberapa sumber radiasi dilingkungan kita, antara lain televesi, lampu penerangan, komputer. Selain itu ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah yaitu berada di air, udara dan lapisan bumi (Ferry Suyatno, 2010).
Sumber radiasi dari unsur alamiah adalah thorium dan uranium berada di lapisan bumi, sedangkan karbon dan radon berada di udara. Sumber radiasi yang berada di air adalah tritium dan deuterium. Jika ditinjau jenisnya radiasi terdiri dari alpha (α), beta (β), gamma (γ), sinar-X dan neutron (n) (Ferry Suyatno, 2010).
Suatu unsur dikatakan radioisotop atau isotop radioaktip ialah apabila unsur tersebut dapat memancarkan radiasi. Pada umumnya radioisotop digunakan untuk berbagai keperluan seperti dalam bidang kedokteran dan industri. Radioisotop yang digunakan tersebut tidak terdapat di alam, disebabkan waktu paruh dan beberapa faktor lainnya yang kurang memenuhi persyaratan. Untuk beberapa tujuan radioisotop harus dikombinasikan dengan senyawa tertentu melalui bebarapa cara reaksi kimia. Dengan demikan tujuan utama produksi radioisotop ialah menyediakan unsur atau senyawa radioaktif tertentu yang memenuhi persyaratan sesuai penggunaanya (Ferry Suyatno, 2010).
Radioisotop yang sering digunakan dalam berbagai bidang kebutuhan manusia seperti bidang kesehatan, pertanian, hidrologi dan industri, pada umumnya tidak terdapat di alam, karena kebanyakan umur paruhnya relatif pendek.
I.2 Tujuan penulisan
Untuk mengetahui dan memahami informasi tentang peranan radioisotop dalam dunia farmasi.
I.3 Manfaat penulisan
Memberikan informasi tentang peranan radioisotop dalam dunia farmasi.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Asal Mula Radioaktif
Pada tahun 1895, W.C. Rontgen menemukan bahwa tabung sinar katode mengahasilkan suatu radiasi berdaya tembus tinggi yang dapat menghitamkan film potret,walaupun film tersebut terbungkus kertas hitam. Karena belum mengenal hakekatnya, sinar ini dinamai sinar X. Ternyata sinar X adalah suatu radiasi elektromagnetik yang timbul karena benturan berkecepatan tinggi (yaitu sinar katode dengan suatu materi (anode). Sekarang sinar X disebut juga sinar rontgen dan digunakan untuk rongent yaitu untuk mengetahui keadaan organ tubuh bagian dalam (Abdul Jalil, 2004).
Penemuan sinar X membuat Henry Becguerel tertarik untuk meneliti zat yang bersifat fluorensensi, yaitu zat yang dapat bercahaya setelah terlebih dahulu mendapat radiasi (disinari), Becquerel menduga bahwa sinar yang di pancarkan oleh zat seperti itu seperti sinar X. Secara kebetulan, Becquerel meneliti batuan uranium. Ternyata dugaan itu benar bahwa sinar yang dipancarkan uranium dapat menghitamkan film potret yang masih terbungkus kertas hitam. Akan tetapi, Becqueret menemukan bahwa batuan uranium memancarkan sinar berdaya tembus tinggi dengan sendirinya tanpa harus disinari terlebih dahulu. Penemuan ini terjadi pada awal bulan Maret 1986. Gejala semacam itu, yaitu pemancaran radiasi secara spontan, disebut keradioaktifan, dan zat yang bersifat radioaktif disebut zat radioaktif (Abdul Jalil, 2004).
Tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1986, suami-isteri Marie Curnie (1867-1934) dan Piere Curie (1859-1906) berhasil mengisolasi dua unsur baru dari radioaktif uranium, kedua unsur tersebut adalah Polonium dan radium.
