KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT, yang telah mengutus Rasul Nya dengan den gan membawa rahmat dan hidayah-Nya bagi alam semesta. dengan hidayah dan taufik-Nya penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Masalah Psikososial “ Ketidakberdayaan ” Pada
Penderita Stroke.
Adapun tujuan dari menyelesaikan paper adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas pada mata kuliah Keperawatan Jiwa Lanjut I . Dalam menyelesaikan penulisan paper ini penulis banyak mendapat bantuan secara langsung maupun tidak langsung dari Pembimbing. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kepad a Ns., yang telah ban yak meluangkan waktu, pikiran dan bimbingan dalam penyusunan paper
ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari
bahwa
paper
ini
masih
sangat
jauh
dari
taraf
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan paper ini.
Lhokseumawe, Oktober 2018
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah utama kesehatan yang sering terjadi pada individu banyak disebabkan oleh gaya hidup yang kurang baik. Salah satu penyakit yang terjadi akibat dari gaya hidup yang kurang baik adalah gangguan pada system persarafan diantaranya penyakit stroke. Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak. Stroke terjadi ketika pembuluh darah yang mengangkut oksigen dan nutrisi menuju otak pecah atau terblokir oleh bekuan sehingga otak tidak mendapat darah yang dibutuhkannya. Jika kejadian berlangsung lebih dari 10 detik akan menimbulkan kerusakan permanen otak. Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah penyakit jantung dan kanker. (Reni Prima,2012). Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia dibawah 45 tahun terus meningkat. Pada konferensi ahli s yaraf internasional di Inggris dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 1000 penderita stroke berusia kurang dari 30 tahun. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (American Heart Association, 2010). Menurut Anthony Rudd (2002) dalam buku Tarwoto (2013), Stroke (Cerebrovaskuler Accident / CVA) merupakan penyakit yang menyerang siapapun dengan kejadian sangat mendadak dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis utama di Indonesia selain
penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan prevalensi stroke dipopulasi sekitar 47 per 10.000 yang umumnya mengalami kecacatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan stroke mengalami gangguan kognitive (33 %), gangguan ekstremitas (30%) dan gangguan bicara 20%. Dari hasil penelitian dilakukan oleh Jeffking, Theresa, Anita (2015) sebagian besar penderita stroke menyerang pada usia >55 tahun (54,2%) dan dominan tidak bekerja (12,5%). Dampak stroke pada aspek fisik adalah adanya kelemahan atau kekakuan dan kelumpuhan pada kaki dan tangan. Kekuatan otot menjadi berkurang dan ekstremitas cenderung jatuh ke satu sisi, tangan dan kaki terasa berat sehingga pasien tidak mampu untuk menjaga keseimbangan atau mekanisme perlindungan diri. Setelah serangan stroke, tonus otot akan menurun dan bahkan bisa menghilang. Tanpa pengobatan orang akan cenderung menggunakan bagian tubuh yang tidak lumpuh untuk melakukan gerakan sehingga bagian tubuh yang lemah akan menimbulkan kecacatan permanen. Stroke tersebut juga mempunyai dampak yang mendalam pada aspek kehidupan pasien yang mengalaminya, Seperti mengalami masalah psikososial karena terdapatnya perubahan fisik didalam dirinya. Perubahan itulah yang membuat pasien seperti merasa tidakberdaya dan terdapatnya keterbatasan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari oleh pasien dan dengan kondisi seperti ini pasien sangat tergantung pada orang lain. Pada pasien stroke secara khusus mengalami kehilangan kesehatan aspek biopsikososial, misalnya kehilangan fungsi dan kesehatan tubuh, dimana gangguan pada satu aspek akan berdampak pada aspek lain. Perubahan fisik pada pasien akibat proses penyakit dan program terapi merupakan stressor yang dapat menimbulkan masalah fisik dan psikososial. Masalah psikososial yang timbul dari respon individu terhadap penyakit diantaranya yaitu ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan adalah pengalaman tentang kurangnya
kontrol seseorang terhadap situasi termasuk persepsi bahwa sesuatu tidak ak an bermakna mampu mempengaruhi terhadap hasil yang ingin dicapai (Nanda, 2012). Seseorang yang mengalami ketidakberdayaan kehilangan kontrol terhadap kejadian dalam hidupnya dan merasa segala sesuatu tidak bermakna bagi dirinya. Perasaan ketidakberdayaan disebabkan pengalaman distress dan perubahan emosional seperti agitasi, frustrasi, marah, takut dan cemas. Perasaan ketidakberdayaan yang dialami oleh pasien stroke seringkali disertai gangguan depresi. Ketidakberdayaan dengan kondisi depresi, apatis dan kehilangan kontrol yang di ekspresikan oleh klien secara verbal. Dapat disimpulkan bahwa kondisi depresi sering menyertai perasaan ketidakbedayaan (Kanine. E, 2011). Dalam penangannya seorang perawat harus melihat ketidakberdayaan pada penderita stroke sebagai hal yang harus ditangani sedini mungkin. Dari uraian diatas maka dari itu penulis menyimpulkan bahwa pasien stroke erat kaitannya dengan masalah ketidakberdayaan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahsa tentang masalah psikososial pada penderita stroke.
