BAB I TEKNIK PENYANGGAAN DAN PERKUATAN PADA TEROWONGAN
1.1.
Tujuan utama merancang penyangga pada lubang buka di bawah tanah adalah untuk membantu massa batuan menyangga dirinya sendiri.
Gambar 1.1 adaiah contoh sebuah terowongan yang digali secara “ full face” dengan
pemboran
dan
peledakan, menggunakan penyangga besi
(steel
set
support) yang dipasang sesudah “mucking”. Horisontal dan vertikal in-situ stress dianggap sama = po - Pada tahap 1,
tunnel face belum mencapai seksi x-x.
Massa batuan yang berada pada bagian dimana tunnel akan dibuat dalam
keadaan
seimbang dengan massa batuan disekelilingnya.
Tekanan yang diberikan oleh penyangga p t pada profil yang akan digali sama dengan in-situ stress po - Pada tahap 2, yang
(titik A pada Gambar 1.1).
tunnel face sudah melewati seksi x-x dan tekanan penyangga pt sebelumnya diberikan oleh batuan
yang berada didalam yang
tunnel, turun menjadi 0. Bagaimanapun juga, tunnel tidak akan runtuh karena deformasi radial u dibatasi oleh ujung tunnel (tunnel face) dengan pengendalian yang cukup baik. Jika pengendalian u oleh face tidak ada, tekanan penyangga pen yangga pt yang diberikan oleh titik B dan C pada gambar 1.1 yang dibutuhkan untuk membatasi u adalah sama. Tekanan penyangga pi yang dibutuhkan untuk membatasi u pada atap (roof) adalah lebih besar dari yang dibutuhkan untuk membatasi u pada dinding (side wall) karena berat dari daerah batu lepas (zone of loosened
rock) diatas atap tunnel harus ditambahkan untuk menghitung tekanan penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi strees yang menyebabkan displacement pada atap. -Pada tahap 3,
tunnel
sudah se selesai di-"mucking"
dipasang dekat
dengan
dan
steel set sudah
face. Pada ke keaadaan
ini, penyangga
belum terbebani seperti seperti ditunjukkan oleh titik D pada Gambar 1.1, karena tidak ada deformasi yang terjadi pada tunne tunnel. l. Jika batuan mempunyai pada waktu,
maka
sifat
deformasi
yang tidak tergantung
adial tunnel masih ditunjukkan deformasi r adial
oleh titik B dan C. C. -Pada tahap 4, tunnel dan
face maju kira-kira 1 1/2 kali diameter dari seksi x-x
pengendalian deformasi didekat
sekali. Oleh karena itu deformasi dan atap
face
sudah
berkurang
radial selanjutnya dari dinding
dinyatakan oleh kurva C E G dan B F H pada Gambar
1.1. Deformasi
radial
atau convergence
dari
tunnel menyebabkan
penyangga terbebani. Tek Tek anan anan penyangga pt yang tersedia dari steel set bertambah dengan deformasi radial tunnel seperti digambarkan oleh garis D E F. - tahap 5, tunnel
face
maju
jauh dari
seksi x-x sehingga tidak ada
pengendalian untuk massa batuan pada seksi x-x. Jika
tidak ti
penyangga-penyangga yang dipasang, maka deformasi radial tunnel
lagi ada padaa pad
bertambah seperti digambarkan oleh kurva E G dan F H pada
Gambar 1.1. Untuk dinding, tekanan yang dibutuhkan
untuk membatasi deformasi
turun menjadi 0 pada tit titiik G dan dalam hal ini dinding akan stabil jika tidak ada lagi gaya yang dapat menyababkan menyababkan deformasi. deformasi. Dipihak lain, penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi
pada atap turun sampai minimum dan akan mulai lagi naik. Ini kar ena displacement kebawah atap dari daerah batuan lepas di dalam atap
Po= Stress insitu vertikal = Stress insitu horizontal
Gambar 1.1
Kurva “load-deformation” massa batuan dan sistem penyangga menurut DAEMAN
menyebabkan
tambahan batuan yang
menjadi
lepas
dan
berat
dari
tambanan batuan lepas, ditambahkan untuk tekanan penyangga yang dibutuhkan. Pada contoh diatas, atap akan
runtuh
jika tidak ada penyangga yang
dipasang di dalam tunnel. Gambar 1.1 dibagian bawah, kurva
reaksi penyangga untuk steel set
berpotongan dengan kurva Load-deformasi dinding
dan atap terowongan pada
titik E dan F. Pada titik-titik ini, tekanan penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada dinding dan atap adalah tepat seimbang dengan tekanan penyangga yang tersedia dari steel set dan terowongan dan sistem penyangga adalah dalam keseimbangan stabil.