II.2 Radioisotop
Radionuklida atau radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif. Radionuklida mampu memancarkan radiasi. Radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja dibuat oleh manusia dalam reaktor penelitian. Produksi radionuklida dengan proses aktivasi dilakukan dengan cara menembaki isotop stabil dengan neutron di dalam teras reaktor. Proses ini lazim disebut irradiasi neutron, sedangkan bahan yang disinari disebut target atau sasaran. Neutron yang ditembakkan akan masuk ke dalam inti atom target sehingga jumlah neutron dalam inti target tersebut bertambah. Peristiwa ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan inti atom sehingga berubah sifat menjadi radioaktif. Banyak isotop buatan yang dapat dimanfaatkan antara lain Na-24, P-32, Cr-51, Tc-99, dan I-131 (Achmad Hizkia, 1992).Radionuklida terdiri atas 2 jenis:
Radionuklida Alami
Berdasarkan sumbernya, radionuklida alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua jenis. Yang pertama adalah radionuklida primordial, yang ada di kerak bumi sejak terbentuknya alam semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara. Selain dua jenis tersebut, terdapat radionuklida yang muncul karena peluruhan spontan nuklida dapat belah atau karena reaksi inti tangkapan neutron dari radiasi kosmik, dan ada juga radionuklida punah yang sekarang tidak ada lagi karena umur paruhnya yang pendek, tetapi karena secara kuantitas sangat sedikit maka dapat diabaikan (Ramazona Nababan, 2014)
Radionuklida buatan
Radionuklida buatan adalah radionuklida yang terbentuk karena dibuat oleh manusia.Radionuklida buatan dihasilkan dari pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai maupun militer. Di bawah ini akan dibahas jumlah radionuklida akibat pembangkitan listrik tenaga nuklir maupun percobaan nuklir. Radionuklida buatan dapat dikelompokkan menjadi radionuklida yang muncul karena pembangkitan listrik tenaga nuklir, radionuklida yang diproduksi untuk kedokteran, industri, ataupun radionuklida yang muncul akibat percobaan nuklir. Bahan radioaktif adalah bahan yang memancarkan radiasi a, b, g atau neutron. Pada tabel susunan berkala, dapat dilihat unsur yang memancarkan radiasi yang disebut unsur radioaktif, ataupun yang tidak memancarkan radiasi yang disebut unsur stabil. Sebagai contoh, yodium dengan nomor massa 129 atau 131 sampai 135 adalah unsur radioaktif. Unsur radioaktif disebut juga radionuklida. Di bawah ini akan ditunjukkan jumlah radioisotop alam dan buatan, dan kemudian akan ditunjukkan juga dosis yang diterima manusia dari radionuklida (Ramazona Nababan, 2014).
II.3 Sifat-sifat Radioisotop
Meskipun tidak dapat dilihat dengan mata namun secara umum sinar radioaktif memiliki sifat-sifat:
menghitamkan pelat film
dapat mengionkan gas yang dilewati
memiliki daya tembus yang besar
menyebabkan benda-benda berlapis ZnS dapat berpendar (mengalami fluoresensi).
Sinar yang dipancarkan unsur radioaktif ada tiga macam, yaitu sinar alfa (α), sinar beta (β), dan sinar gamma (γ).
Sinar alfa (α)
Sinar alfa merupakan radiasi partikel yang bermuatan positif. Partikel sinar alfa sama dengan inti helium-4, bermuatan+2e dan bermassa 4 sma. Partikel alfa adalah partikel terberat yang dihasilkan oleh zat radioaktif. Karena memiliki massa yang besar, daya tembus sinar alfa paling lemah diantara diantara sinar-sinar radioaktif (Anna Maulina et al, 2013).
Sinar beta (ß)
Sinar beta merupakan radiasi partikel bermuatan negatif. Sinar beta merupakan berkas elektron yang berasal dari inti atom. Sinar beta paling energetik dapat menempuh sampai 300 cm dalam uadara kering dan dapat menembus kulit. Karena sangat kecil, partikel beta dianggap tidak bermassa sehingga dinyatakan dengan notasi (Anna Maulina et al, 2013).
Sinar gamma (γ)
Sinar gamma adalah radiasi elektromagnetek berenergi tinggi, tidak bermuatan dan tidak bermassa. Sinar gamma dinyatakan dengan notasi . Sinar gamma mempunyai daya tembus (Anna Maulina et al, 2013).
II.4 Peranan Radioisotop Dalam Dunia Farmasi
Aplikasi teknologi nuklir dalam bidang farmasi saat ini sudah sangat maju dan hal ini erat kaitannya dengan bidang kedokteran nuklir. Radioisotop yang digunakan dalam bidang farmasi dari tahun ke tahun terus bertambah. Sediaan radiofarmaka adalah istilah yang digunakan pada zat radioaktif yang digunakan dalam bidang farmasi dan juga kedokteran nuklir.
Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi. Dengan kata lain, radiofarmaka merupakan obat radioaktif. Sediaan radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik yang diberikan dengan berbagai rute pemberian untuk memberikan efek radioaktif pada target bagian tubuh tertentu (BPOM,2015)
Beberapa contoh rute pemberian: per oral (kapsul dan larutan), intravena, intraperitoneal, intrapleural, intratekal, inhalasi, instilasi melalui tetes mata, kateter urin, kateter intraperitoneal dan shunts. Bentuk fisika dan kimiawi sediaan radiofarmaka dapat berupa unsur (Xenon 133, krypton 81m), ion sederhana (iodida, pertechnetate), molekul kecil yang diberi label radioaktif, makromolekul yang diberi label radioaktif, partikel yang diberi label radioaktif, sel yang diberi label radioaktif (BPOM, 2015).
Radiofarmaka dimanfaatkan dalam berbagai jenis pemeriksaan dalam kedokteran nuklir. Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi 3 kategori:
Pemeriksaan untuk pencitraan
Pemeriksaan ini memberikan informasi untuk tujuan diagnostik dan dilakukan dengan memeriksa pola distribusi radioaktif dalam tubuh.
Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo
Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo bertujuan untuk mengukur fungsi organ tubuh atau sistem fisiologis tubuh berdasarkan absorpsi, pengenceran, konsentrasi, bahan radioaktif dalam tubuh atau ekskresi bahan radioaktif dari tubuh setelah pemberian radiofarmaka.
Pemeriksaan untuk tujuan terapetik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk keperluan penyembuhan, atau terapi paliatif. Mekanisme kerja umumnya berupa absorpsi radiasi beta untuk menghancurkan jaringan yang terkena penyakit.
Tabel 1. Bentuk sediaan dan rute pemberian radiofarmaka.
Rute pemberian
Bentuk Sediaan
Oral
Kapsul dan Larutan
Injeksi intravena
Larutan, dispersi koloid, suspensi
Injeksi intratekal
Larutan
Inhalasi
Gas dan Aerosol
Instilasi melalui
Larutan steril
Tetes mata
Kateter uretra
Kateter intraperitoneal
Shunt
Table 2. Bentuk sediaan radiofarmaka
Radionuklida
Bentuk Sediaan
Penggunaan
Dosis lazim (Dewasaa)
Rute pemberianb
Karbon C11
Karbon monoksida
Jantung: Pengukuran volume darah
60-100 mCi
Inhalasi
Karbon C11
Injeksi Flumazenil
Otak: Pencitraan reseptor benzodiazepin
20-30 mCi
Intravena
Karbon C11
Injeksi metionin
Pemeriksaan penyakit keganasan pada otak
10-20 mCi
Intravena
Karbon C11
Injeksi rakloprid
Otak : Pencitraan reseptor dopamin D2
10-15 mCi
Intravena
Karbon C11
Injeksi natrium asetat
Jantung: Penanda metabolisme oksidatif
12-40 mCi
Intravena
Karbon C 14
Urea
Diagnosis infeksi Helicobacter pylori
1 µCi
Oral
Kromium Cr 51
Injeksi natrium kromat
Pelabelan sel darah merah (Red Blood Cells, RBCs) untuk pengukuran volume dan waktu hidup sel darah serta penyerapan limfa
10-80 µCi
Intravena
Kobalt Co 57
Kapsul sianokobalamin
Diagnosis anemia pernisius dan penurunan absorpsi usus
0.5 µCi
Oral
Fluor F 18
Injeksi fludeoksiglukosa
Penggunaan glukosa di otak, jantung dan penyakit keganasan
10-15 mCi
Intravena
Fluor F 18
Injeksi fluorodopa
Aktivitas dekarboksilase saraf dopamin di otak
4-6 mCi
Intravena
Fluor F 18
Injeksi natrium fluorida
Pencitraan tulang
10 mCi
Intravena
Galium Ga 67
Injeksi galium sitrat
Penyakit Hodgkin, limfoma
8-10 mCi
Intravena
Lesi inflamasi akut
5 mCi
Intravena
Indium In 111
Injeksi kapromab pendetid
Pencitraan metastatik pada pasien dengan kanker prostat yang telah dibuktikan dengan biopsi
5 mCi
Intravena
Indium In 111
Larutan Indium Klorida steril
Radio label pada berbagai radiofarmaka 111In
Bervariasi
Indium In 111
Larutan steril indium oksin
Penandaan leukosit autolog
500 µCi
Intravena
Indium In 111
Injeksi pentetat
Sisternografi
500 µCi
Intratekal
Indium In 111
Injeksi pentetreotid
Tumor neuroendokrin
3 mCi (planar)
Intravena
6 mCi (SPECTc)
Indium In 111
Ibritumomab tiuksetan
Pencitraan biodistribusi sebelum pemberian 90Y Zevalin (Biogen Idec) untuk pengobatan limfoma non-Hodgkin
5 mCi
Intravena
Iodin I 123
Kapsul dan larutan natrium iodida
Pencitraan kelenjar tiroid
400-600 µCi
Oral
Tiroid metastase (seluruh tubuh)
2 mCi
Oral
Iodin I 123
Injeksi Iobenguan
Feokromositoma, tumor karsinoid, paraganglioma non sekresi, neuroblastoma
0,14 mCi/kg (anak)
Intravena
10 mCi (dewasa)
Iodin I 125
Injeksi albumin
Penentuan volume plasma
5-10 µCi
Intravena
Iodin I 125
Injeksi natrium iothalamat
Penentuan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
30 µCi
Intravena
Iodin I 131
Injeksi iobenguan
Feokromositoma, tumor karsinoid, paraganglioma non sekresi, neuroblastoma
0,5 mCi/1,7 m2
Intravena
Iodin I 131
Kapsul dan larutan natrium iodida
Fungsi tiroid
5-10 µCi
Oral
Pencitraan tiroid (leher)
50-100 µCi
Pencitraan tiroid (substernal)
100 µCi
Tiroid metastase (seluruh tubuh)
2 mCi
Hipertiroidisme
5-33 mCi
Karsinoma
150-200 mCi
Iodin I 131
Injeksi natrium iodohipurat
Fungsi ginjal yang dapat pulih
200 µCi (2 ginjal)
Intravena
75 µCi (1 ginjal)
Iodin I 131
Tositumomab
Pengobatan Limfoma non-Hodgkin refraktori derajat rendah
Dosis individual; tidak lebih dari 75 cGy seluruh tubuh
Intravena
Nitrogen N 13
Injeksi amonia
Pemeriksaan perfusi miokard
10-20 mCi
Intravena
Oksigen O 15
Injeksi air
Perfusi jantung
30-100 mCi
Intravena
Fosfor P 32
Suspensi fosfat kromik
Efusi pleura dan peritoneal
10-20 mCi
Intraperitoneal atau intrapleura (bukan untuk penggunaan intravena)
Fosfor P 32
Injeksi natrium fosfat
Polisitemia
1-8 mCi
Intravena
Rubidium Rb 82
Injeksi Rubidium klorida
Pemeriksaan perfusi miokard
30-60 mCi
Intravena
Samarium Sm 153
Injeksi leksidronam
Terapi paliatif nyeri tulang pada lesi tulang osteoblastik metastase
1.0 mCi/kg
Intravena
Stronsium Sr 89
Injeksi stronsium klorida
Terapi paliatif nyeri tulang pada lesi tulang osteoblastik metastase
4 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi albumin
Pencitraan aliran darah jantung
20 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi albumin teragregasi
Pencitraan perfusi paru
3 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Arsitomumab
Karsinoma kolorektal kambuhan atau metastase
20 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi bisisat
Tambahan untuk CT (computed tomography)/MRI(Magnetic Resonance Imaging)pada pasien stroke
20 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi disofenin
Pencitraan hepatobilier
5 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi eksametazim
Perfusi serebral regional pada stroke dengan atau tanpa metilen biru
20 mCi
Intravena
Pelabelan leukosit tanpa metilen biru
10 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi gluseptat
Pencitraan otak
20 mCi
Intravena
Pencitraan perfusi ginjal
10 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi mebrofenin
Pencitraan hepatobilier
5 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi medronat
Pencitraan tulang
20-30 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi mertiatid
Pencitraan ginjal
5 mCi
Intravena
Renogram-transplantasi ginjal
1-3 mCi
Intravena
Renogram-kaptopril
1-3 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi oksidronat
Pencitraan tulang
20-30 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi pentetat
GFR (kuantitatif)
3 mCi
Intravena
Renogram (diuretik)
3 mCi
Intravena
Pencitraan perfusi ginjal
10 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi pirofosfat
Infarct-avid scan
15 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi sel darah merah
Perdarahan saluran cerna (kambuhan)
15 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi sestamibi
Fungsi dan perfusi miokardial, pencitraan paratiroid
8-40 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi natrium perteknetat
Pencitraan otak
20 mCi
Intravena
Pencitraan tiroid
10 mCi
Intravena
Ventikulogram radionuklida
20 mCi
Intravena
Sistografi radionuklida
1 mCi
Uretra
Dakriosistografi
0.1 mCi
Tetes mata
Divertikulum meckel