B.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisn paper ini adalah untuk mengetahui konsep stroke, konsep psikososial, serta kosep ketidakberdayaan. Secara umum untuk mengetahui masalah psikososial ketidakberdayaan pada pednderita stroke.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke
1. Pengertian Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak, sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat. (Dourman, karel. 2013) Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddart, 2013). 2. Klasifikasi Stroke a. Stroke hemoragik Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi tiga, yaitu :
Perdarahan intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dan dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons, dan serebellum (Muttaqin, 2008).
Perdarahan subarachnoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenk im otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya). (Muttaqin, 2008).
Pendarahan subdural Perdarahan subdural (termasuk perdarahan subdural akut) pada dasarnya sama dengan perdaran epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karena periode pembentukan hematoma lebih lama (interval jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. (Sudoyo,2014).
Stroke non hemoragik Jenis stroke ini pada dasarnya disebabkan oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan dan glukosa ke otak (Sudoyo, 2014). Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumya baik (Muttaqin, 2008).
3. Etiologi Stroke Menurut (Smeltzer & Bare, 2013) penyebab stroke yaitu: a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau otak) b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain) c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) 4. Faktor Resiko Stroke Ada beberapa factor resiko terjadinya stroke (Smeltzer & Bare, 2013) yaitu : a.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi Pasien dengan hipertensi yang lama akan berpengaruh terhadap kerusakan arteri, penebalan, arterosklerosis atau arteri dapat pecah atau ruftur.
b.
Penyakit jantung Penyakit jantung merupakan factor penyebab yang paling kuat terjadinya stroke iskemik. Jenis penyakit jantung yang menjadi faktor resiko stroke diantaranya penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung, gagal jantung, gangguan irama jantung seperti pada fibrilasi atrium yang dapat menyebabkan penurunan kardiac output, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan serebral.
c.
Diabetes mellitus Pada penyakit DM terjadi gangguan atau kerusakan vaskuler baik pada pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil karena hiperglikemia sehingga aliran darah menjadi lambat, termasuk juga hambatan dalam aliran darah ke otak.
d.
Hiperkolestrol dan lemak Kolestrol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis pada pembuluh darah otak dan terbentuknya lemak sehingga aliran darah lambat. Disamping itu hiperkolestrol dapat menimbulkan penyakit jantung koroner.
e.
Obesitas dan kurang aktivitas Obesitas dan kurang aktivitas merupakan faktor penyebab terjadinya hiperkolestrol, hipertensi dan penyakit jantung.
f.
Usia Semakin bertambah usia resiko stroke semakin tinggi, hal ini berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah.
g.
Ras dan keturunan Stroke lebih sering ditemukan pada kulit putih.
h.
Jenis kelamin Laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi.
i.
Pendidikan Rendah Rendahnya tingkat pendidikan akan menyebabkan kurangnya informasi kesehatan yang didapatkan, sehingga menyebabkan pengetahuan tentang kesehatan juga kurang seperti pengetahuan tentang penyakit stroke.
j.