P
Gambar 1.2 Grafik LANE
Penyangga NATM
Pada
Pembuatan Tunnel Dengan Cara Klasik dan Dengan Cara
Tunneling dengan metoda klasik : - Pemasangan waktu
penyangga
sementara
(temporary
support) membutuhkan
lama.
- Kontak antara penyangga sementara dan batuan tidak kontinu. - Penyangga sementara membutuhkan tempat dan dapat mengurangi penampang terowongan sampai 30 %. - Karena pemasangan penyangga tetap (permanent support) lama maka batuan disekitar tunnel kehilangan tegangan dan mengalami deformasi yang besar --> akan terjadi "overbreak". Gambar 1.3
menunjukkan penyangga pada metoda kiasik dan NATM.
Kurva Intrinsic Untuk Metoda Klasik o
---->
intrinsic
Kurva interinsic dari karakteristik batuan sebelum penggalian
kurva
ini berubah secara tidak menguntungkan dari segi kestabilan selama
penggalian dan sesudah lubang buka terbentuk , kurva ini menjadi kurva 1 (Kurva 1‟ jika panggalian secara mekanis, kurva 1” jika menggunakan bahan peledak). Disini tidak diperhatikan cara operasi dan rencana oenggalian yang merupakan faktor penting juga. Jika terjadi kehilangan tegangan, maka kekuatan batuan turun secara drastis (kurva 2 atau 3) sehingga dengan mudan kekuatan batuan dapat dilampaui oleh stress yang bekerja (digambarkan oleh lingkaran Mohr). Fenomena ini dapat menyebabkan gangguan pada massa (seperti batuan
menjadi
kelakuan
plastik, deformasi yang besar , terjadi hancuran dan retakan
batuan setempat, dll). Menurut Prof. Muller (1964) pengembangan volumik sekitar 2 sampai 3 % dapat menyebabkan menurunnya kekuatan batuan sampai 80 - 90 %. Pada NATM degradasi batuan tidak akan terjadi karena : 1. Cara penggalian tidak "full face".
2. Penyangga
sementara
dengan
shotcrete
dilaksanakan secepatnya, sehingga
kurva 1 menjadi kurva 2. Keuntungan ini ada hubungannya dengan terisinya crack dan bagian kosong pada batuan oleh semen sehingga, blok-blok batu saling terikat satu samalain. Lapisan semen hasil shotcrete juga
menimbulkan tekanan „confining‟ (radial)
yang dinyatakan dengan lingkaran Mohn dari stress yang bekerja bergerak kesebelah kanan sehingga menjadi kurva
intrinsic (gambar kurva interinsic
untuk NATM). Tekanan confinins pt merupakan aksi bersama antara rock deformasi bat.uanyang ditahan oleh semen hasil shotcrete. Tekanan confining pt kecil sekali tetapi memainkan peranan penting untuk kestabilan, terutama untuk batuan yang retak-retak. Masa batuan yang sebenarnya heterogen, mempunyai
adalah
kelakuan
diskontinu,
sering tidak isotrop dan
mekanik yang sangat kompleks,
berbeda
sekali dengan kelakuan massa batuan yang homogen, kontinu dan isotrop. Oleh karena itu untuk batuan yang banyak digambarkan hanya dengan satu
mengandung rekahan tidak dapat
kurva intrinsic. Karakteristik mekanik sangat
erat hubungannya dengan struktur dan cara pembebanannya tensor
stress
terhadap
struktur).
Akibat
(orientasi
dari
kestabilan tergantung juga pada
struktur dan keadaan 'confining' pada suatu daerah yang diselidiki. Struktur
(crack) mempunyai
mendekati kondisi uniaxial.
pengaruh
lebih
Untuk menghilangkan
besar
jika keadaan stress
peranan dari crack
merugikan maka kita harus menjauhi keadaan stress uniaxial.
yang
Gambar 1.3 Penyangga Pada Metoda Klasik dan NATM
1.2.
