BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Keterangan mengenai kehidupan masyarakat kerajaan Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa dapat dipelajari dari beberapa prasasti seperti prasasti Belanjong, Panempahan, dan Melatgede. Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit. I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji. I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda. Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.
Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda. Dinasti (Wangsa) Warmadewa adalah para raja - raja dan penguasa Bali Kuno yang memerintah pada tahun 804 - 1265 saka sebagaimana disebutkan dalam sumber kutipan Purana Bali Dwipa, yang kisah awal dan berakhirnya dinasti warmadewa ini dalam sejarah singkatnya disebutkan sebagai berikut,
Tersebutlah pada tahun 804 saka, Bali mengalami kehancuran di bawah Mayadanawa dan setelah matinya Mayadanawa bertahtalah seorang raja bernama Sri Kesari Warmadewa di Bali.
Ketika Sri Tapolung yang bergelar Bhatara Asta Asura Ratna Bumi Banten menjadi raja di Bali dibantu oleh para Senapati, dengan patih utama se perti Ki
Pada masa itu datanglah ekspedisi kerajaan Majapahit yang dipimpin langsung oleh Gajah Mada dan Arya Damar dan para Arya yang lainnya.
Terjadilah pertempuran antara pasukan Bali dan Majapahit yang sangat dahsyat dimana saat itu Dinasti Warmadewa mengalami kekalahan. Warmadewa merupakan Salah satu dinasti kerajaan yang terbesar di Kepulauan
Nusantara dan semenanjung Asia. Warmadewa berasal dari bahasa Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa Pelindung atau Dilindungi Dewa. Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya berasal dari India(kerajaan Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana ada raja berwangsa Warmadewa dan ada pula berwangsa Sanjaya. Raja dinasti Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari atau yang dikenal juga dengan Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan Kalingga.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah dari kerajaan Buleleng? 2. Bagaimana sejarah dari kerajaan Dinasti Warmadewa? 3. Apakah kaitan antara kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa? 4. Bagaimana kehidupan pada masa Dinasti Warmadewa? 5. Apa saja peninggalan dari kerajaan Buleleng?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui sejarah dari kerajaan Buleleng. 2. Mengetahui sejarah dari Kerajaan Warmadewa. 3. Mengidentifikasi kaitan antara kerajaan Buleleng dan Warmadewa. 4. Mengenal peninggalan dari kerajaan Buleleng. 5. Mengetahui kehidupan pada masa Dinasti Warmadewa.
BAB II PEMBAHASAN
A. KERAJAAN BULELENG
1. PENGERTIAN KERAJAAN BULELENG
Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan
di
Bali bagian utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari
Wangsa
Kepakisan
dengan
cara
menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit . Dalam sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada waktu itu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti. Nama kerajaan Buleleng semakin terkenal, terutama setelah zaman penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu itu, pernah terjadi perang rakyat Buleleng melawan Belanda. Kerajaan Buleleng dahulunya adalah salah satu daerah yang dikuasai oleh kerajaan Dinasti Warmadewa. Namun setelah kerajaan Dinasti Warmadewa ditaklukan oleh Gajah Mada, kerajaan ini pun kemudian berdiri dibawah bayang-bayang kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahir mengalami kemunduran, timbul pemberontakan dari tiap-tiap daerah kekuasaan Majapahit, salah satunya ialah daerah Buleleng.
2. KONDISI GEOGRAFIS DAN WILAYAH BULELENG
Kerajaan Buleleng berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Letaknya yang berada di pesisir menyebabkan Buleleng banyak disinggahi kapalkapal dagang dari Sumatra dan Jawa. Karakteristik wilayah Buleleng dibagi menjadi dua, yaitu dataran
rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Menyatunya pantai dan pegunungan ini menyebabkan penduduk di Buleleng selalu menjunjung tinggi semboyan nyegara gunung. Konsep nyegara gunung berarti segala pemberian alam maupun dari laut maupun gunung wajib disyukuri dan selalu dijaga kesucia nnya
3. SEJARAH KERAJAAN BULELENG Gusti Ngurah Karangasem , raja Buleleng ke-, dan 400 pengikutnya memilih
tewas daripada menyerah saat perang di Benteng Jagaraga (1849). I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa
Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji. I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda. Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi, namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821.