Status Pekerjaan Seseorang yang tidak bekerja terjadi dalam problem keuangan. Jika tidak bekerja stress memikirkan cara mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga pada orang yang tidak bekerja salah satu pemicu terjadinya stroke (Hartono, 2007)
k.
Polisitemia Kadar Hb yang tinggi (Hb lebih dari 16 mg/dl) menimbulkan darah menjadi kental dengan demikian aliran darah ke otak lebih lambat.
l.
Perokok Rokok menimbulkan plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
m.
Alkohol Pada alkoholik dapat mengalami hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan kardiak aritmia.
n.
Kontrasepsi oral dan terapi estrogen Estrogen diyakini menyebabkan peningkatan pembekuan darah sehingga berisiko terjadinya stroke.
o.
Riwayat transient ischemic attacks (TIA) TIA atau disebut juga ministroke, merupakan gangguan aliran darah otak sesaat yang bersifat reversible. Pasien TIA merupakan tandatanda awal terjadinya stroke dan dapat berkembang menjadi stroke komplit sekitar 10-50%.
p.
Penyempitan pembuluh darah karotis. Pembuluh darah karotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke otak dan dapat diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah kadang tidak ada gejala dan hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan >50% ditemukan pada 7% pasien laki-laki dan 5% pada perempuan pada umur diatas 65 tahun. Pemberian obat-obat aspirin dapat mengurangi insiden terjadinya stroke, namun pada beberapa pasien dianjurkan dikerjakan carotid endarterectomi.
B. Konsep Psikososial
1.
Pengertian psikososial Masalah psikososial merupakan masalah yang banyak terjadi dimasyarakat.
Menurut Yeni (2011) psikososial adalah suatu kemampuan tiap diri individu untuk berinteraksi dengan orang yang ada disekitarnya. Sedangkan menurut Chaplin (2011) psikososial adalah suatu kondisi yang t erjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebalikn ya. psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologi. Dari defenisi diatas masalah psikososial adalah masalah yang terjadi pada k ejiwaaan dan sosialnya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. P sikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek
psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti men yinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin, 2011). 2. Masalah-masalah psikososial Menurut (Nanda, 2012) masalah-masalah psikososial terdiri dari : a.
Berduka
b. Keputusasaan c. Ansietas d. Ketidakberdayaan e. Risiko penyimpangan perilaku sehat f.
Gangguan citra tubuh
g. Koping tidak efektif h. Koping keluarga tidak efektif i.
Sindroma post trauma
j.
Penampilan peran tidak efektif
k. HDR situasional.
C. Konsep Ketidakberdayaan
1. Pengertian Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan mendapat hasil (Varcarolis, 2000), tuntutan dari setiap individu terjadi bila ada kebutuhan yang melibatkan individu itu sendiri, bila setiap keputusan tidak bisa dilakukan oleh individu maka telah terjadi masalah yang berimbas pada kemampuan individu dalam menentukan kondisi yang dirasakan (Fortinash, 2003). Menurut Townsend (2009) ketidakberdayaan dimana individu dengan kondisi depresi, apatis dan kehilangan kontrol yang diekspresikan oleh individu baik verbal maupun nonverbal. Dapat disimpulkan bahwa kondisi depresi
tersebut merupakan salah satu masalah yang berakibat pada kondisi psikososial dengan ketidakberdayaan. Kondisi ketidakberdayaan tidak seperti keputusasaan, ketidakberdayaan pada individu terjadi bila individu tidak dapat mengatasi solusi dari masalahnya, sehingga individu percaya hal tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Keputusasaan menyiratkan seseorang percaya bahwa tidak ada solusi terhadap masalahnya. 2.