Penyangga Kayu
1.2.1. Material Kayu
Kayu sudah sejak lama dikenal sebagai bah an penyangga di berbagai operasi penambangan bawah tanah. Sebagai bahan penyangga, keuntungan yang dimiliki material kayu adalah : a. Ringan, mudah bibawa, dibentuk dan dipasang. b. Akan retak sepanjang seratnya sehingga mudah dideteksi. c. Sisa potongan atau patahan dapat digunakan sebagai pasak, material isian dan sebagainya. Adapun kerugiannya adalah sebagai berikut : a. Kekuatan mekaniknya tergantung pada struktur serat dan cacat a1ami. b. Kelembaban dapat mempengaruhi kekuatannya. c. Jamur dan hewan yang tinggal didaerah
lembab berpengaruh dalam
penurunan kekuatannya. d. Mudah terbakar. Kayu sebagai penyangga Karenanya
harus mampu menyangga
dalam perancangan
beban dengan aman.
penyangga kayu, kekuatan kayu dan beban yang
akan diterima perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu : a. Kandungan air. b. Struktur serat. c. Cacat alami seperti “knot” dan “crack”. Adapun kekuatan kayu dari berbagai kelas, menurut PKKI 1961, dapat dilihat pada Tabel I.1.
Tabel I.1 Kekuatan Kayu
Sesuai dengan bentuk susunan dalam pemasangannya penyangga kayu mempunyai nama berbeda anatara lain : a. Three piece set b. Square set. c. Cribbing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.4.
1.2.2. Perancangan Penyangga Kayu
Perancangan
penyangga
kayu terdiri dari penentuan ukuran yang cocok
untuk "cap", "post" dan perlengkapan lainnya.
Susunan
dari penyangga kayu
yang sering digunakan adalah "three pieces set", Dengan mengetahui tegangantegangan yang terjadi, maka ukuran "cap” dan "side post” dapat ditentukan. a. Tegangan pada cap Kayu yang digunakan sebagai “cap” harus mempunyai kuat pelengkungan yang lebih besar dari tegangan pelengkungan yang dialami. Tegangan pelengkungan dihitung sebagai berikut : qt
=
ẟt x a
Mmax
= 0,
125 qt
ẟ b
2
= M max / 2 = bh /
W
W ≤ ẟ ef
6 (penampang persegi)
d / 32 (penampang lingkaran) 3
=
Dengan qt
= beban
persatuan panjang (t/m) 2
ẟt
= tekanan
pada penyangga (t/m )
a
= jarak
Mmax
= momen
pelengkungan maksimum (tm)
= panjang
“cap”
ẟ b
= tegangan
pelengkungan
ẟef
= tegangan
pelengkungan dari kayu yang diijinkan
W
= modulus
tampang (m )
b
= lebar
antar penyangga (m)
3
penampang kayu (m)
h
= tinggi penampang kayu (m)
d
= diameter penampang kayu (m)
b. Tegangan pada “side post” “side post” menerima tekanan dari samping dan reaksi panjang ujung “cap”. Karenanya dalam perancangan tegangan tekan dan tegangan pelengkungan harus dihitung, biasanya diameter “side post” yang digunakan relatif sama dengan “cap”. Tegangan pada “side post” dihitung sebagai berikut : ẟef ≥ ẟn ± ẟ t ẟef ≥ - W R/F ± 0,85 M max / w F
= ¼ dy
2
Mmax = 0,125 qy W
= 0,098 dy
λ
=4
ω
= f (λ)
R
= 0,785 dy
2 y
3
/d = 4 /d k
y
y
y
2
ẟef ≥ - 0,637 ω
/ d 1,084 2 y
2 y
2
/dy
dengan : 2
ẟn
= tegangan normal (t/m )
f
= buckling factor (lihat tabel I.2)
λ
= angka kerampingan ( slenderness)
R
= Beban reaksi (ton)
= beban samping (t/m)
y
= panjang “side post” (m)
dy
= diameter “side post” (m)
= panjang untuk penekukan (m) k
y
Tabel I.2 Buckling Faktor
Gambar 1.4 Bentuk-bentuk penyangga kayu
1.3. PENYANGGA BAJA 1.3.1. Material Baja
Baja dalam penggunaannya sebagai bahan bangunan memiliki beberapa keuntungan antara lain : a. Dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan b. Mempunyai “modulus elastisitas E” yang besar, sehingga deformasi yang diakibatkan oleh beban menjadi kecil c. Relatif mudah dalam pelaksanaan. Kekuatan baja sesuai dengan PBBI 1984 dapat dilihat pada tabel I.3 Tabel I.3 Kekuatan Baja