4. PERLAWANAN BULELENG TERHADAP BELANDA
Pada tahun 1846, Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit dari pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848, Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
5. DAMPAK PERLAWANAN BULELENG TERHADAP BELANDA
1. Bidang Politik :
Dikuasainya seluruh Pulau Bali oleh Belanda
Berkurangnya kekuasaan raja pada kerajaan, bahkan raja dikatakan menjadi bawahan Belanda
2. Bidang Ekonomi :
Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan daerah yang strategis banyak dikunjungi bangsa asing
3. Bidang Sosial :
Banyaknya tatanan sosial yang diperoleh Belanda, termasuk dihapuskannya adat Sute pada upacara ngaben
6. PEREKONOMIAN KERAJAAN BULELEN
Pada zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil Pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng, barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kata-kata pada prasasti yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun 1065. Kata-kata yang dimaksud berbunyi, “mengkana ya hana banyaga sakeng sabrangjong, bahitra, rumunduk i manasa,....” Artinya, “andai kata ada saudagar dari seberang yang datang dengan jukung bahitra datang berlabuh di manasa....” Sistem perdagangannya ada yang menggunakan sistem barter, ada yang sudah dengan alat tukar (uang). Pada waktu itu sudah dikenal beberapa jenis alat tukar
(uang), misalnya ma, su, dan piling. Dengan perkembangan perdagangan laut antar pulau di zaman kuno secara ekonomis, Buleleng memiliki peranan yang penting bagi perkembangan kerajaan-kerajaan di Bali, misalnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa.
7. PENYEBAB KEMUNDURAN KERAJAAN BULELENG
1. Belanda mengajukan syarat kepada Raja Buleleng untuk menghancurkan bentengnya sendiri dan tidak boleh mendirikan lagi 2. Raja Buleleng harus mengganti kerugian perang ¾ biaya yang dikeluarkan Belanda 3. Raja Karangasem juga mengganti kerugian ¼ dari biaya pihak Belanda
8. DAFTAR NAMA RAJA BULELENG Wangsa Panji Sakti (1660-?)
Awal memerintah
Nama
·
Akhir memerintah
Keterangan
Gusti Anglurah Panji Sakti
1660
1697/99
Gusti Panji Gede Danudarastra
1697/99
1732
Anak dari Gusti Anglurah Panji Sakti
Gusti Alit Panji
1732
1757/65
Anak dari Gusti Panji Gede Danudarastra
Gusti Ngurah Panji
1757/65
1757/65
Anak dari Gusti Alit Panji
Gusti Ngurah Jelantik
1757/65
1780
Anak dari Gusti Ngurah Panji
Gusti Made Singaraja
1793
?
Keponakan dari Gusti Made Jelantik
Wangsa Karangasem (?-1849)
Awal memerintah
Nama
Akhir memerintah
Keterangan
Anak Agung Rai
?
1806
Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem
Gusti Gede Karang
1806
1818
Saudara dari Anak Agung Rai
Gusti Gede Ngurah Pahang
1818
1822
Anak dari Gusti Gede Karang
Gusti Made Oka Sori 1822
1825
Anak dari Gusti Gede Karang
Gusti Ngurah Made Karangasem
1849
Keponakan dari Gusti Gede Karang
1825
· Wangsa Karangasem (?-1849)
Awal memerintah
Nama
Akhir memerintah
Keterangan
Anak Agung Rai
?
1806
Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem
Gusti Gede Karang
1806
1818
Saudara dari Anak Agung Rai
Gusti Gede Ngurah Pahang 1818
1822
Anak dari Gusti Gede Karang
Gusti Made Oka Sori
1822
1825
Anak dari Gusti Gede Karang
Gusti Ngurah Made Karangasem
1825
1849
Keponakan dari Gusti Gede Karang
Nama
Awal
Akhir
memerintah
memerintah
Keterangan
Gusti Made Rahi
1849
1853
Keturunan dari Gusti Ngurah Panji
Gusti Ketut Jelantik
1854
1872
Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik
1929
1944
Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik
1944
1947
Anak dari Anak Agung Putu Jelantik
1947
1950
Anak Agung Putu Jelantik Anak Agung Nyoman Panji Tisna Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik
Saudara dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna
9. PENINGGALAN KERAJAAN BULELENG a. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 835 çaka (913 M). Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
b. Prasasti Penempahan dan Malatgede
Prasasti Panempahan di Tampaksiring dan Prasasti Malatgede yang ditulis pada bagian paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 913.
c. Pura Tirta Empul
Pura
tersebut
terletak
di
daerah
Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura ini, digunakan beliau untuk melakukan hidup sederhana, lepas dari keterikatan dunia materi. Penamaan Pura Tirta Empul diambil dari nama mata air yang terdapat didalam pura ini yang bernama Tirta Empul. Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah.
d. Pura Penegil Dharma
Pura Penegil Dharma didirikan dimulai pada 915 M. Keberadaan pura ini berkaitan dengan sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja Mataram I dan kedatangan Maha Rsi Markandeya di Bali.
B. KERAJAAN DINASTI MARADEWA 1. PENGERTIAN KERAJAAN DINASTI WARMADEWA
Wangsa (dinasti) Warmadewa adalah keluarga
bangsawan
yang
pernah
berkuasa di Pulau Bali. Pendiri dinasti ini adalah Sri Kesari Warmadewa, menurut riwayat lisan turun-temurun, yang berkuasa sejak abad ke-10. Namanya disebut-sebut dalam prasasti
Blanjong di Sanur (berangka
tahun
835 saka atau 913 M), dan menjadikannya
sebagai raja Bali pertama yang disebut dalam catatan tertulis. Menurut prasasti ini, Sri Kesari adalah penganut Buddha Mahayana yang ditugaskan dari Jawa untuk memerintah Bali. Dinasti inilah yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa Kerajaan Medang periode Jawa Timur pada abad ke-10 hingga ke-11.
2. SEJARAH KERAJAAN DINASTI WARMADEWA
Informasi
tentang
raja-raja
yang
memerintah di Kerajaan ini, diperoleh terutama dari prasasti Blanjong di Sanur yang berangka tahun 835 saka atau 913 M. Prasasti ini dibuat oleh Raja Sri Kesariwarmadewa yang merupakan raja pertama di Bali dari Dinasti Warmadewa. Setelah berhasil mengalahkan suku-suku pedalaman Bali, ia memerintah Kerajaan Bali yang berpusat di Singhamandawa. Pengganti Sri Kesariwarmadewa adalah Ugrasena. Selama masa pemerintahannya, Ugrasena membuat kebijakan, yaitu pembebasan beberapa desa dari pajak sekitar tahun 837 saka atau 915 M. Pengganti Ugrasena adalah Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama permaisurinya. Ia berhasil membangun pemandian suci Tirta Empul di Manukraya atau Manukaya, dekat Tampak Siring. Pengganti Tabanendra Warmadewa adalah raja Jayasingha Warmadewa. Kemudian Jayasadhu Warmadewa. Selanjutnya, kerajaan Bali dipimpin oleh seorang ratu bergelar Sri Maharaha Sri Wijaya Mahadewi. Ia memerintah tahun 905 saka atau 938 M. Pengganti ratu ini adalah Dharma Udayana Warmadewa. Pada masa pemerintahan Udayana, hubungan Kerajaan Bali dan Mataram Kuno berjalan sangan baik. Ini disebabkan karena pernikahan antara Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni, cicit Mpu Sendok yang kemudian dikenal sebagai Mahendradata. Pada saat Udayana wafat, putra kedua Udayana menjadi raja Bali, Marakatapangkaja. Ia sangat menaruh perhatian pada kesejahteraan rakyatnya. Penggantinya adalah adiknya sendiri, Adik Wungsu. Ia merupakan raja terakhir dari Wangsa Warmadewa karena ia tidak mempunya keturunan. Setelah ia mati, kerajaan Bali dipimpin oleh Sri Sakalendukirana. Lalu ia digantikan oleh Sri Suradhipa, dan
digantikan lagi oleh Jayasakti. Setelahnya digantikan lagi oleh, Rada Jayapangus (1177-1181). Raja terakhir Bali adalah Paduka Batara Sri Artasura yang bergelar Ratna Bumi Banten. Ia berusaha mempertahankan kemerdekaan Bali daari serangan Majapahit, namun mengalami kegagalan. Pada tahun 1265 saka atau 1343 M, Bali dikuasai Majapahit. Pusat kekuasaan mula-mula di Samprang, kemudian dipindah ke Gelgel dan Klungkung.