Faktor Predisposisi Menurut Stuart & Laria (2005) faktor predisposisi merupakan faktor yang
beresiko yang menjadi sumber terjadinya stres dan mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik secara biologis, psikososial dan sosiokultural. Faktor predisposisi tersebut antara lain : a. Faktor genetik Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap op timis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi proses kehilangan b. Teori kehilangan, Berhubungan dengan faktor perkembangan. Seseorang yang mengalami kehilangan yang traumatis atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut untuk mengatasi perasaan kehilangan, pada masa dewasa individu menjadi tidak berdaya adan akan sulit mencapai fase menerima. c. Teori kognitif Mengemukan bahwa depresi terjadi akibat gangguan perkembangan terhadap penilaian negatif terhadap diri, sehingga terjadai gangguan proses pikir. Individu menjadi pesimis dan memandang dirinya tidak ada harapan. Menurut Norris (2002) peran pengetahuan dapatmengubah sikap penderita diabetes menjadi lebih baik.
d. Teori model belajar Ketidakberdayaan menyatakan depresi terjadi karena individu mempunyai pengalaman kegagalan-kegagalan, lalu menjadi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah. Akhirnya timbul keyakinan individu akan ketidakmampuannya mengendalikan kehidupan sehingga ia tidak mengembangkan respon yang adaptif. Menurut Funnel & Anderson (2005) mengatakan keberhasilan perubahan sikap dari penderita merupakan salah satu keberhasilan perawatan yang mandiri. Karakteristik gejala dan tanda dari ketidakberdayaan me nurut Wilkinson (2005) antara lain, mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi, mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu, mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan perawatan diri, ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan, tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan, enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya, ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iribilitasi, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah, gagal mempertahankan ide/pendapat orang lain jika mendapat perlawanan, lingkungan perawatan kesehatan yang dianggap teurapeutik, program yang terkait dengan penyakit mislanya pengobatan jangka panjang, penyakit kronik yang berulang kambuh, interaksi interpersonal yang tidak adekuat atau terganggu, gaya hidup ketidakberdayaan yang pernah dipelajari karena seringnya individu mengalami kegagalan atau harapan peran yang tidak terpenuhi, penyakit kronis atau terminal, ketidakseimbangan metabolisme. 3. Karakteristik Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan merupakan respon individu terhadap penilaian stressor dan bagaimana menyelesaikan stressor tersebut. Individu yang dihadapkan pada suatu kondisi yang dianggap stressor maka akan bereaksi
terhadap stressor tersebut, namun bila tidak bisa mengatas stressor tersebut dapat mengakibatkan masalah ketidakberdayaan. Menurut National Association Nursing Diagnoses of America (NANDA, 2010), adanya karakteristik dari ketidakberdayaan antara lain ketidakberdayaan ringan antara lain mengekspresi ketidakpastian tentang kemampuan dalam mengatasi tingkat energi. Karakteristik ketidakberdayaan sedang antara lain ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas, tidak melakukan pemenuhan perawatan diri ketika dibutuhkan, tidak memantau kemajuan, ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidakmampuan melakukan aktifitas sebelumnya, ekpresi keraguan bahkan berakibat menjadi marah. Karakteristik ketidakberdayaan berat antara lain apatis, depresi terhadap kondisi buruk secara fisik, menyatakan tidak me miliki kendali misalnya terhadap perawatan diri, situasi, hasil. 4. Strategi keperawatan mengatasi respon ketidakberdayaan Ketidakberdayaan merupakan perasaan yang absolut yang diekspresikan melalui sikap dimana seseorang atau klien akan menghadapi suatu situasi dengan mengeksplorasi pengalaman perasaan ketidakberdayaannya termasuk dalam menghadapi tren isu yang turut menjadi penyebab rasa tidak berdaya. Menurut (Miller dalam Kanine, Esrom, 2011), terdapat beberapa kategori strategi yang bertujuan untuk meningkatkan ketidakberdayaan yaitu: a. Memodifikasi Lingkungan Perawat perlu memodifikasi lingkungan ruangan dirumah sakit seperti menyiapkan bel untuk panggilan, telepon dan semua kebutuhan yang diperlukan klien menyerupai lingkungan rumah, diperlukan untuk kenyamanan klien dan meminimalkan perasaan ketidakberdayaan. b. Menetapkan tujuan yang realistis Setiap individu ingin dihargai dan menetapkan tujuan yang