Baja yang banyak terdapat dipasaran dan banyak digunakan adalah Bj 37 dengan 2 tegangan dasar 1600 kg/cm . Pada umumnya modulus elastisitas baja adalah sama besarnya walaupun tegangan lelehnya berbeda begitu juga dengan angka pembanding Poisson (Poisson‟s ratio). Sifat mekanik dari baja adalah : 6
2
E
= 2,1 x 10 kg/ cm
= 0,3
1.3.2. Jenis Penyangga Baja
Terdapat bermacam-macam cara penyanggan dengan baja seperti terlihat pada gambar 1.5 : a. “Countiniuous rib type” (leg dan rib bersatu) b. “rib and post type” (rib diatas post) c. “rib and post wall type” d. “rib wall plate and post type” (rib diatas well plate dan post) e. “full circle rib type” Pada umumnya, untuk mencegah pergerakan dan keruntuhan atap “rib” dipasang “lagging”. Pada umumnya “lagging” dipasang searah dengan sumbu memanjang terowongan (gambar 1.6) 1.3.3. Analisa Tegangan pada Bubur Baja
Ay
= By =
M
= 0,5
M
= - Ay . x
N
=-
untuk 0 < <
untuk 0 < x < h
r cos - A sin
Dimana :
…………. (1.1)
2
(1.2) (1.3)
………………………. (1.4)
y
Ay= By = reaksi horisontal (ton) h
= jarak vertikal dari busur (m)
r
= jari-jari busur (m)
= beban merata (uniform load) dalam ton/m
M
= momen
N
= gaya normal terhadap penampang (ton)
Untuk menentukan momen maksimal, persamaan 1.2 harus di deferensialkan :
( )
/2 ( ii ) ( ) = 0 ( i ) cos = 0 , maka =
……….. (1.5) ……….. (1.6) ……….. (1.7) ……….. (1.8)
Dengan memasukkan nilai ke persamaan 1.2 akan diperoleh momen maksimum : Mmax = 0,5
- A
y
(h+r)
………….. (1.9)
)
………… (1.10)
Mmax = - Ay ( h + 0,5 A y / N
= - Ay
N
=-
............... (1.11)
………… (1.12)
Persamaan 3.10 dan 3.12 mempunyai harga lebih besar dibanding persamaan 3.9 dan 3.11. Penampang dan mutu baja yang dipilih dapat menggunakan persamaan berikut :
|| = Dengan
…………. (1.13)
| |
= tegangan absolut (ton/m )
F
= luas penampang baja yang dipilih (m )
W
= Modulus tampang (m )
= tegangan dasar, dari baja yang dipilih (t/m )
2
2
3
2
Harga-harga F dan W dapat dilihat pada tabel salah satu contoh penampang baja (tabel 1.4)
Gambar 1.5 Macam-macam Peyangga Baja
Gambar 3.6 Macam-macam Lagging
Gambar 1.7 Tegangan dan momen yang bekerja pada penyangga Busur Baja Tabel 1.4 Penampang Baja
1.4.
BAUT BATUAN (ROCK BOLT)
Penggunaan baut batuan untuk menjaga kestabilan atap dan dinding lubang bukaan, tergantung kepada kuat ikat (anchoring capacity) baut batuan dengan batuan, selain tegangan dasar (yeild strength) dari baut batuan tersebut. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk pengikatan (anchoring) baut batu adalah : a. Pengikatan harus kuat b. Batuan tempat pengikatan harus kuat dan kontinyu c. Panjang baut batuan harus cukup untuk menciptakan “pre-compression zone” sekitar lubang bukaan untuk mengatasi “stress failure”. Baut batuan harus terikat di belakang daerah tarikan (tension zone) Sedangkan Talobre memberikan aturan yaitu : a. Pemasangan dan ukura/dimensi baut batuan bergantung kepada keadaan batuan. Baut batuan pada batuan agak kuat, mempunyai jarak dan panjang lebih rapat dan lebih panjang. Batuan plastis tidak cocok untuk dilakukan penyanggaan dengan baut batuan (roof bolting) b. Ketebalan dari batuan (tempat pengikatan) harus mampu menerima beban c. Panjang baut batuan harus paling sedikit sama dengan ketebalan batuan yang disangga ditambah dengan jarak rata-rata antar baut batuan d. Jarak tiap baut batuan diusahakan seragam Terdapat bermacam-macam baut batuan antara lain (gambar 1.8) : a. b. c. d.
