MAKALAH KIMIA FISIK 2 Kesetimbangan Fasa Sistem Satu Komponen
Di Susun Oleh:
Febby Putri Mayu (A1C111024) Mega Affani(A1C111071) Muhammad Quzwen Santi Parlina(A1C111013) Parlina(A1C111013) Ice Lely Sitohang (A1C1110)
Dosen Mata Kuliah Dra. Wilda Syahri, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2013
1
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya pemakalah mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia Fisik 2. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kesetimbangan fasa sistem satu komponen, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi yang didapat.Makalah ini di susun oleh pemakalah dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah Kimia Fisik 2 meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Jambi, April 2013
Pemak alah
DAFTAR ISI 2
HALAMAN JUDUL ................................................................................................1 KATA PENGANTAR ..............................................................................................2 DAFTAR ISI .............................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................................4 1.2. Rumusan Masalah ...............................................................................................4 1.3. Tujuan Penuliasan ...............................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN............................................................................................6 BAB III PENUTUP ..................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13
BAB I 3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesetimbangan Fasa
Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Kesetimbangan Fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki komposisi yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan tertentu. Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus – Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu.
1.2 Rumusan masalah 1.2.1. Apa saja aturan-aturan dan rumus- rumus yang digunakan dalam kesetimbangan fasa system satu komponen? 1.2.2. Apa saja contoh-contoh kesetimbangan fasa system satu komponen? 1.2.3. Bagaimana Diagram kesetimbangan fasa system satu komponen?
1.3 Tujuan penulisan 4
1.3.1.
Untuk mengetahui aturan-aturan dan rumus- rumus yang digunakan dalam kesetimbangan fasa system satu komponen
1.3.2.
Untuk mengetahui contoh-contoh kesetimbangan fasa system satu komponen
1.3.3. Untuk mengetahui diagram kesetimbangan fasa system satu komponen
BAB II 5
PEMBAHASAN
2.1. Aturan- aturan Fasa dan Turunan Rumusnya 2.1.1.
Aturan Fasa
Aturan fasa bisa diterapkan ke dalam sistem yang lebih dari satu komponen. Hal ini memungkinkan untuk memproses secara lebih umum dan untuk mendapatkan ‘aturan fasa’ yang memberikan jumlah derajat kebebasan sistem dengan C komponen dan P fasa. Fasa adalah bagian yang serba sama dari suatu sistem yang dapat dipisahkan secara mekanik, serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifat – sifat fi si ka. Ju mla h komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara praktis untuk menentukan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam system
dikurangi
dengan
jumlah
reaksi-reaksi
kesetimbangan
yang
ber be da yan g da pa t te rjad i ant ara zat – zat yan g ada da la m si ste m tersebut. Di dalam setiap fasa, terdapat konsentrasi C-1 yang dibutuhkan untuk menetapkan komposisi
fasa
sebanyak-banyaknya.
Jika
fraksi
mol
digunakan
untuk
mengukur konsentrasi, sesuatu dibutuhkan untuk menentukan fraksi mol semua komponen,komponen yang tersisa bisa ditentukan karena jumlah dari fraksi mol menjadi satu kesatuan. Karena terdapat P fasa, maka ada P(C-1) komposisi var iabe l. Tekan an dan suhu yang sudah ditentukan memberikan P(C-1) + 2 variabel intensif jika sistemnya berdasarkan fasa demi fasa. Jumlah variabel-variabel ini, yang ditetapkan oleh kondisi kesetimbangan sistem, sekarang harus ditentukan. Komponen 1, misalnya, didistribusikan antara fasa P1 dan P2. Bil a eku ili bri um dibuat untuk setiap komponen yang didistribusikan antara dua fasa, hubungan distribusi dapat ditulis. Jadi, jika konsentrasi salah satu komponen dalam fasa P1 yang ditentukan, konsentrasi dalam tahap P2 secara otomatis tetap. Kesetimbangan serupa juga akan diatur untuk setiap komponen antara ber ba ga i pa san ga n fa sa. Unt uk setiap komponen akan ada hubungan P-1 tersebut. Jadi, untuk komponen C total C (P-1) variabel intensif akan tetap ditentukan kondisi kesetimbangan. 6
Jika komponen tidak ada atau berada pada tingkat yang diabaikan dalam salahsatu fasa dari sistem, akan ada lebih sedikit satu variabel intensif untuk fasa tersebut sejak konsentrasi diabaikan dari satu unsur. Juga akan ada satu relasi kesetimbangan yang lebih sedikit. Aturan fasa berlaku untuk semua sistem terlepas dari apakah semua fasa memiliki jumlah komponen yang sama atau tidak. Atur an in i ber la ku ha ny a un tu k ap a ya ng tel ah dis eb ut sistem kim ia bia sa. Aturan Fasa Gibbs
Pada tahun 1876, Gibbs menurunkan hubungan sederhana antara jumlah fasa setimbang, jumlah komponen, dan jumlah besaran intensif bebas yang dapat melukiskan keadaan sistem secara lengkap. Menurut Gibbs, ν = c + p – γ Dimana: υ = derajat kebebasan c = jumlah komponen p = jumlah fasa γ = jumlah besaran intensif yang mempengaruhi sistem (P, T) Tabel 3.1 menunjukkan hubungan antara jumlah derajat kebebasan dan jumlah fase yang ada untuk sistem satu komponen. Tabel ini menyarankan suatu aturan yangmenghubungkan jumlah derajat kebebasan, F , dengan jumlah fase, P , yang ada. F = 3 – P (3.25)yang merupakan aturan fase untuk sistem satu komponen. Aturan fase yang sederhana sangat berguna untuk memutuskan berapa banyak variabel bebas yang diperlukan untuk mendeskripsi sistem . Tabel 3.1 Jumlah fase 1 2 3 Derajat kebebasa 2 1 0 Jumlah variabel bebas , F , diperoleh dengan mengurangkan jumlah total persamaan dari jumlah total variabel: F = PC + 2 – P – C ( P – 1), F = C – P + 2 Jika sistem satu komponen, C = 1, sehingga F = 3 – P . Persamaan ini adalah aturan fase J.Willard Gibbs. Derajat kebebasan suatu sistem adalah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variabel bebas (suhu, tekanan, konsentrasi komponen – komponen) yang harus diketahui untuk menggambarkan keadaan sistem. Untuk zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk menyatakan keadaan, yaitu P dan T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang terdiri dari satu gas atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua (υ = 2). 7
Bila suatu zat berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen yang diperlukan untuk menggambarkan sistem akan berkurang satu karena dapat dihitung dari konstanta kesetimbangan. Misalnya pada reaksi penguraian 2.1.2.