realistis sehingga memberikan peluang bagi klien dalam berpartisipasi total dalam mengidentifikasi tujuan yang saling menguntungkan antara perawat dan klien dengan memvalidasi pengkajian dan mengkonfirmasinya kembali dianggap sebagai sesuatu kekuatan yang unik dalam meningkatkan asumsi responsibilitas terhadap hasil yang dicapai klien. c. Meningkatkan pengetahuan Pengetahuan merupakan sumber daya untuk mengontrol situasi sebagai upaya meningkatkan pengetahuan tentang situasi saat individu mengalami perasaan tidak berdaya. Klien dengan penyakit kronis sangat membutuhkan beberapa informasi pengetahuan tentang penyakit serta penatalaksanaannya sehingga dapat mengambil keputusan dan tindakan yang relative terkait penyakit kronisnya. Kemampuan mengambil keputusan dan tindakan diperlukan klien untuk dapat mengendalikan perasaan tidak berdaya. Perubahan informasi secara psikologis, respon positif terhadap terapi dan hasil terapi dapat meningkatkan kontrol persepsi klien. d. Meningkatkan kepekaan tim kesehatan Faktor sistem pelayanan kesehatan secara signifikan mempengaruhi penyebab ketidakberdayaan pada klien dengan p enyakit kronis termasuk lingkungan rumah sakit yang bersih dapat meningkatkan rasa tidak berdaya. Tim kesehatan yang professional sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kepekaan karena ketidakberdayaan dengan menjalin hubungan yang humanistik dengan klien. e. Mendorong mengekspresikan perasaan secara verbal Mengekpresikan perasaan tidakberdaya merupakan dasar dalam mengatasi masalah diharapkan meningkatkan dan mengendalikan perasaan ketidakberdayaan klien. Klien mungkin mengidentifikasi faktor yang turut mempengaruhi perasaan ketidakberdayaan dan mencari
alternativ pemecahannya. Sikap terbuka klien dilaporkan dapat mengatasi rasa ketidakberdayaan pada kondisi seperti ansietas yang digeneralisir secara verbal. 5. Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan untuk klien ketidakberdayaan sesuai dengan standar keperawatan psikososial yang dikembangakan magister keperawatan jiwa terdiri dari dua strategi pelaksanaan. Tindakan keperawatan yang pertama untuk klien dengan ketidakberdayaan dengan latihan berpikir positif. Kedua, evaluasi ketidakberdayaan, berusaha mengembangkan harapan positif dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan. Sesuai dengan standar asuhan keperawatan intervensi pertama pada ketidakberdayaan adalah melakukan pendekatan untuk mengkaji masalah ketidakberdayaannya. Dalam melakukan pendekatan perawat menggunakan komunikasi teurapeutik. Komunikasi teurapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien dan mengatasi masalah individu terhadap harapan dan tujuan dalam mengatasi masalah dalam menghadapi kondisinya (Potter&Perry,2005)
BAB IIII PEMBAHASAN
Hasil penelitian (Rochdiat.W, 2012) menyebutkan bahwa sebanyak 56% penderita penyakit stroke yang dirawat mengalami ketidakberdayaan. Menurut (Kanine. E, 2011) Seseorang yang mengalami ketidakberdayaan kehilangan kontrol terhadap kejadian dalam hidupnya dan merasa segala sesuatu tidak bermakna bagi dirinya, Perasaan ketidakberdayaan disebabkan pengalaman distress dan perubahan emosional seperti agitasi, frustrasi, marah, takut dan cemas. Perasaan ketidakberdayaan yang dialami oleh pasien stroke seringkali disertai gangguan depresi. Kondisi depresi ini di ekpresikan oleh klien secara verbal dan dapat disimpulkan bahwa kondisi depresi sering menyertai perasaan ketidakbedayaan. Miller dalam Kanine.E, (2011) mengasumsikan bahwa ketidakberdayaan dapat divalidasi melalui respon verbal, emosional, partisipasi dalam kegiatan sehari-hari dan keterlibatan serta tanggung jawab klien dalam perawatan dirinya. Dalam penelitian (Catherine B et al, 2016) dengan judul The Stroke and Carer Optimal Health Program (SCOHP) To Enhane Psychosocial Health menyebutkan stroke dapat memberikan dampak berat bagi pasien atau anggota keluarga yang merasa tidak siap untuk menghadapi tuntutan fisik, kognitif dan emosional. Penjaga pasien stroke mengalami efek kesehatan yang merugikan dengan tingginya tingkat depresi, dan kecemasan. Oleh karena itu peran kepedulian penjaga pasien stroke dimasyarakat sangatlah penting. Sedangkan dalam penelitian (E, Hole et al, 2013) dengan judul The Patients Experience of The Psychosocial Process That Influences Identity Following Stroke Rehabilitattion menyebutkan pemulihan perubahan identitas pada pasien stroke dengan cara rehabilitasi kognitif. Perilaku positif dibentuk oleh konsep psikososial seperti harapan, dukungan sosial dan bergantung pada staf klinis dan dukungan eksternal.
Dalam penelitian lain nya yang dilakukan oleh (Ian I et al, 2012) dengan judul Psychological Problem After Stroke and Their Management menyebutkan pemberian obat anti depresan pada penderita stroke seperti Nortripilin, Amitriptyline, Deanxit, dan sebagainya. Namun sayangnya, pemberian obat antidepresan pada penderita stroke memiliki efek samping yang tinggi.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
Ketidakberdayaan ialah ketidakberdayaan dimana individu dengan kondisi depresi, apatis dan kehilangan kontrol yang diekspresikan oleh individu baik verbal maupun nonverbal. Dapat disimpulkan bahwa kondisi depresi tersebut merupakan salah satu masalah yang berakibat pada kondisi psikososial dengan ketidakberdayaan. Kondisi ketidakberdayaan tidak seperti keputusasaan, ketidakberdayaan pada individu terjadi bila individu tidak dapat mengatasi solusi dari masalahnya, sehingga individu percaya hal tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Keputusasaan menyiratkan seseorang percaya bahwa tidak ada solusi terhadap masalahnya. Dari beberapa penelitian menyebutkan masalah psikososial pad penderita stroke dapat diatasi den gan rehabilitasi kognitif , serta dengan cara pemberian obat antidepresan, namun pemberian obat memiliki efek samping pada penderita stroke.
B.
Saran
Diharapkan dukungan keluarga bagi penderita stroke sangat penting seperti didalam penelitian (Catherine B et al, 2016) dengan judul The Stroke and Carer Optimal Health Program (SCOHP) To Enhane Psychosocial Health dan peran perawat dalam pemberian terapi sangat penting bagi penderita stroke untuk mencegah rasa ketidakberdayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC Catherine, B et al. 2016. Journal The Stroke and Carer Optimal Health Program (SCOHP) To Enhane Psychosocial Health. Copel, L.C. (2007). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat Ed Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Dourman, Karel. (2013). Waspadai Stroke Usia Muda. Jakarta. Cerdas Sehat E, Hole et al. 2014. Journal The Patients Experience of The Psychosocial Process That Influences Identity Following Stroke Rehabilitation Ian I et al. 2012. Journal Psychological Problem After Stroke and Their Management Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Nanda. (2012). NANDA Nursing diagnosis definition and classification. Philadephia : Author. Potter, P.A & Perry, A (2005). Fundamental of Nursing: Concept Process and Practice, 4th ed. Philadelphia: Mosby-Year Book-Inc. Reni, Prima. (2012). Efektifitas Pemberian Mobilisasi Dini terhadap Tonus Otot, Kekuatan Otot, dan Kemampuan Motoril Fungsional Pasien Hemiparise Paska Stroke Iskemik. Padang. Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Andalas. Smeltzer, S.C.,& Bare, Brenda. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (Edisi 8 volume 2). Jakarta: EGC. Sudoyo, W Aru dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi 5. Jakarta Interna Publshing. Stuart, G.W & Laraia, M.T (2005). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. 8th ed. St. Louis: Mosby Years Book. Tarwoto et al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta : Sagung Selo