“Slot & wedge bolt” “Expansion bolt” “Grouted bolt” “Resin bolt”
Gambar 1.8 Macam – macam baut batuan
Pada batuan dengan kualitas baik, pengikatan cara mekanis (mechanical anchoring) misalnya “expansion shell” sangat cocok digunakan. Pada batuan lebih lemah atau batuan lebih lunak, egektifitasnya menurun dengan adanya kehancuran lokal (local crushing).
Gambar 1.9 Perfobolt
Pengikatan dengan adonan semen (grouted/mortar) kurang baik dibandingkan dengan pengikanan secara mekanis atau dengan resin. Kesulitannya adalah penempatan aonan semen pada bagian ujung baut batuan (anchor root) di dalam lubang bor. Pengikatannya pun bergantung kepada besarnya gaya geser antara dinding lubang bor dengan adonan ketika mengering. Karena adonan tidak menerima tekanan yang besar, kemungkinan kecil adonan akan masuk ke dalam celah-celah pada dinding bor sehingga kurang memberikan pengikatan yang kuat. Contoh dari baut batuan dengan adonan semen adalah “perfobolt”. Pada “perfobolt”, adonan semen kental ditaruh dalam tabung berlubang (perfotube) dan dimasukkan dalam lubang bor. Ketika batang baut batuan (tendon/rebar bolt) dimasukkan ke dalam “perfotube”, adonan semen keluar dari tabung dan mengisi ruang antar dinding lubang bor dengan baut batuan. Pengikatan dengan resin(resin anchoring) memberikan kuat ikat yang besar dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara “grout anchoring”. Resin terdiri dari campuran : Polyester resin
28,5%
Filler (crushea limestone)
66 %
Accelator
0,5 %
+ catalist
Panjang dan jarak baut batuan adalah : -
Panjang 1 : atap yang kuat (strong roof) ℓ = L/3 atap yang lemah (weak roof) ℓ = L/2
…………… (1.14) …………… (1.15)
-
Jarak b : b = 2/3 = 2/9 L
…………… (1.16) …………….(1.17)
Diameter baut batuan ditentukan berdasarkan “yield strength” dari bahan baut batuan : R max
=
R
. F
= R max
/n=
……………(1.18)
…………(1.19)
Dimana : L
= lebar lubang bukaan
R max
= beban maksimum yang boleh diberikan kepada baut batuan
= bobot isi batuan
= tegangan ijin atau “yield strength” dari baut batuan
F
= luas penampang baut batuan
R
= beban tarik yang boleh diberikan kepada baut batuan
N
= faktor keamanan 2 - 4
Untuk menstabilkan suatu “block failure” pada suatu dinding lubang buka, dapat digunakan perhitungan seperti terlihat pada gambar 1.10.
a)
b) Gambar 1.10 “Rock Bolting” pada dinding
Gambar 1.10 a :
PB
= = = …………………………..(1.20)
Gambar 1.10 b :
=
R
= P – F =
PF
1.5.
=
…………………………………………………(1.21)
PENYANGGA BETON
Beton adalah campuran antara semen, pasir dan air yang kadang-kadang ditambah CaCl2 (Calcium Chlorida) yang berfungsi mempercepat waktu pengerasan (curing time). Dalam bidang teknik, beton banyak digunakan karena antara lain : a. Mempunyai kuat tekan tinggi b. Mudah dalam pelaksanaan kontruksi c. Bahan-bahan mudah didapat d. Tahan terhadap pengaruh cuaca e. Relatif ekonomis Kelemahan dari beton adalah : a. Mempunyai kuat tarik rendah b. Dapat hancur tiba-tiba, tanpa menunjukkan tanda-tanda lebih dahulu c. Hancuran beton tak dapat digunakan lagi. Untuk mengatasi kuat tarik yang rendah, beton dipasang tulungan baja yang “ditanam” di dalam kontruksi beton sehingga membentuk satu kesatuan yang disebut beton bertulang (reinforced concrete). Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1971, kelas dan mutu beton terlihat pada Tabel I.5.