Turunan Rumusnya
Persamaan Clapeyron Bila dua fasa dalam sistem satu komponen berada dalam kesetimbangan, kedua fasa tersebut mempunyai energi Gibbs molar yang sama. Pada sistem yang memiliki fasa α dan β, Gα = Gβ …………………………………………..
(3.4)
Jika tekanan dan suhu diubah dengan tetap menjaga kesetimbangan, maka dGα = dGβ …………………………………………
(3.5)
Dengan menggunakan hubungan Maxwell, didapat
Karena
maka Persamaan 3.10 disebut sebagai P ersamaan Clapeyron, yang dapat digunakan untuk menentukan entalpi penguapan, sublimasi, peleburan, maupun transisi antara dua padat. Entalpi sublimasi, peleburan dan penguapan pada suhu tertntu dihubungkan dengan persamaan
Persamaan Clausius – Clapeyron
8
Untuk peristiwa penguapan dan sublimasi, Clausius menunjukkan bahwa persamaan Clapeyron dapat disederhanakan dengan mengandaikan uapnya mengikuti hukum gas ideal dan mengabaikan volume cairan (V l) yang jauh lebih kecil dari volume uap (V g).
Bila maka persamaan 3.10 menjadi
Persamaan 3.18 disebut Persamaan Clausius – Clapeyron . Dengan menggunakan persamaan di atas, kalor penguapan atau sublimasi dapat dihitung dengan dua tekanan pada dua suhu yang berbeda. Bila entalpi penguapan suatu cairan tidak diketahui, harga pendekatannya dapat diperkirakan dengan menggunakan Aturan Trouton, yaitu
2.2.
Grafik Kesetimbangan fasa
Sistem Satu Komponen Untuk sistem satu komponen seperti air murni, aturan fasanya adalah : f = 3 -p. 9
• Jika hanya ada satu fase maka f =2, • Jika ada dua fase maka f =1,dan • Jika ada 3 fase maka f =0. Dengan demikian untuk sistem satu komponen maksimum ada dua variabel intensif untuk menyatakan keadaan sistem. Kita dapat menggambarkan setiap keadaan dengan satu titik pada diagram fasa yaitu diagram dua dimensi P terhadap T.
Gambar : Diagram Fasa Air
Pada titik A yaitu daerah fasa cair, p =1, f=2, sehingga ada 2 variabel spesifik, yaitu temperatur dan tekan untuk menentukan lokasi titik A. Pada titik B yaitu satu titik pada garis kesetimbangan cairan–uap, niai p =2 dan f =1, sehingga hanya 1 variabel yang harus spesifik, suhu atau tekanan.
2.2.1. Keberadaan Fasa – Fasa dalam Sistem Satu Komponen
Perubahan fasa dari padat ke cair dan selanjutnya menjadi gas (pada tekanan tetap) dapat dipahami dengan melihat kurva energi bebas Gibbs terhadap suhu atau potensial kimia terhadap suhu.
10
Gambar 3.2. Kebergantungan energi Gibbs pada fasa – fasa padat, cair dan gas terhadap suhu pada tekanan tetap
Lereng garis energi Gibbs ketiga fasa pada gambar 3.2. mengikuti persamaan
Nilai entropi (S) adalah positif. Tanda negatif muncul karena arah lereng yang turun. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa S g > Sl > Ss.
BAB III PENUTUP 11
3.1 Kesimpulan Adapun dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat dipisahkan secara mekanik, serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifat – sifat fisika. 2.
Penentuan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi – reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat – zat yang ada dalam sistem tersebut.
3.
Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel intensif yang harus dipilih agar keberadaan variabbel intensif dapat ditetapkan.
Daftar Pustaka M. Fogiel, 1992, The Essentials of Physical Chemistry II , Nex Jersey : Research and Education Association 12
Surdia NM, 1980, Kimia Fisika I (terjemahan Robert A. Alberty dan F Daniels), cetakan ke 5, John Willey and Sons. Bahan-Paparan-KF2-2012 Kesetimbangan Fasa _ Thekicker96's Blog.htm
13