5 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi suksimer
Pemindaian ginjal-fungsi ginjal diferensial
5 mCi
Intravena
Pemindaian ginjal-anatomi kortikal
5 mCi
Intravena
Teknetium Tc 99m
Injeksi koloid sulfur
Pemindaian hati-limpa
5 mCi
Intravena
Limfosintigrafi (payudara)
0,4-0,6 mCi
Interstitial
Limfosintigrafi (melanoma)
0,5-0,8 mCi
Intradermal
Pengosongan lambung (scrambled egg)
1 mCi
Oral
Perdarahan lambung (akut)
10 mCi
Intravena
Aspirasi paru
5 mCi
Oral
Refluks gastroesofagal
0,2 mCi
Oral
Teknetium Tc 99m
Injeksi tetrofosmin
Fungsi dan perfusi miokard
8-40 mCi
Intravena
Thallium Tl 201
Injeksi thallus klorida
Pencitraan perfusi miokard
3-4 mCi
Intravena
Pencitraan paratiroid
2 mCi
Intravena
Xenon Xe 133
Xenon
Pencitraan ventilasi paru
10-20 mCi
Inhalasi
Yttrium Y 90
Ibritumomab tiuksetan
Pengobatan limfoma non-Hodgkin derajat rendah
0,3-0,4 mCi/kg
Intravena
Sumber: BPOM, 2015
Contoh Peranan Radioisotop Dalam Sediaan Farmasi
EKSAMETAZIM
Indikasi:
Skintigrafi otak (brain scintigraphy). Mendiagnosis kelainan aliran darah serebral atau area aliran darah serebral pasca stroke atau penyakit serebrovaskular lain, epilepsi, Alzheimer dan bentuk lain dari demensia, transient ischemic attack, migrain dan tumor otak.
Digunakan pada "pelabelan" secara in vitro pada leukosit menggunakan Teknesium-99m. Leukosit yang telah berlabel disuntikkan untuk mendeteksi lokasi infeksi penyebab penyakit (jika ada abses abdomen), untuk pemeriksaan gejala pireksia yang tidak diketahui penyebabnya dan pemeriksaan gejala inflamasi bukan disebabkan oleh infeksi, seperti penyakit inflamasi pada usus besar.
Peringatan:
Tidak boleh diberikan langsung kepada pasien. Hanya digunakan untuk penyiapan obat berlabel radioaktif teknesium-99m, dengan prosedur yang tercantum pada kemasan. Kehamilan dan menyusui, anak.
Efek Samping:
Hipersensitif.
Dosis:
Penggunaan satu kali:
(I) Brain scintigraphy Dewasa dan Lansia: injeksi intravena, 350 - 500
MBq (9,5-13 mCi).
(II) Labelisasi Leukosit dengan Teknetium-99 secara in vivo Dewasa dan Lansia: injeksi intravena 200 MBq (5mCi) sebagai leukosit berlabel teknesium-99m. Suntikkan suspensi leukosit berlabel teknesium-99m menggunakan jarum 19G sesegera mungkin setelah pelabelan.
Tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada anak.
Pencitraan:
(I) Brain scintigraphy
Pencitraan otak bisa dimulai dari 2 menit setelah injeksi.
(II) Dalam lokalisasi in vivo leukosit berlabel teknesium-99m. Pencitraan dinamis dapat dilakukan dalam 60 menit pertama setelah injeksi untuk memeriksa klirens paru-paru dan untuk menunjukkan migrasi sel yang segera terjadi. Pencitraan statis dilakukan dalam waktu 0,5-1,5 jam, 2-4 jam dan jika perlu, pada 18-24 jam pasca injeksi, untuk mendeteksi akumulasi aktivitas titik pemeriksaan (bahan radioaktif). Setelah satu jam pertama penyuntikkan leukosit berlabel teknesium-99m, aktivitas terlihat pada paru-paru, hati, limpa, pompa darah, sumsum tulang dan kandung kemih.
List Nama Dagang
Ceretec
(Sumber: BPOM, 2015)
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif mampu memancarkan radiasi radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor penelitian.
Berdasarkan sumbernya, radionuklida alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua jenis. Yang pertama adalah radionuklida primordial, yang ada di kerak bumi sejak terbentuknya alam semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara.
Penggunaan isotop radioaktif dalam dunia farmasi dikenal dengan istilah radiofarmaka . Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Maulina Anna, et al. 2013. Kegunaan Radioisotop Dalam Bidang Kedokteran Dan Pertanian. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Padang: Padang
Jalil Abdul. 2004. Zat Radio Aktif Dan Penggunaan Radio Isotop Bagi Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara
Anonim. 2015. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Bab 18. Dirjen BPOM RI