1.5.1. Selimut beton (Concrete Lining)
Dalam kontruksi beton berbentuk lengkung yang disebut “selimut beton”, tekanan yang dapat dihasilkan oleh selimt beton atau tekanan maksimum yang diperbolehkan adalah :
Pscmax
= Pc con
[
] (5.1)
Dengan : 2
Pscmax
= tekanan yang dapat dihasilkan oleh selimut beton ( kg/cm )
Pc con
= Kuat tekan veton yang digunakan ( kg/cm )
2
= jari-jari dalam (cm) = tebal selimut beton (cm)
Tabel 3.5 Kelas dan Mutu Beton
Gambar 1.11 Selimut Beton 1.5.2. Beton Tembak (Shotcrete)
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh beton tembak adalah : a. Shotability yaitu kemampuan untuk dapat melekat di atas dengan kemungkinan kecil untuk dapat lepas. b. Kekuatan awal (early strenght) harus cukup kuat untuk menyediakan penyanggaan dalam waktu kurang dari 4-8 jam. c. Harus mampu mencapai “kekuatan 28 hari” dengan komposisi pemercepat (accelator) yang dibutuhkan untuk mendapatkan kekuatan awal. d. Tahan lama terhadap pengaruh cuaca e. Ekonomis Karena beton tembak dipergunakan beberapa saat setelah penggalian, maka diperlukan kekuatan awal sehingga mampu memberikan penyanggaan dengan segera. Untuk itu pada campuran bahan untuk semen ditambahkan pemercepat yang mengandung garam-garam larut dalam air (water soluble salts), yang berfungsi mempercepat pengerasan. Dengan menggunakan pemercepat 3 %, campuran beton tembak dapat 2 mencapat kekuatan 0,69 Mpa (6,9 kg/cm ) dalam jangka waktu antara 2 sampai 3 jam dan dapat bertambah kekuatannya dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Tabel 1.6 Pengaruh Penambahan Pemercepat (Accelerator) Tehadap Kuat Tekan Beton Tembak
Ketebalan beton tembak dapat dihitung dengan rumus Rabcewicz
t = 0, 434 dengan : t
1.6.1.
2
p
= tekanan pada beton tembak ( t/m )
r
= jari-jari (m)
1.6.
= tebal beton tembak (m)
= tegangan geser yang diijinkan dari bahan 2 Beton tembak (t/m ) = 0,2 ẟ t (kuat tekan beton)
PENYANGGAAN KHUSUS
Forepoling Ini adalah salah satu bentuk penyanggan dari kayu atau baja atau kombinasi yang diterapkan untuk pemuka kerja pada penggalian di batuan lunak. Pemasangan “forepoling” dimaksudkan untuk mencegah runtuhnya atap pada saat penggalian dilakukan.
Gambar 1.12 Forepoling 1.6.2. Wiremesh
“Wiremesh” disebut juga anyaman kawat yang terbuat dari baja. Ada 2 macam “wiremesh” yaitu : 1. “Chailink mesh” Berguna untuk menahan fragmen batuan yang akan lepas 2. “Weldmesh” Berguna untuk memperkuat beton tembak. Tediri dari kawat baja yang dilas pada setiap perpotongan berbentuk persegi. 1.6.3. Hydarulics props
“Hydraulics props” adalah tiang penyangga yang terdiri dari 2 silinder dimana silinder yang satu bergerak didalam silinder yang lainnya dengan menggunakan sistem hidraulik mekanisme penaikkan dan penurunan dari silinder bagian dalam tersebut dilakukan dengan tenaga manusia dan suatu pompa tangan yang sudah terpasang pada silinder, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.13. “hydraulics props” ini banyak digunakan pada tambang-tambang batubara.
1.6.4. Powered Roof Support
Powered Roof Support adalah suatu bentuk penyangga yang diterapkan pada suatu tambang Batubara Modern (Modern Long Wall). Powered Roof Support ini tidak hanya bertugas menyangga atap tetapi juga bertugs untuk mendorong “Conveyor” depan dan “Spill plate”, bergerak maju dengan etenaganya sendiri, dan menyediakan ruang yang cukup aman untuk kegiatan penambangan. Bentuk dari salah satu Powered Roof Support (“Shield Support”) dapat dilihat gambar 1.14.
Gambar 1.13 Hydraulics Props
Gambar 1.14 Shield Support
1.6.5. Truss Bolting
“Truss Bolting” ini diperkenalkan pada akhir 1960-an sebagai alat untuk mengatasi kondisi atap yang jelek dimana kondisi tersebut tidak dapat diatasi dengan Roof Bolt atau metoda konventional lainnya. Metoda ini dikembangkan pada tambang Batubara di Inggris dan merupakan “patent” dari “Birmingham Bolt Co”. Prinsip dari penyangga jenis ini dapat dilihat pada gambar 1.15.
Gambar 1.15 Truss Bolting