3. RAJA-RAJA KERAJAAN DINASTI WARMADEWA
1) Sri Kesari Warmadewa (882M-914M) 2) Sri Ugrasena (915M-942M) 3) Sri Tabanendra Warmadewa (943M-961M) 4) Sri Candrabhaya Singha Warmadewa (961M-975M) 5) Sri Janasadhu Warmadewa (975M-983M) 6) Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi (983M-989M) 7) Sri Udayana Warmadewa(989M-1011M) 8) Sri Adnyadewi/ Dharmawangsa Wardhana (1011M-1022M) 9) Sri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja (1022M-1025M) 10) Anak Wungsu (1049M-1077M) 11) Sri Walaprabu (1079M-1088) 12) Sri Sakalendukirana (1088M-1098M) 13) Sri Suradhipa (1115M-1119M)
4. PENYEBAB KEMUNDURAN KERAJAAN DINASTI WARMADEWA
Kerajaan ini kurang memiliki banyak informasi tentang kemundurannya. Namun diperkirakan kemunduran kerajaan ini dikarenakan munculnya kerajaan baru. Kerajaan Buleleng diperkirakan merupakan salah satu kerajaan yang menggantikan Kerajaan Dinasti Warmadewa. Kerajaan Buleleng sendiri berakhir seiring waktu pada tahun 1950, walalupun sempat ‘diobok -obok’ oleh VOC.
5. KEHIDUPAN DINASTI WARMADEWA a. KEHIDUPAN POLITIK
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan
tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah Buleleng. Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja. Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebeneran hukum karena ia selalu melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja membangun beberapa
tempat
peribadatan
untuk
rakyat.
Salah
satu
peninggalan
Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan Dalam menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang disebut pakirankiran i jro makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.
b. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada
saat
ini.
Pada
masa
pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam suatu daerah yang disebut wanua.
Sebagaian besar penduduk yang tinggal di wanua bermata pencaharian sebagai petani. Sebyah wanua dipimpin seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat. Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal sebagai berikut : 1)
Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang berarti tua.
2)
Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti tengah.
3)
Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang berarti muda.
4)
Anak keempat dinamakan ketut . Kata ketut berasal dari tut yang berarti belakang.
Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil.
Masyarakat
diberi
kebebasan
berbicara.
Jika
masyarakat
ingin
menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa seperti inilah yang saharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu. Jika Anda menjadi seorang pemimpin, Anda harus mendegar dan merespons segala keluhan rakyat. Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian. Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul (gamelan), banwal (gadelan), dan pinus (lawak).
c. KEHIDUPAN EKONOMI
Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti
Bulian. Dalam
prasasti
Bulian terdapat
beberapa
istilah
yang
berhubungan dengan sisitem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan kasuwakan pengairan (sawah). Pada masa pemerintahan Marakatapangkaja kegiatan pertanian berkembang pesat. Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut – urutan menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi), matun (menyiangi), ani-ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dari keterangan tersebut sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Marakatapangkaja penggarapan tanah sudah maju dan tidak jauh berbeda dengan pengolahan tanah pada masa ini. Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan
banyaknya
saudagar
yang
bersandar
dan
melakukan
kegiatan
perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng adalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saai itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal besar pula untuk mengangkutnya.
d. KEHIDUPAN AGAMA
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tradisi megalitik
msih
mengakar
kuat
dalam
masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan
penemuan
beberapa
bangunan
pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai berkembang di Buleleng.
Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan. Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sektesekte kecil yang menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora (penyembah dewa Matahari).