.
.
.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, Setiap jum’at kita kaum muslimin selalu diingatkan untuk terus me ningkatkan kadar keimanan dan ketaqwaan kita, karena keimanan dan ketaqwaan sifatnya statis, selalu berubah -ubah. Dari mimbar ini saya selak u khatib mengajak dan mengingatkan diri pribadi dan juga jamaah jum’at yang hadir di majlis yang mubarokah ini untuk selalu menjaga, mempertahankan dan terus berupaya meningkatkan nilai-nilai iman dan taqwa dalam kehidupan keseharian kita. Karena hanya dengan ketaqwaan manusia akan berbeda dengan manusia lainnya di hadapan Allah Swt. “Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.” (QS
al-Hujurat: 13) Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Khotamul an- biya’ Rasulullah Muhammad Saw. yang telah memberikan segala kehidupannya untuk kepentingan umat dan menegakkan kalimah Allah, sehingga kita sebagai umatnya diberikan petunjuk dan bimbingan dari jalan kegelapan menuju jalan yang diridhai Allah Swt. Kemarin, tepatya tanggal 05 Oktober, diperingati sebagai Hari Guru Sedunia. Guru merupakan sebuah amanah yang mulia. Betapa tidak ketika seorang guru menyampaikan ilmu kepada seorang murid dan ilmu tersebut diamalkan kemudian dijadikan pegangan atau tuntunan dalam kehidupan sang murid, maka ganjaran/pahala untuk guru akan terus mengalir. Peran seorang guru begitu sentral dan tak bisa tergantikan. Saat ini mungkin sudah banyak sumber-sumber ilmu yang bisa kita akses, misalnya dari buku, internet, media massa atau beberapa media lainnya, akan tetapi hal itu tetap tidak bisa menggantikan peran seorang guru. Teladan serta titi laku seorang guru lah yang menjadikan suksesnya seorang murid. Maka tidak mungkin kesuksesan Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah dan mentransfer ilmu hingga menjadi karakter dan tuntunan kehidupan para sahabat tanpa adanya tauladan dari beliau. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21:
"Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang y ang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. "(QS. Al-Ahzab [33]:21) Tersebutlah seorang ulama yang disegani bahkan oleh penguasa ketika itu. Ia adalah Fakhruddin al-Arsabandi. Dalam ketenarannya, ia mengungkap sebuah rahasia atas rahmat Allah yang luar biasa didapatkannya. "Aku mendapatkan kedudukan yang mulia ini karena berkhidmat (melayani) guruku," ujar sang Imam. Ia menuturkan, khidmat yang dia berikan kepada gurunya sungguh luar biasa. Gurunya Imam Abu Zaid ad-Dabbusi benar-benar dilayaninya bak seorang budak kepada majikan. Ia pernah memasakkan makanan untuk gurunya selama 30 tahun tanpa sedikit pun mencicipi makanan yang disajikannya. Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan k eberkahan ilmu dari memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu. Itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh si murid. Fakhruddin al-Arsabandi benar-benar memperhatikan sang guru sebagai tempat ia mengambil ilmu. Ia tak ubahnya seperti budak di hadapan gurunya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib RA yang pernah mengatakan, "Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya." Ali RA mencontohkan, sekecil apa pun ilmu yang didapat dari seorang guru tak boleh diremehkan. Imam Syafi’i pernah membuat
rekannya terkagum-kagum karena tiba-tiba saja ia mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Para sahabatnya bertanyatanya, "Mengapa seorang imam besar mau mencium tangan seorang laki-laki tua? Padahal masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada dia?" Imam Syafi’i menjawab, "Dulu aku p ernah bertanya padanya, bagaimana mengetahui seekor anjing telah mencapai usia baligh?
Orang tua itu menjawab, "Jika kamu melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, maka ia telah baligh." Hanya ilmu itu yang didapat Imam Syafi’i dari or ang tua itu. Namun, sang Imam tak pernah lupa akan secuil ilmu yang ia
dapatkan. Baginya, orang tua itu adalah guru yang patut dihormati. Sikap sedemikian pulalah yang menjadi salah satu faktor yang menghantarkan seorang Syafi’i menjadi imam besar. Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, Lantas seperti apakah penghormatan para pelajar saat ini kepada guru mereka? Petuah ilmu yang diberikan guru hanya bak angin lalu. Guru tak perlu didengarkan atau dituruti. Take it, or leave it. Tak masalah jika tak menuruti arahan dari guru. Ibarat kata pepatah, "Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu."